Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [Season 1 & 2] - Slavery Game

Tim siapakah anda?

  • Lia

    Votes: 69 21,2%
  • Indah

    Votes: 42 12,9%
  • Vera

    Votes: 20 6,1%
  • Yolanda

    Votes: 60 18,4%
  • Azizah

    Votes: 126 38,7%
  • Natsu

    Votes: 9 2,8%

  • Total voters
    326
SG 62 – God’s Intervention


Aku terbangun setelah mendengarkan alarm HP-ku yang berdering di sebelahku. Setelah mematikan alarm itu, aku bangkit untuk duduk sambil berusaha untuk memulihkan kesadaranku.

Aku melirik ke sebelah kiriku dan melihat tubuh telanjang Vera hanya menggeliat lemah sambil matanya masih terpejam rapat. Raut wajahnya menunjukkan kelelahannya setelah melalui pertempuran sengitku dengannya tadi malam.

Sambil berhati-hati agar Vera tidak terbangun, aku turun dari ranjang dan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar tidur ini.

Kondisiku saat ini sama seperti Vera, sepenuhnya telanjang. Jadi ketika aku sudah sampai di dalam kamar mandi, aku langsung menyalakan shower. Keran airnya aku atur sedemikian rupa, sehingga suhu air hangat yang mengalir, sesuai dengan keinginanku.

Guyuran air hangat mengucur dari atas kepalaku dan mulai membasahi seluruh tubuhku. Kurasakan tubuhku lebih rileks dari sebelumnya. Rasa lelah dan sedikit pegal yang kurasakan di sekujur tubuhku perlahan mulai menghilang tersapu oleh air hangat yang mengguyur dari atas.

Aku menunduk dalam diam sambil kedua telapak tanganku kutempelkan ke dinding di depanku. Dalam pikiranku saat ini, aku mengulang kembali rencana-rencana yang akan kujalankan hari ini.

Pagi ini aku berencana akan berangkat ke kota J untuk melayat ke rumah almarhum Nuha Paredan. Aku menghela nafas panjang ketika membayangkan nasib tragis yang dialami Nuha dan anaknya serta pengawalnya yang kuingat bernama Sofyan itu.

Memoriku tentang pertemuanku dengan Nuha dan aksi penyelamatannya waktu itu berkelebat dalam pikiranku. Pada akhirnya, aku tetap tidak bisa mencegahnya untuk tidak terbunuh di kehidupan keduaku ini.

Bayangan wanita itu, istri Nuha, juga melintas dalam benakku. Aku merasa sangat kasihan dengan nasib wanita itu, yang harus kehilangan dua orang yang dicintainya dalam waktu yang bersamaan.

Seketika aku merasakan diriku benar-benar tidak berdaya karena aku tidak sanggup merubah apa yang terjadi pada Nuha di kehidupanku sebelumnya. Rasa takut dan cemas mendadak muncul di pikiranku mengiringi perasaan ketidakberdayaanku ini.

Aku takut semua yang kuusahakan di kehidupanku sekarang ternyata sia-sia belaka. Dan pada akhirnya, semua yang kualami akan berakhir sama seperti apa yang kualami di kehidupanku sebelumnya. Dengan tewasnya Nuha, aku akhirnya merasakan butterly effect pertamaku di timeline kehidupanku saat ini.

Sampai dengan kemarin sore, aku masih merasa rencana-rencanaku yang kususun dari awal sejak kembali ke masa ini, berjalan dengan sempurna. Namun dengan kejadian yang menimpa Nuha, sontak membuatku menjadi ragu.

Apakah aku akan tetap berakhir seperti waktu itu? Dengan hanya caranya saja yang berbeda?

Apa suara entitas itu, yang katanya memberikan kesempatan kedua dengan membawaku dan memori-memoriku dari masa depan ke timeline ini, hanya sedang mempermainkanku?

Pada ujungnya, aku tetap tidak akan bisa merubah apa yang terjadi padaku dan keluargaku?..

Hahhh.. Aku benar-benar tidak tau. Saat ini aku hanya bisa berjuang sekuat tenagaku.

Aku mencoba mengembalikan semangatku dengan cara mengobarkan api dendam di dalam hati dan pikiranku. Namun aku merasa cara ini tidak efektif. Semangat dan rasa kepercayaan diriku masih layu akibat rasa cemas dan takut yang kurasakan.

Lalu aku mencoba cara lain. Wajah dari orang-orang yang berada di sampingku saat ini, berseliweran di dalam pikiranku. Orang-orang yang kusayangi.. Yang sudah men-support-ku dan aku sudah bertekad akan melindungi mereka dengan jiwa dan ragaku.

Istriku Lia, Indah, Vera, mas Teguh..

Dan Yollie.. wanita yang sudah niat akan kujadikan sebagai wanitaku juga dan nantinya pasti akan kusayangi pula, yang pada kehidupanku sebelumnya tidak mengalami kejadian yang akan menimpanya dalam waktu dekat ini, membuat api semangatku yang tadinya hampir padam, seketika berkobar.

Aku bertekad untuk melindunginya dan tidak akan membiarkan kejadian buruk sampai menimpanya dan anaknya. Walaupun aku harus.. mati.. aku akan menyelamatkan Yollie dan anaknya. Karena aku merasa sebagian adalah kesalahanku, sehingga Yollie menjadi target Rudy Zhao saat ini.

Sambil tetap mempertahankan tekad dan semangatku, aku menyelesaikan mandiku. Namun ketika aku baru saja melilitkan handuk di bagian tubuh bawahku, seketika aku menyadari kebodohanku karena aku belum mempersiapkan apa-apa untuk keberangkatanku ke kota J.

Itu artinya aku harus balik ke rumahku dulu dan mengambil pakaian serta beberapa keperluan lain. Sambil menghela pasrah, aku keluar dari kamar mandi dan melihat Vera masih tidur sambil memeluk guling.

Lalu aku mengambil pakaianku yang berserakan di lantai dan memakainya. Dengan perlahan aku membuka pintu kamar Vera lalu menutupnya lagi pelan-pelan. Aku keluar dari rumah Vera dan membuka gerbang rumah ini.

Namun seketika aku terkejut karena di depan gerbang, ada sebuah koper berwarna biru dongker yang kukenali. Koper ini adalah koper yang biasa aku pakai kalau aku akan bepergian jauh keluar kota.

Dengan tergesa, aku membuka koper itu dan menemukan pakaian-pakaianku sudah tersusun rapih. Laptop kerjaku juga disimpan rapih di salah satu saku di dalam koper. Aku juga menemukan kunci mobilku dan langsung menoleh ke arah rumahku. Mobilku sudah terparkir di depan rumahku.

Aku menghela nafas lagi karena tersadar Lia sudah mempersiapkan semuanya untukku. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Lia di dalam hatiku, aku membawa koper itu masuk ke dalam rumah Vera.

Aku mengambil kemeja dan celana bahan yang berwarna hitam dari dalam koper lalu memakainya. Pakaian yang aku pakai tadi, kemudian kulipat asal dan kuletakkan di atas sofa. Boxerku yang kupakai tadi kusembunyikan di antara kaos dan celanaku.

Setelah itu aku masuk ke dalam kamar Vera dan mengecup kening Vera. Vera perlahan membuka matanya dan menemukanku sudah berpakaian rapih.

“Enghh.. mas uda mau berangkat?”, ujarnya pelan.

“Iya.. kamu tidur lagi aja gak usah nganter ke depan. Mas pergi dulu ya”, jawabku.

“He eh.. hati-hati mas..”

Aku tersenyum kepadanya lalu mengecup bibirnya sekali kemudian langsung keluar dari rumah ini menuju mobilku. Aku tidak menemukan sepatu di dalam koperku tadi, tapi aku ingat punya sepatu cadangan di dalam bagasi mobilku.

Aku membuka bagasi mobil dan mengambil sepatuku dan langsung memakainya. Setelah itu aku masuk ke dalam mobilku, dan meletakkan koperku di depan kursi penumpang. Setelah memanaskan mesin mobilku beberapa saat, aku pergi meninggalkan perumahan elit ini.

..

Aku sampai di kota J setelah menempuh perjalanan dalam waktu sekitar 2 jam dan langsung mengendarai mobilku menuju rumah Nuha.

Sesampainya di rumah Nuha, kulihat sudah banyak orang yang berkumpul dan banyak mobil yang terparkir di pinggir jalan tak jauh dari rumah Nuha. Terlihat juga ada mobil dari beberapa stasiun TV dan beberapa orang reporter yang sedang meliput. Sedangkan di depan rumah Nuha sendiri, sudah terpasang tenda yang terisi kursi-kursi yang berjejer rapih.

Aku memarkirkan mobilku sedikit agak jauh dari rumah kediaman keluarga Nuha lalu berjalan kaki menuju rumah itu. Tak lupa aku memakai peciku yang kuambil dari laci dashboard.

Di depan rumah Nuha, aku disambut oleh beberapa orang yang kuduga adalah sanak saudara atau mungkin tetangganya yang berdiri menyalamiku di depan gerbang. Lalu mereka mempersilahkan aku duduk di kursi di bawah tenda besar itu.

Aku bertanya kepada seorang bapak yang menyambutku tadi dengan sedikit berbisik,

“Jenazahnya sudah di dalam pak?”

“Sudah. Dini hari tadi dibawa kesini pake ambulans”, jawab orang itu.

“Sudah dimandikan dan dikafani, pak?”, tanyaku lagi.

“Sudah mas. Rencananya nanti jenazah pak Nuha dan anaknya akan dibawa ke mesjid untuk disholatkan nanti jam 9 pagi, terus langsung dibawa ke tempat pemakaman”, kata bapak itu lagi kepadaku.

Aku melihat ke arah jam tanganku dan melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah 8 pagi. Masih 1,5 jam lagi sebelum prosesi sholat jenazah. Aku yang memang tidak ingin berlama-lama disini, selain karena rasa bersalahku dan juga janjiku untuk bertemu dengan mas Teguh, bertanya lagi kepada bapak itu,

“Boleh saya langsung men-sholatkan jenazah pak Nuha dan puteranya sekarang pak? Soalnya saya harus ke kantor”, tanyaku lagi.

“Oh iya boleh mas silahkan. Tadi juga beberapa orang ada yang sudah mensholatkan duluan. Ayo mari saya anter”, kata orang itu ramah lalu memanduku masuk ke dalam rumah.

Aku memasuki rumah dan melewati ruang tamu tempatku dulu bernegosiasi dengan Nuha lalu menuju ke balik tirai. Setelah melewati tirai itu dan sedikit berbelok, aku langsung menemukan sebuah ruangan yang cukup luas yang dialasi oleh karpet.

Di arah salah satu dinding ruangan ini, yang menghadap kiblat, aku melihat jenazah Nuha dan anaknya terbaring bersebelahan dan sudah dikafani. Wajah kedua jenazah itu, tertutup oleh kain putih yang sedikit transparan.

Pada dinding sebelahnya, aku melihat istri Nuha sedang duduk ditemani oleh 2 orang wanita dan seorang remaja, yang dari berita yang kudengar, merupakan anak pertama dari almarhum Nuha Paredan dan istrinya, Azizah, yang sedang bersekolah di pesantren.

Menyadari kedatanganku, wanita itu melihat ke arahku dengan matanya yang bengkak dan merah, lalu ia seketika menatapku tajam. Aku balas menatapnya sesaat, sebelum aku menundukkan kepalaku. Tatapan wanita itu membuatku gugup dan tidak nyaman.

Untuk menutupi kegugupanku, aku menoleh ke arah bapak yang mengantarku dan berterima kasih kepadanya. Bapak itu hanya tersenyum dan menepuk pundakku pelan lalu ia pergi keluar lagi. Setelah kepergian orang itu, aku kembali melirik ke arah Azizah dan langsung terkaget karena ia masih menatapku tajam dan dingin.

“Oh my..”, keluhku dalam hati.

Lalu sambil menunduk aku berjalan ke depan jenazah Nuha dan anaknya, kemudian aku sholat. Selesai sholat jenazah, aku melihat ke arah jasad Nuha itu dan seketika merasakan miris di dalam pikiranku.

Walaupun saat ini, aku lebih beruntung dari Nuha karena masih diberikan kesempatan untuk hidup, aku malah merasa Nuha akan lebih beruntung dariku karena jenazahnya masih utuh, masih bisa dimandikan dan dikafani lalu disholatkan.

Sedangkan aku.. Aku tidak tau bagaimana nanti aku mati. Dalam situasiku saat ini dan rencana yang mau kujalankan, bisa saja aku mati terbunuh dan jasadku dibuang entah kemana. Kerabat-kerabatku tidak akan bisa mengkafani dan menyolatkan aku serta menguburkanku secara layak.

Setelah beberapa saat larut dalam lamunanku itu, aku menoleh lagi ke arah Azizah, menganggukan kepalaku sekali, lalu meninggalkan rumah itu.

Di dalam mobilku, aku memukulkan tanganku beberapa kali ke setir mobil. Setelah puas melampiaskan sebagian emosiku, aku mencoba mengatur kembali nafasku. Lalu aku menyalakan mesin mobil dan berniat segera pergi dari tempat ini dan menuju tempat janji pertemuanku dengan mas Teguh.

Namun tiba-tiba HP-ku berdering dan bergetar di saku celanaku. Aku mengambil HP-ku dan melihat ID si penelpon adalah Yolanda. Aku mengabaikan panggilan telpon itu dan meletakkan HP-ku di dekat persneling mobilku.

Dari tadi malam, sudah banyak miss call dan pesan yang dikirimkan Yolanda kepadaku tapi aku mengabaikannya. Bahkan pesannya pun tidak kubaca sama sekali.

“Kamu harus siap-siap dengan kejadian menegangkan yang akan menimpamu malam ini, Yollie”, ujarku membatin. Lalu aku mengendarai mobilku menuju tempat janjiku bertemu dengan mas Teguh itu.

..

Sekitar hampir sejam, aku menunggu mas Teguh di dalam mobil yang kuparkir di sebuah jalan di depan ruko-ruko di dekat sebuah dermaga. Tak lama kemudian, aku mendengar kaca jendela penumpang depan diketuk oleh seseorang dan aku melihat orang itu adalah mas Teguh.

Aku membuka central lock mobilku, dan mas Teguh langsung masuk lewat pintu penumpang depan lalu duduk menyender di jok. Tanpa menoleh ke arahku, mas Teguh berkata,

“Semua persiapannya sudah selesai. 2 orangnya Rudy Zhao sudah tiba pagi tadi dan sekarang sedang bersama Bramono. Mereka sedang merencanakan penculikan anak dari jaksa wanita itu lalu berencana menjebak wanita itu di salah satu gudang di dermaga”, kata mas Teguh melaporkan padaku.

Aku mengangguk mendengar laporan dari mas Teguh itu lalu bertanya,

“Bagaimana dengan spot-mu nanti?”

“Aku sudah menemukan lokasi yang cocok. Rute pelarianmu juga sudah kupersiapkan. Lihat ini..”, kata mas Teguh sambil mengambil HP-nya lalu menunjukkan kepadaku satu denah dan beberapa foto di area pergudangan tempat rencana penjebakan Yollie.

“Kamu bisa menunggu di spot ini. Setelah kamu mendengar kode dariku, segera lari kesini dan selamatkan wanita itu dan anaknya”, kata mas Teguh mengajariku dan menunjukkan padaku spot-spot penting yang harus kuhapalkan.

Lalu mas Teguh memberikan sebuah earpiece set kepadaku dan berkata,

“Pakai ini nanti untuk memudahkan kita berkomunikasi. Setelah melepaskan kedua target, kamu harus segera kembali ke mobilmu dan bawa mereka pergi dari tempat ini. Jangan menungguku.. Seperti yang sudah kita prediksi, mungkin akan ada beberapa orang anak buah Bramono yang akan mengejarmu. Tapi akan ada timku yang nanti menolongmu”, mas Teguh berhenti sesaat sebelum melanjutkan,

“Bawa keduanya ke tempat yang sudah kita rencanakan. Lalu dini harinya, bawa wanita itu ke rumah Bramono. Sudah ada timku yang menunggu di sana sesuai permintaanmu”, ujarnya mengakhiri penjelasannya.

“OK. Tolong sampaikan rasa terima kasihku pada atasanmu, mas”, jawabku.

“Kamu bisa sampaikan sendiri”, jawabnya singkat lalu memejamkan matanya.

“Hmm?”, aku tidak mengerti maksud perkataannya itu.

Lalu tiba-tiba..

TOK TOK CKLEK

Seseorang mengetok kaca jendela belakang mobilku, lalu membuka pintu penumpang belakang dan masuk ke dalam mobil.

Aku yang terkaget, langsung membalik badanku dan melihat dari celah jok sopir dan penumpang depan. Di jok tepat di belakang jokku, aku menemukan seorang pria yang berusia sekitar 50 tahunan dengan raut tegas dan berwibawa, memakai jaket kulit hitam dan celana panjang army, sedang duduk bersantai sambil tersenyum menatapku.

Aku yang masih terkejut dengan kedatangan tiba-tiba pria ini, hanya bisa menatapnya heran. Namun seketika aku langsung tersadar dan berkata dengan sedikit tergagap,

“Se-selamat siang, Pak. Perkenalkan, saya Reza. Terima kasih sudah bersedia membantu saya dalam rencana ini”, kataku tergesa lalu mengulurkan tanganku ke arah pria itu.

“Santai saja tidak usah formal begitu, mas Reza. Jujur saya sebenarnya malu, karena sampai harus melibatkan warga sipil seperti mas Reza dalam persoalan ini”, jawabnya ramah dan menjabat tanganku keras sambil menatapku tajam.

Setelah beberapa saat ia melepaskan tanganku dan aku membalik badan lagi ke arah kaca depan dan hanya melihatnya dari rear-mirror. Kulihat pria itu, melihatku dengan cara yang sama.

Lalu pria itu melanjutkan,

“Teguh sudah menceritakan banyak hal tentangmu. Tentang sebagian rencanamu dan juga tentang kekuatan yang kamu miliki”, ujarnya sambil tetap melihat pantulanku di cermin dengan tatapan elang-nya itu.

“Eh?”, aku sedikit terkaget dengan perkataannya itu lalu melirik ke arah mas Teguh yang masih memejamkan matanya.

“Haha.. Tidak usah khawatir, mas Reza.. Saya sama sekali tidak tertarik untuk tau detail tentang kekuatanmu itu. Satu hal yang perlu saya tau adalah darimana kekuatan itu berasal? Siapa yang memberimu?”, tanyanya dengan nada bicara yang berwibawa.

Aku menghela nafas lega dan menjawab pertanyaannya dengan jujur,

“Saya juga tidak tau, Pak. Suara itu tiba-tiba bergema di kepala saya dan memberitahukan tentang kekuatan yang diberikannya kepada saya itu.. Tapi saya yakin, suara itu bukan suara manusia”

Pria itu melihat raut wajahku dari pantulan cermin tanpa merubah ekspresinya. Tatapannya tetap tajam dan kurasakan sedikit dingin.

“Baiklah.. Dari pengalaman hidup saya, menjadikan saya sebenarnya tidak mudah untuk mempercayai orang lain apalagi yang baru saya kenal. Tapi saya percaya dengan Teguh, dan Teguh mempercayaimu. Otomatis saya juga mempercayai mas Reza. Saya juga tidak akan ikut campur dengan urusan mas Reza. Asal mas Reza tidak menggunakan kekuatan itu untuk berbuat kejahatan, itu udah cukup bagi saya.”

“Saya juga tidak akan menceritakan kekuatan yang mas Reza miliki saat ini kepada orang lain. Tapi apa mas Reza benar-benar yakin bisa mengontrol Rudy Zhao sepenuhnya dengan kekuatanmu itu?”, tanya pria itu mengujiku.

“Saya sudah mencobanya dengan Bramono. Jadi saya yakin, saya akan bisa mengendalikan Rudy Zhao juga”, jawabku yakin.

“Lalu kamu akan menggunakan Rudy untuk membuat kekacauan di HK?”, tanyanya lagi.

Aku menganggukkan kepalaku untuk menjawab pertanyaan pria itu.

“Hmm.. Menurutku.. kekuatan yang mas miliki sekarang, diberikan oleh satu entitas berkekuatan besar atau mungkin saja.. Tuhan.. yang mungkin kasihan melihat kita, manusia, tidak bisa menyelesaikan masalah kita. Mas Reza juga pasti tahu bahwa keluarga Zhao tidak bisa tersentuh oleh siapapun di dunia ini”, kata pria itu.

Aku menganggukkan kepalaku lagi. Pria itu menghela nafas lalu melanjutkan,

“Haahh.. Tapi yang membuat saya kecewa kepadamu adalah kenapa mas Reza harus menghubungi dan meminta bantuan interpol untuk menjalankan rencanamu di HK nanti. Apa mas Reza tidak yakin dan percaya, ada pihak berwajib di negara ini yang mampu membantumu juga?”, tanya pria itu dengan nada yang sedikit meninggi.

“Eh.. I-itu..”, aku tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaannya.

“Cih! Lupakan Interpol. Negara kita juga bisa membantumu, mas Reza. Saya yang akan membantumu. Interpol saja sudah disusupi oleh orangnya Rudy Zhao. Sedangkan saya bisa menjamin, bahwa tidak ada orang-orangnya mafia itu dalam pasukan saya”, cibir pria itu lalu menawarkan bantuannya kepadaku.

Sebelum aku berkata apa-apa, pria itu bertanya lagi,

“Katakan.. Apa saja yang kamu butuhkan di HK nanti? Aku akan berusaha mempersiapkannya”, ujarnya.

Aku terdiam selama beberapa saat sebelum menjawab,

“Sampai saat ini, saya hanya membutuhkan 2 hal untuk saya gunakan nanti di HK. Yang pertama adalah saya perlu pesawat untuk jalan keluar saya dan tim saya dari HK nanti. Pesawat dengan kapasitas penumpang yang besar”, kataku.

“Kalau hanya untuk mengeluarkan mas dan tim mas, kenapa harus dengan pesawat besar?”, tanya pria itu heran.

“Saya berencana untuk menyelamatkan seorang wanita yang sudah diculik oleh kelompoknya Rudy Zhao dan mungkin dipekerjakan sebagai pekerja seks. Tapi saya takut, nanti saya akan menemukan wanita-wanita lain yang senasib dengannya. Saya akan mengembalikan wanita-wanita itu ke negri ini, kalau mereka mau”, jawabku menjelaskan.

“Huh OK. Urusan sepele begini kamu tidak perlu meminta bantuan interpol. Aku akan urus semuanya. Apa lagi?”, tanyanya dengan percaya diri.

“1 hal lagi..”, aku sedikit ragu untuk meneruskan karena berarti aku akan menceritakan keseluruhan rencanaku pada pria itu dan mas Teguh. Mas Teguh saja belum tau sampai sejauh ini tentang rencanaku. Aku hanya menceritakan padanya tentang aku yang bisa mengontrol Rudy Zhao dan membuat kekacauan di HK. Tapi kemudian aku memantapkan hatiku dan memberitahukan kepada pria itu tentang apa yang kubutuhkan.

“Eh itu.. untuk apa.. berarti kamu..”, ceracau pria itu tak jelas. Ia melihatku dengan tatapan terkejut kali ini karena menyadari rencanaku dan apa yang akan diakibatkan oleh rencanaku itu. Mas Teguh juga terlihat terkejut, tapi masih tetap memejamkan matanya.

Lalu tiba-tiba, pria itu tertawa terbahak-bahak,

“HAHAHAHA.. I see.. I see.. Ternyata Tuhan tidak mengirimkan malaikat penyelamat untuk manusia, guh.. tapi Ia mengirimkan malaikat penjaga neraka.. Hahaha.. kalau rencana Reza ini berhasil, HK akan berubah menjadi neraka dunia…”

“Aku suka dengan rencanamu ini, mas Reza. Aku sudah muak melihat mereka berbuat kekacauan di negri ini. Sudah saatnya mereka merasakan hal yang serupa di rumah mereka sendiri”, kata pria ini bersemangat. Lalu ia bertanya lagi,

“Kapan rencana ini akan kamu lakukan?”

Aku terdiam sesaat sebelum menjawab,

“Karena tiba-tiba ada kesempatan pada malam ini, saya jadi sedikit merubah rencana saya. Saya memutuskan untuk menjalankan rencana akhir saya itu bulan depan”, jawabku lalu melirik ke arah mas Teguh.

Dan benar saja, seketika mas Teguh membuka matanya dan menatapku tajam.

Pria itu melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Teguh dan bertanya dengan heran,

“Ada apa di bulan depan?”

Mas Teguh tidak menjawab pertanyaan pria itu. Aku pun hanya diam dan menunggu mas Teguh yang akan menjawabnya.

Setelah beberapa saat, mas Teguh berkata dengan dingin,

“Pernikahan William Zhao..”



….

….

….
 
Terakhir diubah:
"Waduh... William Zhao mau menikah? Sepertinya saya akan membawa gerobak bakso ke acara tersebut. Oh, iya! Sebaiknya saya ajak Koh Aliong dan Hansen agar lancar bahasa mereka," pikirku setelah mendengar sebuah kabar menarik dan berbau uang.

"Hahaha!" aku tertawa dan tidak sabar menunggu acara tersebut karena bisa makan gratis.
 
Lanjutkan hu....

Eh.. Istru nuha siapa namanya hu...

Anaknya juga bakal kembat juga g hu

Wkwkwkwkwkk


Hero ya hero... Tapi apa daya ..... Wanita memang sangat memikat


Hihihihihi
 
Lanjutkan hu....

Eh.. Istru nuha siapa namanya hu...

Anaknya juga bakal kembat juga g hu

Wkwkwkwkwkk


Hero ya hero... Tapi apa daya ..... Wanita memang sangat memikat


Hihihihihi
Anaknya Nuha yg pertama cowok gan... masa diembat juga 😱
Eh blum ane jelasin ya wkwk ya udah diganti cewek jg boleh deh, tp ga bole sm yg underage gan nt di ban momod 🤣
 
Sabar ya gans.. ane lg nyari moodnya dl nih.. susah dalamin karakternya rudy zhao.. jd skr ane lg karaokean lagu ini

Soy el fuego que arde tu piel
Soy el agua que mata tu sed
El Castillo, la torre yo soy
La espada que guarda el caudal
....
😎
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd