Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Terjebak di Amanika

Siapa tokoh perempuan favorit kalian di cerita ini?

  • Karina

  • Nabila

  • Gendis

  • Widi

  • Rini


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Part 19: Lega

Saat mereka berdua telah pergi meninggalkan Pak Doni dan Widi yang ingin beristirahat setelah perjalanan panjang, baik Pak Karjo maupun Rini sama-sama bingung mencari bahan obrolan untuk menemani perjalanan mereka. Usia keduanya yang terpisah cukup jauh membuat mereka bingung menentukan topik yang sepertinya bisa menarik bagi lawan bicara mereka.

Rini-1.jpg

"Kamu masih sekolah ya, Rin?" Pak Karjo akhirnya membuka pembicaraan dengan pertanyaan yang seperti hanya basa-basi tersebut. Pekerjaannya sebagai seorang office boy memaksa dia untuk ramah pada semua orang, dan kemampuan tersebut secara naluri akhirnya ia praktikkan di manapun ia berada.

"Betul, Pak. Saya masih kuliah, sebentar lagi lulus, sih."

"Memangnya kamu ambil mata pelajaran apa?"

"Saya ambil manajemen, Pak. Dan kalau kuliah itu namanya jurusan, bukan mata pelajaran," ujar Rini sambil tersenyum. Ia merasa kepolosan dan ketidaktahuan Pak Karjo merupakan sesuatu yang lucu.

"Owh begitu. Memangnya kalau manajer man itu belajar apa? Nanti kalau lulus bisa kerja jadi apa? Jadi manajer ya?"

"Manajemen, Pak. Bukan manajer man ... Hee. Dan saya memilih jurusan itu karena lapangan kerjanya cukup luas. Semua jenis kantor biasanya butuh orang manajemen untuk mengurus operasional bisnis mereka."

"Oh iya, manajemen. Berarti kamu bisa kerja di kantor kakakmu juga donk nanti?"

"Bisa sih, Pak. Tapi malas gak sih kalau adik-kakak kerja di tempat yang sama. Masa sudah bertemu di rumah, harus bertemu di kantor lagi," ujar Rini.

"Benar juga ya ... Kirain gak mau masuk karena takut tiap hari ketemu saya, hee."

"Nggak lah, Pak. Bapak bisa saja."

Baru berbincang sebentar, keduanya seperti langsung kehabisan topik obrolan, dan memilih untuk melanjutkan perjalanan menembus hutan yang dipenuhi pohon-pohon besar tersebut. Pak Karjo tampak memimpin di depan, dan Rini dengan patuh mengikuti dari belakang. Dari posisinya, Rini bisa melihat tubuh pria tua tersebut yang masih cukup kekar di usianya yang telah beranjak senja. Ia bertanya-tanya dalam hati bagaimana bisa pria di usia setua itu masih bisa mempertahankan bentuk tubuh yang kekar seperti itu. Darah mudanya yang secara alami ingin mengeksplorasi banyak hal, termasuk aktivitas-aktivitas yang berbau seksual, pun menjadi kian hangat.

"Ahh, apa sih yang aku pikirkan," gumam Rini pelan.

"Hmm, tadi ngomong apa, Rin?" Gumaman Rini ternyata sempat terdengar oleh Pak Karjo.

"Eh, nggak ngomong apa-apa kok, Pak," jawab perempuan muda itu berusaha menutupi rasa canggungnya. Ia kemudian langsung maju ke depan agar bisa berjalan sejajar dengan pria tua tersebut. "Apakah kita sudah di jalan yang benar, Pak?"

"Semoga saja begitu ya. Kalau tidak, kita terpaksa harus bermalam di hutan ini tanpa makanan dan minuman yang cukup. Apalagi kalau nanti malam hujan, bisa sangat bermasalah kita. Bukannya selamat sampai ke Indonesia, malah justru tewas kita di sini karena hipotermia," ujar Pak Karjo sambil menatap ke arah Rini.

"Iya ya, Pak. Semalam kami bermalam di rumah pohon yang cukup hangat saja sudah terasa tidak nyaman. Apalagi kalau harus bermalam di alam terbuka seperti ini."

Tanpa diketahui Rini, Pak Karjo beberapa kali mencuri kesempatan untuk menatap tubuh perempuan muda tersebut sepanjang perjalanan, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pendangannya sering terkunci pada paha Rini yang mulus dan terbuka, karena celananya hanya menutup sampai setengah paha. Usia perempuan tersebut memang jauh lebih muda darinya, bahkan lebih cocok sebagai anak atau cucunya. Namun, karena tidak ada hubungan darah di antara keduanya, Pak Karjo menganggap wajar saja kalau ia menaruh perhatian khusus pada perempuan muda tersebut.

Saat bertemu untuk pertama kali di bandara hingga perjalanan menuju resort Hastina, Pak Karjo memang tidak terlalu memperhatikan gerak gerik Rini. Ia hanya menganggap Rini sebagai perempuan muda biasa yang sedikit terlalu aktif. Perempuan muda tersebut pun biasanya akan selalu mengobrol dan menempel pada sang kakak, membuat seperti ada jarak di antara mereka berdua.

Namun kebersamaan mereka berdua sejak berkemah di bukit Amanika membuat Pak Karjo jadi punya kesan lebih mendalam tentang perempuan berusia 20 tahun tersebut. Tubuhnya yang mungil tetapi berisi di bagian-bagian tertentu, membuat Pak Karjo harus berkali-kali menelan ludahnya sendiri saat menatap bentuk bodi perempuan muda itu.

"Pak, kok bengong? Kita gak jalan lagi?"

Kata-kata Rini langsung membuyarkan lamunan binal Pak Karjo yang baru sadar bahwa sudah beberapa detik ia seperti terpaku di tempatnya berdiri, sambil menatap ke arah Rini. "Eh, iya ... ayo kita jalan lagi, Rin."

Mereka pun melanjutkan perjalanan selama beberapa menit. Pak Karjo dan Rini memang sengaja hanya berjalan lurus ke satu arah, agar tahu jalan kembali ke tempat Pak Doni dan Widi berada. Mereka sadar sudah sama-sama terjebak di bukit tersebut, dan akan makin sulit kondisinya apabila mereka harus terpisah dengan rekan mereka yang lain.

Tak lama kemudian, mereka akhirnya menemukan sebuah ujung bukit, dengan bentangan alam yang luas berada di hadapan Pak Karjo dan Rini. Dari lokasi tersebut, mereka berdua bisa melihat dengan jelas lautan pantai selatan pulau, serta membedakan mana daerah yang merupakan milik Tukatu, dan mana yang milik Indonesia, persis seperti apa yang mereka harapkan sebelumnya.

"Pak Karjo, kita berhasil ..." ujar Rini berteriak. Raut wajahnya tampak sangat bahagia saat itu.

"Iya Rini, kita berhasil menemukan jalan yang tepat ..." jawab Pak Karjo sambil tersenyum.

Secara reflek, Rini langsung menghambur ke arah Pak Karjo lalu memeluk erat tubuh pria tua tersebut. Payudaranya yang segar dan besar pun menempel erat di dada pria tua itu. Tanpa diminta, Pak Karjo pun balas memeluk tubuh Rini yang sintal.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, keduanya seperti sepakat untuk tidak langsung melepaskan pelukan bahagia tersebut. Tubuh Pak Karjo yang kekar dan fakta bahwa mereka kemungkinan akan selamat dari tempat itu, membuat Rini merasa sangat nyaman dan bahagia. Momen ini terasa lebih menyenangkan dibanding saat dirinya dipeluk oleh mantan pacarnya saat acara kelulusan SMA beberapa tahun lalu.

Di sisi lain, Pak Karjo pun baru pertama kalinya merasakan pelukan erat dari seorang perempuan berusia 20 tahun yang tubuhnya terasa begitu seksi. Kepala Rini tampak bersandar di atas pundak kanannya, dengan pinggul mereka berdua yang saling beradu satu sama lain. Pak Karjo yang memang jarang mengenakan celana dalam, bisa merasakan kemaluannya kian membesar dan mulai menyeruak ingin keluar dari sarangnya. Karena posisi tubuh mereka yang saling melekat, Rini pun seperti bisa merasakan perubahan tersebut.

"Pak Karjo ..." Rini kemudian memundurkan tubuhnya, meski tangannya tetap menggelantung di leher pria tua tersebut.

Pak Karjo khawatir perempuan muda itu akan membencinya, karena merasakan kemaluannya yang membesar saat mereka berpelukan. "Rini, mohon maaf saya ..."

Sebelum Pak Karjo menyelesaikan kata-katanya, Rini justru telah menempelkan bibirnya ke bibir sang pria tua. Pak Karjo jelas kaget menerima perlakuan tersebut, dan tidak tahu harus membalas seperti apa. Ia melihat wajah Rini yang tengah memejamkan mata, dengan raut muka yang binal, membuat sang pria menjadi lebih terangsang.

"Hmmm ..." terdengar lenguhan pelan dari bibir Rini, membuat Pak Karjo makin bersemangat.

Pria tua itu pun memutuskan untuk membalas kecupan tersebut dengan liar, seperti yang biasa dia lakukan bersama mantan istrinya yang telah meninggal dunia. Ia pun mulai mengelus-elus bagian belakang tubuh Rini yang indah, dari luar pakaian yang ia kenakan.

Namun tiba-tiba, Rini menarik kepalanya dan menghentikan ciuman tersebut. "Pak Karjo ..."

"Iya, Rini ..."

"Sepertinya ... Hmm ... Sepertinya kita harus kembali ke Pak Doni dan Kak Widi. Mereka pasti sedang menunggu kita," ujar Rini dengan terbata-bata. Ia pun seperti tidak ingin menghentikan aktivitas tersebut.

"Iya, Rini ... Ayo kita kembali sekarang," Pak Karjo hanya bisa menuruti permintaan perempuan tersebut.

Mereka berdua akhirnya bersama-sama kembali ke tempat Pak Doni dan Widi berada, lewat jalan yang mereka lalui sebelumnya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Pikiran keduanya masih dipenuhi dengan apa yang terjadi beberapa saat sebelumnya, dan bagaimana birahi mereka telah terpantik sedemikian rupa, dan butuh untuk segera dilepaskan.

***​

Setelah tak sadarkan diri selama beberapa jam, seorang perempuan cantik tampak mulai meraih kesadaran dan bisa membuka kedua kelopak matanya. Tidak banyak yang bisa ia lihat, selain langit yang berwarna biru di atas sana dengan cahaya matahari yang begitu cerah.

Ia bisa merasakan bajunya terasa begitu basah, termasuk kepalanya yang masih tertutup oleh jilbab model bergo yang ia kenakan dari kemarin. Tubuhnya seperti sedang berbaring di atas tanah yang lembab, dengan rasa nyeri menyeruak dari berbagai bagian tubuhnya. Perempuan tersebut coba menajamkan pendengaran, hingga ia menangkap gemericik air mengalir yang biasa terdengar dari aliran sungai.

"Sungai ... Air sungai ..." desis sang perempuan. Ia akhirnya berhasil mengingat bahwa hal terakhir yang ia lihat sebelum kehilangan kesadaran adalah air sungai.

Perempuan tersebut berhasil mengembalikan memori bagaimana ia sempat terjatuh dari atas jurang karena terdorong oleh Tomi yang bergumul dengan Sersan Robert demi menyelamatkan dirinya. Setelah itu, tubuhnya terlempar ke sungai, dan semuanya terasa gelap.

Ia pun coba mengangkat tubuhnya, tetapi tidak bisa. Rasa nyeri yang terasa di sekujur tubuhnya seperti menahan dirinya untuk tetap dalam kondisi berbaring. Untungnya, ia tidak menemukan luka yang terbuka di tubuhnya, hanya ada bekas lebam di sana sini. Saat melihat sekeliling, tidak ada seorang pun yang bersama dengan dia di tempat tersebut.

Perempuan itu coba menebak-nebak apa yang telah terjadi pada dirinya hingga sampai terdampar di tempat tersebut. Apakah Tomi akhirnya dibunuh oleh Sersan Robert? Apakah aku bisa di sini karena terlempar aliran air sungai, atau ada seseorang yang menolongku? Untungnya, tak lama kemudian ia mendengar suara yang begitu familiar di telinganya.

"Bu Gendis, kamu sudah sadar?"

Seorang laki-laki berusia sekitar 25 tahun terlihat mendekati perempuan yang tengah berbaring tersebut. Tanpa meminta izin, ia bahkan langsung memeluk perempuan tersebut penuh perasaan bersyukur dan bahagia.

Gendis-1.jpg

"Aku senang kamu bisa selamat dan kembali sadar, Bu. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana kalau kamu meninggal terbawa arus sungai ini," ujar sang pria setelah melepaskan pelukannya dari tubuh sintal seniornya di kantor tersebut.

"Aku juga bisa bersyukur kita berdua bisa selamat. Bagaimana ceritanya kita bisa sampai di tempat ini, Tomi?" Tanya perempuan bernama Gendis tersebut penasaran.

Tomi akhirnya menceritakan bagaimana ia ikut melompat ketika mengetahui Bu Gendis jatuh dari atas bukit dan langsung terjun ke aliran sungai di dasar jurang. Meski sempat kehilangan pandangan akan lokasi Bu Gendis saat tubuhnya menghujam sungai dengan keras, Tomi akhirnya bisa memfokuskan diri dan menemukan tubuh perempuan tersebut yang mulai terseret arus. Ia pun mengeluarkan segenap tenaga yang ia miliki untuk menyelamatkan tubuh perempuan berusia 30an tahun itu.

Untungnya, sungai tersebut bukan tipe sungai dengan banyak batu besar yang bisa membuat kepala seseorang pecah apabila membenturnya. Karena itu, Tomi hanya perlu menahan agar tubuh Bu Gendis tetap mengambang di atas aliran sungai, dan membiarkan tubuh mereka ikut terseret arus air ke arah hilir. Ia sadar bahwa mereka berdua tentu akan kesulitan berjalan dengan kondisi seperti itu, dan langsung menuju tepian bisa membuat Sersan Robert dengan mudah bisa menemukan mereka. Tomi pun memutuskan untuk mengikuti saja aliran sungai ke arah hilir, tak peduli di mana mereka akan berlabuh nanti.

"Dan akhirnya, kita terdampar di sini karena tidak bisa terbawa arus lagi. Makanya aku memutuskan untuk membaringkan ibu di sini, sebelum kemudian aku coba melihat-lihat kondisi daerah sekitar sini dan mencari perbekalan seperti makanan dan kayu bakar," ujar Tomi menutup cerita. Ia pun menunjukkan beberapa buah dan tumpukan kayu bakar yang telah ia kumpulkan.

"Kita ada di mana ini, Tom? Di daerah Tukatu?" Tanya Bu Gendis sambil berusaha mengangkat tubuhnya, tetapi belum bisa. Bagian atas tubuhnya memang sedikit naik karena kepala perempuan tersebut berada di atas gundukan tanah yang sedikit meninggi seperti bantal, sehingga ia tetap merasa nyaman meski belum bisa mengumpulkan cukup tenaga.

"Sejujurnya aku juga tidak tahu, Bu. Namun kalau kita berjalan sebentar ke arah sana, kita sudah sampai di sekitar pantai," ujar Tomi sambil menunjuk ke satu arah. "Menurut saya, kita sudah cukup jauh dari pantauan tentara Tukatu yang mengejar kita dari kemarin. Jadi untuk saat ini, sepertinya kita akan aman di sini. Meski begitu, kita harus tetap waspada."

Bu Gendis pun mengangguk. Ia kembali mencoba mengumpulkan seluruh tenaganya untuk bangkit, dan akhirnya berhasil. Ia kini berada di posisi duduk, dan bisa melihat lebih jelas kondisi di sekitar mereka. Di depan keduanya kini terlihat bagian hilir dari sebuah sungai yang siap bertemu dengan laut di ujung sana. Sedangkan di belakang mereka masih ada barisan pepohonan, meski tidak selebat yang mereka temui saat berada di bagian atas bukit Amanika sebelumnya.

"Ibu benar-benar sudah kuat?" Tanya Tomi khawatir.

Bu Gendis pun mengangguk. Tomi pun memberikan sebuah daun besar yang telah ia bentuk seperti mangkuk kepada perempuan tersebut, yang telah ia isi dengan air sungai untuk diminum.

"Terima kasih, Tom," ujar Gendis yang langsung meneguk air sungai tersebut tanpa tersisa.

"Aku sudah menemukan beberapa kayu bakar. Aku buat api unggun dulu ya Bu, untuk membuat kita sedikit lebih hangat. Karena dalam kondisi basah begini, yang ada kita justru akan mati kedinginan, hee," ujar Tomi

"Memangnya kamu bisa membuat api tanpa bantuan? Menggesek-gesek batu dan kayu begitu?" Tanya Bu Gendis ragu.

Mendengar pertanyaan tersebut, Tomi pun tersenyum. Ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Bu Gendis bisa melihat sebuah plastik anti air dengan seal yang tertutup rapat. Dan di dalamnya, terdapat sebuah korek gas yang sepertinya tetap berada dalam keadaan kering.

"Ide yang brilian, Tom. Kapan kamu memikirkan untuk membawa itu?"

"Saat kita mengumpulkan perbekalan di mobil yang kehabisan bensin itu. Tadinya aku ingin membuat api unggun juga saat kita menginap di rumah pohon semalam, tapi takut malah ketahuan oleh tentara Tukatu. Namun di sini, sepertinya tidak ada pilihan lain kan," ujar Tomi.

Dalam hati, Bu Gendis kagum akan pemikiran cepat Tomi di saat-saat terdesak, yang akhirnya membuat keduanya bisa tetap selamat, setidaknya hingga saat ini. Perempuan tersebut memang tadinya ragu akan kedewasaan Tomi yang di kantor selalu menunjukkan perilaku konyol. Namun perjalanan yang menegangkan kali ini, berhasil membuatnya kagum akan kepribadian pria muda itu.

Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Tomi langsung kembali ke tempat ia mengumpulkan kayu bakar yang tidak jauh dari tempat Gendis berbaring, dan mulai menyusunnya untuk membuat api unggun. Tak lama kemudian, ia berhasil menyalakan api dengan mudah dengan korek gas yang ia simpan di kantong celananya. Ia pun menunggu api unggun tersebut membakar seluruh kayu bakar yang ada dengan sempurna.

Di belakangnya, Gendis tampak menyadari bahwa baju yang ia dan Tomi kenakan saat ini benar-benar dalam keadaan basah. Dan tentu saja mereka tidak mempunyai apa pun untuk dijadikan baju ganti. Ia pun berusaha menimbang-nimbang bahwa saat ini hari masih siang, dan ada kemungkinan besar baju mereka akan lebih cepat kering dibanding malam hari. Namun pakaia tersebut akan lebih lama kering apabila mereka tetap mengenakannya secara lagsung. Memakai baju basah di malam hari pun bukan pilihan yang bijak, karena bahkan api unggun sekalipun sepertinya tidak akan bisa membantu mereka bertahan dari udara dingin di kondisi seperti itu.

"Hanya ada satu solusi untuk masalah ini," gumam Gendis dalam hati.

Perempuan tersebut pun mulai melepaskan jilbab yang ia kenakan, lalu mengangkat kaos lengan panjang yang ia kenakan ke atas. Setelah itu, ia pun turut memelorotkan celana panjangnya, hingga kini tubuhnya yang mulus dan putih itu terbuka bebas. Ia kini hanya mengenakan bra dan celana dalam yang keduanya sama-sama berwarna hitam, membentuk gemulai tubuh seksinya yang masih basah oleh air sungai. Rambutnya yang hitam kini tergerai bebas tanpa tertutup oleh sehelai kain pun.

Dengan kondisi setengah telanjang seperti itu, Gendis pun mendekati Tomi dari belakang. Setelah sampai tepat di belakangnya, ia langsung mengangkat kaos yang dikenakan pria tersebut ke atas. Hal tersebut pun langsung membuat kaget sang pria yang langsung membalikkan badan.

"Bu Gendis apa yang Ibu ..." Tomi tidak sanggup melanjutkan kata-katanya begitu melihat tubuh perempuan cantik di hadapannya yang kini tengah dalam kondisi setengah bugil, hanya tertutup bra dan celana dalam saja. Pria tersebut memang telah bersetubuh dengan perempuan itu semalam, dan ia begitu menikmatinya. Namun kondisi yang gelap membuat ia tidak bisa melihat jelas keindahan yang terpampang di hadapannya saat ini.

Tomi pun membiarkan saat Gendis mengangkat kaosnya ke atas, lalu menarik celana panjang yang ia kenakan ke bawah. Kini, Tomi pun hanya mengenakan celana dalam berwarna biru tua, menunjukkan tubuhnya yang sedikit berotot. Ini pun adalah kali pertama Gendis bisa melihat tubuh terbuka Tomi dengan jelas.

"Kita harus mengeringkan pakaian yang kita kenakan, Tom. Kalau tidak, kita akan mati kedinginan nanti malam," bisik Gendis lembut di telinga Tomi.

Pria tersebut pun langsung bergerak cepat mengambil pakaiannya sendiri, lalu pakaian Gendis, dan meletakkannya di dekat api unggun sedemikian rupa agar cepat kering. Pandangannya kemudian beralih menatap sepasang mata perempuan cantik yang berada di dekatnya dengan penuh arti. Perempuan tersebut pun tersenyum manis ke arahnya.

(Bersambung)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd