Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SECRETUM TENEBRIS (UPDATE PAGE 103)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Pagi ini kantor sangat sepi, hamper semua jajaran manajemen medis dan jajaran direksi menghadiri symposium di salah satu hotel besar di kota ini. Aku memang tidak ikut karena memang tidak ada kaitan dengan divisi umu yang kupimpin. Dan hal ini membuatku senang karena yah aku bisa bersantai di dalam kantorku….me time dengan vapor ku dan liquid Bad Bunny ku….dan aku memilih Sababay wine kali ini untuk menemaniku menikmati waktu luang ku…..



Ceklek…… pintu kantorku terbuka. Siapa yang iseng masuk ke kantorku pada saat semua sedang keluar kantor….



SOP ILER
mohon maap karena RL dan ada perubahan alur saat saat akhir saya blm bisa update saya usahakan malm ini update'
Wah wah tak kiro update , :colok:
Lha kok spoiler to
Yowest lah tak pantau mumpung onok kopi Karo udud :cendol: :cendol:
 
Abis marathon baca, seru huu:thumbup update secepatnya ya hu, semoga baik2 saja ya dok dalam keadaan covid inii
 
Pagi ini kantor sangat sepi, hamper semua jajaran manajemen medis dan jajaran direksi menghadiri symposium di salah satu hotel besar di kota ini. Aku memang tidak ikut karena memang tidak ada kaitan dengan divisi umu yang kupimpin. Dan hal ini membuatku senang karena yah aku bisa bersantai di dalam kantorku….me time dengan vapor ku dan liquid Bad Bunny ku….dan aku memilih Sababay wine kali ini untuk menemaniku menikmati waktu luang ku…..



Ceklek…… pintu kantorku terbuka. Siapa yang iseng masuk ke kantorku pada saat semua sedang keluar kantor….



SOP ILER
mohon maap karena RL dan ada perubahan alur saat saat akhir saya blm bisa update saya usahakan malm ini update'

wadow,,,,, serem SOP ILER nya ,,,, di tunggu pak dok... ;)
 
YESS MASTER



“al..gue mau ngomong” dokter toni menghambatl langkahku yang sedang menuju mobilku di parkiran. Ya, aku baru saja hendak pulang dari RS setelah mengantarkan Luna ke mobilnya.

“nape ton….tegang amat lu?” tanyaku

“lu yah masih bisa nanya gt? Lu gila ya al…ga bisa apa lu nahan otong lu itu? Ga asal tebas aja … liat liat siapa yg lu tebas pake otong lu!”

Toni nampak amat geram dan aku jelas sangat tidak paham dengan maksudnya, aku mengerutkan keningku “ maksudmu ton?” kalo bukan sahabat dekat ku sudah kutebas kepalanya asal bicara seperti ini

“lu jangan pura pura bego al…..Luna” Toni bersandar di mobilku sambil menyalakan rokok.

Spontan kucabut dari mulutnya dan ku matikan di landasan basement. Masih di area RS dimana larangan merokok di berlakukan, dan ini tempat terbuka, kadang aku tak habis pikir betapa bodohnya Toni ini…..

“what about luna?” tanyaku sesantai mungkin.

“gue tau lu deketin dia….come on al. its Luna. Dia bukan mainan Al…she is …well …a doctor… and pure…and she already married….mmm ok yang terakhir hapus…gue jg suka ga peduli married atau ga…but not Luna AL….” Toni mencoba menjelaskan

“ You like her?” tanyaku tenang

“nooo…..dont get me wrong….gue ga suka macam suka ke dia…cm kasian aja al klo dia cm jadi korban lu yang kesekian kali…apa kaga cukup si mainan lu selama ini? Masih perlu korban dia” kejar Toni

“lah kenapa lu rempong ton?” tanyaku penasaran.

“anak2 seperti Tris respect Luna..she is nice. Everybody love her al… just don’t hurt her…….semua anak anak ga ada yg brani ngmg ke lo”

“so mreka minta lu yg ngmg ke gue?” senyumku tersungging “minggir ton..gue mau praktek..udah telat”

Aku masuk ke dalam mobil dan menyalakan nya. Toni tercengang dan masih berdiri disitu.

Aku membuka jendelaku “satu hal yang kalian benar tentang Luna … dia Special” ujarku sambil menginjak pedal gas mobilku dan berlalu dari Toni.

Dengan senyum terkembang aku melirik kearah spion, melihat Toni yang masih nampak dongkol setengah bingung dengan tingkahku. Aku sadar aku seperti orang gila, terus menerus tersenyum seolah tak ada lagi masalah di dunia ini. Seolah semua problematika sirna

“Luna, well.. she’s special alright.” gumamku pada diri sendiri, seraya pikiranku kembali melayang kepadanya. Pada senyum manisnya, rona merah pipinya, peluh yang menetes dari pelipisnya, wangi tubuhnya….

Seketika nuraniku beradu, antara benar dan salah… aku seperti hilang arah, hilang tujuan, hilang kendali.. aku tak tahu…

Apa benar yang dikatakan Toni, kalau aku sudah salah?

Tapi Luna… apa sore tadi aku yang memang sudah kelewat batas. Akukah yang sudah salah membaca situasi dan ekspresinya?

NO! That can’t be… aku tak mungkin setega itu melakukannya bila Luna tidak mengijinkanku.

Atau aku yang sudah kepedean. Atau memang aku yang salah…

FUCK!

Aku segera meraih HP ku dan mencoba mengirimkan WA padanya. Aku kahawatir karene Luna Nampak sempoyongan tadi saat kuantar ke mobilnya

“Lun…”

“Yes…daddy” jawab Luna….yang memabutaku entah kaget bercampur senang …. Daddy….sisi Dominant ku bergejolak membayangkan suara manjanya.

“ga baik WA nan sambil nyetir…bahaya” ketikku selanjutnya.

.

.

.

.

.

“May I call?”











Esok hari

Kepalaku serasa mau pecah… migrainku kumat…

Semua ceramah, kotbah, kritik dan sindiran semua anak buah terdekatku di divisi umum kembali terngiang di telingaku….

Pagi tadi, setiba ku di RS, aku langsung dicegat oleh pak Tris dan diajaknya untuk ngobrol sebentar di kantornya. Namun ternyata yang dia maksud “ngobrol sebentar" adalah 2 jam sesi ceramah. Dan bukan cuma darinya, tapi Roy HRD, Niko Marketing dan dr. Toni Mawengkang juga ada disana. Mereka berkompak untuk “menyadarkan" ku dan membuatku mengurungkan niatku mendekati Luna.

Toni…Toni … Toni lu sampe ngajak segini banyak orang dalam lingkaranku untuk berdiri bersamamu dan mencoba “menyadarkanku”, padahal kalian ga tau apa yang ada di hatiku…apa yang aku rasain tentang Luna

Mereka seolah tak rela aku mencemari Luna. Dan lebih lagi mereka tak mau Luna terluka karenaku.

Seolah aku tak tahu semua itu.

Aku tau aku bodoh jika mengikuti nafsu belaka. Bodoh jika kembali dikuasai oleh selangkangan semata.

Tapi mereka tak tahu kalau Luna itu berbeda… tak seperti wanita lain yang selama ini menghangatkan tempat tidurku semata.



“Dokter Alvaro, gimana pendapat anda? Dari tadi anda diam saja, dan belum berkomentar apa-apa.” Suara Jennifer Hartawan memecah lamunanku. Mengembalikanku ke masa sekarang.

Ya. Aku sedang dalam rapat koordinasi. Dari sejak awal dimulai rapat, hati dan pikiranku tak menentu dan tak bisa fokus. Terlebih lagi saat ini yang sedang dalam pembahasan (nampaknya) adalah tentang pengadaan obat paten kalau melihat dari slide presentasi yang terpampang saat ini.

BAHH.. ini lagi ini lagi.

Tyas sialan itu. Dari awal mula aku di RS ini aku sudah mencium gelagat tak jelas darinya. Juga dari dr. Tantri Diyono yang bersikukuh membela Tyas dan menutup2i boroknya.

Sampai tiba-tiba tagihan dari perusahaan obat yang menumpuk dan membengkak sampai keatas mejaku untuk meminta persetujuan dan tandatanganku

Bayangkan saja, masakan aku harus menyetujui semua pembayaran tagihan untuk obat-obatan ga jelas macam ini. Bukan cuma kuantitasnya yang ngaco, bahkan jenis obat yang diminta pun bin ajaib.

Dan aku yang harus menjawab kepada dewan komisaris setiap kali ada pembengkakan tagihan, yang mana sistem permintaan dan pembeliannya saja aku tak diberi akses. Sepenuhnya diserahkan kepada Tyas oleh dr. Tantri. Ya gila aja…

Jangan pikir aku tak pernah menegur Tyas. Dari level menegur baik-baik, mengingatkan baik-baik, mengajari mengikuti sistem yang baik… tapi dasar manusia bebal satu itu, boneka setia dokter Tantri. Apa yang ku perintahkan hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan.. Grrrr..

Aku paling benci manusia bebal. Tolol!

“Ya.. seperti sudah terpampang dan saya yakin bahkan sudah dijabarkan oleh dokter Tantri, bu Jenni. Ada beberapa permintaan obat dari instalasi farmasi yang terhambat di supply oleh supplier obat, karena perusahaan tersebut mengeluhkan masih ada tagihan nota-nota yang belum diselesaikan dari RS Trikarya Husada…..”

“Nah kan bu Jennifer.. seperti sudah saya jelaskan tadi. Kita memang dalam posisi salah karena belum membayar tagihan obat.” kicau dokter Tantri penuh kemenangan. Seolah dia berhasil menimpakan kesalahan sepenuhnya kepadaku.

“Lalu apa masalahnya dokter Alvaro, kenapa bisa seperti ini?”

“Ya sejujurnya saya menunggu pertanggungjawaban dari pihak Medis, bu. Seperti yang sudah pernah saya sampaikan kedalam rapat-rapat koordinasi bersama jajaran management sebelumnya, saya meminta laporan pertanggungjawaban penggunaan obat dan alkes beserta proyeksi kebutuhan rata-rata perbulannya. Ini saya rasa sangat penting untuk dapat memperkirakan alokasi dana yang dibutuhkan untuk kebutuhan mendasar RS kedepannya. Supaya apa-apa yang sudah diajukan dalam anggaran belanja bulanan ataupun tahunan RS bisa dicocokan dan dipertanggungjawabkan dengan rapih. Bukan begitu dokter Padma, dokter Agus.” Seringaiku seraya melempar bola panas kembali ke direktorat medis.

“Hmm. Ya anu. Itu gimana dokter Padma. Bu Tyas sudah menyusun ya?” dokter Agus Taksaka buru-buru meletakkan handphone nya keatas meja. Jelas dia sama sekali tak menaruh perhatian kedalam rapat ini.

“oh iya ya.. coba coba.. sebentar saya hubungi bu Tyas dulu.” Dokter Padma langsung salah tingkah dan menelpon bu Tyas.

CIH.. baru segitu saja kalian sudah gelagapan. Dasar ga berguna semuanya.

“Ya tapi gabisa gitu dong dokter Alvaro. Apa dokter punya waktu untuk mencocokan semua laporan yang seperti dokter minta itu dengan slip pengajuan obat di tiap-tiap bulannya. Lantas nanti kewajiban sebagai COO malah terlantarkan semua. Belum lagi masalah pasien komplen AC dan TV bermasalah itu selalu ada dan nampaknya tak bisa tuntas sempurna. Lift juga sering macet kan, sampai-sampai ada dokter spesialis dan pasien terjebak dalam lift.”

Mulai… si tua bangka ini memang ya. Hobby nya membuka borok orang untuk menutupi belangnya sendiri.. membuat darahku kian mendidih dan migrainku makin parah saja.

Kukepalkan tanganku erat-erat dibawah meja. Mencoba menahan emosi supaya tidak menamparnya di forum ini.

Aku mengembangkan senyuman
“apakah yang dokter Agus sampaikan ini tentan lift dan bangunan komplen AC, apakah datanya atau hanya pendapat anda? Klo berdasar data Work Order kami ada, dan masukan bulananya jelas sudah turun. Tpi jika tidak dilakukan sesuai prosedur dimana tidak menggunakan Work Order, maka divisi saya tidak akan memproses” kata ku



“ah kau bertele tele Al…kebanyakan birokrasi menghambat aja!” Dokter Agus mulai meradang.



“ini bukan birokrasi dok tapi manajemen kinerja…dengan work order, team saya bisa menyusun skala prioritas kinerja nya. Divisi anda dengan mudah menambah orang, divisi saya terbatas sekali sulit menambah orang. Coba anda turun ke lapangan, berapa banyak tenaga yang anda bilang anda MEMBUTUHKAN, apa yg mereka kerjakan? Makan cilok? Benerin cat kuku? Yutub an?” aku tersenyum dingin “klo butuh bukti …. Banyak …. CCTV dan pantauan NetSuport dari ruangan IT jelas semua dan sudah saya rekam untuk penilaian kinerja karyawan di HRD”

Wajah Agus Taksaka Merah padam….menahan umpatan yang aku yakin sudah ada diujung lidah nya.

Aku melanjutkan kembali ketopik pembicaraan awal.

“Saya sudah mengatur dan mengajari anak buah saya semua di divisi umum, baik dari posisi kepala hingga masing-masing personelnya. Saya berani jamin laporan yang sudah disusun oleh direktorat medis tidak akan sia-sia belaka. Jadi, bila laporan itu sudah siap, saya tunggu di meja kerja saya besok pagi. Dan bila sudah tak ada lagi yang perlu dibahas dengan saya, saya ijin mohon diri untuk menemui kapolres XX terkait laporan kehilangan helm beberapa waktu yang lalu. Permisi.”

Aku segera berdiri dan melangkah keluar….aku tidak peduli dengan jajaran direksi keparat ini. Dan aku hanya memberikan salam undur diri kepada para komisaris, yang terlihat bengong dengan kelakuan ku dan data yang aku punya.

Aku benar tidak perduli di dalam akan ada perang seperti apa. Saat ini aku periu focus dengan masalah obat dan pertemuan dengan Kapolres. Aku harus menutupi jejak ku yang menghajar maling sampai tidak berdaya.





Setelah selesai urusanku dengan kapolres, aku memanggil kepala-kepala divisi umum untuk rapat mendadak terkait pengadaan obat yang sedang digoreng oleh dokter Tantri. Aku harus mempersiapkan barisanku, untuk dapat mempersiapkan diri dan mental jika sewaktu-waktu nenek tua itu menyerang anak buahku tanpa mereka tau duduk persoalannya.

Aku sudah tau siasat nenek tua itu. Setelah sekian waktu bekerja di RS ini, aku bisa membaca pola kerja nya. Dia senang sekali menebar teror dan ketakutan di divisiku. Divisi yang dibuatnya buta oleh keadaan RS yang sebenarnya karena kami tak lagi diijinkan ikut dalam laporan harian dan mingguan yang melaporkan kondisi RS ini. Pada awalnya kegiatan laporan harian berisi dengan banyak masukan dan keluhan yang dirasakan dari masing-masing divisi, sehingga pertemuan itu bisa menjadi wadah untuk dapat menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan jelas. Namun semakin lama makin jelas bahwa jumlah keluhan dan permasalahan di divisi umum menurun drastis hingga hampir tak ada, sedangkan permasalahan medis masih menetap dan cenderung bertambah. Hingga kekonyolan-kekonyolan sepele yang mengisi laporan harian dan mingguan itu.

Selama beberapa waktu itu memang menjadi hiburan dari divisiku. Meski tak ada ucapan terimakasih dari manajemen atas jerih lelah dan kerja keras kami divisi umum, paling tidak dengan kami tak mendapat komplen atau cercaan, itu sudah menjadi suatu kelegaan untuk mengawali pekerjaan.



“Siang ini jam 14.00 kumpul di kantor saya, kepala keuangan, accounting, logistik, kasir, IT. Bahas pengadaan obat. Ontime.”

Ketikku kedalam grup WA divisi umum.



Dan meeting berlangsung dengan cepat dan efisien seperti biasa. Yang tidak biasa adalah Luna….aku sengaja meneleponnya untuk ikut.

Aku sempat tidak konsentrasi karena Luna belum juga kelihatan saat rapat sudah mencapai pertengahan materi. Kemudian dia datang dan hanya duduk di belakang dan tertunduk. Hal ini membuatku semakin ragu, galau, ah entahlah aku tak mengerti lagi



“oke pertemuan ini cukup. Aku minta kalian siap. Jangan bantu divisi medis lebih dari kapasitas kalian, biarkan pemalas-pemalas itu bekerja dan putar otak sedikit. Bubar.”



Aku melihat gerak gerik Luna yg sudah siap siap kabur meninggalkan ruangan.

Aku mencegahnya. “dokter Luna mohon tinggal sebentar, anda terlambat rapat hari ini” ujarku. Seluruh kepala divisi ku mulai meninggalkan ruangan. Dan dalam ruangan ini hanya ada aku dan Luna sekarang.

Diam. Hening.

Luna ga ngangkat kepala sama sekali. Cm nunduk dalem. Berdiri jg yg kek gemeteran. Mau duduk tapi ga mau stay di ruangan juga.

Luna sama sekali tak memandang ke arahku hari ini.

“Luna…”

“Ya dokter.” Tetap tertunduk.

“Ada masalah? Kenapa kamu hari ini diam aja?”

“Ah ndak dok.. ndak ada apa-apa kok" suara bergetar.

“Lun…” aku mencoba meraihnya. Memegang tangannya. Apapun itu. Aku perlu melihatnya. Aku cemas melihatnya seperti ini. Tapi dia mundur dariku dengan gesitnya.

“Anu,.. eh.. kalau dokter Alvaro sudah ga ada yang mau disampaikan ke saya. Saya minta diri dok. Banyak laporan yang dokter minta dari saya untuk segera saya susun terkait masalah tadi…” kembali dia mencoba kabur dariku.

Tapi tidak kali ini. Aku tidak akan bisa tenang bila Luna pergi dariku seperti ini. Aku otomatis melangkahkan kakiku kearah pintu. Menutupi jalan keluar dari ruangan ini.

“Luna.. apakah ini soal kemarin?”

Luna kembali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tetap membisu. Tapi sekilas terlihat rona merah di wajahnya. Bahkan kedua telinganya pun memerah..

Mungkinkah……

“Luna.. Luna..” aku kembali berjalan kearahnya. Mencoba menggapainya. Mengangkat wajahnya. Aku perlu tahu apa yang kamu pikirkan Luna. Aku ingin tau apa yang membuatmu begini. Aku ingin tau apakah cumq aku yang gila dan mengada-ada dengan pikiran dan fantasiku ini.

“LUNA. Lihat aku!” Aku menaikkan nada suaraku dan sedikit menyisipkan aura dominansi ku kedalamnya. Sungguh aku frustrasi dan tak bisa menahan kesabaranku.

Jika memang aku yang sudah membuatnya seperti ini…. Membuatnya menjauh dariku. Bahkan menatapku lagi saja Luna tak sanggup… aku rela menghapus semua kejadian kemarin. Hanya demi melihat wajahnya lagi…

Tapi yang terjadi kemudian sungguh tak terduga untukku.

Luna seolah terkesiap mendengar suaraku. Dia seketika bersimpuh di hadapanku. Kedua lututnya seolah lemas dan tak kuasa menahan berat badannya. Dan dia membisikkan kata-kata yang membuat nalar dan logikaku sirna.

“Yes, Master…”

…………………………………………………………………………………..

Sebuah submissive condition yang membuatku kaget. Dominasi ku atas Luna, apakah membangkitkan sisi submissive nya……She Called me master…dengan sorot mata pasrah….berserah dan percaya sepenuhnya….



Aku pun mengecup bibirnya…..
Maap suhu, kenapa luna tiba tiba jadi gitu yah..? Emang udah pernah mantap mantapan sama alvaro yah..? 🤗
 
Sudah seminggu dari sop iler, belum ada update juga ya dok. Semoga lancar2 terus RL nya
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd