Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Snatching The Sultan's Wives

(STSW 9)

Hingga memasuki minggu ke-3 bekerja sebagai supir pribadi Nagita, momen yang tepat untuk menjalankan aksi pamungkas Tarjo masih juga tak kunjung datang. Sang majikan yang menjadi incarannya, masih saja terus dikawal oleh Om Merry setiap kali bepergian keluar. Hal tersebut jelas membuat Tarjo terus-terusan meradang.

Isi kepalanya pun makin kesini makin dipenuhi dengan sosok Nagita seorang. Imbasnya, intensitas percolian Tarjo menjadi makin meningkat belakangan ini. Pria tua itu bahkan bisa 4x beronani dalam sehari hanya karena tidak tahan memikirkan sosok Nagita akhir-akhir ini.

Parahnya lagi, beberapa hari belakangan ini, Nagita justru lebih sering meminta Pak Salim, supir pribadi Rafathar, untuk mengantarkan dirinya jika bepergian keluar rumah. Tentu saja, hal tersebut membuat Tarjo makin murka.

Waktunya pun jadi lebih sering ia habiskan untuk nongkrong bersama para satpam kompleks atau para tukang yang sedang bekerja membangun lapangan tennis milik Raffi. Proses pengerjaan lapangan tennis yang terletak persis disamping kediaman megah Raffi tersebut sudah berjalan sekitar 90%. Sesuai dengan rencana, lapangan itu paling cepat sudah bisa beroperasi kira-kira mulai minggu depan.

Sore itu, usai menyelesaikan pekerjaan mereka, para tukang yang berjumlah sekitar 10 orang, terlihat tengah beristirahat sembari menikmati beberapa cemilan buatan pembantu rumah Raffi. Kala tengah asik bersantai, seorang dari mereka tiba-tiba melihat sosok Tarjo yang kebetulan melintas.

"Pak!", teriak tukang tersebut.

Tarjo yang menyadari dirinya dipanggil segera menyempatkan diri untuk menghampiri gerombolan para tukang.

"Wah, wah.. mau kemana nih, Pak..?", tanya tukang tersebut saat Tarjo sudah berada dihadapan mereka.

"Ah, ini.. gua mau ke Yayasan tempat gua tinggal dulu..", jawab Tarjo.

"Oh.. emang si nyonya gak keluar, Pak?"

"Ehmm... enggak sih katanya"

Si tukang kemudian manggut-manggut, lalu melanjutkan mengobrol sebentar bersama Tarjo. Beberapa saat kemudian, pria tua tersebut akhirnya berpamitan kepada mereka semua untuk segera menuju ke tempat yang akan ia tuju sore itu yakni, Yayasan Tali Kasih.

* * *
Sebuah motor bebek yang nampak sudah butut, baru saja berhenti tepat di depan gerbang Yayasan Tali Kasih. Sesosok pria tua yang tak lain adalah Tarjo, kemudian sudah terlihat turun dari motor tersebut.

"Makasih, Pak!", kata si tukang ojek usai dirinya menerima bayaran dari Tarjo.

Motor butut itu kemudian langsung kembali melaju meninggalkan sosok Tarjo yang masih berdiri di depan gerbang Yayasan.

Tarjo yang setelah itu sempat mematung beberapa saat di depan gerbang, dikejutkan dengan sebuah suara yang memanggil namanya, "Woi, Tarjo!"

Ia seketika langsung menengok ke sumber suara tersebut.

"Udin?"

Sosok Udin yang tengah melambaikan tangan ke arah Tarjo, sontak membuat senyum Tarjo terukir dari bibirnya. Ia pun langsung berjalan dengan agak cepat memasuki gerbang Yayasan dan langsung menghampiri Udin yang tengah berdiri di emperan Yayasan.

Setelah hampir sebulan tak bertemu, pertemuan kedua sahabat itu pun akhirnya kembali terjadi.

"Sehat lu, Jo?"

"Iye, sehat Din.. lu gimana?"

"Yah.. sehat gak sehat sih, Jo.."

"Hehehe.. nape? Gak betah lu?"

"Iye, tolol! Pake nanya lagi lu!"

"Hehehe.. maap, maap..."

Tarjo pun terlihat celingak-celinguk menengok ke arah sekitar mereka, "Eh, Din?"

"Si Ibu mana?", tanya Tarjo.

Belum sempat Udin menjawab, sosok Ibu Zubaidah pun tiba-tiba terlihat keluar dari koridor Yayasan, "Eh! Ada Pak Tarjo!"

"Eh, Bu!"

Tarjo pun langsung berjalan menghampiri Ibu Zubaidah dan menyalami perempuan berkerudung tersebut, "Sehat, Bu?"

"Iya, sehat.. Pak Tarjo gimana?"

"Sehat juga, Bu.. hehe.."

"Syukurlah kalo gitu.."

"Ngomong-ngomong, Pak Tarjo kerja apa dirumah Mbak Nagita?"

"Ehm, saya jadi supir Mbak Gigi, Bu..", jawab Tarjo sambil sedikit melirik ke arah Udin yang nampak agak kaget saat itu.

"Wah.. hebat euy, sekarang Pak Tarjo udah jadi supirnya artis..", balas Ibu Zubaidah yang tertawa sambil mengacungkan kedua jempolnya.

"Hehe.. ah, bisa aja nih si Ibu", ujar Tarjo sambil menggaruk kecil tengkuknya.

Obrolan mereka pun sempat sedikit berlanjut sebelum Ibu Zubaidah akhirnya berpamitan beberapa saat kemudian.

Usai wanita paruh baya itu pergi, Tarjo beserta Udin langsung saja menuju ke bawah pohon mangga yang terletak di halaman depan Yayasan untuk mengobrol santai.

"Bener Jo lu kerja jadi supirnya si Nagita?"

"Hehehe.. ya bener lah, Din!"

"Siapa dulu... Tarjo.. hehehe..", sambung Tarjo sambil menepuk-nepuk dadanya dengan sombong.

Udin pun langsung antusias, lalu mulai menghujani sahabatnya itu dengan beberapa pertanyaan.

Berbekal rokok andalan mereka, obrolan keduanya pun semakin lama menjadi semakin tak terkontrol. Topik obrola mereka pun sudah tentu tidak akan lari dari hal-hal yang berbau mesum tentunya.

"Eh, eh.. terus, lu berarti sange mulu ye kalo ngeliat si Nagita itu?"

"Wah, bukan sange lagi, Din!"

"Udah hampir gila gue kalo ngeliat tu orang dikit aja!"

"Hehe.. montok banget ye doi, Jo?"

"Aduh, gila pokoknya bodinya, Din.. mana tu orang baunya wangi banget lagi!"

"Bikin gue selalu gemeter tiap kali nyium bau badannya!"

Tawa Udin pun langsung saja terdengar, "Hahaha!"

Sahabat Tarjo itu kemudian sedikit merapatkan duduknya, "Enak banget dong jadi elu ye?"

"Tiap hari bisa liatin si Nagita yang semok itu mulu", sambungnya.

Ekspresi wajah Tarjo tiba-tiba malah sedikit berubah menjadi agak datar. Hal itu tentunya membuat Udin menjadi cukup bingung.

"Kenape lu, Jo?", tanya Udin.

Tarjo kemudian mulai mengedarkan padangannya ke arah sekitaran mereka. Beberapa detik kemudian, barulah ia mulai menjawab pertanyaan Udin.

"Awalnya emang enak, Din, bisa ngeliatin si Nagita yang montok itu terus"

"Tapi, lama-lama.. napsu gua juga makin gak bisa gua tahan, Din!"

Udin langsung bertanya dengan wajah serius, "Maksud lu, Jo?"

"Gue udah gak tahan, Din, pengen ngentotin tuh perempuan!", balas Tarjo dengan agak ngotot yang membuat Udin langsung terbelalak.

"Eh, buset dah!"

Udin kemudian meletakan telapak tangannya ke arah jidat Tarjo yang tentunya membuat Tarjo sedikit risih.

"Eh, eh.. ngapain sih lu!", protes Tarjo sambil berusaha menepis tangan Udin yang hinggap di jidatnya.

Sambil geleng-geleng kepala, Udin menatap sahabatnya dengan tatapan heran, "Ckck.. Jo.. Jo.."

"Gua tau lu sekarang udah bisa kerja jadi supirnya si Nagita, tapi..."

"Lu gak usah mimpi juga bisa ngentotin orang tajir macem dia, Jo!", sambung Udin dengan intonasi yang terdengar tegas.

Tarjo pun kala itu sedikit terkejut dengan perubahan nada bicara dari sahabatnya itu.

"Dulu aja waktu kita masih sering ngebegal, kita-kita ini cuma biasa maennya ama lonte-lonte kampung yang memeknya udah pada bau kangkung!", tegas Udin.

"Sekarang, giliran kite udah pada miskin kayak begini, lu malah berani-beraninya bilang pengen ngentotin artis gede macem si Nagita, ckckck... Jo, Jo.."

"Tolol emang lu!", timpal Udin yang menatap Tarjo dengan tatapan sinis.

Perkataan Udin barusan yang cenderung kasar agaknya membuat Tarjo mulai emosi. Rencana yang hampir 3 minggu ini belum juga kunjung terealisasi, justru malah mendapatkan makian dari sang sahabat.

Maka dari itu, Tarjo pun seketika segera berdiri sambil balik menatap Udin dengan tatapan yang mengerikan.

"Kenapa lu? Ha?", tanya Udin saat Tarjo sudah berdiri dan menatapnya dengan tajam.

"Gak terima lu ama omongan gua?", sambungnya tanpa memperdulikan reaksi Tarjo selanjutnya.

Keduanya pun terlihat saling menatap tajam satu sama lain. Udin yang memang kerap kali cenderung berpikir lebih realistis daripada Tarjo, jelas merasa bahwa sahabatnya itu sudah dibutakan dengan fantasi yang ia ciptakan sendiri di kepalanya.

Ditambah lagi, sebetulnya, ia masih merasa cukup kesal dengan Tarjo yang malah meninggalkan dirinya seorang diri di Yayasan Tali Kasih. Bahkan, sejak ikut dengan Nagita, Tarjo juga belum pernah sama sekali coba untuk menghubunginya.

Tarjo yang semakin emosi, secara tiba-tiba malah mencengkram bagian leher kaos Udin yang membuat Udin sontak kaget, "Krekk!"

"Eh.. Jo? Ap.. aan nih..?", tanya Udin yang berusaha coba menepis tangan Tarjo yang terlanjur mencengkram leher kaosnya, namun tak kunjung berhasil.

"Eh.. ar.. argh.."

Dengan tatapannya yang terbilang menyeramkan, Tarjo langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Udin, "Eh, Din!"

"Lu denger yah baik-baik!"

Suara Tarjo terdengar sudah semakin berat, "Gak lama lagi, gua pasti bakalan bisa dapetin si Nagita itu!"

"Mau lu ngomong apapun, gua tetep gak peduli!"

"Pokoknya, kalo nanti gue udah dapetin dia, elu bakal gua keluarin dari tempat ini!", sambung Tarjo tanpa berkedip sama sekali ketika menatap mata Udin.
Cengkraman pada kaos Udin pun sedikit Tarjo kendurkan.

"Buat sekarang, lu boleh aja ngeremehin gua, tapi.. pas waktu itu dateng, lu bakal bilang makasih ama gua, Din!", tutup Tarjo yang kemudian melepas cengkramannya pada kaos Udin dengan sedikit kasar.

Udin yang akhirnya bisa bergerak bebas, terlihat cukup shock dengan perlakuan Tarjo barusan. Ia belum mampu mengucap sepatah kata pun pada saat itu. Seingatnya, baru kali itu Tarjo bersikap demikian pada dirinya. Meski memang dibeberapa kesempatan sewaktu masih menjadi seorang begal, ia kerap kali menyaksikan Tarjo memarahi para anggota lain.

Masih dalam posisi berdiri dan saling lihat-lihatan, keduanya masih belum mengeluarkan sepatah kata pun dari mulut mereka. Pertemuan kedua pria tua tersebut yang sebelumnya berlangsung dengan penuh keakraban, kini tiba-tiba sudah berubah menjadi memanas.

Sampai kemudian, akibat rasa kesalnya yang sudah terlampau memuncak, Tarjo pun memutuskan untuk segera pergi meninggalkan Yayasan Tali Kasih. Namun, sebelum pergi dari hadapan Udin, pria tua itu terlebih dahulu mengambil selembar uang bernominal 50 ribu dari saku celananya.

"Noh! Buat lu ngerokok!", katanya yang langsung melemparkan uang tersebut ke arah Udin.

Usai uang tersebut ditangkap Udin dengan agak gelagapan, Tarjo segera berbalik badan dan melangkahkan kakinya.

"Eh.. eh, Jo? Mau kemana lu?", tanya Udin sewaktu Tarjo mulai melangkah pergi dari hadapannya.

Langkah Tarjo akhirnya terhenti sejenak. Pria tua itu kemudian menengok ke arah Udin dengan tatapan dingin.

"Ngentotin Nagita!"


* * *

Dentingan bunyi suara klakson berbagai kendaraan yang lalu lalang, seolah menyambut Tarjo saat dirinya tengah berjalan kaki menyusuri pinggiran jalanan. Suasana langit saat itu pun nampak telah gelap karena sudah memasuki pukul 18.30 petang.

Dengan perasaan yang masih berkecamuk di dalam hatinya, Tarjo terlihat sedang uring-uringan. Wajahnya yang sudah buruk, kelihatan semakin bertambah buruk, dikarenakan ekspresinya yang sedari tadi tampak semakin menyeramkan.

"Kontol emang si Udin! Berani-beraninya tuh orang ngeremehin gua!", makinya sembari terus berjalan menyusuri sebuah trotoar yang terletak di pinggir jalanan.

Setelah kurang lebih 20 menitan berjalan kaki, Tarjo akhirnya tiba disebuah terminal yang memang menjadi tujuannya. Disana, ia bermaksud untuk menyewa jasa tukang ojek yang memang mangkal di depan terminal itu.

Tak butuh waktu lama, seorang bapak-bapak yang sedikit lebih muda dari Tarjo, segera mengambil ancang-ancang untuk bangkit dari jok motornya sewaktu melihat Tarjo berjalan ke arahnya.

"Ojek, Kek?", tawar si bapak tukang ojek.

"Kak, Kek, Kak, Kek.. mata lu! Gua bukan Kakek lu!", balas Tarjo dengan mimik kesal yang membuat beberapa tukang ojek disana tertawa.

"Hehe.. ma.. maap, Pak", kata si tukang ojek yang nampak sedikit agak kikuk.

Selanjutnya, Tarjo kemudian langsung meminta si tukang ojek untuk mengantarkan dirinya ke kompleks Andara yang ternyata membuat tukang ojek tersebut agak terkejut.

"Buset! Andara?"

"Ho, oh!", angguk Tarjo.

"Andara yang kompleks tempat tinggalnya si Raffi Ahmad itu, Pak?"

"Iye, itu!", balas Tarjo dengan agak malas.

Si tukang ojek pun malah terlihat mengamati sosok Tarjo dengan seksama mulai dari ujung kaki hingga ke kepala pria tua tersebut. Penampilan Tarjo yang terbilang sangat lusuh, membuat tukang ojek tersebut sibuk bertanya dalam hati.

"Kagak salah apa nih Kakek-Kakek?"

"Bisa-bisanya modelan kayak dia gini mau ke kompleksnya artis!"

Melihat si tukang ojek yang malah bengong menatapnya membuat Tarjo lantas langsung menepuk pundaknya, "Woi! Ayok!"

Si tukang ojek pun langsung gelagapan, "Eh.. iya, iya.. Pak.."

Ia kemudian segera memberikan sebuah helm kepada Tarjo yang langsung dikenakan pria tua itu. Tak berselang lama, keduanya pun akhirnya sudah bersiap diatas sepeda motor yang sudah hidup.

Namun, saat baru saja si tukang ojek hendak memacu gas motor, sebuah teriakan mendadak terdengar menyebut-nyebut nama Tarjo, "Jo! Tarjo!"

Sontak saja, Tarjo dan si tukang ojek mendadak langsung menengok ke arah suara tersebut.

Dengan memincingkan mata dan menatap ke arah terminal, ia pun perlahan bisa melihat sosok yang sedang melambaikan tangan ke arahnya.

"Lah? Itu kan si Parmin?"

Dari kejauhan, si sosok yang barusan memanggil nama Tarjo, masih saja terus melambaikan tangan ke arahnya.

Hal itu membuat Tarjo akhirnya memutuskan untuk segera turun dari motor si tukang ojek, lalu mengembalikan helmnya.

"Bang, nih helmnya"

"Kagak jadi nih, Pak?

"Iye.. saya mau kesono dulu noh, itu temen saya ternyata lagi manggil", ucap Tarjo sambil menunjuk ke arah terminal tepatnya dititik dimana si pria yang tengah memanggil dirinya berdiri.

Si tukang ojek yang juga ikut menengok ke arah terminal, tampaknya mengenali sosok pria yang Tarjo maksud.

"Oh, si Bang Parmin kawan Bapak yah?"

"Lah? Abang kenal?"

"Ye.. gimana sih Pak? Ini terminal kan tempat mangkal kita tiap hari, ya jelaslah kita semua udah pada saling kenal, orang Bang Parmin tiap hari juga narik angkotnya disini kok.."

Tarjo terlihat mengangguk-anggukan kepalanya.

"Ya udah deh, saya kesono dulu.."

"Iya, iya, Pak.."

Tarjo pun meninggalkan si tukang ojek dan berjalan memasuki terminal.


* * *


Di dalam Terminal
Suasana di dalam terminal saat itu sudah tak terlalu ramai. Kendaraan yang terparkir disana kelihatan sudah tidak sebanyak biasanya. Beberapa pedagang yang berada diruang tunggu terminal juga tengah bersiap menutup lapak mereka.

Dari jarak yang kini sudah tidak terlalu jauh, sosok yang sedari tadi memanggil Tarjo, terlihat sudah mulai bangkit dari bangku tempat ia duduk. Sosok itu adalah seorang pria bernama Parmin.

Di pojokan terminal itu, Parmin ternyata tak hanya seorang diri. Ada juga 2 orang rekannya yang saat itu tengah bersama Parmin.

Yang satu adalah seorang pria sepantaran Tarjo. Pria itu kerap dipanggil dengan sebutan Bang Boneng. Sementara yang satunya lagi malah membuat Tarjo sedikit kikuk sebab ternyata ia adalah seorang Kakek. Mbah Ompong, begitu Kakek tersebut acap kali disapa.

Dan fakta yang semakin membuat Tarjo terkejut adalah disekitar ketiga orang itu ternyata telah terdapat beberapa botol minuman keras yang sementara dikonsumsi oleh mereka.

Maka tak heran, bau alkohol yang begitu menyengat seketika langsung tercium oleh Tarjo disaat dirinya sudah berhadapan dengan Parmin.

"Wah.. Tarjo! Kemana aja lu?", sapa Parmin saat menyambut kehadiran Tarjo.

"Hehehe.. panjang ceritanya, Min!", balas Tarjo yang sedikit salah tingkah begitu menyadari jika Parmin sudah mulai agak teler.

Sebuah kursi plastik yang ada disana langsung ditarik oleh Parmin kemudian mempersilahkan Tarjo untuk duduk, "Duduk, Jo.. duduk!".

"Eh, Jo! Kenalin dulu nih, Mbah Ompong ama Boneng!", lanjut Parmin sambil menunjuk ke arah kedua pria yang sedang bersama dirinya.

Mbah Ompong langsung saja menyambut uluran tangan Tarjo. "Saya Kirman, tapi.. panggil aja Mbah Ompong.. heheh.."

Gigi depannya yang hanya tinggal menyisakan 2 buah saja, secara tidak langsung seperti memberikan petunjuk mengapa sampai dirinya dipanggil dengan panggilan Mbah Ompong.

"Hehe.. saya Tarjo, Mbah!"

"Oh.. Tarjo yah.. iya, iya..", balas Mbah Ompong yang keadaannya juga sudah nampak agak teler.

Seusai dengan Mbah Ompong, giliran Boneng yang kali ini berjabat tangan dengan Tarjo.

"Nama ane Mukidi, tapi panggilan gantengnya, Boneng! Heheh..", kata Boneng dengan pedenya.

"Heheh.. kalo gua Tarjo.."

Seusai saling berkenalan, Tarjo pun langsung saja diajak oleh Parmin, Boneng dan Mbah Ompong untuk ikut menikmati miras bersama dengan mereka. Tarjo yang kepalanya juga sedang mumet, jelas tanpa ragu segera menerima ajakan dari ketiga orang tersebut.

Biarin dulu mereka mabuk-mabukan. Sekarang, waktunya kita kenalan dulu sama Parmin, Boneng dan Mbah Ompong.


0qTfNt2D_t.png

"Parmin"

Parmin adalah Kakak dari salah satu rekan komplotan begal Tarjo dan Udin yang beberapa bulan lalu tewas ditempat karena ditembak pihak kepolisian saat kelompok mereka tengah melakukan aksinya. Parmin yang sudah memiliki 4 orang anak, sehari-harinya berprofesi sebagai seorang supir angkot.

Semasa sang adik yang bernama Solihin masih hidup, pria 58 tahun itu selalu diajak Solihin untuk berpesta di markas mereka usai komplotan begal mereka selesai beraksi. Kegiatan seperti pesta miras, bermain judi, hingga menikmati para psk kampung tentu saja membuat Parmin selalu antusias.



C4EVZAO5_t.jpg

Mukidi alias "Boneng"

Sekarang giliran pria bergigi maju berusia 40 tahun yakni, Boneng. Boneng yang bernama asli Mukidi hanyalah seorang pemulung yang seringkali mengais sampah di dalam maupun sekitaran terminal. Karena pekerjaannya tersebut, aroma yang keluar dari tubuh Boneng pun sehari-harinya sangat menjijikan.

Boneng bersama sang istri yang juga adalah seorang pemulung tinggal disebuah gubuk reot yang terletak di dekat tempat pembuangan akhir (TPA). Di gubuk itu mereka hidup berdesak-desakan bersama ketiga anak mereka yang masih bocah.



w5HraG9r_t.jpg

Kirman alias "Mbah Ompong"

Sedangkan rekan Parmin yang terakhir, yaitu Kirman alias Mbah Ompong adalah seorang Kakek-Kakek yang usianya sudah memasuki 69 tahun. Profesi Mbah Ompong adalah seorang tukang becak. Hampir separuh hidupnya sudah ia habiskan menjadi seorang penarik becak yang kerap kali mangkal di sekitaran terminal.

Meski terbilang telah sepuh, namun untuk urusan stamina, Mbah Ompong ini memang terkenal luar biasa. Kakek tua ini masih sanggup mengayuh becak bututnya dari pagi hingga menjelang sore setiap harinya. Ketika selesai, bukannya segera pulang, ia malah kerap kali datang ke terminal hanya untuk mengonsumsi miras bersama Parmin, Boneng serta beberapa supir disana. Hal itu secara tidak langsung membuat mereka sampai takjub dengan ketahanan fisiknya.

Belum lagi jika berbicara soal urusan ranjang. Di mata sang istri, Mbah Ompong ini bagaikan seorang kuda liar jika sudah berada diatas ranjang. Ia benar-benar dibuat kewalahan dengan nafsu birahi sang suami yang seakan tak ada padamnya. Jumlah 12 orang anak adalah bukti nyata betapa gacornya Mbah Ompong dalam urusan pergenjotan.

"Gila lu, Jo!"

"Gue pikir lu udeh di dalem penjara!", ucap Parmin sambil menuangkan miras kemudian segera memberikannya kepada Tarjo.

Minuman pemberian Parmin langsung diterima oleh Tarjo, kemudian menengaknya dengan agak cepat, "Glek.. uh.."

Tarjo pun sempat mengambil napas untuk beberapa saat, lalu lanjut membakar rokok, "Wushh!"

"Gue ama Udin berhasil kabur, Min"

Parmin yang sudah agak teler seketika menjadi agak kaget, "Kabur?"

"Lu ama Udin?

"Terus, Udinnya skarang dimane?", tanya Parmin yang terlihat begitu penasaran.

Tarjo mulai mengatur posisi duduknya agar lebih rileks terlebih dahulu, kemudian lanjut menceritakan semuanya kepada Parmin. Boneng serta Mbah Ompong yang berada disana nampak juga ikut mendengarkan cerita dari Tarjo.


* * *​


20 menit kemudian...

"Wah! Jadi begono toh ceritanya!", seru Parmin dengan takjub usai mendengar semua cerita Tarjo.

"Iye, Min.. gitu cerita aslinya"

Sambil geleng-geleng kepala, Parmin yang semula sudah agak teler, kini menjadi seperti mulai tersadar.

"Jadi beneran sekarang lu kerja ditempatnya si Nag1ta S1avina, Jo?"

Dengan berlagak sombong, Tarjo mulai membusungkan dada, "Yoi, Min!"

"Buset, Jo! Beruntung banget nasib lu bisa kerja di tempat artis!"

"Mana dapet yang tetenya gede banget lagi!"

Belum sempat Tarjo membalas celotehan Parmin, Boneng tiba-tiba langsung menyambar, "Bener tuh! Emang gede banget tetenya.. hahahaha..."

Tawa Boneng diiringi dengan tawa Parmin serta Mbah Ompong pun langsung terdengar memekikan telinga. Efek alkohol yang dikonsumsi ketiga orang tersebut membuat tawa mereka menjadi agak tidak terkontrol.

Beberapa penjual yang sedang membereskan dagangan sampai menengok sinis ke arah mereka. Hal itu ternyata membuat Tarjo sedikit cemas sebab ia seolah merasa seperti tengah diawasi.
Fakta jika dirinya beserta Udin yang mungkin masih terus diburu pihak kepolisian, membuat Tarjo seperti agak panik apabila ditatap orang yang tak ia kenal ditempat umum seperti saat itu.

"Kenapa lu, Jo?"

"Takut diliat polisi yah?"

"Eh.. ii.. iya, Min.."

Parmin sontak kembali tertawa. "Hahaha.."

Acara minum-minum kembali mereka lanjutkan. Sementara topik obrolan, tentu tak jauh-jauh perihal majikan Tarjo, yaitu Raffi dan Nagita.

Parmin, Boneng beserta Mbah Ompong yang sangat antusias karena sedang bersama salah satu supir dari artis ternama tanah air, saat itu begitu bersemangat membahas soal majikan Tarjo.

"Eh, Jo.. kalo gitu berarti lu pernah liat temen-temen artisnya si Nagita juga dong?", tanya Boneng.

Kesombongan Tarjo lagi-lagi kembali nampak, "Oh, pastilah!"

"Ada yang amoy-amoy Cina gitu gak, Jo?"

Tarjo mulai mengingat-ingat beberapa artis keturunan Chinese yang sempat datang ke kediaman Nagita. "Ehmm.."

Pria tua itu kemudian teringat akan istri dari seorang rekan artis Raffi Ahmad yang sempat datang ke kediaman mereka.

"Oh.. ada tuh!"

Boneng pun seketika terlihat ngiler. Kemaluannya langsung mengeras saat itu juga.

Hingga secara mendadak, pertanyaan Boneng barusan malah membuat Parmin seakan terpikirkan sesuatu.

Ia nampak mulai celingak-celinguk melihat suasana sekitar mereka, lalu segera menyampaikan sesuatu kepada Tarjo dengan agak berbisik. Boneng dan Mbah Ompong pun juga masih tak ketinggalan mendengar apa yang Parmin sampaikan.


* * *​


Jarum jam saat itu sudah menyentuh pukul 21.00 malam. Beberapa botol miras terlihat sudah berserakan di sekitar keempat orang tersebut.

"Jo.. udeh.."

"Gak.. kuat lagi.. gua!", celoteh Parmin sambil merebahkan dirinya pada sebuah bangku kayu kosong yang barusan ia tarik secara asal-asalan.

Mbah Ompong yang juga sudah teler, nampak sudah terkulai lemas di dalam becaknya sambil meracau tak karuan, "Hmm.. memek.. memek.. butuh memek!"

Sementara Boneng, terlihat sudah terbaring di tanah dengan kondisi kemaluannya yang sejak tadi ternyata masih berdiri tegak.

Berhubung situasi yang sudah seperti demikian, Tarjo akhirnya memutuskan untuk segera pamit kepada Parmin.

"Ya udah, Min.. kalo gitu, gue balik skarang aja ye?"

Dengan mata yang sayu, Parmin berusaha menganggukan kepalanya, "Hooh, Jo..!"

"Hati-hati.. lu yeh.."

"Jangan lupa yang gue bilang tadi ye, Jo!"

"Iye, iye, Min.. beres.."

Tanpa berpamitan pada Mbah Ompong serta Boneng yang sudah teler berat, Tarjo pun segera beranjak dari sana. Langkah kakinya juga terlihat seperti agak oleng kala ia melangkah keluar dari halaman terminal.

Pangkalan ojek yang sebelumnya sempat ia sambangi, kembali ia datangi lagi. Disana, si tukang ojek yang tadi sempat akan mengantarkan Tarjo ternyata masih ada disana. Tukang ojek tersebut pun seketika bisa mencium aroma alkohol yang begitu menyengat dari nafas Tarjo.

"Wah.. abis mabok nih orang!"


* * *​


Keesokan paginya..

Di lantai 2 kediaman megah Nagita, Sus Rini seperti biasa sudah terlihat berada disana dan tengah menyuapi Rayyanza.

"Buka mulutnya nak, amm.. mmh.."

"Horee! Anak pinter.. yeeay!", ujar perempuan berjilbab itu begitu berhasil memasukan makanan ke dalam mulut Rayyanza.

Rayyanza yang masih berumur kurang lebih 9 bulanan itu juga ikut tertawa pada saat itu. Bayi yang saat ini tengah viral di kalangan masyarakat Indonesia karena kelucuannya tersebut kelihatan sudah cukup betah bersama Sus Rini.

Disaat yang bersamaan, Raffi dan Nagita juga tiba-tiba keluar secara berbarengan dari dalam kamar pribadi mereka. Raffi yang saat itu sudah akan berangkat ke salah satu stasiun tv tempat ia syuting, nampak begitu mesra merangkul pundak sang istri.

"Nanti pas makan siang, aku sempetin ke rumah Mama buat nyamperin kamu ama Cipung yah, sayang"

"Iya, sayang.. iya"

"Ya udah, aku berangkat dulu yah sayang?'

"Iya sayang, hati-hati yah..

Raffi terlihat menarik kepala Nagita dengan halus, kemudian mencium dahi istri cantiknya tersebut dengan mesra, "Muachh.."

Pria dengan segudang talenta itu kemudian segera menghampiri Rayyanza yang tengah disuapi Sus Rini.

"Papa berangkat kerja dulu yah, sayang?", katanya sambil mengusap kecil kepala anak keduanya tersebut.

Ia pun selanjutnya mencium dahi serta pipi bayi lucu tersebut, kemudian segera beranjak meninggalkan mereka.

Usai sosok sang suami sudah menghilang, Nagita pun terlihat ikut duduk disamping Rayyanza yang tengah asik disuapi Sus Rini.

"Sus, abis ini si ade langsung dimandiin yah? Kita bertiga mau ke rumah Mama", katanya kepada Sus Rini.

"Oh, baik.. baik, Mbak..", jawab Sus Rini yang selang sedetik kemudian baru menyadari sesuatu.

"Eh, Mbak?"

Nagita yang sedang memperhatikan wajah imut sang putra, sontak menengok ke arah Sus Rini, "Iya, Sus? Kenapa?"

"Maaf, Mbak.. kita berangkat ke rumah Ibu Rita, cuman bertiga doang?" tanya Sus Rini.

Nagita kemudian tersenyum, "Wah, iya.. aku belom bilang yah?"

"Ini loh, Sus.. Om Merry hari ini diminta Raffi buat nemenin dia di tempat syuting, soalnya si Sensen tuh lagi gak enak badan katanya..", terang Nagita.

Mendengar penjelasan Nagita, wajah Sus Rini terlihat berubah menjadi agak khawatir. Nagita yang menyadari hal itu, terlihat langsung berusaha menenangkan wanita berkerudung tersebut.

"Udah.. Sus gak usah khawatir.."

"Aku hari ini gak ada kerjaan di luar kok, palingan cuman ke tempat Mama aja, itu pun kan bakal ditemenin sama Sus Rini.."

Sus Rini yang merasa bahwa perkataan sang majikan memang ada benarnya akhirnya menjadi cukup tenang.

"Wah, syukurlah kalo gitu.."

"Saya mah bukan apa-apa, Mbak.. saya tuh cuma takut aja kalo Pak Tarjo nanti malah berani macem-macem kalo Mbak keluarnya cuman sendiri.."

"Enggak bakalan, Sus.. tenang aja..", balas Nagita.

Sedetik kemudian, wanita cantik itu kemudian bangkit dari kursinya, lalu berjalan menuju ke arah tangga.

"Saya ke bawah dulu, Sus.. mau nyuruh Pak Tarjo nyiapin mobil"

"Iya, Mbak..", jawab Sus Rini dengan lembut.

Dengan masih mengenakan pakaian rumahan bekas ia tidur, Nagita pun langsung menuruni anak tangga. Kecantikan yang natural seolah terpancar dari wajah cantiknya saat itu. Begitu ia tiba di lantai satu, perempuan cantik itu langsung saja melangkah menuju ke arah teras rumah.

Disana sudah ada sosok Tarjo yang tengah sibuk mengelap-ngelap kecil bodi dari kendaraan pribadi miliknya. Walau semalam pulang dengan keadaan mabuk, namun di pagi itu Tarjo seperti biasa sudah standby di depan kediaman Nagita guna memanaskan dan mengecek kondisi dari mobil sang majikan.

Matanya terlihat masih sayu ketika sedang sibuk membersihkan kaca mobil. Aroma nafasnya pun juga masih tercium bau alkohol dengan lumayan jelas walau saat bangun tidur tadi, ia sudah menengak 2 gelas air hangat. Kebiasaannya yang memang dari kecil sudah terbiasa hidup jorok, membuat Tarjo jarang sekali mandi pagi atau minimal menggosok gigi setiap pagi hari.


"Duh, masih rada puyeng nih pala gua!", keluhnya.

Sedang asik-asiknya pria tua tersebut mengeluh, sebuah suara yang sudah tak asing lagi di telinganya, tiba-tiba sudah terdengar memanggil namanya, "Pak! Pak Tarjo!"

Tarjo yang memang kepalanya masih sedikit sempoyongan akibat sisa mabuk semalam, mendadak seperti mendapatkan kekuatan ekstra begitu melihat Nagita yang tengah berdiri di ambang teras rumah.

"Eh, si montok calon istri gua tuh, hehe.." kelakar Tarjo dalam hati yang saat itu juga segera menghentikan kegiatannya dan bergegas menghampiri sosok Nagita.

Dengan sedikit menjaga jarak berdiri agar sang majikan tak mencium aroma nafasnya yang masih beraroma alkohol, Tarjo pun langsung saja menyapa majikan cantiknya itu, "Pagi, Non.."

"Iya, pagi, Pak!"

"Nanti sejam lagi anterin saya, Sus Rini sama Adek ke rumahnya Mama yah"

"Baik, Non.."

"Saya mau ke atas dulu buat siap-siap.."

"Iya, Non.. biar saya standby disini aja.."

Nagita pun terlihat hanya mengangguk kecil kemudian segera berlalu dari hadapan Tarjo dan masuk kembali ke dalam rumah megahnya.

Sementara Tarjo, nampak masih terus berdiri sambil memandangi liukan bokong Nagita saat wanita cantik tersebut melangkah pergi meninggalkan dirinya.

"Ckck.. buset.. pagi-pagi gini ngeliat pantat semoknya Non Gigi bikin gua ngaceng parah aje dah!", seloroh Tarjo sambil memegangi kemaluannya yang telah mengeras dari balik celananya.

"Mana mukanya baru bangun tidur gitu lagi, duh..."

"Bangsat! Gua harus coli dulu nih kayaknya!", sambung Tarjo yang memang mudah sekali terangsang setiap melihat majikan cantiknya tersebut.

Satu jam kemudian.

Suara langkah kaki Nagita yang tengah menggendong Rayyanza beserta Sus Rini dibelakangnya sudah terdengar menuruni anak tangga rumah megah tersebut.

Penampilan Ibu 2 anak tersebut terlihat sangat cantik kala itu. Aroma parfum mahal yang melekat di badan serta pakaiannya benar-bener bisa tercium dengan jelas.

Ketiganya nampak langsung menuju ke teras rumah dengan ditemani salah seorang art dirumah itu yang terlihat ikut mengantarkan mereka.

"Ini Sus tasnya adek..", kata art tersebut sambil memberikan sebuah tas berisi perlengkapan bayi kepada Sus Rini.

"Makasih, Bi..", balas Sus Rini yang langsung mengaitkan pegangan tas tersebut ke salah satu pundaknya.

Di saat yang bersamaan, Nagita yang tengah menggendong Rayyanza terlihat celingak-celinguk menengok ke arah sekitaran halaman rumah. Wanita cantik tersebut tengah mencari keberadaan Tarjo yang kala itu malah tak terlihat ada disana.

"Bi, Pak Tarjo kemana sih?"

"Loh, tadi disini loh orangnya, Mbak..", kata si art yang juga baru sadar jika sosok Tarjo yang semula sudah standby di depan rumah, malah kini tidak berada disana.

Tak mau membuang waktu, Nagita pun segera memerintahkan art tersebut untuk mencari keberadaan sosok Pak Tarjo saat itu juga.

"Panggilin deh, Bi.. di kamarnya kali.."

"Iya, Mbak.. sebentar, saya panggilin.."

Si art pun dengan tergopoh-gopoh bergegas menuju ke kamar Tarjo yang terletak di bagian belakang lantai 1 rumah itu.

Setibanya ia di depan kamar Tarjo, pintu kamar pria tua tersebut terlihat terkunci dari dalam yang sekaligus menandakan jika si penghuni kamar memang berada di dalam sana.

Tok.. Tok.. Tok..

"Pak! Pak Tarjo!"

Di dalam kamar tersebut, si tua bangka yang ternyata dengan kondisi tak mengenakan celana baru saja terlihat membuka matanya.

"Hoayem.. siapa sih ganggu gua aje!"

Suara si art pun lagi-lagi kembali terdengar, "Pak Tarjo! Pak!"

"Ditungguin Mbak Gigi di depan tuh!"

Tarjo yang masih terbaring di atas kasur mendadak meloncat saat itu juga.

"Wah, anjing! Gua kan harus nganterin si Non Gigi!", ujar Tarjo sambil menepuk jidat.

Dengan secepat kilat, ia langsung meraih celana jeans dekil miliknya yang tergeletak di lantai kamar. Celana tersebut tentunya adalah celana yang ia kenakan sejak pergi ke Yayasan kemarin sore.

"Brengsek! Gara-gara sibuk coli ampe ketiduran dah gua!", gerutu Tarjo yang kemudian segera balas menyahuti panggilan si art.

"Iya, bentar Bi..", sahutnya dari dalam kamar sambil segera menuju pintu kamar usai mengenakan celana.

Begitu pintu kamar miliknya telah ia buka, si art langsung melotot menatap Tarjo, "Duh, Pak Tarjo ngapain sih?"

"Itu loh, Mbak Gigi udah nunggu di depan tuh!"

"Anu, Bi.. saya cuman lagi beres-beres kamar", balas Tarjo yang langsung berbohong.

Si art yang sekilas sempat mengintip sebelum pintu kamar Tarjo kembali ia tutup, tampak tak percaya dengan perkataan pria tua tersebut. Hal itu disebabkan karena dirinya sempat melihat jika pada lantai kamar Tarjo masih terdapat beberapa puntung rokok yang berserakan. Akan tetapi, karena merasa itu semua bukan merupakan urusannya, si art tersebut lantas tidak menanggapi hal itu.

"Saya ke depan dulu, Bi..", pamit Tarjo yang sedari tadi terlihat menjaga jarak dengan posisi si art akibat takut wanita itu bisa mencium aroma alkohol dari mulutnya.

"Iya.. iya, sana"

Setibanya Tarjo di teras rumah, ia langsung saja terkesima dengan penampilan sang majikan.


pdxUbKaq_t.jpg



Aroma parfum mahal dari tubuh wanita cantik itu seketika membuat bulu kuduk Tarjo merinding. Ingin sekali rasanya ia langsung memeluk erat majikan montoknya tersebut.

"Pak, dari mana aja sih?

"Anu, Non.. maaf, saya lagi beberes kamar tadi.."

"Haduh.. ya udah, ayo kita berangkat"

"B.. baik, Non.."

Pria tua tersebut kemudian langsung membuka pintu mobil pribadi milik Nagita yang langsung disambut wanita cantik itu dengan segera masuk ke dalam sembari menggendong Rayyanza yang diikuti dengan Sus Rini setelahnya.

Setelah semuanya dirasa sudah siap, Tarjo langsung saja melajukan kendaraan mewah tersebut menuju kediaman Ibunda sang majikan, yaitu, Rieta Amelia atau yang kerap disapa dengan panggilan Mama Rita.










bersambung...
 
Akhirnya muncul ke permukaan.
Terima kasih update nya suhu
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd