Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Terjebak di Amanika

Siapa tokoh perempuan favorit kalian di cerita ini?

  • Karina

  • Nabila

  • Gendis

  • Widi

  • Rini


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
mantap banget ceritanya suhu
 
Part 12: Bertahan

Setelah merasa berjalan cukup jauh dari mobil, rombongan Tomi, Gendis, Widi, dan Rini, belum juga menemukan tempat bermalam yang cocok. Padahal, matahari sudah turun begitu rendah, dan langit sebentar lagi akan gelap gulita.

Namun, tiba-tiba Rini berteriak sambil menunjuk ke arah depan, "Lihat di sana, sepertinya ada sesuatu."

Rini-1.jpg

Ketiga orang yang lain pun langsung melihat ke arah yang ditunjuk Rini. Di sana ada sebuah pohon besar dengan daun yang rindang. Namun, yang menjadi perhatian mereka bukanlah pohon tersebut, melainkan rumah pohon kecil yang seperti menempel di pohon tersebut. Rumah itu berada sekitar beberapa meter di atas tanah, dengan tangga kecil untuk menuju ke pintunya.

"Wah, cocok itu untuk tempat menginap. Ayo kita ke sana," ujar Widi bersemangat.

Tomi terlihat khawatir, tetapi kemudian turut mengikuti para perempuan yang telah berjalan lebih dulu ke rumah pohon tersebut. Bangunan mungil itu hanya terbuat dari kayu dengan atap jerami, mirip seperti gubug yang biasa digunakan para petani atau tukang kebun untuk beristirahat saat lelah bekerja di ladang. Begitu masuk, tidak ada perabotan apa pun yang berada di dalam. Hanya ada lantai kayu tanpa alas, dengan dua jendela tertutup kaca yang menghadap ke luar.

"Bagaimana menurutmu, Tomi? Kita menginap di sini nanti malam?" Tanya Gendis.

Tomi tampak melihat seluruh bagian rumah tersebut. Ia merasa hangat saat berada di dalamnya. Lantainya memang sedikit berdebut, tapi sepertinya cukup mudah untuk dibersihkan. "Aku sebenarnya ragu, Bu. Karena bangunan ini begitu mencolok. Para tentara itu pasti dengan mudah menemukannya."

"Tapi, kalau kita tidak bermalam di sini, bisa jadi kita semua mati kedinginan di luar."

Tomi mengamini kata-kata Gendis tersebut. Ia berusaha menimbang-nimbang opsi lain yang bisa mereka ambil, tapi tidak kunjung menemukannya.

"Oke, begini saja. Kita bermalam di sini nanti malam, tapi aku akan berjaga di luar untuk memastikan tidak ada tentara yang menemukan tempat ini dan kembali menangkap kita," ujar Tomi.

"Itu lebih baik. Kalau kamu lelah, nanti aku bisa menggantikan," ujar Gendis.

Mereka berempat pun langsung merebahkan diri di dalam rumah pohon tersebut, melepaskan segala lelah fisik dan mental yang baru saja mereka alami.

Rini tampak terus menyenderkan tubuh ke arah kakaknya, seperti tidak ingin berpisah. Melihat kemaluan pria secara langsung untuk pertama kalinya, apalagi yang bentuknya besar dan belum disunat seperti milik para tentara Tukatu itu, sepertinya telah membuat gadis tersebut trauma. Meski di sisi lain, Widi pun tidak kalah terguncangnya saat merasakan payudaranya yang indah diremas-remas penuh birahi oleh salah satu tentara Tukatu.

"Kak, aku haus. Boleh aku minum?" Tanya Rini.

Widi memandang ke arahku, seolah meminta persetujuan. Aku pun mengangguk. Mereka sepertinya telah memandang aku sebagai pemimpin kelompok ini, karena aku merupakan lelaki satu-satunya.

Widi-1.jpg

"Silakan saja Wid, berikan minum tersebut kepada Rini. Yang penting jangan dihabiskan, karena kita tidak tahu sampai kapan kita harus berada di sini. Kita juga harus mengisi perut dengan cemilan tadi."

"Mas Tomi tidak mau minum juga?" Tanya Rini, sambil meletakkan beberapa snack yang ia bawa dari mobil ke atas lantai kayu di rumah pohon tersebut.

"Terima kasih. Aku belum haus, jadi nanti saja."

"Apa rencana kita selanjutnya, Tom? Bagaimana kita bisa keluar dari sini?" Tanya Gendis sambil melahap keripik kentang yang berada tepat di hadapannya.

"Aku sebenarnya masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Indonesia telah menyerahkan Bukit Amanika ini kepada Tukatu, dan secara tidak sengaja kita semua datang ke bukit ini di waktu yang salah, dan berusaha kembali ke Indonesia di waktu yang salah juga."

"Mbak Karina, Pak Rama, dan Bu Suyati pasti sudah melaporkan tentang kita ke aparat di Indonesia, kan?" Ujar Widi membuka suara. "Mereka pasti tidak akan diam kan mengetahui kita belum pulang di waktu yang seharusnya?"

"Seharusnya sih begitu, tapi aku juga tidak tahu apakah tentara Indonesia masih diizinkan untuk masuk ke wilayah Amanika, dan mencari kita. Apalagi setelah kasus yang terjadi di markas mereka tadi siang, aku ragu tentara Tukatu akan mengizinkan."

"Maksudnya bagaimana, Tomi?"

"Mereka pasti khawatir bahwa kita akan buka mulut dan menceritakan bahwa mereka telah melakukan pelecehan dan kekerasan kepada kita, warga Indonesia. Ini bisa jadi konflik antar negara. Kalau aku jadi mereka, aku tentu tidak mau informasi tersebut tersebar ke mana-mana."

"Jadi?"

"Jadi pilihannya adalah mengembalikan kita ke Indonesia sambil meyakinkan kita untuk tutup mulut, atau ..."

"Atau apa Tomi?"

"Atau membunuh kita semua. Seperti yang mereka lakukan terhadap Raymond dan Johan."

Kata-kata tersebut membuat keempat orang itu bergidik ngeri. Mereka kini sadar bahaya yang tengah mereka hadapi, dan kecilnya jalan keluar bagi mereka dari tragedi ini. Tentara Tukatu yang bersenjata lengkap tentu bukan lawan sepadan bagi mereka berempat yang bahkan tidak punya perbekalan cukup untuk bertahan di hutan seperti ini. Rini hanya diam mendengar pembicaraan mereka, sambil memeluk kakaknya makin erat.

"Jadi solusinya adalah kita menunggu pemerintah Indonesia menjemput kita, walaupun butuh sedikit keajaiban untuk itu," ujar Gendis.

"Atau kita berusaha mencari jalan untuk kembali ke Indonesia lewat jalan yang tidak terdeteksi oleh tentara Tukatu, walaupun itu juga bukannya tanpa tantangan," lanjut Tomi.

"Tapi menurutku itu pilihan yang bagus, Tomi. Karena proses pengalihan wilayah ini baru saja terjadi, garis perbatasan negara pun pasti belum dibangun dan dijaga dengan baik. Menurutku, para tentara Tukatu pasti hanya menjaga tempat-tempat tertentu, seperti jalan utama. Sedangkan daerah perbatasan yang lain pasti tidak ada yang menjaga," ujar Gendis.

Gendis-1.jpg

"Aku setuju. Namun, kita harus memperhatikan betul ke mana kita bergerak. Jangan sampai kita salah arah dan malah masuk lebih dalam ke wilayah Tukatu," ujar Tomi.

"Lalu, kapan kita harus bergerak? Makin cepat makin baik kan?" Widi mulai mendesak.

"Mungkin lebih baik kalau kita baru bergerak besok di pagi hari. Kamu pasti kelelahan, dan adikmu sepertinya butuh waktu untuk istirahat," ucap Tomi sambil memandang ke arah Rini yang tampak sudah mulai memejamkan mata. "Kita berdoa saja semoga tentara Tukatu tidak menemukan tempat persembunyian kita ini."

"Di pagi hari juga kita mungkin bisa melihat di mana matahari terbit, dan menebak arah mata angin dari situ. Sederhananya, kita hanya harus bergerak ke arah barat kan untuk menuju Indonesia?" Ujar Gendis. Widi hanya mengangguk-angguk tanda setuju.

"Aku juga setuju, sekarang kalian istirahat dulu saja. Aku akan berjaga di depan."

***​

Di belahan hutan yang lain, Pak Harso dan Nabila tampak tengah berjalan menyusuri hutan, meski mereka tak yakin juga ke mana mereka harus pergi.

"Jadi, kita sekarang harus berjalan ke mana, Pak Harso?" Tanya Nabila yang sepertinya sudah mulai kelelahan setelah berlari sekuat tenaga dari gedung sekolah yang sudah diubah menjadi markas oleh tentara Tukatu tadi.

"Saya juga tidak tahu, Nabila. Tapi yang pasti kita harus terus bergerak untuk menghindari kejaran mereka," jawab Pak Harso.

Namun, Nabila tidak bisa lagi melanjutkan perjalanan. Ia pun berhenti dan duduk di sebuah batu besar yang berada di sana. "Istirahat sebentar ya, Pak Harso. Saya capek banget," ujar perempuan cantik tersebut. Hidungnya yang mancung tampak naik turun, memunculkan kesan imut di wajahnya yang manis.

Nabila-1.jpg

Pak Harso yang sudah terlanjur berjalan cukup jauh di depan, kemudian berbalik. Dalam hati, ia pun sebenarnya sudah merasa lelah, tapi rasa takut akan kembali bertemu dengan para tentara tersebut membuat dia memutuskan untuk terus melangkah. Namun dengan kondisi Nabila yang seperti itu, tidak ada pilihan lain baginya selain menunggu stamina perempuan tersebut kembali. Pria tua itu pun menghampiri Nabila, sambil melihat ke sekeliling. Hanya terlihat pohon yang rindang di sana-sini, dan suara binatang-binatang hutan yang bersahutan.

"Pak, aku ada satu pertanyaan," ujar Nabila sambil berusaha mengatur nafasnya yang masih tak beraturan.

"Apa Nabila?"

"Bapak benar-benar menembak Letnan Frans di ruangan tadi? Berarti dia sekarang sudah mati kan?"

Pak Harso melirik ke arah pistol yang terselip di pinggangnya, kemudian menggelengkan kepala. "Itu bukan suara pistol ini, aku sama sekali belum menembakkan satu peluru pun."

"Lalu itu suara dari mana?"

"Mungkin dari senjata yang digunakan Raymond, Johan, dan yang lainnya. Mereka rencananya ingin menyelamatkan Gendis, Widi, dan Rini. Aku pun tadinya akan membantu mereka, sebelum mendengar suara aneh dari ruangan tempat kamu berada tadi."

"Jadi, ada kemungkinan Letnan Frans masih hidup?"

"Harusnya seperti itu. Maaf ya, Nabila. Aku tidak mempunyai cukup keberanian untuk menembaknya," ujar Pak Harso menyesal. Dalam hati, ia bertekad untuk menjadi lebih berani bila bertemu kembali dengan para tentara Tukatu. Ia ingin membuat pistol yang ia bawa saat ini menjadi lebih berguna dari sekadar benda pajangan.

"Iya, Pak. Tidak apa-apa," Nabila sebenarnya merasa kesal akan kenyataan bahwa Letnan Frans yang sudah melecehkan dirinya itu masih hidup. Bahkan, kemungkinan besar perwira tersebut sekarang tengah mencari keberadaan mereka dan mungkin akan menyiksanya dengan lebih parah apabila mereka bertemu lagi. Namun, ia juga tahu betapa beratnya tekanan untuk menggunakan senjata untuk membunuh orang lain, apalagi bagi orang baik seperti Pak Harso. "Ngomong-ngomong, bagaimana ceritanya Bapak dan teman-teman yang lain bisa lolos dari para tentara tersebut?"

Pak Harso pun menceritakan bagaimana mereka semua diikat di teralis jendela, hingga Pak Karjo tiba-tiba mengeluarkan sebuah pisau dari dalam sepatunya, dan menjadi jalan keluar bagi keenam pria yang ditawan tersebut. Atasan Nabila di kantor itu pun menjelaskan bagaimana Raymond dan Pak Karjo melumpuhkan dua orang tentara Tukatu yang berjaga di depan ruangan dan merampas senjata mereka.

"Saya tidak menyangka Pak Karjo ternyata mempunyai akal yang cerdik dan jago bela diri," ujar Pak Harso.

"Oh, kalau itu sih saya tahu," jawab Nabila. Ia pun teringat pertemuannya dengan pria yang sehari-hari bertugas sebagai office boy di kantornya, dan bagaimana ia berlatih bela diri bersama dengannya.

"Eh, kok kamu bisa tahu?"

"Hmm," Nabila pun bingung harus menjawab apa. "Itu nanti deh saya ceritakan. Lalu setelah itu apa yang terjadi, Pak?"

"Ya saya tidak tahu, karena setelah itu saya selalu bersama kamu, kan. Ini mungkin salah, tapi sepenglihatan saya ada dua orang yang kena tembak dan jatuh di lapangan."

Nabila langsung mengernyitkan dahi tanda dia merasa takut memikirkan kenyataan bahwa ada salah satu rekannya yang meninggal. Siapa kira-kira korban tak bersalah itu? Apakah Pak Doni? Tomi? Pak Karjo? Atau salah satu di antara rekannya yang perempuan?

"Menurut Pak Harso, bagaimana ya kabar teman-teman yang lain? Apakah mereka selamat? Bila iya, mereka sekarang ada di mana?" Tanya Nabila.

"Sudah, kamu tidak usah memikirkan hal itu. Kita berdoa saja semoga mereka dalam keadaan sehat," ujar Pak Harso menenangkan. "Yang penting, sekarang kita harus terus bergerak mencari tempat yang aman. Sebentar lagi hari sudah gelap."

Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan menembus hutan tanpa tahu arah ke mana mereka sebenarnya bergerak. Nabila berjalan lebih dulu di hadapan Pak Harso. Karena itu, sang atasan pun jadi bisa melihat dengan jelas bokong Nabila yang melenggak-lenggok dengan seksi ke kanan dan ke kiri, membuat birahinya menjadi teraduk-aduk.

"Duh, apa lagi yang kau pikirkan Harso? Tidak ada gunanya semua itu apabila sebentar lagi kamu ditembak mati tentara Tukatu," ujar pria tua itu dalam hati.

***​

Begitu kembali sampai di Resort Hostina, Bu Suyati langsung turun dari mobil, diikuti oleh Karina dan Rama.

"Bagaimana menurutmu Dik Karina, apakah kita bisa mempercayai Kapten Budiman itu?" Tanya Bu Suyati saat mereka bertiga tengah berjalan kembali menuju lobby hotel.

Karina hanya mengangkat bahu. "Sejujurnya aku tidak tahu, Bu. Namun, kita tidak ada pilihan lain kan. Ibu lihat sendiri saat kita melewati jalan utama menuju Bukit Amanika tadi, sudah ada tentara Tukatu yang menjaga perbatasan. Mereka pasti tidak akan mengizinkan kita untuk masuk ke negara mereka tanpa izin," ujar perempuan cantik tersebut.

Bu Suyati pun menganggukkan kepala tanda mengerti.

"Berarti sekarang kita juga tidak bisa membicarakan hal ini pada siapa pun? Seperti perintah Kapten Budiman?" Tanya Rama. Ia jelas merasa kesal tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan sang istri.

"Sepertinya begitu. Saat ini, hanya doa yang bisa kita lakukan," jawab Karina.

Mereka bertiga pun terdiam, dan seperti tenggelam dengan pemikiran mereka masing-masing.

Karina-1.jpg

"Baik kalau begitu. Terima kasih atas bantuannya Dik Karina. Walau semuanya masih belum jelas, setidaknya kita sudah berusaha sekuat tenaga. Semoga besok ada kabar baik tentang suami saya dan rekan-rekan yang lain," ujar Bu Suyati.

"Betul, Bu. Semoga saja. Besok kita bisa berkumpul kembali di lobby resort ini untuk membicarakan rencana kita selanjutnya."

"Kalau begitu, saya kembali ke kamar dulu," Bu Suyati pun melangkah ke kamarnya meninggalkan Rama dan Karina.

Begitu sampai di kamar, Bu Suyati langsung duduk di pinggir ranjang. Ia melihat ke sekeliling kamar, dan mencoba mengingat keberadaan suaminya di kamar tersebut, meski hanya sesaat. Kehidupannya dengan sang suami memang tidak selalu harmonis, selalu ada saja keributan yang terjadi di rumah tangga mereka. Namun, setelah puluhan tahun menjadi suami istri, tentu saja ada rasa cinta dalam hatinya. Dan apabila terjadi sesuatu dengan sang suami, ia tidak tahu bagaimana perasaan hatinya nanti.

Sebagai perempuan, ia tidak tahu harus mengadu kepada siapa tentang perasaan hatinya ini. Ia butuh seseorang untuk mencurahkan seluruh isi hatinya. Namun ia ingat bahwa Karina dan Rama berpesan untuk tidak mengatakan apa pun kepada sembarang orang. Karena itu, ia pun coba mengirimkan pesan singkat kepada seseorang yang ia kenal.

(Bersambung)
 
Makasih updatenya sist. @fathimah .... Makin sibuk hari hari ini ya, ampe begadang?? .... Update cerita ama buat narasi wewe. 😵

Kalo di cerita, berarti Ada 2 kelompok yg bisa melarikan diri dari tentara tukatu... Moga aja 2 kelompok ini selamat ya, entah diselamatkan pasukan Indonesia atau bisa nyampe menuju perbatasan.. Duhh mdh2an ga ada yang tewas lagi ya, sist.??

🙏🙏
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd