Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Terjebak di Amanika

Siapa tokoh perempuan favorit kalian di cerita ini?

  • Karina

  • Nabila

  • Gendis

  • Widi

  • Rini


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
Wih... di index ada kejutan? Suhu @fathimah yang baik mau kasih kejutan ya? Double update? Triple update? Xixixi... becanda suhu. Tapi beneran juga g papa kok hahahaa
 
Part 9: Tawanan

Tak butuh waktu lama bagi tiga Sersan tentara Tukatu untuk mengikat seluruh lelaki yang berada di rombongan tersebut. Berbekal todongan senjata laras panjang, mereka berhasil dengan mudah mengikat tangan keenam lelaki tersebut di teralis jendela yang ada di ruangan itu.

Kemudian, mereka pun menarik Gendis, Widi, dan Rini untuk mengikuti mereka keluar. Ketiga perempuan cantik tersebut seperti tidak berkutik akan ancaman demi ancaman yang terus dilancarkan oleh para tentara Tukatu.

"Kalian berenam tunggu di sini dulu ya, kami mau bersenang-senang dengan teman perempuan kalian yang cantik-cantik ini, hahaa ..." Ujar Sersan Robert sambil menutup pintu ruang kelas tersebut.

Kini, keenam pria yang tersisa harus meratapi nasib mereka. Tangan mereka diikat dengan tali, lalu disangkutkan ke teralis jendela. Masing-masing orang diikat ke teralis yang berbeda, sehingga mereka tidak bisa membantu melepaskan ikatan teman yang lain.

"Menurutmu apa yang sebenarnya terjadi, Raymond?" Ujar Pak Harso begitu para tentara tersebut pergi. Suaranya tampak lemah, menandakan pemiliknya telah begitu pasrah menghadapi nasib buruk yang mungkin akan menimpa mereka sesaat lagi.

"Saya juga tidak tahu, Pak. Saya pun kaget melihat berita yang ditayangkan di televisi tadi. Memangnya secepat itu ya kalau sebuah negara mau menyerahkan wilayah ke negara lain?" Ujar Raymond menanggapi.

"Kalau menurutku, pasti ada tekanan politik, entah dari mana. Sehingga presiden mau mengambil keputusan itu secara tiba-tiba," Pak Doni menambahkan.

"Sebelum berangkat ke sini, aku pernah baca-baca sedikit tentang Amanika di Google. Ada sebuah artikel yang menyebutkan bahwa orang Tukatu sering menyebut Amanika sebagai tanah yang dijanjikan," ujar Tomi.

"Maksudnya bagaimana Kak?" Tanya Johan.

"Kalian tidak pernah mendengar tentang ini?" Tanya Tomi, yang langsung dijawab Raymond dan Johan dengan gelengan kepala. Akhirnya, Tomi pun melanjutkan. "Sepertinya, ada semacam kepercayaan leluhur yang membuat mereka percaya bahwa bukit Amanika ini pernah menjadi milik mereka, dan harus mereka kuasai lagi selama-lamanya."

"Lalu mengapa waktu mereka merdeka, bukit Amanika ini tidak mereka kuasai saja?" Tanya Pak Doni.

"Itulah yang aku bingung, Pak Doni. Kalau kalian melihat peta, batas antara negara Indonesia dan Tukatu bukan merupakan garis lurus, tetapi seperti ada cekungan, dan cekungan itu adalah bukit Amanika yang diklaim masuk wilayah Indonesia."

"Iya, saya juga pernah melihat peta perbatasan wilayah ini sebelum berangkat. Memang seperti itu bentuknya. Tapi mengapa ditetapkan seperti itu ya?" Pak Harso kembali membuka suara.

 Tapi mengapa ditetapkan seperti itu ya? Pak Harso kembali membuka suara

Ilustrasi perbatasan Indonesia dan Tukatu, dengan bukit Amanika di antara keduanya

"Ini hanya asumsi pribadiku sih. Menurutku, pihak Indonesia mungkin tahu pentingnya bukit Amanika ini untuk masyarakat Tukatu. Karena itu, mereka seperti "menyandera" wilayah ini, agar punya semacam keuntungan saat suatu hari nanti berdialog dengan mereka," lanjut Tomi, yang memang menyukai teori-teori konspirasi seperti ini.

"Masuk akal sih, tapi itu tidak menjawab pertanyaan mengapa kemarin Presiden malah menyerahkan bukit Amanika kepada Tukatu, yang membuat kita semua terjebak," ujar Pak Doni. "Bukankah harusnya Indonesia terus mempertahankan wilayah ini?"

"Dari tadi aku juga berpikir seperti itu. Lalu aku teringat bahwa saat ini juga tengah berlangsung konflik bersenjata antara pemerintah Indonesia dengan pemberontak yang dipersenjatai oleh Tukatu, apa kalian tahu juga?" Tanya Tomi.

"Iya, saya tahu. Di pulau yang banyak tambang emas itu kan? Sepertinya cukup sering beritanya muncul di televisi, karena beberapa kali ada korban dari rakyat sipil karena konflik tersebut," Ujar Pak Harso.

"Betul sekali."

"Tapi, itu kan terjadi di pulau yang jauh sekali dari Amanika, Kakak. Lalu apa hubungannya dengan Amanika?" Johan masih merasa bingung.

"Ah, saya tahu. Jangan-jangan, bukit Amanika ini akhirnya diberikan kepada Tukatu, dengan syarat mereka akan menghentikan pemberontakan di pulau lain?" Ujar Pak Harso.

"Menurutku juga begitu, Pak Harso," jawab Tomi.

"Duhh, politik itu ribet sekali ya, saya jadi bingung," tiba-tiba Raymond ikut nimbrung. Para lelaki yang tengah ditahan tersebut pun seperti sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, yang mencoba mencerna informasi yang disampaikan Tomi.

"Kalian sudah selesai ngobrolnya?" Ujar Pak Karjo tiba-tiba.

"Ada apa memang Pak Karjo?" Tanya Pak Doni.

"Coba lihat di luar apakah tentara itu masih ada?"

"Sepertinya aman, Pak Karjo," ujar Pak Doni sambil melirik keluar. "Memang ada apa sih?"

"Ssssstt ... Kalian diam saja."

Tiba-tiba Pak Karjo melepas sepatunya yang sebelah kanan. Dari dalamnya, ia mengeluarkan sebuah benda yang membuat rekan-rekannya terkejut.

***​

Letnan Frans menarik Nabila ke sebuah ruangan kecil, yang ternyata telah disulap oleh perwira tersebut sebagai kamar tidur sementara. Terdapat sebuah kasur kecil di sana, dan beberapa bahan makanan serta pakaian yang tergeletak di atas sebuah meja.

Sang perwira kemudian berusaha menggeledah tubuh Nabila. Tangannya mulai menyentuh tangan perempuan berjilbab tersebut, kemudian naik ke lengan dan bagian kepalanya yang masih dibalut jilbab panjang, sebelum kemudian terhenti di daerah dada. Dengan senyum nakal, Letnan Frans meremas-remas payudara Nabila yang memang berukuran besar, tanpa menunggu persetujuan pemiliknya.

Nabila-1.jpg

"Hentikan, Pak," ujar Nabila dengan suara yang tertahan. Ia menepis tangan Letnan Frans yang tengah meremas payudaranya, meski dalam hati ia merasa sangat takut akan kembali diancam oleh pimpinan tentara Tukatu tersebut. Ia pun melirik pistol milik Letnan Frans yang masih tergantung di pinggang lelaki tersebut. Nabila masih bisa mengingat jelas suara desingan peluru yang dilepaskan tentara tersebut beberapa waktu sebelumnya.

Merasa ditolak, Letnan Frans hanya tertawa. Ia kemudian malah menurunkan tangannya ke bagian pantat Nabila yang masih tertutup celana panjang berbahan kain. Di sana, ia kembali meremas bokong perempuan tersebut yang begitu kenyal, meski tetap terlihat seksi. Meski awalnya terasa lembut, tetapi lama kelamaan Nabila mulai merasa tangan tersebut meremas dengan kasar.

"Nggghhh .... Stop, Pak. Stop," ujar Nabila sambil setengah berteriak. Namun Letnan Frans justru kembali tertawa saat mendengarnya.

Sang perwira akhirnya menemukan dompet dan handphone Nabila di salah satu kantong celananya. Handphone tersebut ternyata dalam keadaan mati.

"Ahhhh ..." Nabila terpekik saat Letnan Frans tiba-tiba mendorong tubuhnya ke atas kasur yang sebenarnya tidak terlalu tebal tersebut. Perempuan manis itu pun jatuh dalam posisi terlentang.

Masih dalam posisi berdiri, Letnan Frans kemudian mengeluarkan kartu identitas milik Nabila dari dalam dompet. Ia tampak tersenyum melihat data pribadi perempuan cantik itu yang tertera di sana.

"Nama, Nabila Tsuraya. Sungguh nama yang indah untuk perempuan secantik kamu," Letnan Frans mulai membacanya. "Lahir di Malang, tanggal 26 Mei 1990. Wah, masih muda sekali kamu ya. Masih 32 tahun."

Perwira tentara Tukatu tersebut tampak kembali tersenyum melihat data pribadi yang ia baca setelahnya. "Status, menikah. Apakah suamimu juga ada di ruangan tadi?"

Nabila bingung apakah ia harus menjawab jujur atau tidak pada saat itu. Karena apabila ia salah menjawab, maka konsekuensinya bisa lebih buruk. Bila ia berbohong, bisa jadi salah seorang lelaki di rombongannya justru akan langsung dibunuh oleh sang Letnan. Akhirnya, Nabila memutuskan untuk jujur dan menggelengkan kepala.

"Oh, kok bisa-bisanya suamimu meninggalkanmu bepergian sendirian ke Amanika? Hahaa ... Sungguh rugi sekali dia tidak menemani istrinya yang seksi ini."

Mendengar kata-kata Letnan Frans, Nabila tampak semakin kesal. Ia merasa begitu marah apabila ada seseorang yang berbicara buruk tentang suami yang ia cintai tersebut. Kalau tidak takut ditembak hingga mati, ia pasti sudah akan menampar pria berkulit hitam yang begitu kurang ajar tersebut.

"Kalau begitu, biar aku saja ya yang menemani kamu, hee."

Tiba-tiba, Letnan Frans mulai melepas kancing seragam tentaranya dan menanggalkannya, lalu menurunkan celananya ke bawah. Dengan hati-hati, ia meletakkan pistolnya di atas meja. Setelah itu, ia pun melepaskan kaos dalam yang ia kenakan, lengkap dengan celana dalamnya. Nabila seperti tengah melihat pertunjukan striptease dari pria yang bertubuh tegap tersebut.

Karena sinar matahari masih bisa memasuki ruangan tersebut lewat sela-sela jendela, Nabila pun bisa melihat dengan jelas bentuk kemaluan Letnan Frans yang berukuran besar. Perempuan berjilbab tersebut pun bergidik. Ukuran penis tersebut lebih besar dari milik Rama, suaminya. Dan yang lebih membuat dia kaget, adalah karena penis tersebut ternyata belum disunat, sehingga masih belum mempunyai kulup di ujungnya.

Dengan cepat, Letnan Frans langsung turun dan menindih tubuh Nabila yang sedang terlentang di atas kasur. Tampak sekali pemandangan yang begitu kontras seorang lelaki berkulit hitam dengan tubuh yang tegap, sedang menindih mesra perempuan berjilbab dengan kulit yang putih dan halus.

"Ahhhh .... Hentikan Letnan, saya mohon," terdengar desahan dari mulut Nabila saat payudaranya bergesekan dengan dada sang Letnan yang terbuka. Selangkangan mereka berdua pun seperti sedang menempel satu sama lain.

Letnan Frans bukannya berhenti, malah justru menangkap pergelangan kedua tangan Nabila, lalu mengangkatnya ke atas. Ia pun menahan kaki sang perempuan dengan kakinya, agar tidak memberontak. Bibir mereka berdua sudah begitu dekat, tetapi Nabila langsung menolehkan wajahnya saat Letnan Frans berusaha menciumnya.

"Aku selalu suka perempuan berjilbab seperti kamu, Nabila Tsuraya. Aku suka sifatmu yang malu-malu seperti ini," bisik Letnan Frans di telinga Nabila, membuat sang perempuan merinding. Apalagi, tubuhnya kini tengah menempel begitu erat dengan tubuh sang Letnan yang sudah tanpa busana.

"Lima belas tahun lalu, sebelum referendum kemerdekaan Tukatu dilangsungkan, saya pernah menyukai seorang perempuan berjilbab seperti kamu, namanya Nurul. Dia adalah anak seorang pimpinan tentara Indonesia pada saat itu, yang dikirim dari Jawa untuk bertugas di Tukatu. Dia juga sudah mempunyai suami, yang juga merupakan tentara. Tiap melihat dia, aku selalu membayangkan bagaimana rasanya menyetubuhi dia di depan suami dan ayahnya. Sayang. mereka langsung pergi tunggang langgang saat hasil referendum menyatakan kemerdekaan Tukatu."

Nabila mendengar cerita itu dengan wajah takut. Apakah ia akan dijadikan pelampiasan oleh tentara tersebut, sebagai pengganti pujaan hatinya yang telah hilang?

"Nurul juga mempunyai paras cantik dan kulit putih seperti kamu, Nabila," ujar Letnan Frans sambil mengusap pipi perempuan tersebut. "Ia juga mempunyai payudara yang besar, seperti ini."

Tanpa diduga oleh Nabila, tangan Letnan Frans telah masuk ke balik kaos lengan panjang yang ia kenakan, dan langsung meremas payudaranya yang masih terselimuti oleh bra. Namun remasan itu sudah cukup untuk membangkitkan gairah Nabila.

"Nggghhhh .... Letnan, ahhhhh," Nabila berusaha keras menahan birahinya, tetapi dia jelas kesulitan. Saat berusaha berontak pun tangannya tetap ditahan oleh Letnan Frans. Ia praktis hanya bisa menikmati setiap rangsangan yang diberikan tentara tersebut.

"Nahhh, aku mau dengar desahan seperti itu dari Nurul, Sayang," Letnan Frans kembali memperkuat remasannya pada payudara Nabila. Perempuan itu pun mengeluarkan desahan yang lebih kencang. Mempunyai kebiasaan berteriak saat bermain cinta, ternyata bukan hal yang baik bagi Nabila untuk saat ini.

Pria berkulit hitam tersebut langsung mengecup bibir Nabila yang kini tidak sempat menghindar. Aroma keringat sang tentara yang menyengat pun langsung menyelimuti tubuh sang Manajer Pemasaran tersebut. Apalagi setelah itu Letnan Frans menarik tangannya yang bebas untuk mengelus kemaluannya.

"Ahhh, jangan Letnaann ... ahh."

"Bagaimana rasanya menyentuh kontol yang belum disunat, Cantik. Pasti nikmat rasanya kalau kontol ini masuk ke memek kamu, ahhh, lembut sekali tanganmu ini. Kamu pasti mempunyai memek yang sempit dan nikmat," ujar Letnan Frans yang sudah dimabuk birahi.

Perwira tersebut kemudian memaksa tangan Nabila untuk mengocok penisnya yang besar. Awalnya hanya gerakan pelan, tapi lama kelamaan Letnan Frans meminta perempuan cantik itu untuk mempercepat gerakannya. Nabila benar-benar merasa terhina diperlakukan seperti itu. Harga dirinya sebagai perempuan yang selalu bersikap alim, langsung runtuh di hadapan tentara berkulit hitam dengan tubuh yang lebih besar dari dirinya tersebut.

"Sekarang, ikuti kata-kataku. Entotin ... aku ... Letnan ... Frans ..."

Nabila benar-benar merasa takut. Ia menggelengkan kepala, yang langsung disambut dengan remasan kasar tanyan sang Letnan di mulutnya.

"Kalau saya suruh kamu mengatakan sesuatu, kamu harus ikuti. Kalau tidak, pistol di atas meja itu akan langsung menumpahkan timah panas untuk menembus tubuhmu yang montok ini. Kamu mau?"

Nabila lagi-lagi menggeleng. Setetes air mata tampak merembes di ujung matanya. Ia sudah begitu pasrah hari ini akan menjadi saat yang begitu menyedihkan untuk dirinya.

"Bagus kalau kamu paham. Sekarang cepat ikuti kata-kataku. Entotin aku Letnan Frans ..."

Nabila akhirnya terpaksa mengikuti perintah sang Letnan, meski dengan kata-kata yang begitu kaku. "Entotin aku Letnan Frans."

"Kurang mesra donk, ayo lebih mesra lagi manis," ujar Letnan Frans sambil meremas-remas payudara Nabila, berusaha merangsang titik-titik sensitif perempuan yang masih mengenakan jilbabnya itu.

"Ngghhhhh, ahhhhh .... Entotin aku Letna Frans, ahhhhhhhh," Nabila akhirnya mengeluarkan kata-kata tersebut di sela-sela erangan binalnya. Hal tersebut membuat Letnan Frans makin bersemangat.

"Nah, gitu donk. Tubuhmu yang seksi ini meski masih ditutup jilbab, sudah membuat aku horny saat pertama melihatmu. Mari kita habiskan malam ini dengan persetubuhan yang liar, cantik," ujar Letnan Frans yang sepertinya juga sudah dimabuk birahi. Karena itu, ia tidak menyadari ada suara aneh dari belakang pintu kamarnya yang tidak terkunci.

***​

Saat Letnan Frans sedang menindih tubuh indah Nabila dengan kondisi tanpa busana, anak buahnya pun tengah menarik tiga orang perempuan cantik ke dalam sebuah ruangan lain yang mirip seperti gudang, karena ada banyak peti perlengkapan atau bahan makanan yang tersimpan di sana.

Mereka tampak tidak berembug terlebih dahulu, dan langsung menyeret perempuan mana pun yang ada. Toh, ketiga perempuan itu juga mempunyai wajah yang sama-sama manis, meski berbeda usia.

Begitu masuk ke dalam ruangan tersebut, Robert langsung mendorong Gendis ke dinding. Perempuan berjilbab itu langsung merasakan perih saat punggungnya terhentak ke dinding beton di belakangnya. Tanpa menunggu lama, tubuhnya yang montok langsung diserbu oleh sang tentara, setelah sebelumnya ia meletakkan senjatanya di tempat yang aman.

"Hmm, wangi sekali tubuhmu ini, Cantik," ujar Robert yang sepertinya tidak mengetahui nama Gendis. Namun itu memang bukanlah hal yang penting baginya, yang penting tubuh perempuan tersebut begitu indah untuk dinikmati.

Gendis-1.jpg

"Hentikan, Pak. Saya mohon," ujar Gendis dengan nada memelas. Meski ia tahu itu adalah permintaan yang hampir mustahil untuk dikabulkan, mengingat apa yang tengah terjadi di ruangan tersebut saat ini.

Robert hanya tersenyum, lalu meraba-raba bokong Gendis yang berisi. Perempuan tersebut sebenarnya berusaha memberontak, tetapi tidak mampu menandingi kekuatan Robert, seorang tentara yang bertubuh bugar itu. Meski awalnya pelan, lambat laun remasan tentara tersebut semakin kencang.

"Ahh, aku gemas sekali sama perempuan berjilbab seperti kamu, apalagi yang pantatnya berisi seperti ini. Rasanya pengin langsung ngentotin kamu sambil nungging, ahhh," ujar Robert dengan wajah mesum. "Tapi tenang saja, hari ini masih panjang, Cantik. Masih banyak waktu untuk kita bersenang-senang, hahaa."

Gendis pun bergidik mendengar kata-kata Robert. Ia telah begitu pasrah akan nasib buruk yang menimpanya. Dalam diam, ia bisa merasakan payudaranha bersentuhan dengan dada sang tentara, dan selangkangannya seperti ditusuk-tusuk oleh benda keras di balik celana pria tersebut yang sepertinya kian mengeras.

Seumur hidup, Gendis belum pernah disetubuhi dengan posisi menungging dari belakang, karena suaminya hanya mau bercinta dengan posisi biasa. Apakah ini akan menjadi saat pertama baginya? Membayangkan hal tersebut, Gendis merasa bergairah sekaligus pilu.

Robert sepertinya punya ketertarikan khusus pada bokong Gendis. Karena itu, ia mulai menyelipkan tangannya ke dalam celana panjang yang dikenakan perempuan tersebut, dan langsung masuk ke balik celana dalam yang ia kenakan, agar bisa menyentuh bokong Gendis secara langsung. Begitu mengetahui betapa halusnya bokong perempuan tersebut, Robert pun tersenyum lebar.

"Kamu benar-benar anugerah bagiku, Cantik. Tubuhmu benar-benar idamanku selama ini," ujarnya sambil meremas pantat Gendis dengan kuat, hingga perempuan tersebut tak kuat menahan desahannya.

"Ahhhhh ..."

Di saat yang sama, Paul sedang memaksa Widi untuk duduk di atas sebuah peti. Berbeda dengan Robert yang langsung menggerayangi tubuh Gendis secara langsung dengan pakaian yang masih lengkap, tentara tersebut justru meminta sang pegawai front office cantik itu untuk melepaskan pakaiannya. Ia melakukannya dengan ancaman senjata, sehingga Widi tidak bisa menolak. Sepertinya Paul punya fetish tersendiri akan bagian tubuh perempuan yang terbuka.

Widi-1.jpg

Widi pun mulai mengangkat kaosnya ke atas, hingga bagian dadanya yang masih tertutup bra berwarna hitam langsung terlihat jelas. Ia melakukannya dengan perlahan, karena malu. Namun di mata Paul, pemandangan itu seperti adegan film porno di mana pemeran utamanya sedang melakukan striptease di hadapannya.

"Buka juga beha-nya," ujar Paul sambil mangacungkan ujung senjatanya ke wajah Widi. Wajahnya tampak sudah bernafsu betul dengan tubuh Widi yang seksi dan putih.

Dengan ragu-ragu, Widi pun meraih kaitan bra yang ia kenakan, lalu melepasnya. Paul kini bisa menyaksikan pemandangan indah tubuh Widi yang terbuka di bagian atas.

Sejak melihat Widi turun dari mobil, ia memang sudah bergairah melihat payudara perempuan tersebut yang membusung meski masih tertutup kaos. Meski Rini juga mempunyai bentuk tubuh yang kalah seksi, tetapi perempuan itu seperti masih terlalu muda bagi Paul. Sedangkan ia juga tidak menyukai perempuan dengan pakaian yang tertutup seperti Gendis. Karena itu, ia merasa sangat beruntung saat mendapat kesempatan bersenang-senang dengan perempuan tersebut.

Paul meletakkan senjatanya, lalu langsung menghampiri Widi dan meremas-remas payudara indah yang terbuka tersebut. Sang tentara langsung memainkan puting payudara di hadapannya dengan memutar-mutar jarinya di sekeliling puting. Hal tersebut membuat Widi geli, meski seumur hidup ia tidak pernah membayangkan tubuh indahnya dilecehkan seperti itu oleh seorang tentara bertubuh gelap dengan wajah buruk rupa seperti Paul.

Tanpa diduga oleh Widi, Paul langsung memasukkan puting payudaranya ke dalam mulut, lalu memainkan dengan lidahnya. Ia pun terlihat seperti bayi besar yang sedang menyusu pada induknya. Beberapa kali ia melepas kulumannya, tapi justru menjilat puting tersebut dari luar, sebelum kemudian kembali mencaplok ujung payudara Widi yang menggantung indah.

"Ngggghhhhhhhh ... " Tanpa sengaja, perempuan tersebut mengeluarkan desahan binal yang justru membangkitkan semangat Paul. Tentara muda itu pun tersenyum mendengarnya. Ia yakin bahwa sebentar lagi perempuan cantik yang merupakan seorang pegawai swasta di hadapannya itu akan bertekuk lutut di hadapan penisnya yang besar.

Hisapan demi hisapan terus dilancarkan Paul di gunung kembar Widi yang indah. Pria itu pun melakukannya sambil mengelus-elus punggung Widi yang halus, hingga menyentuh ketiak perempuan cantik itu, dan membuatnya menggelinjang.

Meski tak suka dengan paras dan aroma sang tentara, Widi tidak bisa mungkir bahwa ia kini telah cukup terangsang akibat perlakuan tentara tersebut. Sudah beberapa minggu ia putus dengan pacarnya, dan selama itu tidak ada satu pun lelaki yang menyentuh payudaranya tersebut. Ia tak menduga bahwa kerinduannya akn sentuhan pria justru dimanfaatkan oleh tentara berkulit hitam yang sedang berlutut di hadapannya.

Namun Widi kembali merasa gelisah saat melihat adik yang ia sayangi tengah mengulum penis seorang tentara yang sepertinya bernama Diego. Saat ini, Rini tengah dalam posisi berlutut dengan kepala yang dipaksa mendekat ke selangkangan sang tentara yang ternyata mempunyai kemaluan yang besar, tetapi belum disunat.

Itu adalah pertama kalinya Widi melihat penis seperti itu. Ia pun merasa gelisah karena adiknya harus menjadi korban dan dipaksa melakukan aktivitas blow job untuk tentara bertubuh besar itu. Ini mungkin menjadi pengalaman pertama Rini melakukan hal tersebut, yang bisa jadi membuatnya trauma. Widi sempat berpikir untuk mengorbankan dirinya demi harga diri sang adik, tetapi ia sendiri masih harus berhadapan dengan Paul.

"Ahh, terus isap kontol aku, manis. Enak banget diemutin gini sama cewek muda cantik dari ibu kota Indonesia, ahhhh," terdengar suara Diego yang seperti tidak bisa menahan gairahnya. Ia masih mengenakan seragamnya, meski celana panjang dan celana dalamnya telah jatuh ke lantai.

Awalnya Rini merasa ngeri karena ukuran penis Diego yang begitu besar. Namun karena dipaksa, ia pun memberanikan diri untuk menjilat ujungnya, meski bau selangkangan Diego benar-benar tidak sedap. Perlahan, ia mulai memasukkan penis tersebut ke dalam mulutnya, sambil berusaha menahan nafas agar tidak terlalu banyak menghirup bau aneh di kemaluan tentara itu.

Rini-1.jpg

Desahan dan erangan baik dari para pria maupun perempuan seperti sahut menyahut di dalam ruangan tersebut. Namun kemudian terdengar bunyi kencang dari arah pintu.

"Braaaakkkkkk ...." Suara tersebut pun mengagetkan semua orang yang ada di dalam ruangan.

(Bersambung)
 
Terakhir diubah:
Wahhh...makasih updatenya suhu @fathimah. Plisss... Nabila hanya untuk Karjo laahhh... ya stidaknya Pak Harso hehehe.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd