Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Taman Sang Dewi

Status
Please reply by conversation.
WOIII SIAPI NIH YANG NULIS :galak:

sori...sori waktu itu dibajak, bukan ane yang nulis __________:ngacir:

:mindik: :coli:

yang boneng um will?? Udah buruan update.. Pasukan tiang,menara, dan segala macam benda panjang udah mau merapat tuh..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Berhubung sedang mempersiapkan event, jadi cerita ini rehat untuk sementara :ampun:

Baik bang,, ente bersama rombongan MakLampir pergi ke Hawaii ya.... nanti ane nyusul dech... barengan sama pelanggan Juice Pisang.
mpe ketemu:bye:
 
sundul ah sebelum update

Taman Sang Dewi

Piece 7 (Malaikat Sayu Yang Menjilati Api Hitam)

-Battle Cry (Pertarungan akhir Whitebird vs trojan, pintu menuju sejarah yang terlupa, persaudaraan yang ingin diikat kembali) Baara dan Vega beraksi kembali
-Wanita bernafaskan gurun
-Cahaya yang datang seperti badai

masih bingung mau update ini dulu apa update "hutan berselimut kematian"
 
yep, taman sang dewi aja dulu.
soalnya pengen menikmati cerita dengan untaian kata yang tidak hanya indah terangkai, namun menyiratkan makna kehidupan yang berwarna-warni bagai pelangi.
 
Taman Sang Dewi

Piece 7 (Malaikat Sayu Yang Menjilati Api Hitam)

Lagu Tema
[video=youtube;Fb6kw36Ap-w]http://www.youtube.com/watch?v=Fb6kw36Ap-w[/video]​

"KHaaafffiiiiiiii," teriakan Dewi terdengar melengking, menyarukan suara-suara burung di pagi hari.

"Brukkk....brakkk...brrooookkk," diiringi hantaman-hantaman sporadis di kepala Khafi yang masih larut dalam mimpinya.

"Woooiiii kalem Dew, kalemmmmm," Khafi melindungi kepalanya dari serangan bertubi-tubi kaki jenjang Dewi.

"Makanya kalau disuruh bangun tuh langsung bangun," Dewi masih terus menyerang Khafi tanpa henti.

"Aku tuh semalem gantiin pakde buat ngeronda," Khafi berguling kesana-kemari, menghindari kaki Dewi yang indah namun bengis.

"Kan udah gue bilang, bayar sumbangan aja, gak usah ngeronda."

"Kalau semua orang berfikir seperti itu, siapa yang mau jaga wilayah ini," Khafi bangkit, nafasnya terengah-engah.

Dewi tersenyum.

"Nah gitu donk," Dewi meraih laptop Khafi yang sudah dia pasang speaker dan dihubungkan ke proyektor, "yuk main game !"

"Heh," Khafi hanya bisa membuka mulutnya tanda dia heran, sekuat tenaga mengumpulkan nyawanya yang masih berterbangan kesana-kemari.

"Ini ayo main cepetan !" Dewi menyodorkan stick game untuk Khafi.

"Semangat banget sih kamu," Khafi malas-malas menerima stick game tersebut, masih dengan wajah yang kusut.

"Sesuai kata elo, hanya game satu-satunya cara untuk gue melupakan kenyataan yang pahit ini," Dewi tersenyum lebar, tapi tergurat sebuah luka yang mendalam di balik senyum menyeringainya itu.

"OKe saatnya main !" wajah Khafi nampak semangat, sepertinya semua nyawa telah berkumpul di tubuhnya. Di klik dua kali icon game 'The Dark Nightingale' yang ada di desktop.

Khafi dan Dewi memperhatikan layar laptop yang terbelah menjadi dua dengan sangat bersemangat, menunggu proses yang dijalankan game untuk masuk pada permainan utama. Gambar-gambar logo dari game mulai bermunculan, hingga masuk pada bagian menu.

Khafi terlihat bingung, memperhatikan menu yang terpampang di layar laptop.
"Kok file save yang kemarin gak ada ya ?"

"Mungkin ilang Khaf, soalnya tadi gue ngapus file yang ada di 'my document'," wajah Dewi terlihat polos, sangat polos bahkan mengarah ke ngeselin.

"Capek dweeeeehhhh," Khafi tertunduk lemas.

"Ya elah, kemarin kan baru ngisi nama karakter doank, belum mulai main," Dewi menepuk-nepuk pundak Khafi, coba memberinya support.

"Tapi kan prolognya lumayan lama," Khafi masih terlihat lemas.

"Emang gak bisa di skip ?" Dewi menggigit ujung jari telunjuknya dengan mata yang dikedip-kedipkan, sangat imut.

"Bisa sih," Khafi menghela nafas panjang lalu mengklik menu 'new game'

"Over domeh, kenapa elo pake tampang suram gitu sih kalau bisa di skip," wajah Dewi mendadak berubah menjadi menakutkan, menatap tajam Khafi dengan bola mata yang membulat besar.

"Udah gak usah rubah nama karakternya ya, biarin aja namanya 'Baara dan Vega' !"

"Oke kakak." kembali Dewi tersenyum lebar, dengan mantap tangannya menggenggam stick game.


Battle Cry

Baara, diatas sebuah kapal pesiar yang hendak bersandar di dermaga kota Xandriv dengan pakaian serba putih, sebuah pedang besar menghiasi di pundaknya, barreta putih tersarung di pinggang kanannya, lengkap dengan topeng dewa kematian, tapi tidak dia kenakan untuk menutupi wajahnya, melainkan dia kenakan di sisi kanan kepalanya.

Di sampingnya ada Gatz, pimpinan mafia kelompok white bird, berpakaian sama dengan Baara dengan dua pedang ukuran normal menyilang di punggungnya, serta di belakang mereka terdapat ratusan anggota root dengan pakaian yang sama, serta topeng dewa kematian yang menutupi wajah mereka.

Orang-orang dari kelompok trojan terkejut kedatangan kapal pesiar yang tidak ada jadwal untuk bersandar di dermaga mereka. Dengan seksama mereka memperhatikan kapal tersebut, mengamati jika ada bahaya yang mengancam. Dengan berbagai macam senjata mulai dari senjata tajam sampai senjata api, mereka bersiap menerima serangan mendadak.

Kapal bersandar, kelompok trojan menyadari yang berada di atas kapal adalah musuh-musuh mereka dari kelompok white bird. Serentak mereka menembaki kapal, seluruh anggota white bird menghidari serangan mereka, bersembunyi di bagian kapal menghindari peluru, kecuali dua orang.....

Gatz meloncat menuju para kumpulan para musuh, meraih kedua pedang dari pundaknya mengayunkan pedangnya dengan menyilang, "360 pond canon !"

Dari sabetan pedangnya, mampu merubah udara di sekitar menjadi tajam, lalu menerjang musuh-musuh yang diarahkannya. Setiap musuh yang terkena udara tajam terpental, tubuhnya tersayat-sayat hingga terlihat daging dari balik sayatan.


Baara mengikut Gatz, melompat hendak menerjang musuh-musuh yang mampu menghindari serangan Gatz. Meraih pedang besar dari pundangnya, dengan genggaman kedua tangannya, dia mengayunkan pedangnya dari atas ke bawa "Rentan bumi !"

Gesekan antara pedang dan udara menghasilkan api yang mengkilap-kilap menghiasi sisi-sisi pedang.

"BBrrruuuuuuaaaaaakkk," hantaman yang sangat kencang dari pedang Baara pada bumi, membuat tanah yang terhantam terbelah menjadi dua, memanjang hingga beberapa meter, lalu "dduuuuaaaarrr," tanah disekitar belahan hancur dan terpental keatas, membuat musuh-musuh ikut terpental, dan sebagian terperosok ke dalam tanah.

Baara meraih baretanya, beberapa kali mengayunkan pistolnya dan menarik pelatuknya. Peluru-peluru yang keluar meluncur dan berbelok kesegala arah. Mengenai musuh-musuh yang tak siap dengan perubahan arah peluru Baara.

Dia terus berlari sambil menembaki dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menyabet-nyabetkan pedangnya ke setiap musuh yang berjarak dekat dengannya.

Seluruh divisi root mengikuti Baara dan Gatz yang terus berlari dan menyerang musuh tanpa henti. Mereka ikut menembaki musuh yang ada di sekitar.

*****​

Sementara itu, di sisi layar yang satunya lagi, terlihat sosok wanita berambut panjang dengan poni membelah pinggir. Mata indah yang mempunyai dua warna biru dan hijau. Vega sedang berada pada bangunan tua bekas pabrik di kota Debrin, untuk keamanannya Gatz yang ayah menempatkan Vega pada bangunan tersebut yang sudah alih fungsi menjadi gudang senjata bagi kelompok white bird.

Tangan Vega menyentuh dinding-dinding yang terlihat usang, siluet-siluet bayangan masa lalu yang terjadi di bangunan itu terbentuk. Kepala Vega berdenyut-denyut, aliran darah yang mengalir ke otaknya semakin cepat.

Siluet hitam berubah menjadi bayangan-bayangan nyata, orang-orang yang tengah bekerja di bangunan itu tempo dulu.

"Ini gak sesuai dengan apa yang dijanjikan Raja," salah seorang pekerja berteriak di tengah suara-suara mesin produksi yang bergemuruh.

"Yeah, ini tidak ada bedanya dengan kehidupan kita yang sebelumnya," seorang pekerja lainnya menimpali.

"Kita harus berontak !."

"Yeaaahhhh, yeaaahhhh."

Seluruh pekerja yang ada di tempat itu serempak berteriak. Kerusuhan melanda negara bagian barat, gelombang protes menghinggapi seluruh kota, produksi terhambat karna aksi mogok masal yang terjadi di setiap pabrik yang ada di negara bagian barat.

Masih di bangunan yang sama, masih dengan bayangan masa lampau, kini beberapa orang yang mendapat kepercayaan dari para pekerja berkumpul membahas perkembangan nasib mereka.

"Gawat, Raja ingin memindahkan lokasi pabrik di kepulauan utara, dan kepulauan tersebut akan diberi nama jadi kepulauan pabrik."

"Lalu bagaimana mana nasib kita ?"

"Para wartawan tidak boleh bekerja selama gelombang protes berlangsung, parbik koranpun tidak boleh beroperasional, akses masuk ke negara ini juga sudah ditutup, jadi wartawan asing tidak bisa meliput apa yang terjadi di negri ini."

"Kalau begitu, dunia tidak akan tau apa yang terjadi disini, kita tidak ada yang membela."

"Tidak....tidak...tidak, jika seperti ini, kemungkinan besar kita akan dimusnahkan."

Prediksi mereka tidaklah meleset, lokasi parbik yang semula tersebar di pinggiran negara wilayah barat, kini pindah ke sebuah kepulauan yang di sebut kepulauan parbik. Disana pabrik segala jenis kebutuhan dibangun ulang, ditata sedemikan rupa.

Kepulauan yang terdiri dari 3 pulau, pulau metal, pulau serat dan pulau plastik, yang di hubungkan oleh 1 jembatan. Hanya ada 1 jalur akses masuk dan 1 jalur akses keluar pada kepulauan tersebut, jalur itu hanya di gunakan oleh truk-truk pengangkut bahan mentah dan hasil pabrik.

Sebagian pekerja berhasil di bawa ke pabrik yang baru, sebagian lagi memilih tidak melanjutkan pekerjaan, mereka memilih untuk tetap memperjuangkan nasib mereka serta nasib-nasib saudaranya yang masih bekerja di pabrik, begitu pula nasib orang-orang yang ada di wilayah tengah dan timur yang kemungkinan besar bersasib sama dengan mereka.

Para pekerja yang memutuskan untuk tidak ikut ke pabrik baru, menjadi dikucilkan, dimasukan ke dalam daftar hitam sebagai kelompok pembangkang Raja, tidak boleh mendapatkan pekerjaan, tidak boleh mendapatkan perawatan bila mereka menderita sebuah penyakit.

Tak memiliki penghasilan, tapi tetap ingin memperjuangkan nasib saudara-saudaranya. Duduklah 4 orang yang paling kuat dan paling disegani sedang berdiskusi.

"Terpaksa kita harus menjalani kehidupan yang menyimpang."

"Hhhhmmmm, prostitusi, pembunuh bayaran, pengedaran obat, dan penyelundupan. Hanya itu yang bisa kita lakukan, karna tidak ada perusahaan yang mau menerima kita bekerja kecuali perusahaan milik kerajaan dan itu sama saja kita kembali seperti dulu."

"Yeah, mau tidak mau, kita tetap harus mencari dana untuk keberlangsungan perjuangan kita. Kita mulai membangun kekuatan baik itu secara fisik, mental mauapun materi. Setelah semua sisi kuat, kita akan kudeta kerajaan, kita akan buat kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat negri ini, termasuk kehidupan saudara-saudara kita disana."


*****​

"Huaaa," Dewi melepaskan sticknya, lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang. "Capek gue Khaf."

"Ya udahlah," Khafi membereskan laptop, speaker serta proyektornya. Setelah rapi dia berganti baju lalu bergegas keluar kamar.

"Eh mau kemana lo ?" Dewi menoleh ke arah Khafi yang sudah di depan pintu kamar.

"Ke ragunan," Khafi tersenyum lebar. "Mau ikut ?"

"Ogah," Dewi memajukan bibirnya, "tau gak jalannya ?"

"Hehehehe," Khafi menggeleng-geleng bodoh.

"Kebiasaan !"

*****​

Wanita beranfaskan gurun

Sebuah hotel di daerah Mampang.

"Kamar 303," Safira bergumam, sambil memperhatikan sebuah sms di hpnya.

Tadi malam Safira diberi tahu oleh Lia, wanita yang dia sebut sebagai mami. Jika ada satu orang yang ingin menggunakan jasanya pagi ini di sebuah hotel. Dan kini Safira telah berada di depan kamar lelaki yang membutuhkan pelayanannya.

"Tok...tok....tok."

Tak lama pintu terbuka, memunculkan sosok lelaki setengah baya, beberapa uban menghiasi rambutnya. Safira bertemu pandang dengan lelaki tersebut, dan seketika itu raut wajah Safira berubah.

"Pakwa Bardan !" mata Safira membuka lebar, nafasnya menjadi tersengal melihat sosok pria yang sangat dia kenal.

(Pakwa dalam bahasa Aceh yang berarti Paman)

"Ahhh, benar-benar gak nyangka, ternyata wanita yang direkomendasikan sahabatku adalah keponakanku tersayang," berbeda dengan ekspresi yang ditunjukan Safira. Bardan nampak sumringah menyambut kedatangan Safira.

Bayangan masa lalu pahit selama Safira tinggal bersama Bardan muncul kembali. Kenangan ketika ia sedang tidur terlelap lalu sang paman menggerayangi tubuhnya, lalu memaksanya untuk menuntaskan hasrat seksual Bardan.

"Hhhhmmm," Safira memejamkan matanya sejenak, menghela nafas panjangnya lalu kembali membuka matanya. "Aku boleh masuk om ?"

Safira coba bersikap biasa, dengan gaya yang biasa ia tunjukan kepada lelaki-lelaki yang menggunakan jasanya.

"Hei...hei..hei Safira, kamu memanggilku om ?" Bardan memprotes sikap Safira yang sudah normal kepada setiap pelanggannya.

"Hubungan kita saat ini hanyalah sebagai pelacur dan pelanggan, gak ada yang lain," tanpa dipersilahkan Safira masuk ke dalam kamar hotel. Dia duduk di sebuah sofa lalu meletakan tas ke meja yang ada di sebelahnya.

Bardan menutup pintunya lalu menghampiri Safira, "hhhmmm apa kamu gak kangen sama Pakwa ?"

"Mau mulai sekarang om ?" Safira berdiri, lalu mengambil tasnya dan berjalan menuju kamar mandi hotel. "Aku bersih-bersih dulu ya."

Safira membuka seluruh pakaiannya, lalu mengambil handung yang ia bawa dari dalam tasnya. Kemudian mengambil peralatan kebersihannya yang juga berada dalam tasnya.

Safira memutar kran shower hingga memancurkan air yang membasahi mulai dari ujung rambutnya sampai ujung kakinya.

"Bruukk," dia menghentakan sedikit keningnya pada dinding keramik, seolah mengumpulkan segenap mental untuk melayani lelaki yang membuat hidupnya semakin kelam.

Air yang membasahi tubuhnya, terus mengalir kesetiap mili tubuh mulus yang selalu ia rawat demi kepuasan pelanggannya. Jemari lentiknya mencengkram erat dadanya, dimana jantung yang terpacu begitu cepat menyadari kebetulan yang sangat tidak dia inginkan ini.

Sementara itu, Bardan terlihat sangat senang, mengepul-ngepulkan asap rokok dari dalam mulutnya. Membayangkan hal yang telah lama hilang dari hasratnya yang menggebu-gebu. Terlebih melihat sosok Safira yang lebih menggairahkan dibanding saat Safira masih SMA dahulu.

Dengan sabar dia menunggu Safira membersihkan tubuhnya, bayangan kenikmatan yang akan terjalin membuat penisnya sudah menegang terlebih dahulu. Merasa sangat sesak ia buka seluruh pakaiannya.

Beberapa menit kemudian, Safira muncul dengan hanya berbalut handuk. Bardan merasa terkejut dan sangat senang melihat kemolekan tubuh Safira, benar-benar berbeda dengan Safira 2 tahun yang lalu.

Dia duduk di samping Bardan yang tengah bugil, dilirik penisnya yang menegang tertutupi sebagian oleh perut yang sedikit buncit.

"Sekarang ?" Safira menatap dingin, Bardan hanya tersenyum penuh kemenangan. Wanita yang dulu sangat kaku untuk memenuhi hasratnya, kini menjadi sangat profesional dalam hal kenikmatan.

"Hhhhmmmm," tanpa dikomandoi, Safira langsung melumat bibir Bardan, dijilati bibir coklat kehitaman milik sang paman. Jemari lentik Safira membelai-belai lembut penis yang semakin tegang.

"Sssshhhh," Bardan menggelinjang merasakan sentuhan lembut jemari Safira, pinggulnya bergerak-gerak menahan rasa geli yang dihasilkan oleh Safira.

Dengan gemulai Safira mulai menggenggam penis Bardan, menaik turunkan tangannya pada batang berurat yang ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Jari kelingkingnya menggelitik kedua biji penis yang juga ditumbuhi bulu.

"Muhaaaaaa," Bardan melepas pagutan Safira, dia menatap penuh nafsu wajah Safira, "hebat banget keponakanku yang satu ini."

Safira merubah posisinya, diberjongkok di hadapan Bardan, kedua tangannya membelai-belai kedua paha Bardan.

"Sluruuuuupppp," lidah liarnya menyapu paha kanan Bardan hingga membuat lelaki setengah baya itu menggelinjang.

"Ouugghhh Safira !" wajah terdongak memandang langit-langit kamar hotel.

Gelitikan lidah Safira menyapu tiap inchi paha yang dipenuhi bulu hingga ke sekitar penisnya. Kaki gempal Bardan menggeliat menggesek-gesek lantai keramik.

"Sluurrruuuuppppp," dengan sekali sapuan, mulut mungil Safira mampu melahap seluruh batang penis Bardan.

Safira menarik-turunkan bibirnya, ditekan dengan lembut batang penis Bardan tanpa terkena giginya. Liur mulai membasahi penis Bardan, hingga menghasilkan suara yang membuat Bardan semakin bergairah.

"SSShhhhhaaaaahhh," jari-jari kasar Bardan membelai rambut Safira. Menekan-nekan kepala Safira hingga semakin dalam mengulum penisnya.

"HHmmmmmm," Safira sedikit mengalami sesak, wajahnya semakin tenggelam diantara kedua paha Bardan. Ditekan semakin keras, Safira bukannya berontak malah semakin menyedot-nyedot penis Bardan semakin kuat.

Liurnya semakin deras mengalir membasahi dagunya hingga menetes di selangkangan Bardan.

"Oooaaaakkkkhhh," Safira dapat bernafas lega ketika Bardan menarik kepalanya, melepaskan penis dalam dekapan bibir mungil yang merah merekah.

Diarahkan wajah Safira dengan wajah Bardan, memandang dalam-dalam wajah wanita yang kini begitu sempurna dalam melayani nafsunya. Jauh berbeda ketika dulu Bardan memaksanya setiap malam di dalam kamar.

Sedangkan Safira dengan hati yang begitu benci memandang dengan tatapan dingin namun binal wajah pria yang merenggut kesuciannya. Ingin sekali tadi ia menggigit hingga putus penis yang dulu menghujam secara paksa vagina yang masih jauh dari kata pengalaman.

Tapi dia tidak ingin cita-citanya terhenti karna emosi sesaat yang dia keluarkan. Safira menahan dengan hati yang sangat berat seluruh kebenciannya, dia tahan seluruh rasa sakit yang menggumpal di dada. Rasa sakit yang kembali muncul setelah pertemuannya dengan Bardan.

Bardan menarik wajah Safira, dia langsung melumat bibir Safira. Lidahnya menerobos masuk ke dalam rongga mulut Safira dengan kasar, hingga Safira sangat sulit untuk bernafas.

Kembali Safira teringat ketika pamannya itu memaksanya untuk bercumbu, melumat dengan buas bibir yang masih lugu ketika itu. Tapi kini Safira yang sudah sangat lihai memainkan bibirnya, membalas lumatan Bardan tak kalah kasar.

Dia menjambak rambut Bardan, merebahkan tubuhnya diatas ranjang berseprei merah hati. Tangan kirinya meraih batang penis Bardan yang semakin keras tertimpa nafsu. Diarahkannya masuk ke dalam vagina merekah Safira.

"Sleeeepppp," sekali hentak Safira dapat memasukan penis Bardan hingga tak bersisa. Langsung dia menggerak-gerakkan pinggulnya dengan gerakan yang cepat dan tak beraturan.

Mulut mereka masih saling lumat, lidah mereka masih saling beradu. Jemari Safira mulai mencakari paha Bardan, rasa benci ia tumpahkan dalam pergumulan birahi di sebuah kamar hotel.

Bukannya meringis kesakitan, Bardan justru menikmati setiap sayatan kuku Safira di pahanya. Pagutan lidahnya semakin dalam, mengorek-ngorek rongga mulut Safira. Gerakan pinggul Safira semakin liar, semakin dalam menenggelamkan penis Bardan dalam lipatan daging kenyal yang berdenyut-denyut.

"Hhhhmmmmmmm Firaaa," Bardan melepas pagutan bibirnya, dia nampak terengah-engah, matanya terpejam tangannya menggenggam erat sprei merah hati.

Safira menghentikan gerakan pinggulnya, dia mencengkram-cengkram vaginanya, menarik-narik penis yang tertancap di dalamnya. Bardan semakin menggelinjang, dengan perlahan Safira menggerakkan naik turun pinggulnya seraya masih mencengkram penis Bardan, seperti meremas-remas hingga membuat penis Bardan berdenyut-denyut.

"Gilaakkkkk,,, Firaaaa kamu benar...benar," kata-kata Bardan terpotong-potong, sangat sulit berkata-kata di tengah gelombang nikmat yang meraung-raung menjalar ke seluruh tubuh yang berpusat pada satu titik di penisnya.

Fira menarik ke atas vaginanya hingga ke ujung penis Bardan, seraya terus mendenyut-denyutkan, lalu dengan sekali hentak ia dorong vaginanya hingga menenggelamkan penis Bardan.

Diulang terus menerus dengan gerakan yang sangat lembut di awal dan kencang ketika menenggelamkan penis Bardan.

"Ooohhhh Fira, jangan terla....luuuuu !" Bardan semakin blingsatan, seluruh tubuhnya menggelinjang tak karuan hingga membuat pinggangnya sedikit mengalami kram.

Safira hanya menatap dingin dan terus menggerak-gerakkan pinggulnya, memelintir penis yang berada dalam kekuasaannya. Dia menumpahkan segala kebenciannya, dia siksa tubuh pamannya dengan sebuah kenikmatan yang tak dapat di tahan lagi.

"AAAakkkkkkhhhh Firaaaaaa," sperma Bardan menyembur dengan sangat kencang, hingga dia mengejang-ngejang, kakinya berkelojot menggeseki sprei merah hati yang semakin berantakan.

"Oouuggghh udah Fira aku gak kuat !" Bardan memohon karna penisnya sudah benar-benar habis memuntahkan spermanya, tapi Safira masih terus menaik turunkan pinggulnya, mencengkram kuat penis yang telah melemas, hingga menghasilkan rasa ngilu yang tak mampu ditahan Bardan.


"Fira ngilu banget Fira, tolong berhenti !" berkali-kali Bardan memohon, berkali-kali pula Fira menggenjoti penis yang semakin layu.

"Plluuuppp," akhirnya Fira melepaskan penis Bardan dari dalam vaginanya, tapi sesaat kemudian "Sleeepppp."

Mulut mungilnya langsung melahap penis kecil Bardan, kembali Bardan semakin blingsatan tak karuan, rasa ngilu kembali menerpa penis layunya.

"Fira aku mohon jangan siksa aku !" Bardan merintih, bukan rasa nikmat yang ia rasakan, tapi rasa ngilu yang menyiksa justru membuat Bardan semakin memohon-mohon.

Dengan penuh kebencian, Safira terus menyiksa penis imut Bardan, mulutnya dengan lihai melumat-lumat penis Bardan, diiringi jilatan lidahnya pada batang penis Bardan.

"Dulu kau berkuasa atas tubuhku, kini giliran aku yang berkuasa dan menyiksa tubuhmu," Fira bergumam dalam hati di tengah kuluman liar pada batang penis Bardan.

"Firaaaaaaaa !" Bardan menarik paksa kepala Safira hingga penisnya terlepas dari dekapan bibir Safira.

"Kamu puas ?" masih dengan tatapan dingin penuh kebencian, Safira mengambil handuk lalu pergi ke kamar mandi.

Bardan hanya memandang Safira dengan nafas yang terengah-engah, memandang sosok wanita yang begitu liar dalam permainan ranjang yang baru saja terjadi. Benar-benar berbeda dengan sosok Safira beberapa tahun yang lalu.

"Kamu udah mau pulang ?" tanya Bardan ketika Safira keluar dari kamar mandi.

"90 menit atau 1 kali crot, mana yang lebih dahulu tercapai," Safira meraih pakaiannya lalu memakainya.

"Apa kamu gak kangen sama Pakwamu ?" Bardan tersenyum simpul masih dengan tubuh telanjang.

Mendengar itu Safira kembali teringat masa lalunya, masa ketika ia memohon agar Bardan menghentikan aktifitas bejatnya kepada tubuh polos Safira. Masa ketika Safira duduk di pojok tempat tidur, memeluk lutut dengan air mata yang berurai ketika Bardan selesai membuang sperma di dalam vaginanya.

"Aku pulang dulu," ucap Safira seraya mengambil beberapa lembar merah yang disiapkan Bardan di atas meja untuknya.

"Kalau aku ke makam Mawamu, aku akan sampaikan salam darimu untuknya," ucap Bardan ketika Safira membuka pintu kamar.

(Mawa dalam bahasa Aceh yang artinya bibi)

Safira terdiam sejenak mendengar kata 'Mawa' terucap dari bibir Bardan, dia menghela nafas panjang lalu keluar kamar dan menutup pintunya.

Cahaya yang datang seperti badai

Safira berjalan dengan langkah yang sayu, kakinya seakan sulit untuk menapaki lantai hotel menuju lift yang tak jauh dari kamar tempat Bardan menginap. Dia pencet tombol pada tembok sebelah lift, menunggu pintu lift terbuka.

Berusaha sekuat tenaga menahan tangis yang sudah berbaris rapi di pelupuk mata. Sesekali ia menengadah ke langit agar air matanya tak tumpah. Dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift ketika pintu terbuka, lalu menekan lantai 1 untuk menuju ke lobi utama.

Di dalam lift terdapat kaca yang memantulkan bayangan orang yang menatapnya. Dan kini Safira dapat melihat bayangan dirinya dari cermin, dia memandang dirinya dengan penuh kebencian, merasa kotor, tak berarti, penuh dengan penderitaan yang selalu berusaha ia tutupi.

Pintu lift terbuka, Safira keluar dan berjalan menuju lobi, lalu meminta satpam untuk memanggilkan taksi untuknya.

Safira hanya memandang hampa keadaan jalan ibu kota dari dalam taksi. Hati kecilnya iri kepada orang-orang yang tanpa beban melangkahkan kaki diatas aspal yang panas. Hidup mereka terasa lebih damai dibanding hidup Safira yang kini dijalaninya.

Hingga pandangan Safira terfokuskan kepada sesosok lelaki yang sedang celingak-celinguk di samping mobil vw safari hijau. Wajahnya seperti kebingungan mencari-cari sesuatu yang tak jelas.

"Berenti disini pak !" Safira menepuk pundak supir taksi, setelah membayar nominal yang sesuai dengan argo, Safira keluar tak peduli dengan wajah supir taksi yang terlihat kesal.

"Kamprett tuh Dewi, lagi-lagi dia salah ngasih petunjuk jalan," Khafi menggerutu sendiri, dengan wajah polos yang mengarah ke bodoh terus memperhatikan setiap penjuru jalan.

Sampai pandangannya bertemu pandang dengan Safira yang menghampirinya. Wajah polosnya berubah menjadi sumringah dengan kedatangan Safira.

"Aku mau ke ragunan, kata Dewi, departemen pertanian belok kiri, udah deket tapi kok gak sampe-sampe yah," tanpa ditanya Khafi menjelaskan, Safira hanya terdiam memandang Khafi.

"Bukkk," Safira langsung menghambur ke arah Khafi, menempelkan keningnya di dada bidang Khafi. Kedua tangannya menggenggam erat baju Khafi, mencengkramnya kuat-kuat seolah dia adalah tiang untuknya bertahan dari gelombang kesedihan.

"Hiks....hiks....hiks," Safira terisak, tubuhnya bergetar, air mata yang dari tadi dia tahan, kini ia tumpahkan.

Khafi yang terkejut dengan sikap Safira, seketika menjadi mengerti bahwa ada beban yang sangat berat dalam hidup Safira. Perlahan Khafi melingkarkan tangannya di tubuh Safira, memeluknya dengan sangat lembut untuk memberi kesempatan Safira untuk menangis sepuasnya.

"Dunia yang dipenuhi sampah, hanya akan menghasilkan sampah," ucap Safira disela isak tangisnya yang menusuk,"seperti gue."

"Tapi," Khafi mendekatkan bibirnya ke telinga Safira dan berbisik, "orang yang tenggelam dalam tumpukan sampah, lebih buruk dari sampah itu sendiri."

"Jadi....hiks....hiks....hiks."

"Berdirilah di atas tumpukan sampah, tataplah langit, lalu katakanlah pada Tuhan, jika kamu bukanlah sampah, kamu hanya tersesat di jalan yang bernama kehidupan !" Khafi mempererat pelukannya, hingga dapat ia rasakan degupan jantung Safira yang berirama menyedihkan dan juga dapat ia rasakan desiran nafas tak beraturan Safira. "Dan aku akan menuntunmu keluar dari tumpukan sampah, lalu membawamu ke sebuah taman dimana kamu dapat mencium harum bunga-bunga kehidupan yang aku rangkai untukmu."

Semua rasa hati manusiamu
Untuk membagi kisah
Atas nama cinta
Diiringi derai air mata
Disetiap derap langkahmu
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Kereeennn Banget!!!! SUdah lama ditunggu loh suhu..Kereeeeennnn Banget!!!
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd