Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Seri Molester

1. Nurma (part 1)
Hari pertama masuk sekolah selalu berat buatku. Apalagi kalau ini adalah hari pertama masuk SMA setelah lulus SMP. Berat, sangat berat.

Mataku sudah minus dari SD kelas 4. Tanpa kacamata, aku hanya dapat melihat sampai 1 meter jauhnya. Aku merasa belum siap masuk SMA. Dengan kacamata setebal ini, pastilah aku diejek habis2an. Aku iri dengan temanku Najma. Ia pakai kacamata juga sepertiku, tapi masih cantik. Maklum, Najma keturunan Arab. Apalah aku yg blasteran jawa sunda ini.

Aku hanya berharap di SMA ku ini ada ekskul keilmiahan. Karena aku dulu ekskul itulah juga yg membuatku menikmati masa2 SMP. Seandainya tidak ada keilmiahan, tersiksa sekali aku menjalani SMP.

"Masuk kelas mana, Nurma?" tanya seorang lelaki yg baru saja keluar dari kelas.

"Eh, Rio. Aku masuk kelas IPA 3."

Rio mendongakkan kepalanya mengarah ke plang kelas tempat ia keluar.

"Sekelas dong kita."

"Yap."

Aku begitu terkejut saat masuk. Temanku banyak yg ganteng dan cantik. Aku menjadi minder. Banyak pula yg tampak lebih dewasa. Btw, saat aku bilang lebih dewasa, maksudku adalah perempuan yg dadanya sudah membesar. Tak seperti aku. Aku baru mens saat lulus SMP, maka dari itu dadaku masih rata.

Seenggaknya, ada untungnya aku belum dewasa. Wajahku belum ada jerawat satu pun. Bandingkan dengan Alfi yg sudah penuh wajahnya dengan jerawat.

Hari itu, kita menghabiskan hari dengan saling berkenalan. Tidak ada kelas, tidak belajar. Aku juga tidak peduli, karena memang jarang pula ada yg mau berteman dnganku.

Aku heran dengan orang yg gampang sekali berteman. Aku sendiri sangat membatasi siapa saja yg boleh berteman denganku. Makanya aku begitu kaget saat melihat Ihsan yg tiba2 jadian dengan Mira di kantin saat istirahat tadi.

Namun, bukan itu yg menjijikan buatku. Tapi saat wali kelasku memperkenalkan diri tadi selepas istirahat. Aku yakin melihat ihsan memasukkan tangannya ke rok mira. Btw, rok SMA kita standar panjangnya. Sampai ke mata kaki. jadi, kalo terangkat pasti ketahuan. Maka itulah aku yakin sekali dgn apa yg kulihat.

Bukan hanya dari rok Mira yg terangkat aku taunya. Aku juga liat ekspresi wajah Mira yg aneh. Ia senantiasa memejamkan matanya. Ia juga menjerit kecil sebelum akhirnya Ihsan mengeluarkan tangannya dari rok Mira. Sampai2 wali kelas menegur Mira karena berisik. Sementara teman di belakangnya hanya ketawa cekikikan.

Aku lihat Anan yg duduk di belakangnya sempat masuk ke kolong meja. Tidak tau aku apa yg ia lakukan. Tapi, begitu ia bangkit, ia pamerkan jarinya yg mengkilap ke Boni yg duduk di sampingnya. Lebih menjijikan lagi saat ia menjilati jarinya tersebut. Boni juga berusaha menjilati jari Anan, tapi gagal.

Mira menunduk lalu mengangkat roknya lagi. Ia juga mengeluarkan jarinya yg sama mengilapnya seperti jari anan. Tapi setelah aku lihat dengan seksama, ada warna putih juga. Ia menggoda Boni dengan mendekatkan jarinya ke hidung Boni. Tapi, ia mengalihkan jarinya itu agar Ihsan yg boleh saja menjilatinya.
 
Nurma (part 2)

Seharusnya, sekarang pelajaran olahraga. Tapi, karena baru masuk, hanya akan ada pemeriksaan fisik semacam tinggi badan, berat badan, dan kesehatan mata. Aku bersyukur, karena aku sendiri paling tidak suka pelajaran olahraga. Capek dan aku selalu tertinggal.

Aku berganti pakaian di kamar mandi. Bodohnya, aku malah berganti pakaian di kamar mandi guru dan karyawan. Aku tidak tahu. Aku hanya ingin berganti baju di kamar mandi yg sepi. Jauh dari teman sekelasku yg jelas akan mengejek diriku habis2an.

"Heh, kamu ngapain ganti baju di sana?! Keluar2!" tegur seorang karyawan kebersihan.

"Maaf, pak. Saya kira ini kamar mandi siswa."

"Kamu ga bisa baca?"

Menahan malu, aku pun segera keluar dari kamar mandi dengan kaos olahraga, tapi masih memakai rok abu2.

Beruntung kelas saat itu sedang kosong. Mungkin karena yg lain sedang berganti baju di kamar mandi. Aku pun memutuskan mengganti celanaku di kelas. Tapi untuk berjaga2, aku memakai dulu celana olahraga, baru melepas rok.

Entah aku yg merasa saja, tapi aku rasakan ada yg mengawasiku dari luar kelas. Aku pun buru-buru memasang celana, tapi akibatnya aku terjatuh dengan rok tersingkap. Buru2 aku pakai celanaku dengan sempurna sebelum ada yg masuk kelas.

"Kenapa Nur?" tanya Ardi saat diriku masih tertelungkup.

"Gapapa." Dengan wajah memerah, aku segera keluar dari kelas menuju ruang UKS untuk pemeriksaan.

Di depan ruang UKS, satu-persatu murid dipanggil. Hanya butuh 5 menit tiap orang, tapi aku yakin akan dipanggil terakhir, sebab nama depanku huruf depannya Z.

Menunggu dan terus menunggu. Aku hampir tertidur saking lamanya. Jika bukan karena dicolek guru olahragaku, mungkin aku akan terlelap.

"Kamu mau apa?" tanya pak Matias, guru olahraga.

"Mau timbang berat badan, Pak." Jawabku terbata-bata.

"Lepas dulu sepatunya!"

Bodohnya aku, lupa melepas sepatu. Harusnya dari sebelum masuk aku sudah harus melepas sepatu seperti kawan2ku.

"Kamu mau apa?" tanya Pak Matias lagi setelah aku melepas sepatu dan naik ke atas timbangan.

"Kan saya udah lepas sepatu, Pak."

"Lepas semua yg nempel di badan kamu. Ikut ngeberatin itu. Ga akurat nanti hasilnya."

"Mana ada sih pak?" tanyaku yg tidak percaya. Aku lihat mulut pak matias tersenyum buas.

Aku yg merasakan ada sesuatu, segera turun dari timbangan dan ingin keluar dari ruang UKS. Tapi, tangan pak Matias segera menahanku sebelum berhasil keluar.

"Bapak cuma bercanda aja, kamu ukur tinggi badan dulu aja."

Aku kembali ke timbangan badan yg sekaligus ada mistarnya tersebut. Pak Matias menarik mistar hingga sampai ke kepala, lalu melihat ke angka yg keluar.

"Pendek bgt sih kamu, cuma 149 cm. Panjangan punya Bapak." Pak Matias kembali tersenyum. Aku hanya bisa gemetaran menerima perlakuan seperti itu.

"Ups, maaf," ujar Pak Matias saat mistarnya kembali ia turunkan dan mengenai selangkanganku.

"Udah, pak, saya gapapa. Gak sakit kok," jawabku sembari menepis tangan Pak Matias yg tiba-tiba meraba selangkanganku yg terkena mistar tadi.

"Aduh, bapak takut bagian anu kamu lecet, Nak."

Aku berusaha untuk kabur, tapi mendadak Pak Matias melepas kacamataku, lalu menutup mataku erat-erat.

"Kalo kamu malu, tutup mata aja yaah. Biar bapak periksa dulu."

"Gak Pak. Lepasin!" Aku yakin ada orang selain pak Matias di ruangan ini. Karena Pak Matias dengan kedua tangannya menutupi mataku. Sementara aku rasakan ada tangan lain yang meraba-raba celanaku.

"AAAAAAAAHHHH" aku menjerit sekeras-kerasnya saat aku rasakan celanaku turun. Ada sebuah batang hangat yg aku rasakan menggesek-gesek celana dalamku.

"Diam ya, bapak periksa. Hehehe"

"GAK MAUU! GAK MAUUUU! LEPAASIN AKU PAK!" aku terus menjerit dan memberontak, tapi tiba-tiba kurasakan tangan Pak Matias menyusup ke dadaku yg tidak terlindungi BH.

Tangan Pak Matias meremas-remas tete aku yg belum tumbuh. Aku makin menangis menjadi-jadi saat aku rasakan batang Pak Matias ikut menggesek-gesek dari luar celana dalam.

"Hiks.... Lepasin pak..... Aku ga mau diginiin."

Pak Matias bukannya melepaskan tangannya, tapi malah memainkan jarinya di puting payudaraku. Aku rasakan jarinya berputar-putar pada bulatan sekitar putingku. Aku menggelinjang kegelian.

"Kamu ga mau diginiin? Maunya diginiin aja?" Tiba-tiba aku merasakan celana dalamku diturunkan juga sampai ke paha. Karena bahannya yg tebal, kakiku makin tidak bisa bergerak.

"AAAAAAAAH SAKIIIIT" jeritku saat batang hangat tersebut mulai berusaha menembus lubang kemaluan.

"Lah, baru ujungnya. Hahahahaha"

Aku kenal suara itu. Suara itu tadi yg mengusirku dari kamar mandi guru.

"JAAANGAAAAN AAAAAH ADUUUUUH." Air mataku menetes karena tak kuat menahan perihnya.

"Bos, seret. Susah kalo ga ngangkang."

"Ah, cupu lo."

"AAAAAAUUUUH AAAAAH AAAAAH AAAAAAGGH" tiba-tiba dari belakang aku rasakan lubang vaginaku ditusuk dalam sekali. Lebih dalam dibanding dari depan tadi.

Aku berusaha mendorong tubuh pak Matias menggunakan tanganku yg bebas. Tapi sia-sia. Pak Matias malah mulai berani menggenjot tubuhku. Mengeluar masukkan batang besar yg aku pikir adalah tongkat.

"Aaah udaaah pak. Aaah lepas. Sakiiit. Aduuuh."

"Iyah iyah, bapak lepas aja ya."

Pak Matias melepas kontolnya dari lubang kemaluanku, tapi ternyata aku dimasuki lagi dari depan oleh petugas kebersihan tadi.

"Masih seret gak?" tanya Pak Matias.

"Udah longgaran, bos."

Orang itu terus memaju mundurkan kontolnya hingga 15 menit lamanya. Aku sudah lemas berteriak dan memberontak. Aku hanya bisa pasrah. Tapi tiba-tiba petugas itu memeluk badanku erat. Menahan kontolnya dalam-dalam, dan aku rasakan cairan hangat menembak di rahimku.

"Giliran Bapak yaa."

"Jangaaan paaaak. Hiks"

Aku meringis kesakitan lagi saat pak Matias kembali menjebol memekku. Tangannya masih saja memainkan putingku yg dipenuhi keringat. Tapi aku merasakan ada sesuatu.

"AAAAAAAWWWWWHHHHH." Tubuhku menegang, aku merasa seperti sedang kencing, tapi lebih enak.

"Hehehehehhe enak????

Pak Matias lanjut menggenjot hingga sepuluh menit lamanya. Ia memelukku juga erat-erat saat tubuhnya menegang.

"Ooooooohhhh legaaaa." Entah berapa lamanya tembakan sperma Pak Matias berlangsung. Begitu kontolnya lepas, dengan mataku yg buram, aku hanya bisa meliat dari memekku keluar cairan merah bercampur putih yg banyak. Meluber sampai ke mata kakiku.
 
Anjiirr.. udh ada Molester..
Semoga bisa jadi Sub judul sendiri...
Thanks suhuuu....
Mantaaabbb....
:mantap:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd