Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG selingkuh

Status
Please reply by conversation.

Stw_binor

Semprot Baru
Daftar
5 Feb 2017
Post
28
Like diterima
15
Bimabet
anu mau share cerita dari teangga sebelah alias copas

















Kali Ini akan menceritakan sebuah cerita
dewasa terbaru tentang Perselingkuhan, mungkin cerita hot ini memang yang paling ditunggu tunggu karena perselingkuhan memang sangat asik untuk di perbincangkan. cerita perselinguhan kali ini berlatar belakang dari sebuah kehidupan di rumah kontrakan. Berikut kita mulai saja ceritanya..
Liani “Bentar mas… adek mau beli pembalut dulu…” kataku ke mas Andri, suamiku.
“Pembalut? Loh bukannya kemaren kamu baru saja selesai mens…” tanyanya
“Iya mas… mungkin adek kecapekan jadi siklus mens adek agak kacau…”
Mas Andri langsung memeluk tubuhku “Tuuhh….khaaaannnn… kamu sih terlalu memforsir tubuhmu…jadi sampai sakit gini…udah, besok mas carikan kamu pembantu buat ngurusin rumah” katanya sambil mengecup keningku.
“Ahh…nggak usah mas…adek masih bisa kok…masih kuat mengurus rumah…adek cumin butuh waktu buat menyesuaikan diri sebagai ibu rumah tangga”
“Tapi kalau kamu sampai sakit gini dek…mas nggak tega ngelihatnya”
“Udah ah…mas nggak perlu khawatir…adek pasti bisa”
“Yakin?”
“Iya mas…adek yakin…jangan anggep adek seperti anak kecil ahhh…adek khan sudah jadi wanita dewasa yang bisa mengurus dirinya dan suaminya dengan baek…”
“Hhhmmm…oke lah kalau itu mau kamu dek…” kembali mas Andri mengecup keningku.
“Udah ah mas…adek malu mas cium-ciumin mulu…banyak orang yang ngliatin tuh”
“Yeeeeeeee….kamu khan istriku dek, wanita pendamping hidupku, kenapa harus malu? Mereka cuman iri aja ngliat aku bisa mendapatkan istri bak bidadari sepertimu…hahahahaha…” kata mas Andri sambil diam-diam meremas pantat bulatku lalu tertawa lantang.
Mendengar suamiku tertawa lantang seperti itu membuatku merasa sangat bersalah. Aku telah mengkhianati sumpah pernikahan kami. Sumpah suci dihadapan penghulu, wali dan saksi. Ikrar setia sehidup semati ketika kami menikah terkesan hanya sebatas ucapan biasa.
Bagiku, semua sumpah itu seolah hilang, sirna begitu saja ketika nafsu bersetubuhku dengan orang lain muncul. Dua bulan belakangan ini, aku telah bermain api dengan mas Manto, suami tetanggaku. Terbakar oleh api asmaranya, api cintanya, api nafsunya yang selalu mendidihkan birahi dan menghilangkan pikiran warasku.
Panasnya api itu, semakin lama mengubah sosokku dari Liani lama yang setia, menurut, kalem, menjadi Liani baru yang sering berbohong, suka berdebat, dan liar. Mengubahku menjadi menjadi Liani sinting, yang tanpa berpikir panjang telah berselingkuh dengan suami tetangganya dan rela memberikan sebagian sayang serta cintanya kepada lelaki lain selain suaminya.
Liani sang pelacur murahan, yang telah merelakan tubuh dan seluruh aurat terlarangnya untuk dapat dinikmati oleh lelaki lain tanpa meminta imbalan sedikitpun. Liani sampah, yang tak menolak untuk dipermalukan dan diperlakukan tak senonoh oleh lelaki yang baru dikenalnya beberapa saat lalu
“Berapa totalnya mbak?” Tanya mas Andri sambil mengeluarkan kartu debit dari dompetnya.
“Delapan ratus enam puluh empat ribu rupiah pak” jawab wanita penjaga kasir sambil tersenyum ramah.
“Itu sudah termasuk pembalut barusan?” Tanya mas Andri lagi
“Sudah pak”
Kembali rasa bersalah itu menghampiriku. Aku kembali teringat akan pertanyaan mas Andri barusan, mengenai siklus mensku yang tak menentu. Siklus mensku sebenarnya teratur, bahkan sangat teratur. Selalu datang setiap akhir bulan, sekitar tanggal 25 atau 26. Namun mengapa ditengah bulan seperti ini, aku membeli pembalut? Hal tersebut bukanlah dikarenakan siklus mens, melainkan……merinding, geli, dan sakit. Kurasakan sensasi ketika mas Manto mulai menggerakkan ibu jarinya keluar masuk di liang anusku.
“Dek”
“Hhmmmhh…yah mas?”
“Boleh nggak…?”
“Ouughhh…ssssshhh…apa?”
“Tapi adek jangan marah dulu”
“Iya iya…adek nggak marah”
“Janji?”
“Apaan sie?”
“Janji dulu”
“Iya adek janji ga bakalan marah mas Mantoku sayang… buruan mas Mau apa?”
“Mas pengen …” dihentikannya semua aktifitas yang mas Manto lakukan. Baik sodokan penis besarnya di vaginaku, maupun kelitikan ibu jarinya di lubang duburku. Mas Manto menarik nafas panjang dan berujar lantang penuh harap kepadaku.
“Mas pengen masukin kontol mas dipantat kamu”
Flashback. Teringat aku akan kejadian yang menyakitkan kemaren, kejadian dimana mas Manto memperawani lubang duburku. Walaupun pada mulanya aku menolak, namun entah kenapa pada akhirnya aku menganggukkan kepalaku. Mengijinkan lelaki yang bukan suami resmiku melesakkan penisnya menerobos gerbang anusku.
Dengan semangat yang menggebu-gebu, mas Manto menghentikan gerakan menyodoknya, mencabut bonggol batang penisnya dari vaginaku yang masih berlumuran busa putih hasil pergumulan alat kelamin kami, lalu langsung menancapkan ke liang duburku.
“OOOUUuuggghhh….sakit mas…pelan-pelan” teriakku keras.
“Tenang dek… tahan sebentar…” ucapnya sambil meremas dan merenggangkan buah pantatku, berusaha membuka liang duburku lebar-lebar.
“Pelan-pelan mas…bo’ol adek sakit banget”
“Emang awalnya sakit dek…tapi lama-lama juga terasa enak kok…malah sangat enak…cuuhhhh” ucapnya sambil meludahi liar duburku.
Diusapnya sekeliling urat lubang pantatku yang berwarna kemerahan itu dengan jari kasarnya, mencoba melumasi sampai selicin-licinnya. Tak lupa, mas Manto juga meludahi sekujur batang penisnya agar coblosannya dapat ia lakukan dengan mulus. Dengan satu sentakan keras, mas Manto mendorong pinggulnya sekuat tenaga.
“EEeeggghhhh…”
Kucoba menahan rasa sakit yang menusuk tubuh bagian belakangku itu. Kupejamkan mataku dan kugigit dalam-dalam bibir bawahku supaya teriakanku dapat sedikit teredam. Kurasakan, ujung kejantanan mas Manto menggeliat-geliat, berusaha menerobos barisan urat duburku.
Gumpalan daging kebanggaan mas Manto itu terasa bagai pentungan kayu yang begitu keras, begitu padat, yang sanggup menjebol pertahan sekuat apapun. Karena tak perlu waktu lama, lingkar urat duburku perlahan membuka, terkuak, dan tak sanggup menahan desakan kepala penis mas Manto yang berusaha masuk itu.
“CLEP” akhirnya, kepala penis mas Manto yang berukuran ekstra besar itu berhasil melesak masuk kedalam liang duburku. Sekuat tenaga, kucoba menahan rasa sakit yang menusuk tubuh bagian belakangku itu namun tetap, tak tertahankan.
“AARRrrggggghhhhh….stop mas… STOOOP!!!” teriakku “Berhenti sebentar mas” tambahku, sambil kembali menahan desakan maju pinggul mas Manto dengan tangan kananku.
Mendengar teriakan kesakitanku. Mas Manto menghentikan sejenak desakan pinggulnya. Membiarkan kepala penis dan setengah batang hitamnya menancap erat di lubang duburku.
“Pantat kamu peret banget dek” kata mas Manto sambil mengelus pinggangku perlahan.
“Sakit banget mas…” kataku.
“……………” mas Manto tak berkata apapun.
Rasanya sungguh LUAR BIASA sakit. Semua ludah, cairan vaginaku dan rangsangan jemari yang mas Manto lalukan beberapa saat lalu, sama sekali tak memberikan efek nyaman kepadaku, tak sedikitpun.
Kutengokkan kepalaku, dan kutatap raut muka suami baruku yang berada dibelakang sana. Seolah tak terjadi apa-apa, mas Manto hanya memiringkan kepalanya, dan tersenyum tenang. Perlahan, telapak tangan kasarnya mulai mengusap buah pantatku, meremas, sambil sesekali kembali menguak lubang duburku yang masih mencengkeram batang penisnya.
“Cuuuhhh…terusin ya dek?” pintanya lagi sambil kembali meludahi lubang duburku.
“……………” Aku tak menjawab.
“Dek? Dek Liani? Mas terusin yah…?” tanyanya lagi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, meminta persetujuanku.
“……………” kembali aku tak menjawab, hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca, meminta ampun darinya.
“Nggak boleh ya?…Yaudahlah…” mas Manto menghela nafas panjang dan mulai menarik separuh batangnya yang sudah tertanam di liang duburku. Pelan-pelan, batang hitam itu ditariknya keluar dari dalam duburku.
“OOOoohhhh” bulu kudukku tiba-tiba meringing. Detak jantungku tiba-tiba terasa berdetak lebih cepat lagi dan nafasku mendadak tersekat. Sesaat, kurasakan sensasi aneh yang belum pernah aku rasakan sepanjang hidupku. Rasa geli yang menggelitik, rasa gatal yang nikmat dan denyutan yang menggetarkan liang duburku, muncul seiring tarikan keluar batang penis mas Manto. Enak sekali. Spontan, kuremas paha kanan mas Mantoku, dan menghentikan gerakan mundur pinggangnya.
“Jangan mas…jangan dicabut…”
“Hoh??”
“Jangan dicabut mas…sodok bo’ol adek lagi…” ujarku sambil membungkukkan tubuhku kedepan. Semakin kulebarkan bentangan kakiku dan berpegangan erat pada bibir bak mandi.
“Bener dek?” tanyanya dengan nada riang, mirip anak-anak ketika baru saja mendapatkan mainan baru.
Kuanggukkan kepalaku pelan dan tersenyum kearahnya.
“Makasih ya dek Lianiku…makasih banget dek…cuuuuhhh”
Bak mendapat tenaga baru, mas Manto langsung menghentakkan pinggulnya maju sekeras-kerasnya. Melesakkan batang raksasanya kembali masuk dan menjebol liang duburku.
“ARRGGggg….Pelan-pelan mas…pelan-pelan” erangku namun eranganku terdengar tak berarti sama sekali.
Bak bercinta dengan mahluk tunarungu, mas Manto tak menghentikan desakan penisnya sedikit pun. Seolah sedang berlomba, sodokan penis mas Manto semakin kuat, pinggul kekarnya ia hentakkan maju sekuat mungkin. Mas Manto sepertinya lupa akan ukuran penisnya yang super besar itu. Rasa sakit, perih, panas, semua rasa negatif itu kembali berkumpul menjadi satu, seolah ikut masuk kedalam tubuhku melalui lubang duburku. Penuh sekali.
Lubang duburku seolah dipaksa untuk merenggang selebar mungkin. Rasa yang teramat sakit itu semakin terasa, seiring dengan desakan kepala dan batang penis raksasa mas Manto ketika berusaha ia lesakkan jauh lebih dalam lagi. Erangku tak ia gubris, air mataku pun tak ia hiraukan. Sakit sekali. sampai kupukul-pukul kepalan tanganku ke bibir bak mandi tempat tanganku bertumpu untuk mencoba mengalihkan perhatian otakku ke sakit pada tanganku.
Kugeleng-gelengkan kepalaku tanda penolakan yang amat sangat. Namun, sepertinya semua telah terlambat. Mas Manto telah tenggelam dalam kenikmatannya di surganya sendiri. Surga dalam jepitan lubang duburku. Dengan kedua tangan kasarnya, mas Manto mencengkeram samping pinggangku erat-erat, dan ia mundurkan paksa kearahnya, sehingga penis berukuran panjangnya itu semakin melesak masuk kedalam liang duburku. Sampai tiba-tiba kurasakan geli-geli rambut kemaluan dan tepukan lembut dua buah kantong zakar mas Manto pada bibir vaginaku.
“Uuuhh mentok dek…sumpah…peret sekali bo’ol kamu” lenguh mas Manto keenakan Sesaat, didiamkannya kembali penis besar itu didalam liang duburku.
“NYUT…NYUT…NYUT” Kurasakan pompaan darah di urat yang mengitari sekujur batang penis mas Manto berdenyut begitu hebat.
Karena seluruh batang panjangnya telah berhasil masuk seluruhnya kedalam liang duburku, mas Manto mulai memainkan kejantanannya. Mas Manto mulai menggerak-gerakkan pinggulnya maju mundur.
“OOoouuugghhh…”
Kembali kurasakan, kenikmatan garukan kepala penis mas Manto. Kepala penis miliknya itu menggaruk kasar dinding duburku, dan urat-urat yang mengitari sekujur batang penisnya juga ikut menggelitik bibir duburku. Nikmat sekali. Begitu batang penis itu tertarik sampai ujung, kembali mas Manto mencengkeram sisi pinggangku dan mendorong pinggulnya maju.
Liang duburku kembali terasa begitu penuh dan menyesakkan perutku, namun entah kenapa, aku ingin merasakan bagaimana jika batang penis itu keluar masuk dengan cepat pada liang duburku. Ditarik, didorong, ditarik, didorong. Semakin lama, semakin cepat sodokan batang penis mas Manto pada liang duburku. Tak henti-hentinya mas Manto meludahi kelamin kami masing-masing sehingga penis dan liang duburku semakin basah oleh air liurnya.
“Enak banget dek…sumpah…peret banget…” desah mas Manto.
“Ooouuhhh” desahku juga, seolah menjawab pernyataan mas Manto barusan.
“Enak dek…?” tanyanya lagi.
“Hoo…. Ooouuhhh” jawabku sekenanya sambil menganggukkan kepalaku.
“Masih sakit?”
“Masih…” Kataku sambil menganggukan kepala “ Abisan kontolmu gedhe banget mas”
“Tapi enak khan…?”
Kuanggukkan kepalaku dan tersenyum kearahnya. Memang benar, pada akhirnya, akupun menyerah akan kenikmatan yang aneh pada lubang belakang tubuhku ini. Gelitikan dan garukan kepala penis mas Manto pada liang duburku, benar-benar beda.
Mungkin karena belum terbiasa, kurasakan batang penis mas Manto terasa lebih geli ketika bermain di dubur, daripada di vaginaku. Dengan tangan kananku, aku mulai mempermainan putting susuku. Malah terkadang aku juga merogoh biji kelentitku guna menyeimbangkan kenikmatan yang kuraih dari rongga belakang tubuhku.
“Ouuggghh…terus mas…sodok memek adek lebih dalam lagi mas…enak banget” pintaku ke mas Manto.
Sepertinya sedikit-demi sedikit, aku mulai bisa melupakan akan rasa sakit yang semula menusuk lubang duburku. Dan perlahan aku pun mulai tenggelam dalam gelombang kenikmatan seiring dengan sodokan tajam penis panjang milik suami tetanggaku ini.
Towelan jemariku pada biji kelentitku pun semakin cepat, hingga cairan vaginaku juga semakin banyak merembes mengalir membasahi paha dalamku. Sampai suatu saat, ketika sedang enak-enaknya menikmati perzinahan melalui liang duburku, aku dikagetkan oleh lenguhan mas Manto.
“Ooohhh…ooohh…ohhh…” teriak mas Manto tiba-tiba sambil menggerakkan pinggulnya keras keras dan menghujamkan tusukan batang penisnya ke pantatku.
“Ooooouuuuggggghhhhh…aku nggak kuat lagi dek…aku nggak kuat…”
“Tahan bentar mas…tunggu adek…adek juga pengen keluar” pintaku.
Kupercepat towelan pada biji kelentitku. Aku juga ingin segera mendapat orgasme pertamaku, orgasme yang kuperoleh dari lubang duburku.
“Tahan mas…adek juga pengen keluar bareng…”
Namun, sekuat-kuatnya mas Manto, akhirnya ia kalah juga. Kalah oleh sempitnya lubang duburku. Kalah oleh empotan dinding duburku. Kalah oleh jepitan dubur perawanku.
“Mas nggak kuat lagi dek … mas mau keluar …mas keluar…” teriak mas Manto lantang.
“CROOOT… CROOT… CROT…” enam semburan kencang sperma mas Manto langsung memenuhi liang duburku. Kali inipun kembali kurasakan sensasi yang berbeda. Cairan kenikmatan mas Manto terasa jauh lebih banyak dan lebih hangat daripada sebelumnya. Bukan hangat, melainkan cenderung lebih panas daripada saat menumpahkan spermanya di dalam rongga rahimku.
Untuk beberapa lama, mas Manto mendiamkan goyangan pinggulnya, dan membiarkan penis panjangnya tertanam di liang duburku. Kurasakan batang penisnya berdenyut kencang, seiring dengan semburan sisa-sisa cairan spermanya. Nafas mas Manto memburu, badannya hangat, keringatnya menetes membasahi punggungku, dan detak jantungnya berdegub dengan kencang. Mirip seperti orang selesai melakukan olahraga.
“Bo’ol kamu enak banget dek…uuuuuuueeeeeeennnnnnnnaaaaaaaaakkkkkkk ucapnya sambil memeluk dan mengecup punggungku dari belakang “makasie ya dek Lianiku…”
“Iya mas…kontol kamu juga enak banget…” jawabku “tapi kok cepet banget ya keluarnya kamu mas?…biasanya khan adek yang keluar duluan…baru setelah itu kamu?”
“Sumpah dek…jepitan bo’ol kamu kenceng banget…jadi mas nggak sanggup lagi menahan dorongan peju mas biar nggak keluar” ucapnya.
Diremasnya perlahan buah pantat putihku sambil sesekali dibukanya bongkahan pantat itu kesamping, memperlihatkan penis besarnya yang masih menancap dalam-dalam di lubang duburku.
“Bo’ol kamu memang nggak ada duanya dek…” pujinya.
“Halah gombal” jawabku singkat sambil tersipu malu.
“Aku sayang kamu dek…” ucapnya lagi “dah yuk…kita mandi trus bubu siang”
“Hah…? Kok bubu siang?”
“Loh? Khan ngentotnya udah selesai?”
Yeeeee….bentar dulu donk…adek khan belum dapet jatah keluar…” kataku sambil mengernyitkan hidungku ke arahnya.
“Hehehe…oh iya-iya…mas lupa…”
“Dasar babon”
“Heheheh…kamu tenang aja dek…sehabis mas istirahat…kamu pasti dapet kok” ucap mas Manto sambil memamerkan deretan gigi kuningnya.
“Enak aja…nggak pake istirahat-istirahatan…” ketusku “nanggung nih…adek udah nggak tahan…buruan sodok lagi sekarang”
“Waduh…bentaran aja dek…kontol mas bisa kering kalo langsung digenjot begini”
“BODO…Awas aja sampai nggak…adek bakal cincang kontol kamu mas”
“Aduh…jangan donk…” pintanya “Istirahat bentar yak?”
“Hmm……” kupikir, ada benarnya juga saran suami baruku ini. Sudah hampir 3 jam kami memburu kenikmatan ragawi. Semenjak pukul 9 sampai sekarang, hampir jam 12 kami berlomba-lomba mendapatkan kenikmatan, mungkin memang ini waktu yang tepat untuk sedikit beristirahat.
“Ya udah…tapi bener loh…AWAS kalo nggak!!” ancamku.
“Siap tuan putri…hamba mandi dulu yah…”
Perlahan, mas Manto mulai menarik penisnya yang mulai mengecil itu. Kurasakan, seiring tarikan penis mas Manto, cairan spermanya pun ikut merembes keluar dari lubang duburku. Geli akan gelitik kepala penisnya ketika mas Manto cabut dari liang duburku, serta rasa sakit pada dinding duburku, membuat bulu kudukku merinding.
“Sensasi nikmat persetubuhan yang aneh…” batinku dalam hati.
Namun ketika aku masih terlena akan kenikmatan baru pada liang duburku, tiba-tiba, kami berdua dikagetkan oleh cairan hangat berwarna putih kemerahan yang keluar seiring tarikan batang penis mas Manto dari dalam liang duburku. Kulihat kebelakang ke arah pantatku, dan dengan tangan kananku, kuraba cairan hangat yang merayap turun melalui pahaku…
“DEG” Jantungku seolah berhenti berdetak.
Jemari tanganku belepotan oleh cairan berwarna kemerahan. Otak sehatku langsung berpikir keras, mencari tahu apakah cairan merah tersebut. Ternyata, setelah kuamati, sepertinya anusku berdarah. Mendadak, kurasakan rasa yang amat sakit, perih, panas dan seperti terbakar.
Liang anusku robek, dinding anusku pasti tak mampu menerima penuhnya desakan batang penis mas Manto yang ekstra besar itu. Melihatku lubang pantatku berdarah mas Manto panic, buru-buru ia menarik paksa batang penisnya untuk dapat segera keluar dari liang pantatku. Karena tanpa persiapan, begitu kepala penis mas Manto berhasil seluruhnya tercabut, kembali rasa sakit itu menghampiriku.
“PLOP!”
“OOUuuuugggghhhh” Sakit sekali.
Cairan berwarna merah langsung mengucur seiring keluarnya penis besar mas Manto dari lubang anusku. Batang penis yang begitu besar itu meninggalkan rongga anusku terbuka dan menganga lebar.
“Sepertinya susah untuk dapat mengatupkan kembali bibir duburku…” batinku.
***
“Dek…kok diam saja” Tanya mas Andri sambil melambai-lambaikan tangannya didepan mukaku. Pertanyaan suamiku itu langsung membuyarkan segala lamunanku.
“Eh…ke…kenapa mas?” jawabku gugup.
“Ini belanjaannya sudah semua…” ujarnya lagi sambil tersenyum lebar.
Senyum mas Andri begitu tulus. Ingin rasanya aku bersujud di kaki mas Andri tuk meminta maaf. Aku merasa seperti pelacur murahan, yang menjajakan kenikmatan liang tubuhnya kepada setiap lelaki yang lewat. Bak sampah yang sangat tak berharga, aku merasa hina berdampingan dengan orang sebaik mas Andri, suamiku.
“Yuk…kita pulang… “
Aku hanya mengangguk. Andai lidah bisa berkata, andai bibir bisa bercerita.
“Maafkan adek mas…sudah membohongimu…sudah menyelingkuhimu”
“Maafkan adek mas…sudah membiarkan tubuh sucinya ini dilihat…disentuh…dan dinikmati oleh laki-laki lain…”
“Maafkan adek mas…jika sangat menikmati perzinahan yang adek lakukan”
“Maafkan adek mas…”
 
Ini ceritanya langsung lompat ke bag 2, padahal copasnya dari bagian 1 aja gan, biar runut ceritanya, ini copas dari cerita kontrakkan klo gak salah sampai episode 3
 
sudah ada versi lengkapnya disini suhu, di kasih judul kontrakan. apa suhu bakal membuat lanjutan cerita ini?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
judul asli kontrakan, andai bisa lanjutin nih cerita dg sentuhan yg sama. karena selalu berhenti di tempat yg sama
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd