Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Sentuhan Bidadari (Angel’s Touch)

Episode 12

“ Pak! Anda ingat nama anda?”

“ San….Santo”

Seseorang bertanya siapa namaku. Aku merasa sesak nafas. Kepalaku terasa sakit. Telingaku seperti berdenging. Aku seperti dicekik hidup-hidup. Perawat-perawat itu memberiku tabung oksigen dan aku kembali bernafas normal. Aku melihat perawat yang menolongku malam itu

“ Sus….ter…..De…..”

“ Bip! Bip! Bip! Bip!”

Kondisiku semakin kritis. Aku menggelepar sebelum akhirnya seketika lemas. Suster Dewi memberiku CPR. Ia naik ke tubuhku dan terus memberiku CPR. Persis seperti dulu. Penglihatanku kabur dan aku kehilangan kesadaranku.

“ Bip… Bip…. Bip”

Aku terbangun di sebuah kamar. Aku dikelilingi tirai putih. Rasanya seperti kembali saat aku berubah. Aku melihat tubuhku dan aku kembali menjadi Santo. Aku menghela nafas. Aku kecewa tapi aku beruntung aku masih dibiarkan hidup.

Aku berusaha menekan tombol tolong. Namun tubuhku sangat lemah. Aku bahkan tidak bisa menggerakkan tanganku. Aku berusaha berteriak namun bahkan teriakanku lemah.

“ ding dong! Ding dong!”

Aku berhasil menekan tombol tolong. Tanganku kembali terhempas ke kasur. Tidak lama pintu terbuka dan seorang suster membuka tirai.

“ Mas Santo…”

Aku bertemu dia lagi. Aku senang bisa melihatnya. Hanya saja kali ini aku berbeda. Aku bukan lagi Billy. Tapi Santo. Aku kembali melihat senyumnya ketika ia membuka tirai itu. Rasanya lega. Ia memegang tanganku dan mengecek denyut nadiku.

“ selamat istirahat kembali Mas Santo, silahkan hubungi saya jika butuh sesuatu”

Ia kembali menutup tirai. Aku sudah siuman tapi tubuhku masih lemah. Aku melihat ada tiga kasur di balik tirai itu. Billy di ruang VIP sedangkan aku kelas 3. Aku beruntung aku sendiri di kamar itu. Aku kembali memejamkan mata dan istirahat

“ Caca, Pasien atas nama Santo udah jadwalnya ganti keteter”

“ waduh, mbak Dewi, tolong ya…. Mbak kan baik, kita kan udah jadwal istirahat”

“ iya iya, jangan kelamaan istirahatnya”

“ yey!makasi ya mbak! Yuhu!”

Aku mendengar suara teriakan mereka dari dalam karena kamarku di dekat meja perawat. Pintuku juga tidak tertutup sempurna. Tirai itu terbuka dan dengan ramah, Suster Dewi menyambutku dengan senyumnya. Aku senang bisa melihatnya lagi. Aku tak kuasa menahan senyum di wajahku. Suster Dewi ikut tersenyum

“ Mas Santo, saatnya mandi dan ganti keteter ya.”

Ia menutup tirai, meletakkan peralatan mandi dan mulai menanggalkan pakaianku

“ apa tidak ada perawat pria di rumah sakit ini sus?”

Suster Dewi menggeleng kepala

“ kenapa? Apa mas tidak nyaman?”

Tanyanya bingung. Aku menggeleng kepala

“ ah ga kok, justru saya sangat nyaman”

Suster Dewi sempat terdiam mendengar jawabanku. Kukira ia akan marah namun tiba-tiba ia tertawa malu

“ di sini perawatnya wanita semua, dulu ada tapi sudah pindah semua. Banyak yang masih muda juga. Saya termasuk yang sudah senior. Tapi kita semua profesional kok”

Ia membuka seluruh pakaianku dan mulai membasuh tubuhku dengan handuk basah. Ia masih ramah seperti dulu, hanya saja kali ini aku dengan tubuh asliku. Aku benar-benar bugil saat ia memandikanku dengan tubuh baruku dulu, namun kali ini ia menutup kemaluanku dengan kain.

Aku hanya pasrah. Aku bukan Billy lagi jadi aku harus terima. Ia mulai membersihkan bagian selangkanganku. Jemarinya menyentuh batang kemaluanku. Aku menatap wajah cantiknya yang sedang fokus itu. Sama seperti dahulu aku seketika terangsang. Kontolku mengeras. Sadar batangku sudah mengeras, ia berpindah membersihkan bagian paha dan menghindari kemaluanku sepenuhnya. Ia hendak melepas keteterku. Handuk itu tidak sengaja terlepas. Kemaluanku terlihat jelas di hadapan matanya. Suster Dewi mulanya kaget. Ia terdiam. Ia berusaha melepas keteterku tanpa melihat kemaluanku. Aku dapat melihat keringatnya bercucuran mungkin karena ia risih

“ sudah selesai ya Mas Santo, kalau ada yang bisa dibantu, silahkan panggil saya”

Aku mengangguk dan berterima kasih. Aku harus terima. Suster Dewi lalu menutup tirai dan pergi. Itu terakhir kalinya ia membersihkan tubuhku.

Pagi itu seorang suster yang sudah senior masuk ke kamarku. Aku tidak mengenalinya, Ia yang membersihkan tubuhku selagi aku lemah. Perlakukan yang kudapat sangat jauh dari saat aku menjadi Billy. Aku hanya diam di kasur seharian, kadang kepanasan karena ac tidak dingin, kadang kedinginan di malam hari. Aku sendiri karena tidak ada yang menjagaku.

“ selamat Pak Santo, anda sudah boleh pulang mulai hari ini dan…..”

Aku pulang hanya lima hari setelah aku siuman. Aku sebenarnya masih lemah. Aku ingin bercerita lebih banyak namun benar-benar tidak ada yang terjadi. Aku masih sulit berdiri dan sulit bernafas. Namun berbeda saat menjadi Billy, mereka tampak tidak peduli denganku lagi. Aku diurus oleh Dokter dan Suster Senior, namun mereka memperlakukanku seolah aku tidak penting.

“ itu pasien yang ngelecehin mbak Dewi kan?”

“ iya, serem banget. Sakit aja gitu, gimana sehatnya”

Isu negatif beredar di rumah sakit. Aku dituduh melecehkan Suster Dewi. Padahal itu murni tidak sengaja. Aku melangkah dengan lemah keluar dari rumah sakit, mengacuhkan mereka semua

“ Mas Santo”

Aku bertemu kembali dengan Suster Dewi. Ia tersenyum. Kutatap wajahnya dan ikut tersenyum. Suster yang lain melihat kami berdua. Suster Dewi melirik mereka semua lalu membungkukkan badannya

“ saya minta maaf karena isu yang beredar di rumah sakit ini. Saya tidak professional sehingga membuat isu negatif beredar di rumah sakit ini. Saya siap menerima apa pun sebagai ganjaran dari perbuatan saya”

Suster yang lain terdiam. Suster Dewi ternyata tidak memulai isu negatif itu. Suster Caca juga di sana. Ia menunduk malu lalu menyingkir.

“ gapapa mbak Dewi. Bukan masalah besar kok. Permisi, saya pulang dulu”

Aku pamit pulang. Aku melangkah pergi dari rumah sakit dan menunggu di halte. Aku duduk di halte dan istirahat sebentar. Hujan lalu turun. Aku berdiri sendirian di halte itu

“ Mas Santo?”

Suster Dewi tiba-tiba muncul. Ia mengenakan jaket dan jas jinjing. Ia kembali tersenyum menyapaku

“ Mari saya bantu. Saya minta maaf soal di rumah sakit itu. Gara-gara saya jadi muncul cerita yang enggak-enggak”

Ucapnya.

“ emang mbak kenapa?”

Tanyaku bingung. Suster Dewi semakin malu

“ jujur, waktu mandiin mas, saya agak risih dengan kemaluan mas. Sebenarnya saya udah biasa mandiin pasien pria. Tapi saat itu, entah gimana saya lagi ga profesional”

Mungkin karena aku bukan Billy. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan

“ mbak biasa pulang sendiri?”

Tanyaku ramah. Ia mengangguk

“ dulu biasa dijemput sama pacar saya, tapi sekarang, udah ga”

Jawabnya frontal. Jadi ia menganggap hubungan kami benar-benar pacaran. Aku sedikit tersentuh.

“ mas kenapa pulang sendiri?”

Tanyanya bingung

“ saya ga ada keluarga mbak. Saya tinggal sendirian di Jakarta.”

Bus lalu tiba. Aku naik bus dan ia juga naik. Kami berdua berdiri. Kami memang satu jurusan walau cukup jauh. Ia berdiri sambil mengecek hp. Aku memejam mata dan istirahat sambil berdiri.

“ gang merah gang merah”

“ gang merah bang”

Aku turun tepat di depan gangku. Aku tidak membawa tas atau apa pun. Bahkan kaos dan celana ini pemberian dari rumah sakit. Suster Dewi melihat dari dalam bus. Aku berjalan ke dalam gang sedangkan bus itu masih berhenti di depan halte

Aku berjalan ke depan rumah lamaku. Entah kenapa rumah ini muncul dipikiranku untuk pertama kalinya. Padahal aku tidak bisa tinggal di sini lagi. Aku berjalan mendekat dan menengok ke dalam

“ Mas Santo?”

Seseorang memanggilku. Aku menoleh. Seorang wanita berhijab langsing dan tinggi berdiri di halaman rumahku

“ Suster Siska?”

Sahutku. Ia tersenyum

“ Mas kenal saya?”

Aku terdiam. Aku baru ingat kalau aku seharusnya tidak mengenalnya dengan tubuh ini

“ semua di gang kenal mbak Siska.”

Jawabku. Ia tersenyum

“ ah gitu. Ini saya ngomong pasal rumahnya”

Suster Siska mengeluarkan sesuatu dari kantongnya

“ Teman mas Santo melunasi hutang kontrakan dan ini sisa lebih pembayarannya”

Suster Siska mengeluarkan amplop berisi uang hampir 4 juta di dalamnya. Aku memang membayar hutang kontrakan ini sebagai Billy, namun aku tidak menyangka masih ada lebihnya.

“ ah terima kasih mbak”

Aku menerima uang itu. Suster Siska lalu memberikan sebuah cincin emas

“ ini juga cincin milik Ibu mas Santo, yang pernah diambil oleh om saya”

Om? Jadi selama ini Suster Siska keponakan Babeh?

“ iya saya keponakan Babeh. Tapi Babeh meninggal beberapa hari yang lalu. Jadi saya, yang meneruskan usaha Babeh. Saya minta maaf jika selama hidup Babeh pernah buat salah sama mas Santo”

Aku membungkuk. Semua sudah terjadi jadi aku memaafkan Babeh. Suster Siska melebarkan tangan lalu memelukku. Aku sangat terkejut. Ia memeluk pria sepertiku

“ makasi ya mas Santo”

Aku sangat malu. Aku merasakan hangat seluruh tubuh Suster Siska. Dari pelukannya, dadanya, aku merasakan semua. Ia lalu melepaskan pelukannya dan menatapku ramah

“ Mas Santo juga boleh tinggal di sini lagi. Nanti sewanya saya kurangi. Untuk bulan ini saya kasi gratis”

Suster Siska membukakan rumahku. Aku masuk dan sempat terdiam. Ini jadi rumahku lagi. Aku berdiri di tengah rumah. Dulu aku sempat datang sebagai Billy kini aku kembali menjadi Santo. Suster Siska ikut masuk ke dalam rumahku

“ ada yang bisa saya bantu lagi?”

Suster Siska sepertinya tidak bekerja di rumah sakit itu lagi. Aku tidak pernah melihatnya saat di rumah sakit. Aku menggeleng kepala dan mengucapkan terima kasih

“ kalo mau mampir, saya di rumah Babeh ya mas”

Suster Siska lalu pulang. Aku duduk di tikar rumahku dan istirahat sebentar. Foto ibu dan ayahku masih di sana. Dari jauh aku melihat mereka dan berbisik

“ mah, Santo pulang”

Aku memejamkan mata dan istirahat. Aku ingat aku cukup anak mami walaupun keluarga kami serba kekurangan.

Jam menunjukkan pukul tujuh. Aku istirahat selama satu setengah jam. Aku mengambil handuk lama di lemari lama, dan mandi. Aku tidak sempat beli sabun tapi ada beberapa sabun lama di lemari.

Aku keluar dan mengunci rumah. Suster Siska mengundang aku ke rumah jadi aku ingin ke sana untuk sekedar ramah tamah. Aku berjalan ke rumah Babeh, menekan bell lalu seseorang membuka pintu

“ eh Mas Santo masuk mas. Maaf saya habis mandi”

Suster Siska menyambutku dengan hanya memakai handuk. Aku sangat malu. Wajahku memerah. Aku pernah menyetubuhinya tapi aku cukup beruntung melihat sedikit kulitnya serta rambut indahnya sebagai Santo

Aku masuk ke dalam rumah. Ia masuk ke kamar dan berganti pakaian. Tirai kamar itu tidak menutup sempurna. Ia melepas handuknya dan aku melihat tubuhnya indah Suster Siska dari bayangan kaca. Ia hampir 40 tahun namun tubuhnya masih sangat indah

“ silahkan duduk mas Santo. Nanti saya buatin teh”

Ia lalu kembali dengan daster panjang dan hijab. Aku baru saja melihat tubuh indahnya meski dari bayangan kaca. Aku menutup kontol tegangku dengan tanganku, lalu meletakkan bantal kursi diatasnya. Aku duduk di ruang tengahnya. Suster Siska membuatkan teh. Seseorang remaja wanita keluar dari kamar yang lain. Ia sangat mirip Suster Siska. Kurasa ia adiknya. Ia menghampiriku lalu menyapaku

“ Melly”

“ ah Santo”

Kami berkenalan. Ia Melly, sepupu Siska, anak Babeh. Ia baru masuk 18 tahun. Ia sangat cantik. Aku tidak tahu Babeh punya sepupu secantik itu. Suster Siska mengeluarkan sesuatu dari lemari

“ di minum dulu mas tehnya. Ada yang harus saya bicarain”

Suster Siska memberikan aku teh itu. Ia lalu menutup jendela dan menutup pintu rapat. Ia lalu duduk di sampingku bersama Melly dengan memegang semua map. Aku meminum teh itu dan menatap mereka bingung

“ ada apa ya mbak?”

Suster Siska mengeluarkan dokumen dari map itu

“ Babeh dulu sebenarnya ada hutang ke Ayah Mas Santo. Hutang tanah yang dahulu hanya puluhan juta dan sekarang sudah senilai Miliaran. Karena tanah itu sudah menjadi ruko dan hingga kini belum dilunasi oleh alhamarhum ayah kami”

Hutang? Selama ini Babeh punya hutang dengan almarhum ayahku dan ia sebengis itu denganku? Bagaimana bisa?!

“ hutang itu sudah senilai Miliaran dan kami, jujur, tidak punya uang untuk melunasinya. Rumah ini juga jauh nilainya dari tanah itu. Jadi, Saya dan Melly beritikad baik untuk mengakhiri utang tersebut. Kami sudah pikirkan matang-matang dan kami sudah mencari tahu ahli waris tanah itu. Meski waktu itu kami belum tahu di mana keberadaan Mas Santo. Saya coba hubungi Billy tapi ga ada kabar dari AS. Rencananya, kami menawarkan menikahkan mas Santo dengan Melly”

Menikah? Akhirnya aku punya istri, sebagai Santo, dengan Melly? Gadis yang baru 18 tahun? Aku baru tahu jika Babeh punya hutang sebanyak itu ke Ayahku dan tidak pernah membayarnya. Mereka mencari tahu dan baru tahu ahli waris tanah itu adalah aku. Ia menghubungi Billy tapi tentu tidak bisa karena aku di sini. Bahkan surat perjanjiannya masih ada. Dengan hutang itu sebenarnya aku bisa memperbaiki hidupku. Apa aku menikah dengan gadis yang baru 18 tahun? Aku jarang merasakan gadis semuda itu. Ia pasti perawan dan buah dadanya pasti pink.

Aku meraba paha Melly. Ia hanya pasrah. Suster Siska juga tidak berani berbuat apa-apa. Dari tatap mata mereka, aku bisa saja memperkosa perawan ini dan Suster Siska hanya pasrah. Jemari naik mendekati selangkangannya. Aku menarik nafas panjang

“ saya ikhlaskan aja mbak, ga usah. Kasihan juga si Melly. Masih muda, sudah menikah. Siapa tahu masih ada mimpi dan cita-cita”

Suster Siska terdiam. Aku melepas tanganku dari paha lembutnya. Melly sangat kebingungan. Wajah Melly memerah dan ia meneteskan air mata

“ makasi mas, saya kaget waktu Papa ternyata punya hutang sebanyak itu ke mas. Papa juga punya hutang lain ke orang lain dan harta kami sudah hampir habis. Kami ga punya apa-apa lagi buat bayar hutang ke mas Santo, jadi aku yang bilang kalo gimana aku menikah saja dengan Mas Santo, ahli waris tanah itu”

Babeh pernah bekerja sama membangun ruko tidak jauh dari gang ini. Babeh bekerja sama dengan Developer dan membantu developer itu mendapatkan tanah dari Ayahku. Mereka tidak membeli tanah itu. Tanah itu dibalik nama menjadi atas nama perusahaan dengan iming-iming ayahku mendapat bagi hasil dari ruko tersebut. Ayahku tidak pernah mendapatinya. Sebaliknya, Babeh mendapat dana cukup banyak dari Developer itu

“ sudah saya ikhlaskan mbak Siska, mbak Melly, namanya manusia pasti buat kesalahan. Saya juga sudah maafkan Babeh agar lebih tenang di alam sana.”

Melly lalu memelukku. Aku merasa tubuh hangatnya. Ia tidak mengenakan bra jadi aku merasakan buah dada mungilnya

“ Terima Kasih mas, sampai kapan pun, saya hutang Budi dengan Mas Santo”

Aku minum teh itu lalu aku berdiri dan permisi pulang dari rumah Suster Siska. Aku melepas calon istriku, Melly, dan mengikhlaskannya. Bohong jika aku tidak ingin menikmati tubuh mulus dan perawannya. Siapa yang tidak suka mendapat istri secantik dan semuda itu namun aku memilih mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Aku mengikhlaskan hutang Babeh.

“ Mas Santo”

Suster Siska kembali memanggilku. Aku berbalik. Aku membungkukkan badanku. Ia tiba-tiba berlari dan langsung memelukku. Ia hanya diam. Ia memelukku dan menyandarkan kepalanya. Pelukannya sangat erat. Ia bahkan tidak seerat ini ketika memeluk Billy. Aku memeluk Suster Siska erat. Kami berpelukan cukup lama di depan rumah Babeh. Itu pencapaian terbesarku sebagai Santo
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd