Kembali dengan Cerita Selanjutnya
Untuk Cerita Sebelumnya bisa dilihat pada Thread ini
https://v1.semprot.com/threads/1153606?-Romance-with-Sibad (FIRST STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1154348?-4-Days-with-Gita-Sinaga (SECOND STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1155738?-THIRD-STORY-It-s-Hurt-Zaskia (THIRD STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1158702?-FOURTH-STORY-Kara-You-re-Doing-Good (FOURTH STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1158780?-FIFTH-STORY-Can-t-Focus-Marissa! (FIFTH STORY)
Part 1
Hari - hari sebagai Supervisor kunikmati bagai air mengalir. Tugasku memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan tanpa kendala dan masalah. Kalaupun ada, akan dicari solusinya. Meski, lebih intens menghabiskan waktu mengunjungi tempat yang memakai jasa Plumbing, tidak lupa saran dan keluhan selalu aku terima untuk kemajuan perusahaan.
Seperti hari - hari sebelumnya, aku rutin melakukan kunjungan di sana - sini. Ponselku berdering.
"Halo, dengan Grha."
"Grha, ini aku, Icha."
"Oh, Icha. Ada apa? Tumben kau meneleponku?"
Ya, hubunganku dengan Marissa agak sedikit cooldown sejak ia ke rumahku. Sebagai penebus kesalahannya, ia sering mencoba menyenangkanku. Kuterima, walau tidak bisa sepenuhnya memaafkan dirinya. At least, she's not tricking me again.
"Gimana kerjaannya? Kudengar kau kerja di perusahaan Plumbing."
"Tepat sekali. Sekarang aku sedang di daerah Jakarta Barat."
"Oh, bisa benerin pipa aku gak yang di apartemen?"
"Kalo apartemen biasanya kan ada maintenancenya. Kalaupun dibenerin, mesti di urutin dulu dan minta izin pengelola."
"Kamu masih aja nanggepin serius, aku kan cuma mau pipa kamu itu ditancepin ke aku."
"Cha, emang lagi sepi job?"
"Enggak sih. Sinetron lumayan jalan, MC meeting masih."
"Ngentotin orang masih kan?"
"Kalo itu gak perlu di bahas. Oiya, aku lagi di meja no 15 di pojokan cafe. Keluar gih temenin aku."
Kebetulan, aku sedang kunjungan di sebuah cafe di bilangan Jakarta Barat. Aku mengamati pekerjaan anak buahku. Walaupun, sebenarnya ada Area Leader dan aku tinggal duduk terima laporan. Rasanya tidak nyaman saja bekerja seperti itu.
"Tahu aku di Cafe darimana?."
"Udah ah. Cepet temuin aku."
Marissa menutup teleponnya. Aku memberi instruksi agar tetap melakukan pekerjaannya. Benar saja, Marissa duduk di meja di pojok Cafe.
"Kau mengikutiku kesini?"
"Tadi, sebenarnya ada rencana ketemu orang. Tapi, aku melihatmu mengendarai motormu kesini."
"Tidak apa kau mengikutiku."
"Gimana tawaran aku tadi, bisa gak dikerjain? Tenang aja, aku gak videoin kamu koq. Just sexual desire."
"To do point kamu orangnya, Cha."
"Kamu juga orang yang serius dengan pekerjaan. Ini juga "pekerjaan" yang harus diseriusin."
"Iya, aku kerjain koq."
Ia mengambil tas membayar minumannya dan menarik tanganku.
"Mau kemana, Cha?"
"Ikut aja. Telpon aja anak buahmu nanti."
Ia mengajak ke sebuah gedung. Di ruang tunggu supir di basement terbawah.
"Disini aja ngerjainnya."
"Yakin aman? Ini ruang tunggu loh."
"Aman koq. Orang paling males kalo parkir di basement sini. Kejauhan."
"Tahu dari mana?"
"Soal itu gak penting. Pokoknya aman."
Aku mengamati sekitar. Tidak ada semacam benda yang menjadi CCTV. Marissa sudah memperlihatkan sebagian payudaranya kepadaku. Aku melingkarkan jemariku menyentuh payudaranya.
"Ooohhh......kerangsang banget akunya kalo diginiin." Marissa menggapai celana dan membuka restsletingnya. Penisku masih mengendur.
"Aaahhhh.....kocokanmu bikin gak tahan, Cha." Jemarinya lentik menggenggam mesra membimbingnya agar mengeras.
Sementara, aku masih sibuk dengan payudaranya dan sesekali melumat bibirnya. Penisku dilumuri ludahnya dan ia mengangkang lebar memperlihatkan Vaginanya. Aku melakukan penetrasi.
"Aaaahhhh.......ooooohhhhh......kering....kering.....vagina aku kering..."
Kurasakan vaginanya tidak basah. Ia memaksakan vaginanya menerima penisku.
"Aku basahin dulu punya kamu."
"Gak usah. Sodok aja nanti basah sendiri."
Penetrasi ini menyakitkan bagi Marissa. Ia menikmatinya dengan meringis. Penisku merasakan kasarnya vagina Marissa yang kurang basah. Pelan tapi pasti, aku mulai terbantu dengan cairan yang melumasi vaginanya. Rasa sakit kini berganti menjadi erangan nikmat penuh arti.
"Aaaahhhhhh........oooooooccccchhhhh.....terus.....terusssss........sodokin terus...."
"Ah....ah.....ah....ah.....ah....ah.....ah.....ah....ah"
Sial, ponselku berdering. Dari anak buahku. Aku menjawab teleponnya tanpa melepaskan Marissa.
"Halo....ada apa?"
"Pak, sudah selesai pekerjaannya. Manager Cafe ingin bertemu bapak."
"Ohh....iya....tunggu sebentar....saya kesana?"
"Bapak tidak apa - apa? Sepertinya bapak sedang kelelahan?"
"Iya, aku sedang menuju kesana sambil berlari.....aaahh."
"Baik, Pak. Kami sekalian nunggu bapak."
Setelah menelepon. Aku menggenjot Marissa membabi buta. Ku kerahkan segenap tenagaku. Aku mencabut penisku keluar dan mengocok penisku di depan liang vaginanya.
"Aaaaaahhhhh.......cccccrrrroooottttt......cccccrrrroooottttt.....ccccccrrroooottttt....cccccccrrrrooootttttt."
Spermaku berhamburan di vaginanya. Marissa melihat vaginanya basah oleh sperma. Ia juga kelelahan.
"Aku harus balik, Cha."
"Tungguin aku juga capek."
Aku menyetir mobil Marissa menuju Cafe.
"Kerasa panas vagina aku. Apalagi, kamu pejuhin aku di luar."
"Aku gak mau pejuhin kamu di dalem asal - asalan. Habis ini kan, kamu bisa crot di dalem sama orang lain."
"Aku juga gak sembarangan kali."
"Selesai kan kerjaanku."
"Iya, lain kali bisa dikerjain lagi. Pasti butuh lagi. Dan, berikutnya harus dibuang yang bener."
Aku menuju Cafe dan menyelesaikan pekerjaanku disana. Marissa langsung pergi ke tempat yang ia tuju.
Beberapa sejak Marissa menemuiku. Aku menemui Pak Hasan selaku Manager Area. Ia memanggilku karena ada masalah dengan Area tertentu.
"Selamat siang Pak Hasan."
"Oh, Grha. Masuklah."
"Ada apa ya pak? Sampai memanggil saya kesini."
"Saya melihat performa anda di area jakarta barat. Saya puas dengan pekerjaan anda. Anda tidak sungkan untuk turun ke lapangan."
"Saya hanya bekerja sesuai standar saya. Mendengar keluhan pelanggan dan saran mereka sekaligus menjalin komunikasi baik secara struktural dan manajerial."
"Langsung ke permasalahan. Ada masalah yang datang di mejaku. Masalahnya, ada sebuah restoran yang sudah lama menjadi klien. Sudah dari beberapa bulan yang lalu, mereka selalu mengeluhkan buruknya pelayanan jasa yang dilakukan. Langkah perbaikan tidak kunjung menyelesaikan masalah yang ada. Perusahaan ini akan rugi karena restoran ini adalah klien besar. Jika kita tidak bisa menyelesaikannya, aku takut hal ini akan merugikan perusahaan dan kredibilitas perusahaan. Aku mencegah hal ini terjadi."
"Baik, Pak. Saya akan menangani masalahnya."
"Ini dokumen mengenai data - data yang diperlukan."
Aku mendapat tugas untuk menangani sebuah proyek pemipaan di sebuah restoran yang sedikit bermasalah.
Besoknya, aku menuju ke restoran yang dituju. Seorang waitress menyambutku begitu aku memasuki tempat itu.
"Silahkan pak mau pesan apa?"
"Tidak. Saya dari Perusahaan Plumbing PT. Xxxx. Saya kesini ingin bertemu dengan Manajer disini."
"Mohon ditunggu."
Waitress itu menuju ke dapur dan ia kembali dengan menyuruhku menunggu di ruangan khusus untuk tamu. Aku duduk dan seorang perempuan masuk. Wajahnya cantik. Namun, cukup antagonis. Ia masuk dan menatapku dengan kebencian. Ia membentakku.
"Bapak. Saya sudah berkali - kali menghadapi orang - orang dari perusahaan itu. Bapak mau apa? Tagihan Invoice? Maintenance asal - asalan? Bapak sudah membuat saya tidak nyaman dengan kedatangan bapak." Ia marah besar dan mengamuk sambil menggebrak meja. Aku masih terdiam menunggu mereda. Ia mencengkram kerah bajuku. Kebetulan, aku memakai seragam perusahaan.
"Asal bapak tahu, saya sudah capek dengan anak buah bapak dan jasa bapak. Apa bapak akan melakukan teror kepada saya?"
Ia melepaskanku dan duduk di depanku. Ia mengatur nafasnya agar tidak berkeringat.
"Bapak diem aja. Bapak ada urusan apa?"
Aku mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"Perkenalkan, saya Grha."
"Langsung aja gak usah basa - basi. Saya gak punya banyak waktu." Ia menolak untuk berjabat tangan.
Aku mengeluarkan dokumen dan sebuah kertas. Alat tulis tergenggam di tangan kananku.
"Saya kesini diutus untuk mencoba menyelesaikan masalah yang ada."
"Nanti setelah ini apa? Ada masalah lagi."
"Bu, saya disini baru pertama kali kesini."
"Semua orang bilang begitu."
"Saya kesini akan berusaha menyelesaikan masalah dan tidak akan terjadi lagi seperti sebelumnya."
"Pembicaraan ini tidak berguna sama sekali."
Aku berdiri. Aku marah atas sikapnya yang tidak hormat.
"Sebelumnya, Bu. Saya minta maaf apabila kedatangan saya mengganggu ketenangan anda. Tetapi, saya disini berusaha untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Jika Ibu memiliki masalah dengan orang sebelumnya, saya akan membantu Ibu selesaikan masalahnya. Ibu boleh saja menganggap semua orang yang mendatangi Ibu sebelumnya sama. Tetapi, tidak kali ini. Saya disini murni karena masalah anda."
Aku kembali memasukkan dokumenku. Aku mengeluarkan form kunjungan dan meninggalkannya.
"Silahkan Ibu mengisi form ini. Mohon maaf saya tidak mau berlama - lama karena Ibu disini juga tidak dalam kondisi yang baik. Terima kasih telah menemui saya."
Aku keluar dari restoran dan kembali fokus dengan area ku sendiri. Shit, baru kali ini aku menjadi bulan - bulanan cewek sialan. Untung cewek. Kalo tidak, berantem pasti.
Sore hari mulai bersambut. Waktunya untuk pulang. Baru aku ingin pulang, seseorang meneleponku. Private number.
"Halo."
"Halo, benar ini Grha dari Perusahaan Plumbing?"
"Iya. Tepat sekali. Saya bicara dengan siapa?"
"Saya Syifa. Saya orang yang di restoran tadi."
Suaranya berbeda saat marah - marah dan kalem seperti ini.
"Iya, Bu Syifa. Saya bisa ambil form nya?"
"Silahkan, Pak. Saya sudah mengisinya."
"Baik, Bu. Saya segera kesana."
Aku sampai disana petang. Kembali di ruangan dimana aku dimarahi tadi. Ia sendiri menghampiriku dengan pakaian santai. Kaos putih bercelana jeans pendek dengan kacamata besar.
"Mohon maaf saya tadi dari rumah terus kesini."
"Saya minta maaf telah merepotkan Ibu."
"Panggil Syifa aja. Saya belum Ibu - ibu."
"Baik, Syifa."
Penampilan Nerdy-nya natural. Ingin rasanya aku menerkamnya.
"Sehubungan dengan peristiwa tadi pagi. Saya dari lubuk hati terdalam, menyampaikan maaf. Saya sudah bertindak dengan kasar dan tidak sopan. Saya tidak mendengarkan anda."
"Tidak apa - apa, Syifa. Itu perilaku normal yang terjadi saat offensif."
"Saya sudah capek dengan kejadian beberapa bulan terakhir. Rasanya, saya sudah ingin melepaskan jasa plumbing dari perusahaan anda."
"Saya akan mencoba menyelesaikan mengapa hal ini bisa terjadi seperti janji saya tadi."
"Saya benci ada yang meneror saya yang mengatasnamakan perusahaan anda. Tetapi, saya tidak dapat membuktikan siapa dia?"
"Saya berjanji akan menuntaskan masalah ini demi anda."
Syifa terperangah mendengar perkataanku.
"Maksud saya, demi restoran anda."
Ia tersenyum mendengarku. Kami mulai ngobrol apa saja yang terjadi.
"Saya sepertinya pernah liat di sinetron dan majalah."
"Iya, saya pernah jadi bintang sinetron dan Miss Indonesia 2010. Asyifa Latief pakai ef. Di browsing aja nanti."
"Pantas saja. Saya pernah lihat wajah anda. Tapi, beda ya."
"Orang - orang kadang bisa ngenalin saya. Anda cukup hebat bisa ngenalin saya."
"Di televisi, anda jadi perannya antagonis."
"Seperti ini?" Ia melepas kacamata dan menatapku persis seperti orang yang dendam.
"Aduh, gak kuat di liatinnya kaya gitu."
"Kenapa?"
"Terintimidasi banget."
"Anda bisa saja. Nama kamu juga aneh, Grha."
"Nama itu menjadi hoki buat saya."
"Hoki? Emang hoki apaan?"
"Sekarang bisa ketemu Syifa."
"Udah mantan Miss kali."
"Tetap saja Miss Indonesia. Itu hal yang patut dibanggakan."
"Ah. Kamu memuji aku terus."
Setelah chit chat dan menikmati minuman yang disediakan. Aku bergegas pulang.
"Tunggu. Scan barcode bbm biar nanti gampang ngehubunginnya."
"Baiklah."
Aku membuka barcode bbm di ponselku dan di scan olehnya.
"Terima kasih, Pak Grha."
"Terima kasih juga, Ibu Syifa."
Aku harus menyelesaikan masalah yang terjadi padanya.
Pagi esoknya, aku memanggil para pekerja yang menangani restoran Syifa. Ada 2 orang yang bertanggung jawab. Yaitu Siagian dan Narda.
"Pak Siagian dan Pak Narda. Dari data yang saya peroleh, kalian yang bertugas selama beberapa bulan ini untuk melakukan maintenance Plumbing pada Restoran Xxxx. Saya sudah melihat teknik, skema, dan bahan digunakan. Saya rasa tidak ada masalah. Tapi, mengapa ada hal yang tidak beres? Saya ingin tahu sebabnya."
"Anu, Pak. Saya bersama Narda sudah melakukan pekerjaan sesuai SOP. Dan, hasilnya baik. Saya sendiri tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi pada kami."
"Ada sesuatu yang bisa diceritakan?"
"Tidak ada, Pak."
"Kalian akan melakukan Maintenance Plumbing di tempat itu kapan?"
"Hari kamis, Pak."
"Aku akan ikut dengan kalian."
"Baik, Pak."
Aku bersama mereka melakukan pekerjaan Maintenance Plumbing. Aku mengawasi pekerjaan mereka. Syifa sendiri mengapresiasi kehadiranku disana.
"Saya tidak menyangka anda akan terjun langsung kali ini, Grha."
"Saya hanya menjalankan tugas. Saya sudah janji kepada Syifa menyelesaikan masalah ini."
"Boleh aku berbicara sesuatu?"
"Boleh saja."
"Ayo ikut ke ruangan aku."
Aku masuk ke sebuah ruangan yang cukup nyaman.
"Maaf, tempat kerja yang ala kadarnya."
"Tidak apa - apa, Syifa. Oiya, ada apa ya?"
"Aku ingin mengajakmu menunggui pekerjaan mereka."
"Tapi, ini ruangan kerja kamu, Syifa."
"Udah gak apa - apa. Lagian capek formal terus di depan kamu."
"Iya deh. Kamu kenapa murung?"
"Semoga hal ini bisa selesai."
"Pasti koq."
Aku melihat parasnya yang sedikit tenang.
"Apaan sih kamu liatin akunya kaya gitu. Ntar naksir loh."
"Maaf. Soalnya kamu juga masih murung juga tadi."
"Sekarang enggak koq."
Ia melemparkan senyum manisnya. Shit, aku bisa jatuh cinta kepadanya.
"Senyuman kamu bikin aku naksir loh."
"Oiya? Berarti aku cantik dunk."
"Kamu udah cantik juga, Syifa."
Tangannya berpagut pada kedua pipinya. Ia melihatku yang sibuk mencari form kunjungan.
"Jadi, bisa bantu isi form aku?"
Ia memainkan pulpen ditangannya. Di genggam dan diremasnya. Diusap - usapnya di mukanya. Diciumi dan dijilatnya. Sambil ia mengisi formku. Aku sendiri sampai berpikiran yang tidak - tidak kepadanya dan penisku memberontak di dalam celana.
"Syifa, bisakah...."
"Maaf. Aku tidak tahu kau masih disini. Ini jadi kebiasaanku."
Ia mengisi form dengan singkat. Aku melihat kalungnya yang unik. Bentuknya seperti batang tipis dan berwarna perak dengan ujung keemasan diatasnya.
"Kalung kamu unik, Syifa."
"Oh. Ini. Unik gimana?"
"Ya unik aja."
Waitress masuk dan memberitahukan pekerjaan sudah selesai. Aku mengecek pekerjaan mereka dan pamit kepada Syifa.
"Syifa. Aku balik dulu. Aku udah ngecek dan semuanya baik - baik aja."
"Malem ini, ikut aku yuk."
"Kemana?"
"Nanti aku hubungin."
"Oke."
Malam harinya, aku kembali ke restoran. Kulihat ia tengah berdiri di luar restoran.
"Sudah lama, Syifa?"
"Lumayan sih."
"Tadi agak telat keluar soalnya."
"Pake motor kamu boleh? Bosen, naik mobil terus - terusan."
"Iya boleh."
Syifa mengajakku ke acara Urban Street Food. Setelah berkeliling, kami menikmati Ice Cream Rolls dengan rasa yang kami sukai. Syifa sendiri sudah mencicipi berbagai jajanan yang disediakan disini.
"Kamu suka green tea, Syifa?"
"Pengen coba aja. Kamu sendiri mainstream banget rasa coklat."
"Aku gak pandai milih. Adik aku sering aku beliin es krim rasa coklat."
"Dimana adik kamu sekarang?"
"Di kampung halaman. Entah masih mengenaliku atau tidak, karena aku meninggalkan adikku berumur 3 tahun. Mungkin, saat ini sedang sekolah dasar."
"Kamu belum pernah pulang?"
"Udah pernah. Namun, adik aku gak ngenalin. Wajar aja lah aku lama disini."
"Sorry dengernya."
"Gak apa. Kamu makannya pelan - pelan. Belepotan kena baju nanti."
Aku mengelap bibirnya dengan tisu dan memegangi rambutnya.
"Makasih."
Kami salah tingkah. Ia masih meneruskan makannya hingga tersisa sedikit.
"Nih, aku suapin. Gak boleh makan pake tangan kiri."
Ia menyendok es krim dari tempatku dan menyuapinya.
"Sekali - kali, coba rasa green tea. Nih, makan yah."
Aku patuh saja dengan perintahnya. Cuaca cerah malam ini menjadi saksi kami berdua dan memutuskan untuk pulang ke rumah.
"Makasih yah udah mau nemenin aku."
"Aku yang makasih udah diajak."
"Kamu orangnya asyik ternyata."
"Biasa aja, Syifa. Kamu juga asyik koq."
Aku berhenti di sebuah gerobak penjual nasi goreng.
"Bentar, ya. Tunggu disini."
Aku menghampirinya dan memberikannya sejumlah uang untuk ditukarkan nasi goreng.
"Grha, sini."
"Iya, Syifa."
"Tadi kan udah makan? Mau makan lagi?"
"Enggak. Bukan buat aku. Tuh, liat. Ada kakek - kakek tukang semir sama istrinya. Makanan ini buat mereka."
Aku menyeberang jalan dan menyerahkan makanan dan minuman untuk mereka.
"Yuk dilanjutin lagi. Dari tadi berangkat, aku lihat mereka gak ada yang make jasa mereka. Sekejam - kejamnya Ibukota jangan sampe bikin nurani kita ikutan kaya gitu."
"Kenapa baru muncul sih orang seperti kamu di hidup aku." Gumam Syifa.
"Syifa, dipake helmnya dunk."
"Ah. Iya. Bentar ada telepon." Ia mengangkat telepon dan menjauhiku. Ia mendekatiku dalam kondisi panik.
"Bisa tolongin anterin aku ke Mall Xxxx?"
"Ada apa?"
"Nanti dijelasin."
Aku memacu motorku bersama Syifa.
"Cepetan, Grha."
"Iya, Syifa."
Setelah sampai, Syifa terburu - buru menuju lantai LG yang sudah sepi.
"Syifa, tunggu. Ada apa sebenarnya?" Aku menahan tangannya menghentikan langkahnya.
"Keponakan cewek tante-ku berulah lagi. Aku harus bikin dia pulang."
Ia melepaskanku dan terus menuju sebuah ruko yang cukup besar. Tidak terlihat seorang security pun disini. Ia membuka rolling door dan muda mudi seusia anak SMP berkerumun menyaksikan tarian yang dilakukan oleh mudi SMP. Syifa menyeret seorang penari dan sempat menyalak - nyalak meluapkan emosi.
"Syifa. Mengapa keponakanmu?"
"Aku gak sanggup buat ngejelasinnya." Syifa berlinang air mata. Tangisnya akan segera pecah.
Keponakannya yang memakai pakaian minim ditutupinya dengan jaket yang ia pakai. Di luar, aku mencegat taksi untuk Syifa.
"Syifa, kamu tenangin diri kamu. Ini pakai aja jaket aku biar gak dingin."
Aku berpesan kepada supir taksi mengantarkannya ke rumah dalam keadaan selamat.
2 hari kemudian, Syifa menghubungiku.
"Hey, Grha."
"Hey, Syifa. Gimana keadaan kamu?"
"Baik koq. Bisa datang ke restoran? Aku pengen ngobrol sesuatu."
"Hmmm....nanti jam 2 an aku kesana. Tanggung aku selesein dulu kerjaan aku."
"Aku tunggu ya."
Semoga saja ia tidak apa - apa. Waktu berlalu. Kini, aku bersamanya di ruang kerjanya.
"Jadi begitu ceritanya. Pantes aja kamu kuatir kemarin."
"Makanya, tante aku selalu kuatir dengan pergaulan keponakanku itu."
"Itu jaket aku? Kamu pake terus ya."
"Abis enak sih. Gak mau aku balikin pokoknya."
"Tapi jangan lupa dicuci. Bau badan aku itu."
"Biarin aja."
Ia menghirup kerah jaketku dalam. Ia menikmati bau lelaki yang melekat.
"Jadi iri akunya. Coba aja aku jadi jaketnya."
"Ngarep ya kamunya? Hayo?"
"Aku kan normal, Syifa."
"Hihihi....."
"Oiya, gimana Plumbingnya. Ada sesuatu?"
"Baru keinget. Soal Plumbing, aku pengen nanya ke kamu. Emang ada kunjungan kedua?"
"Kunjungan kedua? Seinget aku jadwal mereka masih minggu depan."
"Setiap kali aku gak ada di tempat. Biasanya ada kunjungan ke dua. Aku sudah pernah nanya ini ke Pak Antos. Dia bilang itu kunjungan tentatif aja. Gak setiap saat."
"Aku sebenernya gak megang area sini. Tapi, di areaku. Setiap pekerjaan harus selesai dalam sekali datang kalo urusan Plumbing. Beda urusan kalo Instalasi Plumbing atau ubah Plumbing yang rumit. Kalo maintenance sih gak perlu 2 kali kunjungan. Kalopun ada, harus sesuai persetujuan dari vendor dan klien."
"Mereka kesini nuangin semacam cairan. Katanya sih buat ngebersihin pipanya."
"Boleh aku liat?"
Aku mengecek saluran air di dapur dan kamar mandi. Aku melihat ada yang tidak beres.
"Sepertinya tempat ini sering dibongkar?"
"Ya begitulah. Katanya air sini ngerusak pipa yang dipasang. Pernah sampe merembes keluar."
"Baiklah. Aku akan telepon teknisinya."
Aku menelepon Pak Hasan meminta izin untuk memanggil teknisi di areaku.
"Nanti teknisi dari areaku datang kemari. Dia akan memberitahu apa yang terjadi."
"Haruskah aku isi form lagi?"
"Tentu saja, Syifa."
Kembali ke ruangan. Ia segera mengisi form yang kuberikan.
"Deketan dunk. Bener gak ngisinya."
Aku berdiri di sampingnya. Wangi rambutnya terendus di dekatku. Di dekatkannya hidungku dengan kepalanya. Wajahku berada di samping wajahnya. Nafasnya dan hidungnya menyentuh pipiku. Sontak, nafsuku perlahan naik.
"Kalau begini bener gak sih?" Dikecupnya pipiku. Aku terkejut.
"Syifa, kamu."
"Itu terima kasih aku udah nganterin aku nemuin keponakan aku."
Aku mengusap - usap kepalanya.
"Ih, poni aku rusak nih."
"Biar bisa kecup kening kamu." Aku mengecup keningnya dan merapikan kembali poninya.
Bersambung Pada Post Selanjutnya.
Untuk Cerita Sebelumnya bisa dilihat pada Thread ini
https://v1.semprot.com/threads/1153606?-Romance-with-Sibad (FIRST STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1154348?-4-Days-with-Gita-Sinaga (SECOND STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1155738?-THIRD-STORY-It-s-Hurt-Zaskia (THIRD STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1158702?-FOURTH-STORY-Kara-You-re-Doing-Good (FOURTH STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1158780?-FIFTH-STORY-Can-t-Focus-Marissa! (FIFTH STORY)
Part 1
Hari - hari sebagai Supervisor kunikmati bagai air mengalir. Tugasku memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan tanpa kendala dan masalah. Kalaupun ada, akan dicari solusinya. Meski, lebih intens menghabiskan waktu mengunjungi tempat yang memakai jasa Plumbing, tidak lupa saran dan keluhan selalu aku terima untuk kemajuan perusahaan.
Seperti hari - hari sebelumnya, aku rutin melakukan kunjungan di sana - sini. Ponselku berdering.
"Halo, dengan Grha."
"Grha, ini aku, Icha."
"Oh, Icha. Ada apa? Tumben kau meneleponku?"
Ya, hubunganku dengan Marissa agak sedikit cooldown sejak ia ke rumahku. Sebagai penebus kesalahannya, ia sering mencoba menyenangkanku. Kuterima, walau tidak bisa sepenuhnya memaafkan dirinya. At least, she's not tricking me again.
"Gimana kerjaannya? Kudengar kau kerja di perusahaan Plumbing."
"Tepat sekali. Sekarang aku sedang di daerah Jakarta Barat."
"Oh, bisa benerin pipa aku gak yang di apartemen?"
"Kalo apartemen biasanya kan ada maintenancenya. Kalaupun dibenerin, mesti di urutin dulu dan minta izin pengelola."
"Kamu masih aja nanggepin serius, aku kan cuma mau pipa kamu itu ditancepin ke aku."
"Cha, emang lagi sepi job?"
"Enggak sih. Sinetron lumayan jalan, MC meeting masih."
"Ngentotin orang masih kan?"
"Kalo itu gak perlu di bahas. Oiya, aku lagi di meja no 15 di pojokan cafe. Keluar gih temenin aku."
Kebetulan, aku sedang kunjungan di sebuah cafe di bilangan Jakarta Barat. Aku mengamati pekerjaan anak buahku. Walaupun, sebenarnya ada Area Leader dan aku tinggal duduk terima laporan. Rasanya tidak nyaman saja bekerja seperti itu.
"Tahu aku di Cafe darimana?."
"Udah ah. Cepet temuin aku."
Marissa menutup teleponnya. Aku memberi instruksi agar tetap melakukan pekerjaannya. Benar saja, Marissa duduk di meja di pojok Cafe.
"Kau mengikutiku kesini?"
"Tadi, sebenarnya ada rencana ketemu orang. Tapi, aku melihatmu mengendarai motormu kesini."
"Tidak apa kau mengikutiku."
"Gimana tawaran aku tadi, bisa gak dikerjain? Tenang aja, aku gak videoin kamu koq. Just sexual desire."
"To do point kamu orangnya, Cha."
"Kamu juga orang yang serius dengan pekerjaan. Ini juga "pekerjaan" yang harus diseriusin."
"Iya, aku kerjain koq."
Ia mengambil tas membayar minumannya dan menarik tanganku.
"Mau kemana, Cha?"
"Ikut aja. Telpon aja anak buahmu nanti."
Ia mengajak ke sebuah gedung. Di ruang tunggu supir di basement terbawah.
"Disini aja ngerjainnya."
"Yakin aman? Ini ruang tunggu loh."
"Aman koq. Orang paling males kalo parkir di basement sini. Kejauhan."
"Tahu dari mana?"
"Soal itu gak penting. Pokoknya aman."
Aku mengamati sekitar. Tidak ada semacam benda yang menjadi CCTV. Marissa sudah memperlihatkan sebagian payudaranya kepadaku. Aku melingkarkan jemariku menyentuh payudaranya.
"Ooohhh......kerangsang banget akunya kalo diginiin." Marissa menggapai celana dan membuka restsletingnya. Penisku masih mengendur.
"Aaahhhh.....kocokanmu bikin gak tahan, Cha." Jemarinya lentik menggenggam mesra membimbingnya agar mengeras.
Sementara, aku masih sibuk dengan payudaranya dan sesekali melumat bibirnya. Penisku dilumuri ludahnya dan ia mengangkang lebar memperlihatkan Vaginanya. Aku melakukan penetrasi.
"Aaaahhhh.......ooooohhhhh......kering....kering.....vagina aku kering..."
Kurasakan vaginanya tidak basah. Ia memaksakan vaginanya menerima penisku.
"Aku basahin dulu punya kamu."
"Gak usah. Sodok aja nanti basah sendiri."
Penetrasi ini menyakitkan bagi Marissa. Ia menikmatinya dengan meringis. Penisku merasakan kasarnya vagina Marissa yang kurang basah. Pelan tapi pasti, aku mulai terbantu dengan cairan yang melumasi vaginanya. Rasa sakit kini berganti menjadi erangan nikmat penuh arti.
"Aaaahhhhhh........oooooooccccchhhhh.....terus.....terusssss........sodokin terus...."
"Ah....ah.....ah....ah.....ah....ah.....ah.....ah....ah"
Sial, ponselku berdering. Dari anak buahku. Aku menjawab teleponnya tanpa melepaskan Marissa.
"Halo....ada apa?"
"Pak, sudah selesai pekerjaannya. Manager Cafe ingin bertemu bapak."
"Ohh....iya....tunggu sebentar....saya kesana?"
"Bapak tidak apa - apa? Sepertinya bapak sedang kelelahan?"
"Iya, aku sedang menuju kesana sambil berlari.....aaahh."
"Baik, Pak. Kami sekalian nunggu bapak."
Setelah menelepon. Aku menggenjot Marissa membabi buta. Ku kerahkan segenap tenagaku. Aku mencabut penisku keluar dan mengocok penisku di depan liang vaginanya.
"Aaaaaahhhhh.......cccccrrrroooottttt......cccccrrrroooottttt.....ccccccrrroooottttt....cccccccrrrrooootttttt."
Spermaku berhamburan di vaginanya. Marissa melihat vaginanya basah oleh sperma. Ia juga kelelahan.
"Aku harus balik, Cha."
"Tungguin aku juga capek."
Aku menyetir mobil Marissa menuju Cafe.
"Kerasa panas vagina aku. Apalagi, kamu pejuhin aku di luar."
"Aku gak mau pejuhin kamu di dalem asal - asalan. Habis ini kan, kamu bisa crot di dalem sama orang lain."
"Aku juga gak sembarangan kali."
"Selesai kan kerjaanku."
"Iya, lain kali bisa dikerjain lagi. Pasti butuh lagi. Dan, berikutnya harus dibuang yang bener."
Aku menuju Cafe dan menyelesaikan pekerjaanku disana. Marissa langsung pergi ke tempat yang ia tuju.
Beberapa sejak Marissa menemuiku. Aku menemui Pak Hasan selaku Manager Area. Ia memanggilku karena ada masalah dengan Area tertentu.
"Selamat siang Pak Hasan."
"Oh, Grha. Masuklah."
"Ada apa ya pak? Sampai memanggil saya kesini."
"Saya melihat performa anda di area jakarta barat. Saya puas dengan pekerjaan anda. Anda tidak sungkan untuk turun ke lapangan."
"Saya hanya bekerja sesuai standar saya. Mendengar keluhan pelanggan dan saran mereka sekaligus menjalin komunikasi baik secara struktural dan manajerial."
"Langsung ke permasalahan. Ada masalah yang datang di mejaku. Masalahnya, ada sebuah restoran yang sudah lama menjadi klien. Sudah dari beberapa bulan yang lalu, mereka selalu mengeluhkan buruknya pelayanan jasa yang dilakukan. Langkah perbaikan tidak kunjung menyelesaikan masalah yang ada. Perusahaan ini akan rugi karena restoran ini adalah klien besar. Jika kita tidak bisa menyelesaikannya, aku takut hal ini akan merugikan perusahaan dan kredibilitas perusahaan. Aku mencegah hal ini terjadi."
"Baik, Pak. Saya akan menangani masalahnya."
"Ini dokumen mengenai data - data yang diperlukan."
Aku mendapat tugas untuk menangani sebuah proyek pemipaan di sebuah restoran yang sedikit bermasalah.
Besoknya, aku menuju ke restoran yang dituju. Seorang waitress menyambutku begitu aku memasuki tempat itu.
"Silahkan pak mau pesan apa?"
"Tidak. Saya dari Perusahaan Plumbing PT. Xxxx. Saya kesini ingin bertemu dengan Manajer disini."
"Mohon ditunggu."
Waitress itu menuju ke dapur dan ia kembali dengan menyuruhku menunggu di ruangan khusus untuk tamu. Aku duduk dan seorang perempuan masuk. Wajahnya cantik. Namun, cukup antagonis. Ia masuk dan menatapku dengan kebencian. Ia membentakku.
"Bapak. Saya sudah berkali - kali menghadapi orang - orang dari perusahaan itu. Bapak mau apa? Tagihan Invoice? Maintenance asal - asalan? Bapak sudah membuat saya tidak nyaman dengan kedatangan bapak." Ia marah besar dan mengamuk sambil menggebrak meja. Aku masih terdiam menunggu mereda. Ia mencengkram kerah bajuku. Kebetulan, aku memakai seragam perusahaan.
"Asal bapak tahu, saya sudah capek dengan anak buah bapak dan jasa bapak. Apa bapak akan melakukan teror kepada saya?"
Ia melepaskanku dan duduk di depanku. Ia mengatur nafasnya agar tidak berkeringat.
"Bapak diem aja. Bapak ada urusan apa?"
Aku mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"Perkenalkan, saya Grha."
"Langsung aja gak usah basa - basi. Saya gak punya banyak waktu." Ia menolak untuk berjabat tangan.
Aku mengeluarkan dokumen dan sebuah kertas. Alat tulis tergenggam di tangan kananku.
"Saya kesini diutus untuk mencoba menyelesaikan masalah yang ada."
"Nanti setelah ini apa? Ada masalah lagi."
"Bu, saya disini baru pertama kali kesini."
"Semua orang bilang begitu."
"Saya kesini akan berusaha menyelesaikan masalah dan tidak akan terjadi lagi seperti sebelumnya."
"Pembicaraan ini tidak berguna sama sekali."
Aku berdiri. Aku marah atas sikapnya yang tidak hormat.
"Sebelumnya, Bu. Saya minta maaf apabila kedatangan saya mengganggu ketenangan anda. Tetapi, saya disini berusaha untuk menyelesaikan masalah yang terjadi. Jika Ibu memiliki masalah dengan orang sebelumnya, saya akan membantu Ibu selesaikan masalahnya. Ibu boleh saja menganggap semua orang yang mendatangi Ibu sebelumnya sama. Tetapi, tidak kali ini. Saya disini murni karena masalah anda."
Aku kembali memasukkan dokumenku. Aku mengeluarkan form kunjungan dan meninggalkannya.
"Silahkan Ibu mengisi form ini. Mohon maaf saya tidak mau berlama - lama karena Ibu disini juga tidak dalam kondisi yang baik. Terima kasih telah menemui saya."
Aku keluar dari restoran dan kembali fokus dengan area ku sendiri. Shit, baru kali ini aku menjadi bulan - bulanan cewek sialan. Untung cewek. Kalo tidak, berantem pasti.
Sore hari mulai bersambut. Waktunya untuk pulang. Baru aku ingin pulang, seseorang meneleponku. Private number.
"Halo."
"Halo, benar ini Grha dari Perusahaan Plumbing?"
"Iya. Tepat sekali. Saya bicara dengan siapa?"
"Saya Syifa. Saya orang yang di restoran tadi."
Suaranya berbeda saat marah - marah dan kalem seperti ini.
"Iya, Bu Syifa. Saya bisa ambil form nya?"
"Silahkan, Pak. Saya sudah mengisinya."
"Baik, Bu. Saya segera kesana."
Aku sampai disana petang. Kembali di ruangan dimana aku dimarahi tadi. Ia sendiri menghampiriku dengan pakaian santai. Kaos putih bercelana jeans pendek dengan kacamata besar.
"Mohon maaf saya tadi dari rumah terus kesini."
"Saya minta maaf telah merepotkan Ibu."
"Panggil Syifa aja. Saya belum Ibu - ibu."
"Baik, Syifa."
Penampilan Nerdy-nya natural. Ingin rasanya aku menerkamnya.
"Sehubungan dengan peristiwa tadi pagi. Saya dari lubuk hati terdalam, menyampaikan maaf. Saya sudah bertindak dengan kasar dan tidak sopan. Saya tidak mendengarkan anda."
"Tidak apa - apa, Syifa. Itu perilaku normal yang terjadi saat offensif."
"Saya sudah capek dengan kejadian beberapa bulan terakhir. Rasanya, saya sudah ingin melepaskan jasa plumbing dari perusahaan anda."
"Saya akan mencoba menyelesaikan mengapa hal ini bisa terjadi seperti janji saya tadi."
"Saya benci ada yang meneror saya yang mengatasnamakan perusahaan anda. Tetapi, saya tidak dapat membuktikan siapa dia?"
"Saya berjanji akan menuntaskan masalah ini demi anda."
Syifa terperangah mendengar perkataanku.
"Maksud saya, demi restoran anda."
Ia tersenyum mendengarku. Kami mulai ngobrol apa saja yang terjadi.
"Saya sepertinya pernah liat di sinetron dan majalah."
"Iya, saya pernah jadi bintang sinetron dan Miss Indonesia 2010. Asyifa Latief pakai ef. Di browsing aja nanti."
"Pantas saja. Saya pernah lihat wajah anda. Tapi, beda ya."
"Orang - orang kadang bisa ngenalin saya. Anda cukup hebat bisa ngenalin saya."
"Di televisi, anda jadi perannya antagonis."
"Seperti ini?" Ia melepas kacamata dan menatapku persis seperti orang yang dendam.
"Aduh, gak kuat di liatinnya kaya gitu."
"Kenapa?"
"Terintimidasi banget."
"Anda bisa saja. Nama kamu juga aneh, Grha."
"Nama itu menjadi hoki buat saya."
"Hoki? Emang hoki apaan?"
"Sekarang bisa ketemu Syifa."
"Udah mantan Miss kali."
"Tetap saja Miss Indonesia. Itu hal yang patut dibanggakan."
"Ah. Kamu memuji aku terus."
Setelah chit chat dan menikmati minuman yang disediakan. Aku bergegas pulang.
"Tunggu. Scan barcode bbm biar nanti gampang ngehubunginnya."
"Baiklah."
Aku membuka barcode bbm di ponselku dan di scan olehnya.
"Terima kasih, Pak Grha."
"Terima kasih juga, Ibu Syifa."
Aku harus menyelesaikan masalah yang terjadi padanya.
Pagi esoknya, aku memanggil para pekerja yang menangani restoran Syifa. Ada 2 orang yang bertanggung jawab. Yaitu Siagian dan Narda.
"Pak Siagian dan Pak Narda. Dari data yang saya peroleh, kalian yang bertugas selama beberapa bulan ini untuk melakukan maintenance Plumbing pada Restoran Xxxx. Saya sudah melihat teknik, skema, dan bahan digunakan. Saya rasa tidak ada masalah. Tapi, mengapa ada hal yang tidak beres? Saya ingin tahu sebabnya."
"Anu, Pak. Saya bersama Narda sudah melakukan pekerjaan sesuai SOP. Dan, hasilnya baik. Saya sendiri tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi pada kami."
"Ada sesuatu yang bisa diceritakan?"
"Tidak ada, Pak."
"Kalian akan melakukan Maintenance Plumbing di tempat itu kapan?"
"Hari kamis, Pak."
"Aku akan ikut dengan kalian."
"Baik, Pak."
Aku bersama mereka melakukan pekerjaan Maintenance Plumbing. Aku mengawasi pekerjaan mereka. Syifa sendiri mengapresiasi kehadiranku disana.
"Saya tidak menyangka anda akan terjun langsung kali ini, Grha."
"Saya hanya menjalankan tugas. Saya sudah janji kepada Syifa menyelesaikan masalah ini."
"Boleh aku berbicara sesuatu?"
"Boleh saja."
"Ayo ikut ke ruangan aku."
Aku masuk ke sebuah ruangan yang cukup nyaman.
"Maaf, tempat kerja yang ala kadarnya."
"Tidak apa - apa, Syifa. Oiya, ada apa ya?"
"Aku ingin mengajakmu menunggui pekerjaan mereka."
"Tapi, ini ruangan kerja kamu, Syifa."
"Udah gak apa - apa. Lagian capek formal terus di depan kamu."
"Iya deh. Kamu kenapa murung?"
"Semoga hal ini bisa selesai."
"Pasti koq."
Aku melihat parasnya yang sedikit tenang.
"Apaan sih kamu liatin akunya kaya gitu. Ntar naksir loh."
"Maaf. Soalnya kamu juga masih murung juga tadi."
"Sekarang enggak koq."
Ia melemparkan senyum manisnya. Shit, aku bisa jatuh cinta kepadanya.
"Senyuman kamu bikin aku naksir loh."
"Oiya? Berarti aku cantik dunk."
"Kamu udah cantik juga, Syifa."
Tangannya berpagut pada kedua pipinya. Ia melihatku yang sibuk mencari form kunjungan.
"Jadi, bisa bantu isi form aku?"
Ia memainkan pulpen ditangannya. Di genggam dan diremasnya. Diusap - usapnya di mukanya. Diciumi dan dijilatnya. Sambil ia mengisi formku. Aku sendiri sampai berpikiran yang tidak - tidak kepadanya dan penisku memberontak di dalam celana.
"Syifa, bisakah...."
"Maaf. Aku tidak tahu kau masih disini. Ini jadi kebiasaanku."
Ia mengisi form dengan singkat. Aku melihat kalungnya yang unik. Bentuknya seperti batang tipis dan berwarna perak dengan ujung keemasan diatasnya.
"Kalung kamu unik, Syifa."
"Oh. Ini. Unik gimana?"
"Ya unik aja."
Waitress masuk dan memberitahukan pekerjaan sudah selesai. Aku mengecek pekerjaan mereka dan pamit kepada Syifa.
"Syifa. Aku balik dulu. Aku udah ngecek dan semuanya baik - baik aja."
"Malem ini, ikut aku yuk."
"Kemana?"
"Nanti aku hubungin."
"Oke."
Malam harinya, aku kembali ke restoran. Kulihat ia tengah berdiri di luar restoran.
"Sudah lama, Syifa?"
"Lumayan sih."
"Tadi agak telat keluar soalnya."
"Pake motor kamu boleh? Bosen, naik mobil terus - terusan."
"Iya boleh."
Syifa mengajakku ke acara Urban Street Food. Setelah berkeliling, kami menikmati Ice Cream Rolls dengan rasa yang kami sukai. Syifa sendiri sudah mencicipi berbagai jajanan yang disediakan disini.
"Kamu suka green tea, Syifa?"
"Pengen coba aja. Kamu sendiri mainstream banget rasa coklat."
"Aku gak pandai milih. Adik aku sering aku beliin es krim rasa coklat."
"Dimana adik kamu sekarang?"
"Di kampung halaman. Entah masih mengenaliku atau tidak, karena aku meninggalkan adikku berumur 3 tahun. Mungkin, saat ini sedang sekolah dasar."
"Kamu belum pernah pulang?"
"Udah pernah. Namun, adik aku gak ngenalin. Wajar aja lah aku lama disini."
"Sorry dengernya."
"Gak apa. Kamu makannya pelan - pelan. Belepotan kena baju nanti."
Aku mengelap bibirnya dengan tisu dan memegangi rambutnya.
"Makasih."
Kami salah tingkah. Ia masih meneruskan makannya hingga tersisa sedikit.
"Nih, aku suapin. Gak boleh makan pake tangan kiri."
Ia menyendok es krim dari tempatku dan menyuapinya.
"Sekali - kali, coba rasa green tea. Nih, makan yah."
Aku patuh saja dengan perintahnya. Cuaca cerah malam ini menjadi saksi kami berdua dan memutuskan untuk pulang ke rumah.
"Makasih yah udah mau nemenin aku."
"Aku yang makasih udah diajak."
"Kamu orangnya asyik ternyata."
"Biasa aja, Syifa. Kamu juga asyik koq."
Aku berhenti di sebuah gerobak penjual nasi goreng.
"Bentar, ya. Tunggu disini."
Aku menghampirinya dan memberikannya sejumlah uang untuk ditukarkan nasi goreng.
"Grha, sini."
"Iya, Syifa."
"Tadi kan udah makan? Mau makan lagi?"
"Enggak. Bukan buat aku. Tuh, liat. Ada kakek - kakek tukang semir sama istrinya. Makanan ini buat mereka."
Aku menyeberang jalan dan menyerahkan makanan dan minuman untuk mereka.
"Yuk dilanjutin lagi. Dari tadi berangkat, aku lihat mereka gak ada yang make jasa mereka. Sekejam - kejamnya Ibukota jangan sampe bikin nurani kita ikutan kaya gitu."
"Kenapa baru muncul sih orang seperti kamu di hidup aku." Gumam Syifa.
"Syifa, dipake helmnya dunk."
"Ah. Iya. Bentar ada telepon." Ia mengangkat telepon dan menjauhiku. Ia mendekatiku dalam kondisi panik.
"Bisa tolongin anterin aku ke Mall Xxxx?"
"Ada apa?"
"Nanti dijelasin."
Aku memacu motorku bersama Syifa.
"Cepetan, Grha."
"Iya, Syifa."
Setelah sampai, Syifa terburu - buru menuju lantai LG yang sudah sepi.
"Syifa, tunggu. Ada apa sebenarnya?" Aku menahan tangannya menghentikan langkahnya.
"Keponakan cewek tante-ku berulah lagi. Aku harus bikin dia pulang."
Ia melepaskanku dan terus menuju sebuah ruko yang cukup besar. Tidak terlihat seorang security pun disini. Ia membuka rolling door dan muda mudi seusia anak SMP berkerumun menyaksikan tarian yang dilakukan oleh mudi SMP. Syifa menyeret seorang penari dan sempat menyalak - nyalak meluapkan emosi.
"Syifa. Mengapa keponakanmu?"
"Aku gak sanggup buat ngejelasinnya." Syifa berlinang air mata. Tangisnya akan segera pecah.
Keponakannya yang memakai pakaian minim ditutupinya dengan jaket yang ia pakai. Di luar, aku mencegat taksi untuk Syifa.
"Syifa, kamu tenangin diri kamu. Ini pakai aja jaket aku biar gak dingin."
Aku berpesan kepada supir taksi mengantarkannya ke rumah dalam keadaan selamat.
2 hari kemudian, Syifa menghubungiku.
"Hey, Grha."
"Hey, Syifa. Gimana keadaan kamu?"
"Baik koq. Bisa datang ke restoran? Aku pengen ngobrol sesuatu."
"Hmmm....nanti jam 2 an aku kesana. Tanggung aku selesein dulu kerjaan aku."
"Aku tunggu ya."
Semoga saja ia tidak apa - apa. Waktu berlalu. Kini, aku bersamanya di ruang kerjanya.
"Jadi begitu ceritanya. Pantes aja kamu kuatir kemarin."
"Makanya, tante aku selalu kuatir dengan pergaulan keponakanku itu."
"Itu jaket aku? Kamu pake terus ya."
"Abis enak sih. Gak mau aku balikin pokoknya."
"Tapi jangan lupa dicuci. Bau badan aku itu."
"Biarin aja."
Ia menghirup kerah jaketku dalam. Ia menikmati bau lelaki yang melekat.
"Jadi iri akunya. Coba aja aku jadi jaketnya."
"Ngarep ya kamunya? Hayo?"
"Aku kan normal, Syifa."
"Hihihi....."
"Oiya, gimana Plumbingnya. Ada sesuatu?"
"Baru keinget. Soal Plumbing, aku pengen nanya ke kamu. Emang ada kunjungan kedua?"
"Kunjungan kedua? Seinget aku jadwal mereka masih minggu depan."
"Setiap kali aku gak ada di tempat. Biasanya ada kunjungan ke dua. Aku sudah pernah nanya ini ke Pak Antos. Dia bilang itu kunjungan tentatif aja. Gak setiap saat."
"Aku sebenernya gak megang area sini. Tapi, di areaku. Setiap pekerjaan harus selesai dalam sekali datang kalo urusan Plumbing. Beda urusan kalo Instalasi Plumbing atau ubah Plumbing yang rumit. Kalo maintenance sih gak perlu 2 kali kunjungan. Kalopun ada, harus sesuai persetujuan dari vendor dan klien."
"Mereka kesini nuangin semacam cairan. Katanya sih buat ngebersihin pipanya."
"Boleh aku liat?"
Aku mengecek saluran air di dapur dan kamar mandi. Aku melihat ada yang tidak beres.
"Sepertinya tempat ini sering dibongkar?"
"Ya begitulah. Katanya air sini ngerusak pipa yang dipasang. Pernah sampe merembes keluar."
"Baiklah. Aku akan telepon teknisinya."
Aku menelepon Pak Hasan meminta izin untuk memanggil teknisi di areaku.
"Nanti teknisi dari areaku datang kemari. Dia akan memberitahu apa yang terjadi."
"Haruskah aku isi form lagi?"
"Tentu saja, Syifa."
Kembali ke ruangan. Ia segera mengisi form yang kuberikan.
"Deketan dunk. Bener gak ngisinya."
Aku berdiri di sampingnya. Wangi rambutnya terendus di dekatku. Di dekatkannya hidungku dengan kepalanya. Wajahku berada di samping wajahnya. Nafasnya dan hidungnya menyentuh pipiku. Sontak, nafsuku perlahan naik.
"Kalau begini bener gak sih?" Dikecupnya pipiku. Aku terkejut.
"Syifa, kamu."
"Itu terima kasih aku udah nganterin aku nemuin keponakan aku."
Aku mengusap - usap kepalanya.
"Ih, poni aku rusak nih."
"Biar bisa kecup kening kamu." Aku mengecup keningnya dan merapikan kembali poninya.
Bersambung Pada Post Selanjutnya.