Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Cagok

Suka Semprot
Daftar
13 Jul 2016
Post
9
Like diterima
77
Lokasi
Indonesia
Bimabet
Salam kenal. Ini cerita pertama ane di Semprot, semoga berkenan. Kritik & saran sangat ditunggu buat karya selanjutnya.

____________________________________

SEX PARALYSIS
By Cagok​

“Permisi, Mbah...”

Suara lemah itu tetap berhasil membuat riak dalam suasana kelam rumah sang Mbah Dukun. Wajar saja, tidak ada bunyi lain yang dapat terdengar dari bangunan kecil itu. Memang, rumah Mbah Dukun ini relatif jauh dari pemukiman warga; kota besar terdekat berada berkilo-kilo dari sana. Berkilo-kilo itulah yang baru saja ditempuh oleh pemeran utama cerita ini, demi mencapai rumah Mbah Dukun.

“Silakan masuk, Mas.” jawab Mbah Dukun. Tangan kanannya terulur dengan telapak ke atas, memberi tanda untuk duduk di hadapannya, bersila.

sang pemeran utama tidak dapat menghentikan matanya untuk jelalatan memperhatikan interior rumah Mbah Dukun. Dekorasinya terlihat kuno, dengan warna dominan coklat dan hitam dari mebel, dinding, dan lantai dari kayu. Lampu remang-remang bak warung tengah malam ikut membantu aura misterius rumah itu. Untuk penghuni, tidak terlihat siapapun yang menemani sang Dukun yang sedang duduk di ruang tengah, di atas lantai.

“Dari tatapan mata Mas Doni, sepertinya saya akan diminta tolong untuk menyelesaikan masalah insomnia ya? Sayangnya, untuk masalah seperti itu lebih baik makan obat saja dibanding ke orang seperti saya, hahaha!” komentar Mbah Dukun sedikit lancang seperti biasa.

“Lho, Mbah tahu nama saya?” tanya Doni dengan heran. Tentu saja ia heran, bahkan saya sebagai narator pun kalah cepat mengetahui nama pemeran utamanya dibanding sang Mbah Dukun.

“Lha, masak tamu yang mampir saya ndak kenal? Ndak sopan dong, Mas Doni. Hahaha! Sebut aja itu spesialis saya. Duduk, Mas, silakan!”

“Ya...bukan insomnianya langsung sih, tapi emang bener saya susah tidur.” ujar Doni sambil bergerak untuk duduk.

“Oh ya? Coba cerita, Mas, masalahnya gimana.”

“Jadi saya sering kena mimpi ‘ketindihan’, Mbah. Biasanya relatif jarang, paling beberapa bulan sekali, tapi sejak 2 bulan yang lalu saya tiap beberapa hari bisa kena. Makanya, saya jadi kurang tidur karena kalau tidur gak nyenyak.” jelas Doni, ekspresinya terlihat payah dengan mata 5 Watt. Mbah Dukun hanya manggut-manggut mendengarkannya.

“Saya mau tanya, apa Mbah bisa ngilangin kebiasaan mimpi saya gak? Atau paling gak dibikin lebih jarang lagi kayak dulu.” pinta Doni. Mbah Dukun terlihat sedang berpikir, sambil tangannya mengelus janggutnya yang panjang itu.

“Kayaknya kena santet kalau tiba-tiba muncul gitu. Bisa aja asalnya dilacak terus di-countersantet, tapi… Mas, apa yang Mas lihat waktu ketindihan?” tanya Mbah Dukun.

“Ehh...kuntilanak, Mbah.” Jawab Doni, sedikit bingung. Ia pikir, memang ada hubungannya ya?

“Hmm...kayaknya ada solusi yang lebih bagus buat Mas Doni. Sebentar…” ucapnya sambil berdiri dan mencari sesuatu di meja dekatnya. Doni hanya duduk diam memperhatikan sang Dukun mencari barang yang ia butuhkan dengan sangat.

“Nah, ini dia!” kata Mbah Dukun sambil menyodorkan suatu benda yang ditali.

“Kalung, Mbah?” tanya Doni dengan heran.

“Iya, kalung! Coba pakai ini tiap Mas mau tidur, harusnya mimpi ketindihannya bakal...berubah.”

“Berubah?” tanya Doni lagi, dengan kalung tersebut di tangannya. Kalung tersebut terdiri dari tali hitam dan 3 manik-manik bundar dari kayu, dengan manik-manik di tengah paling besar. Tidak ada yang unik dari benda itu, menurut Doni.

“Tiap orang beda berubahnya, tapi sebagian besar bilang berubah lebih baik.” jelas Mbah Dukun yang masih saja berarti tidak jelas. Doni hanya terdiam memandang kalung tersebut.

“Ada garansi kok Mas! Harganya cukup 500 ribu aja, tapi kalau ndak puas bisa balik ke sini buat tukar dengan barang atau jasa lain, maksimal 6 bulan.” lanjut Mbah Dukun, melihat ekspresi Doni yang terlihat tidak yakin.

Apa yang akan dilakukan Doni?

____________________________________

“Berubah gimana ya? Moga aja gak aneh-aneh.”

Ya, Doni cukup putus asa untuk membeli kalung tersebut.

Hari sudah malam, dan Doni telah sampai di kamar kos-kosannya di kota. Dia terlihat payah, yang meskipun wajar dalam jam malam suntuk seperti waktu itu, namun Doni dan saya sebagai narator pun tahu matanya yang sudah sulit terbuka itu adalah efek dari berminggu-minggu kurang tidur. Wajahnya yang awalnya tidak terlalu jelek diperparah dengan ekspresi kosong yang baru-baru ini sering bertengger di sana. Ditambah dengan badannya yang cukup kurus itu, efektif mengundang iba bahkan dari teman-teman satu kostnya sendiri. Untunglah kepunyaannya yang pribadi itu masih berukuran di atas rata-rata, pikir Doni, seakan-akan dirinya sering menggunakannya kepada wanita tulen dan bukan tangannya sendiri. Ya, menyedihkan.

Akhirnya, Doni terbaring di kasurnya sendiri. Tubuhnya sudah dirangkul dengan kaos dan celana pendek khusus rumah, hanya ditambah kalung pemberian sang Mbah Dukun yang melingkari lehernya. Sejujurnya, pemuda itu masih sangsi dengan benda ini. Siapa orang waras yang tidak ragu? Apalagi Si Dukun pun tidak melakukan ritual atau mengucapkan mantra apapun yang terlihat mistis seperti bayangan Doni akan paranormal pada umumnya. Sayangnya, kondisi tidurnya cukup parah untuk Doni mengesampingkan logikanya. Sekarang, kalung itu hanyalah satu-satunya harapan untuk kembali hidup (relatif) normal.

Tanpa waktu lama, Doni tertidur. Tidak ia ketahui, pengalamannya yang paling aneh justru akan hadir di Pulau Kapuk.

____________________________________

Doni membuka kedua matanya di atas tempat tidurnya. Dari penglihatannya, kamar kostnya masih gelap seperti biasa, hanya...lebih gelap, baik secara harfiah maupun kiasan. Dalam mimpi, Doni tidak terlalu ingat kalau suasana dalam mimpinya sudah sering ia rasakan di setiap kejadian ‘tertindih’nya, atau biasa juga disebut erep-erep dan sleep paralysis. Setiap mimpi, rasa takut Doni hampir sama seperti ia pertama kali mengalaminya.

Kasur yang ia tiduri berseberangan dengan pintu kamarnya, yang kebetulan juga bagian yang terlihat paling gelap. Saking hitamnya daerah pintu itu dibanding dinding di sekitarnya, Doni merasa ada sesuatu yang mengintainya dalam tidur dari arah sana.

Ya, tentu saja memang benar ada yang mengintainya.

Sosok gelap yang sekilas dilihat oleh Doni sekarang dengan jelas bergerak mendekatinya. Di pertengahan jarak menuju kasur, terlihat warna putih memanjang dari balik hitam yang menjuntai panjang. Putih gaun dan hitam rambut, tanpa terlihat wajah dibaliknya. Doni tidak tahu apakah lebih baik terlihat atau tidak pada titik itu.

Setelah melihat dengan jelas sosok kuntilanak tersebut, barulah Doni mulai panik dan mencoba untuk bergerak. Kejutan, seluruh badannya tidak dapat digerakkan sama sekali, selain bola matanya. Dari mulutnya yang tertutup, pita suaranya tidak mengeluarkan teriakan apapun entah karena ketakutan atau sihir aneh dalam mimpi. Kedua tangan Doni terrentang tanpa bisa bergerak, sementara kakinya lurus ke depan tidak berkutik.

Hal-hal yang tadi disebutkan sudah biasa terjadi dalam peristiwa sleep paralysis. Bedanya, ketika Doni melihat ke arah tangan dan kakinya, ia baru menyadari kalau ia tidak menggunakan kaos dan celana pendeknya, hanya celana dalam. Ini sudah pasti berbeda dengan kondisinya sebelum tidur, dan juga berbeda dari mimpi lainnya. Bukan berarti Doni menghabiskan waktu memikirkan hal itu saat ada setan mendekatinya.

Kuntilanak itu sudah sampai di tepi kasur, dekat kaki Doni. Dengan gerakan patah-patah bak kaset rusak, setan berambut panjang itu mulai menaiki tempat tidur dan merangkak mendekat. Doni sudah berkeringat dingin saat ini, dan setelah menyerah untuk menggerakkan tubuhnya, ia pun memejamkan matanya dalam keputusasaan.

Bagian yang baru dari ketindihan kali ini setelah hilangnya pakaian Doni muncul sekarang. Setan yang sedang dihadapi Doni sekarang berhenti merangkak dan duduk tepat di atas kemaluannya yang masih ditutupi celana dalam. Kedua tangannya setengah menopang tubuhnya di atas perut pemuda itu. Setelah diam sejenak, kuntilanak itu mulai bergerak ke depan dan belakang, menggesekkan selangkangannya ke tonjolan yang berada tepat di bawahnya. Merasakan rangsangan tepat di depan penisnya, Doni pelan-pelan membuka mata dan menemukan si kuntilanak sedang bergoyang secara sensual di atas badannya. Ia bahkan dapat mendengar suara desahan yang pelan dari penampakan yang ia lihat itu. Pikir Doni, “ketindihan macam apa ini?” Meskipun dalam posisi ini, penisnya yang hanya dihalangi celana dalam itu masih sulit ‘bangun’ karena ‘rupa’ wanita yang sedang mendudukinya itu.

Setelah beberapa saat, Doni akhirnya merasakan sensasi basah di bagian penisnya. Baik pikirannya yang bingung merasa apakah itu hal yang baik atau buruk, Doni menemukan hal yang janggal bahwa rasa basah itu tidak hanya dari cairan pra-ejakulasinya sendiri.

“Hhh...hhh…”

Suara desahan nafas terdengar semakin keras dari kuntilanak tersebut. Berpikirlah Doni, “apa basah itu muncul dari selangkangan setan ini?”

Baru saja berpikir seperti itu, gestur tangan penampakan di hadapan Doni seakan menjawab pertanyaannya. Kedua tangan kuntilanak itu meraba tubuhnya sendiri dari bawah ke atas, menarik sedikit gaun putihnya dengan ceroboh. Terangkat hingga perut, Doni kini dapat melihat labia mayora - belahan luar vagina kuntilanak itu tepat bergesekan dengan celana dalamnya; kilap tanda basahnya terlihat sedikit, ditutupi bulu kemaluan yang halus. Terlihat pula warna kulit yang pucat dari perut rata wanita itu yang sekarang terbuka. Sayang sekali bagi Doni, gaunnya tidak terangkat hingga dua bagian paling menarik di atasnya. Ia hanya sempat melihat bagian bawah buah dadanya sebelum gaunnya terjatuh lagi.

Berbicara mengenai gaun putih yang terjatuh itu, bagaimana bisa jatuh lagi? Kedua tangan kuntilanak itu sudah sampai atas, salah satunya mengusap payudara bagian atasnya sendiri, sementara tangan satu lagi membelah rambut panjangnya di bagian leher dan terus menuju ke atas, hingga gaun yang lipatan-lipatan bagian bawahnya tertahan oleh buah dada wanita itu pun jatuh sendiri.

Doni yang mulai terangsang dari pemandangan sebelumnya mulai sedikit cemas, mengenai kondisi wajah wanita tersebut yang mungkin akan tersingkap. Apakah wajahnya akan terlihat seperti apa yang dia lihat di mimpi-mimpi sebelumnya - muka yang hancur lebur penuh darah? Atau wajahnya kali ini akan terlihat semulus perutnya yang ia lihat tadi?

Tangan kiri kuntilanak itu sudah mencapai pangkal rambutnya di atas dahi. Sosok itu menyibak sebagian rambutnya dari depan wajahnya.

Apa yang Doni lihat?

____________________________________

“Itu jimat pengubah perintah.”

Jimat pengubah perintah? Apa itu, Mbah?

“Coba saya jelasin dulu, Mas Narator. Jadi, biasanya kalau orang yang biasanya hidup normal tiba-tiba ‘dilanda’ masalah-masalah supernatural itu disantet orang. Kemungkinan Mas Doni tadi kayak gitu, disantet orang yang sakit hati.”

Oh, begitu ya Mbah. Tapi, maaf kalau saya menyinggung, sepertinya teknik menggunakan jimat seperti itu jarang dipakai dukun-dukun lain, ya?

“Santai aja Mas. Iya sih, bahkan mungkin ndak ada yang pakai alat kayak gini. Kalung itu emang ndak standar Mas, biasanya paranormal lain milih di antara dua cara: antara pakai jimat pelindung biar santetnya ndak sampai, atau lacak dan kirim santet ulang. Saya ndak suka cara yang standar gitu, sih.”

Standar seperti… SNI, Mbah? Saya baru tahu ada yang seperti itu.

“Standar internasional sih, Mas. Hehe.”

Oh… Oke. Lalu, kenapa Mbah tidak suka cara-cara yang standar?

“Kalau counter-santet lumayan berisiko dan mahal sih. Main kirim santet lagi nanti bales-balesan, gak akan selesai-selesai, sementara Mas Doni kelihatan bukan orang berpunya. Kalau pelindung...ya, kurang greget aja sih. Hehe.”

Jadi, apa yang dilakukan jimat pengubah perintah, Mbah?

“Persis kayak namanya, ngubah perintah! Lebih tepatnya ngubah perintah santet. Jadi, di santet itu ada perintah yang dikasih ke jin buat dikerjakan. Misalnya, di santet yang Mas Doni kena itu ada perintah buat nakut-nakutin korban dengan cara pakai mimpi ketindihan. Kalung yang saya kasih tadi ke Mas Doni ngeganti perintah santet tanpa kasih tahu dukun penyantet.”

Baik, saya mengerti. Lalu, diganti menjadi apa perintah dalam santet itu?

“Ah, itu yang asik. Jin yang dipekerjakan sama dukun dapet untung dari hasil perlakuannya ke korban. Misalnya, buat kasus Mas Doni, bikin manusia takut itu keuntungan buat jin karena rasa takut manusia itu energi buat jin. Jimat itu mengganti perintah santet kepada jin dengan keuntungan yang berbeda. Nah, kebetulan jin yang dipakai dukun penyantet itu kuntilanak, yang bisa dapetin energi dari manusia dengan beberapa cara yang berbeda. Perintah yang disimpan dalam jimat itu…”

...Ya, Mbah?

“...berhubungan seks. Tetap dalam mimpi juga.”

Jadi-

“Jadi Mas Doni nanti malam bakal hura-hura! Hahaha!”

...keren juga.

____________________________________

Rasa cemas berganti rasa lega melihat setengah wajah dari kuntilanak di hadapan Doni terlihat mulus saat rambut panjang itu tersibak ke belakang telinga dan bahu kiri wanita itu. Dengan sekejap, rasa lega itu pun berubah menjadi rasa kagum saat Doni melihat paras setan yang menindihnya itu. Para bidadari turun ke bumi ternyata dalam wujud kuntilanak, menunjukkan wujud indahnya hanya kepada orang-orang terpilih, pikir Doni sekarang. Sosok itu tersenyum setengah kepadanya, tidak terlihat manis ataupun ramah, namun cenderung menggoda. Disamping senyuman yang mungkin mudah terlihat di banyak wajah orang lainnya, sedikit titik yang terlihat normal. Kulit wajahnya tentu sama pucatnya seperti bagian perut yang Doni tadi lihat, dan sorot matanya tampak bersinar merah.

Aksi berlanjut saat sosok cantik itu berubah posisi dari duduk tegak menjadi merangkak, wajahnya dengan gesit mendekati wajah Doni. Kedua tangannya menopang tubuhnya di sisi badan Doni, yang sendirinya tidak berkutik. Tidak lama, muka mereka menempel tepat di bagian hidung. Tatapan mata beriris merah itu berpindah dari mata Doni turun ke mulutnya. Pemuda itu tidak dapat melihatnya, tapi ia merasakan lidah yang cenderung lancip mencucupi dan membasahi bibirnya, seakan-akan menandai teritori.

“Mmpphh…mmpphh...”

Lidah itu sekarang telah membobol pertahanan semu bibir Doni, menari-nari dalam rongga mulutnya. Anehnya bagi pemuda insomnia itu, sekarang ia bisa menggerakkan mulutnya yang ia segera pakai untuk membalas ciuman panas kuntilanak yang sedang menindihnya. Meskipun begitu, bagian tubuh lainnya tetap tidak bisa digerakkan layaknya erep-erep sewajarnya. Bukan berarti Doni mengeluh; dicumbui wanita cantik jelita seperti ini bahkan jarang menjadi mimpi baginya, apalagi sepanas ini. Belajar bak sistem kebut semalam, Doni ikut memijat lidah sosok penampakan itu dalam penyatuan bibir mereka berdua walaupun dengan gegabah. Entah apakah desahan menggaung yang berasal dari jin itu sekadar pemanas suasana, atau ia pun menikmati permainannya dengan Doni.

Pergerakan terbatas Doni yang diakibatkan kondisi mimpi terdeteksi oleh sang kuntilanak, yang selagi masih beradu cumbu, menarik kedua tangan korbannya ke payudaranya sendiri. Seperti lem, tangan Doni tetap menempel pada buah dada yang teruntai karena posisi merangkak setan itu. Meskipun tertutup gaun, Doni dapat merasakan puting susu yang sudah menegang hampir menembus pakaian. Ukurannya pun normal, tidak seperti ilustrasi penampakan setan perempuan yang bergantungan kendur, tapi juga relatif besar dan tentunya lebih dari cukup menggoda lelaki manapun dengan akal sehat. Pemula seks seperti Doni mungkin akan sudah terlanjur ejakulasi dini hanya dengan memegangi dada seorang perempuan, tapi ini mimpi. Untungnya bagi dia, penisnya masih bisa bertahan sejauh ini.

“Ssstt...Doniii…”

Terdengar desahan yang cukup jelas dari si cantik; bibirnya sempat terlepas dari wajah Doni saat pemuda itu meremas payudaranya yang ranum sedikit kencang. Suaranya tidak terdengar normal; meskipun bernada tinggi merdu layaknya perempuan pada umumnya, suara kuntilanak tersebut cenderung bergema seperti menggunakan mikrofon. Meskipun begitu, mendengar namanya disebut seorang wanita dalam posisi ini tentu tetap saja membuat Doni semakin terangsang...dan mungkin juga tertarik dengan penindihnya?

Seakan gerah, sosok penampakan itu dengan cepat kembali duduk tegak dan menanggalkan gaun putihnya ke atas kepalanya. Rambut panjangnya yang berantakan akibat permainan sebelumnya menutup salah satu buah dadanya, namun yang satu lagi kini dapat dinikmati pemandangannya oleh Doni. Seperti yang sebelumnya ia rasakan, payudaranya amat kencang seperti belum pernah disentuh siapapun. Puncak areola berwarna coklat pucat itu tampak mengacung keras. Sayang tangan Doni sekarang sedah jatuh tidak berkutik di sisi badannya.

Baru duduk sebentar, perempuan itu kembali merangkak dan membombardir Doni dengan kecupan dan jilatan. Dari leher, lidah dan bibirnya terus beraksi hingga ke dada, mampir sebentar ke puting si korban ketindihan itu, dan turun ke perut. Puting susu sang setan yang sebelumnya teracung bebas pun telah berhasil meraba tubuh Doni dari atas ke bawah.

Tibalah wajah kuntilanak itu di hadapan tonjolan besar celana dalam Doni. Dengan cekatan ia menarik celana itu ke bawah tanpa perlu memindahkan bokong dan kaki korbannya. Sambil menarik, lidahnya ikut membasahi tubuh Doni dari perut bawah ke rambut kemaluannya. Setelah menarik turun celana itu melewati bagian yang menahan celana, akhirnya muncullah penis Doni yang sudah berkedut merah. Seperti menara pemancar sinyal, kemaluannya itu seakan menarik perhatian perempuan di hadapannya. Lantas saja ia menerjang batang tersebut ke dalam mulutnya. Terasa hawa dingin yang segera menyelimuti penis Doni.

“Ahhh…” desah Doni yang masih tidak bisa mengucapkan apa-apa, sementara kontolnya dilahap.

“Mmpphh...slurp...slurp…” rintih si kuntilanak yang sekarang sibuk mengulum kejantanan Doni.

Kepala setan itu tidak terlihat naik turun dengan cepat, tapi memainkan alur blowjob itu dengan perlahan dan lembut. Meskipun begitu, terlihat jelas kalau ia dapat memasukkan seluruh bagian kemaluan korban tindihannya itu tanpa kesulitan layaknya pelacur profesional. Sesekali ia melepas cengkeramannya atas penis Doni, dan berganti menjilati sisi samping batangan itu. Setelah mengitari sisinya dari ujung hingga pangkal, ia juga sesekali turun dan mengulum skrotum korbannya yang lebih sering terlupakan. Lidah wanita itu sedikit lebih panjang dari manusia biasa, dan Doni pun dalam hatinya bersumpah kalau ujungnya cenderung runcing. Bukannya ia bisa melihat, karena kepalanya hanya bisa merebah di atas bantal. Turut berduka dari Narator untuknya, yang tidak dapat melihat pemandangan indah wanita cantik mengklaim kepemilikan atas kemaluannya dengan...lidah.

Penis Doni tidak juga menyerah sampai saat ini, hingga si kuntilanak yang terlihat semakin gatal akhirnya melepas cakar dan bibirnya dari sana dan mulai berjongkok di atasnya. Dengan sedikit penyesuaian posisi…

“Aahhh…!”

...kemaluan sang korban berhasil masuk ke dalam vaginanya dengan lancar. Wanita itu hampir berteriak saat kontol Doni pertama kali masuk tadi, dengan suaranya yang menggema. Setelah masuk, kuntilanak itu tidak menghabiskan waktu untuk beradaptasi dengan ukuran senjata pemungkas korban tindihannya dan segera bergerak naik turun, cowgirl style.

“Ahh...ahh...ahh…” teriak si kuntilanak. Kalau ini bukan mimpi, pertikaian atas ranjang ini sudah membangunkan para tetangga, pikir Doni.

Tangan Doni yang tergeletak tak berdaya ditarik menuju pinggul berlekuk itu, dan seperti sebelumnya kini tangannya menempel di sana. Sedikit bisa digerakkan pula, sehingga Doni dapat meraba perbedaan diameter dari wilayah pinggul, pinggang, hingga pinggir payudara sang penindihnya selagi ia bergerak naik turun. Doni dapat melihat buah dadanya yang masif itu terguncang-guncang mengikuti irama gerakannya, menggoda Doni untuk mendekati dan menghisap putingnya yang tegang menantang itu. Sayang ia masih saja belum bisa mengendalikan seluruh tubuhnya.

Perempuan itu menggenjot penis Doni semakin cepat sekarang. Meskipun lebih sering duduk tegak, sesekali pula bagian atas tubuhnya mendekati dada dan wajah Doni untuk sekadar memberi kecupan dan jilatan yang tidak tepat sasaran di sana. Setiap bibir mereka bertemu, Doni dapat menggerakkan bibirnya untuk membalas ciuman wanita itu. Tangannya dapat bergerak hingga pipi sehingga Doni sekarang dapat menangkup wajah perempuan yang sedang menangkringinya saat ia menciumnya. Kadang mereka berdua hanya saling mendekatkan wajah dan menatap satu sama lain, dan di kala seperti itu Doni selalu nyaris jatuh hati melihat parasnya.

“Ohhh...Doni, aku...aku mau…” teriak sang penindih. Meskipun mimpi, Doni tentunya tidak menyadari itu dan tidak percaya bahwa ia bisa bertahan selama ini di seks pertamanya. Tapi mungkin pemikiran itu sedikit prematur, karena Doni pun sudah hampir mencapai puncak.

“...Donnn…!”

Dengan menyebut namanya, liang kenikmatan yang pemuda itu sedang masuki seakan mencekik kepemilikannya. Penisnya terasa dibasahi oleh cairan lain yang bukan berasal dari dirinya. Hal itu tidak lama berganti, karena tekanan yang ia dapat dari vagina penindihnya itu berhasil membuatnya ikut orgasme, hampir bersamaan. Doni dapat merasakan kemaluannya berkedut saat ia memuntahkan cairan spermanya ke dalam rahim kuntilanak di atasnya seraya melihat perempuan itu melengkungkan punggungnya ke belakang. Ia ingin terus bisa melihat siluet tubuh itu selamanya.

Dan dengan orgasme mereka berdua, mimpi Doni pun berakhir. Pemuda itu terbangun dari tidurnya tepat saat alarm ponselnya berdering, dan seperti mimpi tertindihnya sebelum itu, hampir tidak ada yang berubah dari saat ia bangun. Pakaiannya kembali terpakai. Selimutnya masih menutupi badannya dengan rapi. Hal berbeda yang bisa ia temukan hanyalah celana dalamnya yang basah dengan air mani. Meskipun begitu, pagi itu merupakan hari pertama dalam beberapa waktu di mana Doni dapat bangun dengan segar. Semangat kerjanya pun telah kembali. Ia hampir tidak percaya pengalamannya tadi malam dapat mengangkat perasaan hati dan kondisi fisiknya.

Dan merasakan kalung Sang Mbah Dukun yang masih melingkari lehernya, Doni optimis ia akan dapat bertemu dengan peneror mimpinya dalam situasi yang menyenangkan lagi.

____________________________________

Sesosok jin perempuan terlihat terbang kembali ke suatu rumah tua, mirip dengan Sang Mbah Dukun yang diminta bantuannya oleh Doni, namun berbeda lokasi. Di dalam, ia melihat kolega-koleganya yang antara juga baru selesai bekerja atau sedang beristirahat, dan satu lelaki tua yang wanita itu segera tuju.

“Ah, kamu yang bertugas nindih anak itu ya… Lancar malam ini?” tanya lelaki tua itu kepadanya.

“...Ya, Mbah. Lancar...” jawab si kuntilanak. Orang tua itu tidak dapat melihat wajahnya di balik rambutnya yang panjang, namun wanita itu sedang menyembunyikan senyum malunya.

“Bagus. Laporkan ke saya kalau ada yang berubah, karena saya perlu kasih tahu klien yang minta santetnya.” jawabnya lagi sembari membalikkan badannya.

“...Ya, Mbah. Tidak ada yang berubah kok…” sahutnya kembali, lalu kuntilanak itu pun melayang pergi ke tempatnya berasal.

Perempuan itu biasa mendapat keuntungan dari energi yang didapat dari rasa takut Doni. Malam ini ia mendapatkan energi dari nafsu birahi korbannya. Ia tidak melihat alasan untuk melaporkan perubahan yang ia temui dalam mimpi Doni kali ini. Toh, yang baru saja terjadi lebih menyenangkan untuknya pula.

TAMAT
 
Terakhir diubah:
Uwwaaaahhhh ini dia ide yang brilian. Udah lama gak baca cerita hantu-hantuan kayak gini, oom....
Mantap banget, ditunggu cerita-cerita ngewe lintas dimensi yang lainnya. Saya suka...
 
hahahahahaha....
mau ngaceng, tapi kok aneh,:tidak: keren suhu konsepnya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd