PERINGATAN!! Konten chapter di bawah ini mengandung unsur kekerasan dan penyiksaan. Kebijakan pembaca disarankan..
.......
SG 38 - Unbearable Torment
November 2023, di Kehidupanku sebelumnya..
Saat ini aku sedang duduk di lantai sebuah gudang gelap yang tidak kuketahui dimana.
Kedua tanganku terikat ke belakang punggungku, ke sebuah tiang besi tempat punggungku saat ini bersender.
Kurasakan sekujur tubuhku sakit setelah menerima pukulan dan tendangan dari orang-orang yang mengeroyokku tadi.
Aku tidak tahu sudah berapa lama aku berada di dalam gudang ini. Kurasakan kepalaku masih sangat pusing sehingga membuat kesadaranku sedikit linglung.
Aku juga tidak tahu bagaimana orang-orang ini bisa menemukanku.
Program perlindungan saksi yang kuterima dari wanita itu beberapa bulan yang lalu, membuatku bebas dari penjara dan orang-orang dari wanita itu memindahkanku keluar kota dari tempatku tinggal sebelumnya lalu menyembunyikanku di dalam sebuah rumah.
Aku yang sudah beberapa bulan menempati rumah itu merasa bosan terkurung di dalam rumah terus, sehingga pagi tadi aku keluar rumah untuk menghirup udara segar sekalian mencari warung untuk membeli rokok.
Ketika aku berjalan menuju warung, tiba-tiba ada tangan yang membekapku dari belakang lalu mendadak semuanya menjadi gelap dan aku pingsan tak sadarkan diri.
Ketika aku terbangun, aku sudah berada di sebuah gudang dalam keadaan terikat. Masih setengah sadar aku melihat pria tambun itu dan beberapa anak buahnya sedang melihatku sambil tersenyum menyeringai.
Lalu 2 orang melepas ikatanku dan membawaku ke tengah gudang.
Kemudian kudengar pria itu memerintahkan anak buahnya untuk menghajarku. Beberapa orang langsung mengeroyokku sampai akhirnya aku tersungkur dan kembali pingsan.
Hingga akhirnya aku terbangun lagi saat ini dalam kondisi nyeri di sekujur tubuhku.
Aku mencoba melepaskan ikatan yang ada di pergelangan tanganku namun tidak bisa. Kulit tanganku sudah lecet dan mengeluarkan darah akibat aku yang memaksakan untuk bisa lepas dari tali yang mengikatku ini.
Akhirnya aku pun menyerah dan hanya bisa pasrah dengan keadaanku.
Aku tahu bajingan-bajingan itu akan menghabisi hidupku nanti. Tapi aku sudah mempersiapkan mentalku untuk itu.
Tidak ada rasa takut di dalam diriku. Hanya sebuah penyesalan dan kepasrahan atas nasib yang kualami ini.
Hidupku yang dari dulu memang sudah sulit, sudah menempa mentalku untuk tidak takut menghadapi kematianku. Aku malah berharap semua ini akan terjadi secepatnya.
Satu hal yang kusesali adalah kenyataan bahwa aku tidak bisa berpamitan dengan Lia istriku.
Aku berharap aku bisa mengutarakan penyesalanku yang mendalam kepadanya dan juga mengatakan padanya agar dia tahu betapa aku sangat mencintainya.
Aku tahu gara-gara keputusan bodohku, aku sudah membuat hidupnya menderita. Padahal dulu aku pernah berjanji kepadanya akan selalu melindungi dan berusaha membahagiakannya.
Tapi saat ini aku sudah cukup puas karena aku sudah pernah merasakan cintanya dalam hidupku dan aku juga bersyukur Lia sekarang sudah berada di tempat yang aman, sehingga aku tidak khawatir lagi dengan keselamatannya.
Saat ini, aku hanya tinggal bersabar menunggu waktu eksekusiku. Namun tiba-tiba..
Ada sebuah tangan yang membekap mulutku dari belakang. “Shh..”, sosok yang membekapku itu memerintahkanku untuk tidak bersuara.
Lalu kurasakan sosok itu berusaha membuka ikatan di pergelangan tanganku dengan menggunakan sebuah benda tajam yang kuperkirakan adalah sebuah pisau.
Setelah ikatanku terlepas, sosok itu lalu menarikku ke pojok gudang ini. Baru kemudian aku bisa melihat sosok yang menyelamatkanku itu.
Rambut gondrong dan wajah brewoknya segera kukenali. Penyelamatku ini termasuk salah satu anak buah Bramono yang mengeroyokku tadi.
Aku sontak terkejut dengan aksinya yang menyelamatkanku ini. Lalu kudengar dia berkata,
“Kau harus segera lari dari sini. Ikutin jalan raya dan kalau kau sudah menemukan rumah warga, kau coba pinjam telpon dan segera hubungi jaksa wanita kenalanmu itu. Aku tahu dia punya koneksi dengan interpol. Suruh mereka bergerak dan menggerebek tempat ini secepatnya”, laki-laki itu memberikan instruksi kepadaku dengan berbisik.
Aku terdiam mendengarkan instruksi darinya. Mataku menatap tajam-tajam mata laki-laki ini. Lalu aku bertanya kepadanya,
“Mas siapa? Kenapa mas menolongku?”, tanyaku skeptis.
Aku meragukan laki-laki ini dan takut ini hanyalah rencana Bramono yang sedang mempermainkanku.
Aku curiga pria yang sangat kubenci itu saat ini sedang mengawasiku dari suatu tempat sambil menertawakan kondisiku.
Laki-laki yang menyelamatkanku itu terdiam beberapa saat. Matanya juga menatap tajam ke mataku. Tapi bisa kulihat seperti ada suatu kesedihan yang mendalam terpancar dari matanya.
Lalu dia berkata,
“Kamu hanya perlu tahu, bahwa aku termasuk orang yang keluarganya hancur gara-gara Rudy Zhao dan orang-orangnya. Dan aku tidak bisa melihat keluargamu saat ini hancur juga di depan mataku”, jawabnya datar.
Namun dari suaranya, aku bisa mendengar kesedihan yang dirasakannya itu. Aku menghela napas panjang sebelum melanjutkan,
“Kalau begitu aku tidak bisa lari. Aku tahu aku pasti akan mati dibunuh oleh Bramono. Tapi setidaknya dengan kematianku, mereka tidak akan mengganggu keluargaku lagi”, ujarku pasrah.
Namun kemudian aku melihat raut wajah laki-laki itu mendadak berubah dan menunjukkan ekspresi seperti sedang mengasihaniku. Setelah beberapa saat, laki-laki itu berkata,
“Anak buah Bramono sudah menjemput istrimu dan saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju kesini”
DEGG
“Apaa??”, aku sangat terkejut mendengar perkataannya.
“Tidak mungkin. Lia sudah aman berada di rumah saudaranya di kota T. Rumah Saudaranya itu ada di komplek tentara. Tidak mungkin Bramono berani menculik Lia disitu”, jawabku membantah apa yang laki-laki ini katakan padaku.
“Bramono tadi memfotomu dan mengirimkannya kepada istrimu. Dia mengancam istrimu dengan keselamatanmu, jadi istrimu itu mau menuruti permintaannya untuk membawanya kesini”, lanjutnya.
“Hahh??”, seketika aku panik.
Aku tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi pada Lia kalau dia sampai dijebak oleh Bramono dan dibawa kesini.
Melihat aku yang mendadak panik, laki-laki itu lalu berusaha menenangkanku,
“Tenanglah.. Kau harus tenang supaya bisa menyelamatkan istrimu. Bergerak cepat dan ikuti instruksiku tadi. Suruh jaksa wanita itu seperti yang kukatakan tadi. Atau kalau susah..”, laki-laki itu terdiam sejenak seperti sedang memikirkan opsi lain yang bisa kulakukan.
Lalu dia melanjutkan,
“Kalau sekiranya interpol susah untuk bergerak secepatnya, suruh wanita itu untuk menghubungi Kolonel Bagus Prasetyo dari batalyon satuan khusus. Bilang kepada Kolonel Bagus bahwa yang meminta bantuannya adalah Teguh Wiratama. Dia akan mengerti dan membantu wanita itu”.
“Sekarang ikuti aku. Aku akan mengantarmu sampai pagar komplek pergudangan ini. Selanjutnya kau lakukan yang aku instruksikan tadi. Bergerak cepat, atau tidak ada yang bisa menjamin keselamatan istrimu”, lanjutnya lagi menginstruksikanku.
Aku dengan segera memantapkan hatiku dan mengangguk kepadanya tanda aku mengerti apa yang sudah ia instruksikan kepadaku.
Lalu laki-laki itu bergerak cepat sambil mengendap-ngendap ke arah pintu gudang. Aku mengikuti laki-laki itu.
Pintu gudang itu perlahan terbuka, dan dengan bergerak tanpa menimbulkan banyak suara, laki-laki itu memberiku kode untuk mengikutinya.
Di luar gudang tempatku dikurung tadi, ternyata terdapat banyak gudang lain yang serupa. Aku dan laki-laki itu berjalan dengan hati-hati menyusuri jalan antara gudang-gudang yang saling berhadapan.
Dari kejauhan kudengar samar-samar suara debur ombak.
“Berarti tempat ini dekat dengan sebuah dermaga pinggir laut”, pikirku.
Namun belum lama aku dan laki-laki itu berjalan tiba-tiba..
BANGG
Seketika telingaku berdenging, seketika pula mataku terpejam karena aku merasakan ada cairan yang terciprat di wajahku.
Aku tidak tahu cairan apa ini, tapi aku yakin suara keras yang kudengar tadi adalah suara tembakan.
Jangan-jangan..
Sontak aku membuka mataku dan melihat laki-laki yang menolongku itu sekarang terkapar di jalan dengan posisi telungkup.
Ada sebuah lubang sebesar kelereng di belakang kepalanya. Lalu tak lama kemudian darah laki-laki itu mengalir dan membanjiri sekitar area kepalanya.
Tak ayal kurasakan lututku langsung lemas melihat mayat laki-laki itu. Aku ambruk dan terduduk lemas menyender ke dinding gudang sebelahku karena syok dengan situasi yang terjadi mendadak ini dan melihat laki-laki yang menolongku itu kini terkapar tak bergerak.
Tak lama kemudian aku mendengar suara langkah-langkah kaki disusul dengan beberapa hantaman di tubuhku.
Lalu aku kembali tidak sadarkan diri..
..
##
Kembali ke masa sekarang..
Aku berdiri menghadap ke mas Teguh yang kulihat masih terkejut setelah mendengarkan rencanaku.
Aku mendengarkan dan merasakan keterkejutannya itu di dalam benakku. Ia tidak percaya dengan rencana gilaku yang kuceritakan padanya tadi.
Namun setelah beberapa saat, dia tersenyum dan langsung merasa senang membayangkan kekacauan yang akan diakibatkan oleh rencanaku itu.
Lalu dia bertanya kepadaku,
“Sekarang apa?”
Mendengar pertanyaannya, aku lalu menoleh ke arah Bramono yang masih terkapar di lantai dan berkata,
“Sekarang aku harus bisa membuat bajingan ini untuk menandatangani kontrak seperti yang kuberikan sama mas tadi. Tapi dia juga harus dengan kesadarannya sendiri untuk tanda tangan. Setelah itu aku baru bisa mengendalikannya sepenuhnya”, jawabku menjelaskan pada mas Teguh langkah awal yang harus kami lakukan.
Lalu aku bertanya kepadanya, “Ada ide?”.
Kulihat dia berpikir sebentar sebelum menjawab,
“Aku tahu beberapa trik interogasi”, jawabnya sambil menyeringai sadis.
Aku pun ikut tersenyum menyeringai membayangkan apa yang akan dilakukan pria ini kepada Bramono.
Lalu aku merogoh saku celanaku dan mengambil sebuah botol kecil seperti botol
sample untuk parfum dan memberikannya kepadanya.
“Ikat dia lalu bangunkan dia dengan ini”, kataku.
Kemudian kulihat mas Teguh berjalan ke meja makan dan mengambil kursi makan dan diletakkan ke ruang TV.
Lalu dia masuk ke dalam sebuah ruangan dan keluar dengan membawa tali.
Aku memperhatikan aksi yang dilakukan mas Teguh yang sekarang berusaha mendudukkan Bramono di kursi itu, sambil duduk di sofa.
Vera saat ini sudah mengenakan kembali dressnya tapi tanpa bra sehingga puting susunya kulihat tercetak samar di dress berbahan tipis yang dipakainya.
Vera tiduran di sofa dengan kepalanya yang dipangku oleh pahaku.
Kulihat tubuhnya masih berkeringat dan terlihat lemas. Mungkin Vera masih merasakan pengaruh dari obat perangsang yang tadi diminumnya.
Aku juga merasakan penisku masih tegang dan gairahku masih tinggi. Namun semua itu masih bisa kukontrol.
Aku tersenyum ke arah Vera dan melihat Vera yang juga sedang tersenyum dan menatapku dengan sayu.
Aku membelai-belai rambutnya dan merasakan Vera yang merasa nyaman diperlakukan seperti itu olehku.
Setelah beberapa saat, kulihat mas Teguh sudah selesai dengan persiapannya. Lalu dia membuka botol yang tadi kuberikan padanya dan mendekatkan botol itu ke hidung Bramono.
Bramono perlahan mulai membuka matanya. Lalu ia menyadari kondisinya yang sedang terikat dan berusaha untuk bebas.
“Kuharap kau tadi mimpi indah, Bramono. Karena mulai detik ini mimpi burukmu akan segera dimulai”, aku berkata untuk mengalihkan perhatian Bramono agar tertuju kepadaku.
Seketika Bramono langsung melihat ke arahku.
“APA APAAN INI? LEPASKAN AKU.. BERANI-BERANINYA KALIAN BANGSAT!!”, Bramono berteriak histeris.
Aku lalu menoleh ke arah mas Teguh yang berdiri di samping Bramono lalu menganggukkan kepalaku.
Lalu..
BAKK BUKKK PLAK PLAKK
Mas teguh menghantam perut bramono dan menampar wajahnya beberapa kali.
“Kamu diam saja dan dengarkan aku baik-baik, Bramono”, ujarku santai kepada Bramono yang wajahnya kini terlihat memerah dan sedikit bengkak.
“Kalian tidak tahu dengan siapa kalian berurusan. Lepaskan aku sekarang atau keselamatan keluarga kalian tidak bisa aku jamin”, ancamnya dengan suara lemah. Aku pun mengangguk lagi kepada mas Teguh.
BUKK PLAK PLAKK PLAKK
Setelah beberapa saat mas Teguh menghentikan aksinya. Kulihat kali ini bibir Bramono pecah dan mengeluarkan darah.
“Kau tidak perlu mengancamku Bramono. Rudy Zhao dan anak buahnya akan mengikuti nasibmu sebentar lagi”, jawabku yang akan membuatnya mengerti bahwa ancamannya tidak berarti apa-apa buatku.
“A-apa yang kalian mau?”, jawabnya terbata. Sepertinya sekarang dia sudah menanggapi dengan serius keadaan dirinya. Kudengar ada kepanikan di balik suaranya.
“Aku mau mulai sekarang kau menuruti semua perintahku. Mulai saat ini kamu adalah budakku dan aku adalah mastermu”, lanjutku dengan intonasi menuntut.
“Hahh.. mimpi.. kau kira bisa mengendalikanku.. kau pikir si…AARGHH”, kata-kata Bramono terpotong suara teriakannya yang parau karena dengan tiba-tiba mas Teguh mematahkan persendian jari Bramono sehingga kini jari itu membengkok tak wajar.
“Hehh..hehh.. kalian bunuh saja a..ARGHHHH!!”, lagi-lagi perkataannya terpotong. Kini 2 jari tangan kirinya yang membengkok dalam posisi aneh.
“Ampuun..sudaahh.. sudahh.. ampunn.. apa yang harus kulakukan.. kalau kalian butuh uang, aku akan memberikan berapapun yang kalian mau”, pintanya memelas. Aku mengangguk lagi kepada mas Teguh.
Bramono yang melihat reaksiku itu langsung panik dan berteriak histeris,
“Jangaann.. Ampuun.. OK OK aku akan menuruti semua keinginan kalian.. aku mau jadi budakmu.. jadi udahh jangan siksa aku lagii..”, katanya dengan tergesa.
Namun aku tidak mempercayai kata-kata pria tambun ini. Kulihat dari tatapan matanya yang masih melihatku dengan kebencian yang mendalam.
Aku tahu apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Aku yakin setelah ia kubebaskan, nantinya ia akan langsung balas dendam dan mengincarku dan keluargaku.
Entah siksaan apa yang nantinya akan keluargaku alami. Tapi aku tidak mau berfikir sejauh itu karena aku tahu itu tidak akan terjadi.
“Not in my watch, Bramono.. Di kehidupan ini tidak akan kubiarkan kau menyentuh keluargaku”, batinku bertekad.
Dengan sekejap aku mengambil selembar draf kontrak dari dalam
ring lalu menyodorkannya kepada Bramono.
“Tanda tangani kontrak ini yang menandakan bahwa kau setuju untuk menjadi budakku”, kataku tegas.
Bramono terlihat terkejut melihat aksiku lalu berkata,
“Percuma saja kalian mencoba menggunakan aku untuk memancing Rudy Zhao. Kalian tidak tahu siapa sebenarnya Rudy Zhao dan seberapa besar pengaruhnya”, kata Bramono memperingatkanku.
“Hah.. kayaknya kau belum benar-benar mengerti kondisimu sekarang. Apa aku harus mencoba cara lain untuk meyakinkanmu? Apa harus kuundang Jessica, putri kesayanganmu itu kesini lalu memperkosanya di depanmu biar kau mengerti?”, ancamku sadis.
Kulihat matanya seketika terbelalak menatapku.
“Kau tidak akan berani..”, geramnya.
Lalu aku menyerahkan HP Bramono yang tadi kuambil kepada Vera. Kulihat Vera menatapku tajam sebentar seolah tidak percaya aku akan berbuat sejauh itu.
Tapi sesaat kemudian Vera mulai memasukkan kode HP Bramono untuk membukanya.
“Good girl”, pikirku sambil membelai rambutnya.
“Jangaan .. tunggu tungguu.. OK aku akan menandatangani kontrak itu.. aku siap menjadi budakmu.. tapi jangan kau apa-apakan putriku”, kata Bramono buru-buru yang menandakan kepanikannya.
“Tanda tangani kontrak ini dengan darah dari jempolmu. Tapi ingat!! Aku akan tahu kalau kau tidak sukarela menyerahkan dirimu”, perintahku padanya.
Lalu aku menoleh ke arah mas Teguh. Dia mengerti apa yang aku mau dan mengambil kertas itu dari tanganku dan membawa kertas itu ke samping tangan Bramono yang jari-jarinya masih utuh normal.
Setelah itu ia menggores jempolnya dan mendekatkan kertas itu ke jempol Bramono. Lalu kulihat Bramono menekan jempolnya hingga darahnya menempel di kontrak itu.
Dan...
SERR
Sensasi yang tadi kurasakan ketika mas Teguh menandatangani kontrak, kurasakan juga kembali terjadi pada diriku. Perlahan aku bisa mendengar dan merasakan apa yang sedang dipikirkan Bramono.
“Tolong lepaskan ikatannya”, kataku pada mas Teguh yang langsung melakukan apa yang aku perintahkan.
Lalu Bramono berdiri agak lunglai sembari menghadapku. Dari matanya masih kulihat kebencian itu. Aku tersenyum sinis melihat budak baruku ini lalu berkata,
“Kau tau Bramono? Setelah tanda tangan kontrak itu, aku bisa tahu apapun yang sedang kau pikirkan”, kataku sambil tersenyum menyeringai.
Lalu aku berdiri setelah menyuruh Vera untuk duduk, dan menatap mata Bramono tajam.
Kemudian aku berkata,
“Jadi mulai saat ini.. sedikit saja kau memikirkan yang tidak-tidak tentangku atau keluargaku. Maka..”, aku lalu mengakftifkan perintah ‘
punish’ dan seketika tubuh Bramono mengejang dan langsung ambruk ke lantai.
Kemudian tubuhnya menggeliat kesakitan, kulihat urat-urat lehernya menonjol dan Bramono berteriak memohon ampun kepadaku,
“ARGHHH.... SAKIIIT..... AMPUUNN...... SUDAAHHH AMPUUUN”
Aku menghentikan perintah ‘
punish’, lalu memberinya perintah, “Berlutut!!”. Bramono dengan tergesa dan nafasnya yang masih tersengal-sengal, berlutut di hadapanku. Lalu aku melanjutkan,
“sedikit saja kau memikirkan untuk mengkhianatiku..”, dan..
“ARGHH..... IYAAA.... AMPUUNN AKU MENGERTII.. SUDAHHH INI SAKIT SEKALII.... ARGHHH”
“Berlutut!!”, perintahku lagi yang langsung buru-buru ia kerjakan. Kali ini kulihat ia menangis, cairan hidungnya pun kulihat keluar dari hidungnya.
Aku tidak sedikitpun merasa kasihan dengan kondisinya itu. Setelah berfikir sebentar, aku melanjutkan,
“Mulai sekarang kau tidak boleh sembarangan melihat wanita-wanitaku. Kalau bertemu dengan salah satu wanitaku, kau harus segera menundukkan pandanganmu.. sekali saja kulihat kau melirik wanitaku..”, dan..
“AARRRRGHHHH IYAAAA AMPUUUNN AMPUUNN”
Aku menonaktifkan lagi perintah ‘
punish’. Kali ini kulihat Bramono tidak lagi berlutut melainkan sedang bersujud di depanku.
“Aku tidak menyuruhmu bersujud”, kataku sinis. Seketika ia merubah posisinya menjadi berlutut.
“Mulai saat ini kau harus menjalankan baik-baik apa yang aku, Vera dan mas Teguh perintahkan kepadamu.. atau.. “
“Iya..iyaa.. aku mengerti.. ampuun .. aku akan melakukan apapun yang kamu perintahkan”, Bramono buru-buru memohon kepadaku sebelum aku sempat mengaktifkan perintah ‘
punish’.
“KAU MEMANGGILKU APA??”, bentakku. Lalu..
“ARGGHH IYAA AMMPUUN MAS-MASTERRR AMPUNN”
Aku pun membatalkan perintah ‘
punish’ lagi. Kali ini Bramono langsung berlutut sambil mengatupkan kedua tangannya,
“Am-ampuun master.. hik.. ampuni akuu”, Bramono memohon kepadaku sambil terisak.
Aku pun menghela nafas panjang untuk menstabilkan emosiku. Setelah beberapa saat, aku menoleh ke arah mas Teguh lalu berkata dengan sopan,
“Tolong mas bawa Bramono ke rumah sakit untuk mengobati jarinya. Tenang aja, aku masih tetap akan bisa tahu apa yang ada dalam pikirannya meskipun dari jarak jauh”.
Mas teguh kulihat masih syok dengan adegan yang kulakukan kepada Bramono barusan. Namun seketika ia tersadar dan buru-buru membantu Bramono untuk berdiri.
“Lalu 2 orang itu?”, tanyanya kepadaku sambil menunjuk 2 bodyguard yang tadi kulumpuhkan dengan perintah ‘
lull’.
“Bawa sekalian. Terserah mas aja baiknya gimana. Normalnya mereka akan terbangun sekitar 5 jam lagi”, kataku cuek.
Setelah mas Teguh pergi membawa Bramono dan kedua bodyguard itu dengan mobil, aku pun terduduk lemas di sofa di sebelah Vera.
Kepalaku menunduk ke lantai, aku menumpukan tubuhku dengan sikuku yang menekan pahaku. Jari tangan kananku menggenggam jari tangan kiriku.
Perlahan kurasakan Vera mendekatiku lalu mengusap-usap punggungku dengan penuh kelembutan.
“Hahhh..What a night..”, ujarku dalam hati sambil menghela nafas panjang.
….
….
….