Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Suatu Siang I

murbaut

Tukang Semprot
Daftar
15 Feb 2011
Post
1.496
Like diterima
475
Lokasi
sby
Bimabet
karanganku lagi..

Suatu Siang1

Aku mempunyai kenalan seorang tante dari acara arisan yang biasa diikuti Mbak Lis. Tante Fani suatu ketika mencoba memesan juice lewat Mbak Lis padaku. Aku jelas senang karena itu artinya pendapatan kami bertambah. “Suaminya kerja di BI Mas..posisinya udah lumayan mantep. Jadi, gak usah khawatir tentang pembelian. Pasti belinya lumayan dan gak mungkin ngutang kan..he3x”, jelas Mbak Lis padaku. “Kalo Mbak yang bilang ya aku percaya”, ujarku saat kami sedang di mobil menuju acara arisan.

Nothing special saat aku dikenalkan oleh Mbak Lis. “Ini Mas Iwan Mbak Fani. Aku udah sering pesen juice dan kualitasnya bagus”. Mbak Lis memperkenalkan aku pada Tante Fani. “Oo..berarti umurnya tua Tante Fani dari Mbak Lis”, pikirku. Kami berjabat tangan, “Pagi Tante..saya Iwan”. “Pagi juga Mas Iwan..saya Fani”, dengan senyum di bibirnya. Tapi wajar jika lelaki memandangnya. Tante Fani, begitu aku memanggilnya pertama kali. Wajahnya sedikit lonjong; agak putih warna kulitnya; tinggi 165cm – an; badan padat berisi; dua gunungnya mungkin size 34B; dan pantat yang kelihatannya masih ok. Overall aku memberi nilai 7,5 padanya. Mungkin kalangan ibu – ibu yang suaminya memiliki kedudukan yang juga berarti keberadaan uang di tangan mereka tercukupi, memiliki kesamaan dalam hal menjaga penampilan dan kegiatan untuk mengisi waktu kosongnya.

Seperti biasa, aku diberi uang cukup dari Mbak Lis untuk membunuh waktu menunggu arisan selesai. Selesai arisan, Tante Fani bertemu kembali denganku di luar pagar ketika aku menjemput Mbak Lis. “Mas Iwan..saya minta nomer hp – nya biar langsung saya hubungi. Kalo lewat Dik Lis terus nggak enak..boleh kan Dik?”, tanya Tante Fani pada Mbak Lis. “Ya boleh tho Mbak..biar gampang”, ujar Mbak Lis. “Berapa Mas nomernya?”. “08..Tante..terima kasih sebelumnya”. “Oh ya..sama – sama”. Aku segera menuju mobil sementara Mbak Lis berpamitan kepada teman – temannya. Kami meluncur kembali ke jalan raya. “Ketarik ya sama Mbak Fani..”, goda Mbak Lis. “Yaa iyalah Mbak. Gimana – gimana dia masuk kriteriaku..hi3x”. “Oo gitu yaa..jadi sama aku udah gak ketarik..bosen gitu..bilang aja”, Mbak Lis membombardirku dengan bibir yang makin meruncing. “Cemburu nih ye..ha3x”. “Ya udah..sana sms..atau tak telponin..”, Mbak Lis makin meradang mendengar penjelasanku. Tangannya mendekap dada, mata menghadap jalan, bibir meruncing. Aku meliriknya sambil senyum – senyum. Kucari jalan yang agak sepi. “Ngapain brenti..jadi smsnya?”. “Cemburu beneran kayaknya..hi3x. Tak goda lagi ah..”. Aku mengeluarkan hp dari saku celana, “iya nih..merangang gitu jeh..”. Mbak Lis melirikku dengan sengit. Aku sms ke nomernya Mbak Lis, ia sengaja tak kuberi tahu. “Mbakku sayang..cemburu ya. Maapin aku ya..Mbak tu tak goda aja. Tapi memang laki manapun yang masih waras lahir batin pasti ketarik sama Tante Fani. Mbak tetap di hatiku.***k percaya ta..”, sms aku akhiri dengan kuberi tambahan gambar hati. Sebuah nada potongan lagu terkenal terdengar dari hp Mbak Lis. Kumasukkan lagi hp ke saku celana, diam menunggu reaksinya. Mbak Lis membacanya lalu menatapku. Aku pegang dua tangannya, “Mbak gak percaya..?”. Kukecup dua tangannya, aku tarik sehingga tubuh Mbak Lis maju ke hadapanku. “Tapi Mas tadi ngliatnya gimana gitu..”, belum sempat melanjutkan, aku membelai – belai rambutnya dan kucium lembut bibirnya. Mbak Lis juga bereaksi, bibirku diciumnya beberapa kali. Matanya menatapku masih bertanya – tanya. “Mbak bisa cemburu juga ya..he3x”, aku mengacak – acak sedikit anak rambutnya di atas dahi. “Uhh.. Mas jahat..”, sambil menciumku lagi. “Udah..udah Mbak..ntar kalo ada yang liat terus bilang satpam sini bisa masuk koran nanti”. “Eh..iya..iya..Makanya..ayo jalan lagi..”, Mbak Lis khawatir juga rupanya. Aku tersenyum memandangnya dan kuelus pipi kanannya. Mbak Lis membalas dengan memencet ujung hidungku.

Hari Sabtu, aku di sms Mbak Lis ada rapat membahas sebuah acara di rumah temannya; “Mas.***k ada acara kan. Anterin aku ya di rumah Heni, rapat acara amal bulan depan. Bawa ganti baju sekalian”. “Bawa baju..emangnya rapat sampe malem atau terus rapat di luar kota?”, aku bertanya sendiri. Sepotong baju; sweater dan cd aku masukkan ke tas kecil. Kemudian aku minta ijin dan pamit pada tanteku, “Tan..aku diajak nginep temen. Boleh kan Tan..?”. “Ya boleh aja. Berapa hari..nanti tante kalo pas butuh apa – apa..?”. “Besok udah nyampe rumah lagi kok. Makasih ya Tan..”.

Seperti biasa, aku menunggu Mbak Lis di jalan agak jauh sedikit dari rumah tanteku. Takutnya nanti ada yang melihat dan lapor tanteku, bisa diceramahi berjam – jam. Sepuluh menit kemudian terlihat mobil Mbak Lis. Aku bergegas masuk mobil dan Mbak Lis menggeser duduknya ke kiri. “Wao..cakepnya Mbakku hari ini..”, aku memujinya. “Mulai nggombal nih..”. “Ya udah gak mau dipuji”, sambil men – starter mobil. “Eh..iya..makasih sayangku..”, aku lalu dikecup di pipi kiri. “He3x..kena deh..”. “Uhh..nakal..”, lengan kiriku dipukulnya pelan. Mbak Lis mengenakan terusan warna coklat muda model kimono; sepatu ber – hak 3cm warna senada; sabuk warna putih tulang; tas tangan warna hitam; dan kaca mata hitam. “Mbakku satu ini memang selalu excellent..”, aku menciumnya lembut. “Makasih Mas..semua kan demi Mas juga”. “Iya Mbak sayang..makasih..”. “Emang rapatnya dilanjut sampe nginep atau rumah Bu Heni cuma untuk transit aja ?”, tanyaku saat mobil telah melaju. “Kayaknya gak sampe lanjut nginep kok. Aku mau ajak nginep Masku sendiri..mau kan..?”. “Oh..mau nginep di mana Mbak..kayak waktu itu?”. “Kayaknya ganti tempat aja ya.***nti suasana”. “Anything for you Mbak sayang..”, aku genggam erat tangan kanannya. Kami pun bercerita ini itu selama perjalanan ke rumah Bu Heni. Tiba di sana, rupanya teman – teman Mbak Lis sudah lumayan yang datang. Aku menurunkan Mbak Lis selisih satu rumah dari Bu Heni. “Jangan lupa jemput aku ya Mas..cup”, Mbak Lis menciumku di bibir. “Eh Mbak..ntar ada yang liat kan gawat..”. “Nggak nggak Mas..hi3x..”. “Nekat juga Mbak Lis ini..”, pikirku sambil mengawasi spion kanan dan tengah mobil. Dan seperti biasa, aku kembali asyik main game; makan dll; sambil menunggu sms tanda menjemput dari Mbak Lis. Saat sedang main Time Crisis III, hpku bergetar dan ternyata Mbak Lis sms bahwa acara setengah jam lagi selesai. Tanpa menjawab sms, aku berhentikan mainku lalu pergi ke parkiran mobil, jemput Mbak Lis.
Tepat waktu, Mbak Lis sudah berpamitan dan menunggu aku. Mbak Lis melambai – lambaikan tangan pada teman – temannya lalu kami menuju jalan raya. “Gimana Mbak..jadi ta nginepnya?”. “Ya jadilah..kenapa.***k bisa?”, Mbak Lis bertanya dengan bibir sedikit ditekuk. “Dee..mulai ngambek nih ye..Jadilah sayangku..”, aku menggodanya dengan memencet ujung hidungnya sedikit kuat. “Aduh..sakit tau. Habis..tanyanya gitu”, Mbak Lis protes sambil mengelus – elus ujung hidungnya. “Hi3x..mangap..eh..maap Mbakku..Kan aku nanya..bukan bilang gak jadi aja”, elakku. “Uhhh..rasain..”, Mbak Lis menjewer kuping kiriku. “Aduduhh..serius amat sih Mbak..”. “Kamu sih..nggoda terus. Aku kan udah ngrancang sedari kemarin – kemarin. Kalo nggak jadi aku nggak tau lagi”. “Iya Mbak..maapkan daku darling..he3x”, aku tepikan mobil lalu kucium bibirnya sambil menatap matanya. Mbak Lis juga menatapku,”maafin aku ya Mas..goda terus sih”. “Iya..udah yuk..”, kuusap – usap pipi kirinya. Mobil kembali melaju menuju Prigen, tetangganya Batu, sebelum Malang.
“Mas..nanti cari tempat makan yang nggak terlalu rame..biar aman”. “Ok Mbak”.

Sampai di rumah makan yang memang kebetulan tidak terlalu ramai, kami mulai memesan masakan. Aku memesan bakso dulu dengan es jeruk, sedang Mbak Lis memesan es campur saja. “Nggak makan ta Mbak?”. “Nggak..nunggu Mas sekalian. Gak makan bakso aja kan?”. “Ya iya Mbak..bakso aja masih laper. Tak potongin ya..nyobain”. Bakso lalu kupotong setengah, lalu kupotong lagi tidak terlalu kecil lalu kusuapkan. “Enak juga Mas..makasih”, kata Mbak Lis sambil tersenyum. Akhirnya Mbak Lis tak terasa habis satu bakso, “udah Mas..nanti nggak kemasukan nasi aku”. Menu ke dua yang aku pesan yaitu nasi goreng seafood dan Mbak Lis pesan nasi rawon. Selesai makan, kami lanjutkan perjalanan mencari penginapan di Prigen. Beruntung waktu kami datang belum terlalu siang, sehingga kami leluasa meminta kamar yang berada di pojok dengan view menawan. Di dalam lift, kami masih sempat berciuman. Kamar kami di pojok, ada sedikit balkon dengan pemandangan bukit sekitar. Kunci kamar aku masukkan ke tempatnya di tembok depan kamar mandi dan lampu kamar pun menyala. Belum sempat aku meletakkan tas, Mbak Lis sudah mendesakku ke tembok. Ia menciumku ganas, seakan – akan lama tidak bertemu dan haus akan kasih sayang. Hampir kewalahan aku dibuatnya. Setelah puas menciumku, tangannya langsung membuka kancing jinsku, menurunkan cd lalu mencium dan memasukkan penis ke mulutnya. “Ohh..Mbakk.***nas amat sihh“. “Dilarang membalas..awas kalo mbales“, masih sempat Mbak Lis menjawabku. Mendapat serangan begitu, penisku tak menunggu lama untuk mengembang cepat. Bibir dan lidah Mbak Lis seakan tidak cukup menyusuri tiap jengkal penis dan bola – bolaku, berpindah – pindah cepat. Aku elus – elus kepalanya dan sesekali kuremas rambutnya.

Penisku keluar masuk mulut Mbak Lis dengan cepat. Sesekali matanya menatapku. Puas dengan penis, Mbak Lis bangkit dan kembali menciumku. Dua tangannya melepas kaosku dengan bibir tetap menempel. Jemari – jemari lentiknya memainkan pentil – pentilku, yang tentu saja langsung mengeras. Aku hanya diam, jika nanti bereaksi bisa membuat Mbak Lis ngambek. Bibirnya menyusuri leher lalu ke pentil kiri dan kananku. Dimainkannya di dalam mulut, sedang tangan kanannya mengocok penisku dan tangan kirinya melepas cd dan jinsku. Aku hanya bisa mengelus – elus punggungnya. Mbak Lis sejenak menghentikan aksinya, capek mungkin. Maka aku cepat membalasnya. Kubalikkan tubuh Mbak Lis, kucium leher dan pundak belakangnya. Tangan kiriku di perut dan yang kanan memasuki celah gaunnya yang berbentuk kimono di bagian dada hingga perut.

Kuremas – remas bukit indahnya, kadang lembut kadang agak kuat. ”Ooughh..Maasss..”, Mbak Lis bereaksi dengan geliat tubuhnya. Tangan kanan Mbak Lis di kepalaku dan yang kiri meremas – remas penisku. Kususupkan jari telunjuk dan tengahku, mencari pucuk bukit kirinya. Ternyata sudah keras dan memanjang. Aku memutar dan menyentil – nyentilnya. Aku buka sabuk putih tulangnya dengan dua tangan. Lalu kubuka BH – nya dari belakang. Sekarang dua bukitnya aku mainkan. Mbak Lis makin menggeliat. Kepalanya menghadap ke kiri, mencari bibirku. Secepat kilat aku turunkan cdnya, berenda warna hitam menerawang. Kuusap – usap bibir vaginanya dengan tangan kiri, yang kanan tetap bermain di bukit kiri dan kanan bergantian. Remasan tangan kiri Mbak Lis di penis makin cepat dan kuat. Dengan tetap berposisi seperti itu, aku mendorong tubuhnya menghadap meja di depan tempat tidur yang berkaca lalu kulepas gaunnya.

Aku sedikit menundukkan tubuh Mbak Lis. Penis kupegang dengan tangan kiri dan kumasukkan pelan – pelan. Saat akan sepenuhnya masuk, aku hentakkan pelan lalu kudiamkan sejenak. ”Aduhhh..Mmmaasss..ssshhhttt”. Kucium pundak kirinya dan dua tanganku di bukit – bukitnya, membentuk silang. Aku maju mundurkan penisku pelan – pelan. Kepala Mbak Lis menggeleng kiri dan kanan. Begitu erotis aku memandang kegiatan kami yang menghadap kaca. ”Mbak..liat kaca deh..”, pintaku dengan tetap menggerakkan penis. Mbak Lis membuka matanya lalu melihat kaca. Ia hanya tersenyum manis, tangan kirinya mengelus kepalaku sedang yang kanan menggenggam erat tangan kananku yang di perutnya, lalu menciumku lembut. Gerakan penis makin kucepatkan. Tubuh kami bergoyang – goyang ke depan dan belakang. ”Hhnnggg..hhhnnnggg..”, suara Mbak Lis seperti lebah memenuhi kamar. Sesekali kuusap – usap vaginanya.

”Oouughhh Mmmaass..enaknyyaaa”. ”Mmbbbaakk jjjuuuggaaa”. ”Mmmass ss..aaakkkuuu mmmaauu kkkeeellluuaarrr..”, setelah kami berposisi seperti itu selama 15menit. ”Ttuungguu Mmbbakk..”. ”Mmmasss..aahhhrrgghhh..”, Mbak Lis tidak dapat menahan lagi rupanya. Aku diciumnya dalam – dalam dengan tangan kiri menahan kepalaku, sedang yang kanan mencengkeram meja kuat – kuat. Lava mengaliri penis yang kudiamkan dulu, hangat dan mendalam. Cengkeraman dinding vagina masih berkedut – kedut. Aku memacu penis lagi dan tak lama kemudian aku pun memancarkan magma sekuatnya. ”Mmmbbakkkuu sssaayyyannngg..ooffffsssttt..”, kuhentakkan penis dalam – dalam hingga rasanya tak ada penghalang di ujung sana. Aku tangkupkan dua tangan di dua bukitnya dan bibir mencium leher kiri belakangnya. Kami diam selama 2menit dengan berciuman dan saling membelai dan mengelus pasangannya, menghadap kaca. ”Makasih Mbakku sayang..”. ”Aku juga Masku sayang..”. Tak kami hiraukan tetes – tetes kehangatan kami di karpet. Mbak Lis memutar tubuhnya menghadapku dan kembali memasukkan penis ke vaginanya. Kami kembali berciuman dan saling meremas kepala dan rambut. Aku lalu memeluknya erat, ”mandi yuk Mbak..berendam”. ”Yuk Mas..lengket semua rasanya..he3x”. Kami bergandengan tangan menuju kamar mandi.

Maaf, mungkin pembaca bertanya – tanya. Paragaraf awal menceritakan Tante Fani..kok jadi cerita Mbak Lis. Jawabanku adalah : ya ini prologue untuk cerita selanjutnya tentang Tante Fani..hi3x. Kalo gak mau ya gak tak lanjutin..he3x. See you soon..thx.
 
Lanjuuuutt.........
r85gj6jhqeggmb4zfckl.gif
 
udah ada lanjutannya kok om..suatu siang II, tp nggak langsung nyambung di sini
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd