Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [Season 1 & 2] - Slavery Game

Tim siapakah anda?

  • Lia

    Votes: 68 21,1%
  • Indah

    Votes: 40 12,4%
  • Vera

    Votes: 20 6,2%
  • Yolanda

    Votes: 60 18,6%
  • Azizah

    Votes: 125 38,8%
  • Natsu

    Votes: 9 2,8%

  • Total voters
    322
SG 51 – Memorable Encounter (1)



Sementara itu di tempat yang lain..

POV Teguh

Teguh saat ini terlihat sedang menunggu pria yang ditemuinya waktu itu sebelum usaha eksekusi Nuha terjadi, di gudang yang sama. Ia juga sedang duduk di kotak kayu yang sama, sampai beberapa saat kemudian ia mendengar suara mobil yang familier, terdengar bergerak mendekati gudang tempat Teguh berada sekarang.

Setelah mesin mobil dimatikan, Teguh berdiri dan melihat pria itu masuk dari pintu gudang. Pria itu saat ini sedang memakai pakaian dinasnya namun dilapisi oleh jaket berwarna hitam yang tebal.

Teguh mengangguk ke arah pria itu. Lalu pria itu berjalan mendekati Teguh dan bertanya,

“Bagaimana eksekusinya?”, tanya pria itu tanpa basa basi.

“Nuha berhasil diselamatkan”, jawab Teguh singkat.

“Dan pelakunya?”, tanya pria itu lagi.

Lalu teguh mengambil map berwarna coklat di samping tempat duduknya tadi dan memberikannya kepada pria itu. Pria itu membuka map tersebut dan sedikit kaget melihat isinya yang ternyata berisi foto-foto kejadian rencana eksekusi Nuha pagi tadi. Beberapa foto juga terdapat foto pelaku yang mengendarai motor yang sedang melaju.

Wajah kedua pelaku tidak dapat dikenali karena mereka sama-sama memakai helm yang menutupi seluruh wajah.

“Kau tidak menghabisi pelaku di tempat?”, tanya pria itu terheran.

Teguh menggeleng dan mengeluarkan plastik bening berisi senjata yang memiliki sejenis peredam di moncongnya lalu memberikan plastik itu kepada pria itu sambil berkata,

“Ini senjata yang digunakan pelaku untuk membunuh Nuha. Pengawal Nuha menembak lengan kanan pelaku sehingga pelaku menjatuhkan ini”, ujar Teguh menjelaskan.

Pria itu mengambil plastik berisi senjata itu dari tangan Teguh lalu membolak balik senjata itu.

“Akhir-akhir ini pihak kepolisian pernah menyita senjata seperti ini dari jalanan. Tapi mereka belum berhasil mengungkap jalur penyelundupan senjata ini. Ini bukan produk dalam negri, kalau kau mendapatkannya dari pelaku berarti senjata ini diselundupkan dari HK?”, tanya pria itu beranalisa.

“Sepertinya begitu..”, jawab Teguh setuju dengan analisa pria itu.

Pria itu menghela nafas panjang lalu berkata,

“Huhhh.. kalau kau berhasil menyelamatkan Nuha tapi pelakunya berhasil kabur, berarti kau memang sengaja melepaskan mereka. Apa rencanamu?”

“Aku sudah bilang kepada Nuha dan pengawalnya untuk tidak melaporkan kejadian ini ke polisi. Tapi aku yakin tidak lama lagi polisi akan menyelidiki kasus ini. Sebelum itu, apa unit kita bisa mencari dan menemukan tempat persembunyian mereka?”, tanya Teguh ragu.

“Lalu apa? SAS (Search and Secure)?”, pria itu menyadari keinginan Teguh.

Namun Teguh menggeleng lalu menjelaskan,

“Cara itu bisa digunakan untuk mencoba menemukan hitman Rudy Zhao lainnya. Tapi aku tidak yakin cara itu akan berhasil. Search and Destroy (SAD).. dengan cara ini kita akan memberikan peringatan kepada yang lain agar jangan berani macam-macam di negri ini”, ujar Teguh sambil menatap tajam pria itu.

Lalu Teguh melanjutkan,

“Tapi aku takut…”, Teguh terlihat ragu untuk melanjutkan.

“Hah kau takut akan ada korban dari rakyat sipil?”, tanya pria itu paham dengan apa yang ada di dalam pikiran Teguh.

Teguh mengangguk.

“Cih!! Rakyat sipil yang membantu dan melindungi teroris, secara tidak langsung sudah masuk ke dalam organisasi teroris juga. Jangan khawatir, aku akan mengurus ini. Jaga dirimu”, kata pria itu lalu berbalik badan berniat untuk pergi dari gudang itu sambil membawa map dan plastik berisi senjata yang diberikan Teguh tadi.

Ketika pria itu sudah sampai di pintu gudang, ia menoleh ke arah Teguh lalu berkata,

“Btw.. kerja bagus, letnan”, puji pria itu lalu ia keluar dan meninggalkan Teguh sendiri dalam gudang yang bercahaya redup itu.



..

Keesokan paginya..


POV Reza

“Ahhh”, aku menghela puas sehabis menyeruput secangkir cappuccino hangat yang baru saja dihidangkan oleh pelayan café ini, sambil menyelonjorkan kakiku yang pegal setelah perjalanan jauh 2,5 jam dari kota B ke kota J.

Kemudian aku melihat ke sekeliling café ini yang sedang tidak ada pelanggan lain selain diriku. Target yang sedang aku tunggu pun belum kelihatan batang hidungnya. Posisi tempat dudukku sekarang berada di 2 kursi terdekat dari pintu café dan menghadap ke arah kursi lain di café ini.

Sambil menunggu targetku itu datang, aku melamun dan teringat dengan obrolanku dengan Indah tadi malam di dalam dream room.

Seperti yang kuduga, Indah menyarankan kepadaku untuk menceritakan semuanya kepada Lia dan berterus terang dengan kondisiku saat ini. Tapi tetap saja, aku bersikeras untuk melanjutkan rencanaku semula yang akan memberitahukan kepada Lia, setelah semua ini berakhir.

Dan Indah tidak berhasil memberikan argumen yang logis untuk merubah keputusanku itu. Alhasil obrolan kami berhenti sampai di situ dan aku memanggil kesadaran Vera ke dalam dream room. Lalu aku mengambil ‘cangkulku’ kemudian mulai ‘menggarap’ lahan Indah dan Vera.

Pada akhir aktifitas berkebun kami itu, aku berhasil menaikkan 1 poin atribut str-ku lagi.

Setelah beberapa menit menunggu, tanpa membalik badanku, aku mendengar suara langkah kaki dan terdengar seperti suara sepatu wanita yang berjalan menginjak lantai. Aku tersenyum karena cukup yakin, suara langkah kaki ini adalah target yang sedang kutunggu.

Sosok yang baru saja memasuki café ini, kudengar sedang memesan beberapa menu di meja kasir. Aku menunggu dengan sabar tanpa menoleh ke arah sosok itu sambil menyeruput kembali kopiku.

Tak lama kemudian terdengar langkah kaki berjalan mendekati meja tempatku duduk lalu melewatiku. Dan..

VOILA..

Suguhan bokong bulat dan montok yang tertutup rok span ketat tersaji di depanku sambil melenggak lenggok sensual. Hahh.. sensual karena memang itu yang ada dalam pikiranku yang sudah membayangkan mesum apa yang ada di balik rok itu.

Wanita itu saat ini sedang memakai setelan jas dan rok kerja cukup ketat selayaknya pakaian office lady yang terkesan formal namun tetap stylish. Rambut wanita itu disanggul ke atas, sehingga tengkuknya yang tertutup bulu-bulu tipis itu seketika membuat fetish tengkukku bergejolak.

Wanita itu, Yolanda, berjalan ke arah salah satu meja di bagian belakang café, lalu meletakkan tas kerjanya di kursi. Kemudian ia duduk di kursi sebelahnya lalu mulai mengeluarkan laptop dari tasnya dan meletakkannya di atas meja.

Setelah itu, ia melepaskan jasnya yang berwarna beige, senada dengan roknya, kemudian menyampirkannya di kursi. Pada saat ia melepaskan jas itu, terlihat dadanya yang berukuran jumbo itu, membusung menggairahkan di balik kemeja putih yang dikenakan wanita itu.

Sambil menunggu laptopnya menyala, wanita itu melihat sekeliling café lalu seketika menemukanku yang sedang melihat ke arahnya juga. Tatapan kami bertemu. Aku tersenyum kepadanya sambil mengangkat gelas kopiku untuk menyapanya.

Wanita itu tidak menanggapi sapaanku dan tetap menunjukkan raut wajah dinginnya itu.

“Heh, tunggu sebentar lagi cantik. Akan kurubah sikap dinginmu itu menjadi tatapan penuh pemujaan kepadaku nanti”, batinku mencibir.

Yolanda lalu mengalihkan pandangannya ke laptopnya yang sudah menyala dan tidak mempedulikanku. Beberapa saat kemudian, pelayan café datang dan membawa pesanannya ke meja Yolanda. Setelah pelayan itu pergi, wanita itu tersadar dengan aku yang masih melihatnya sambil tersenyum.

Kali ini dia membalas tatapanku dengan sangat dingin, seolah sedang memperingatkanku untuk tidak macam-macam dengannya.

Aku kembali tersenyum lalu dengan sekejap mengaktifkan perintah ‘gaze’. Kulihat tatapan Yolanda kini mengarah tajam ke mataku.

Aku berdiri dan berjalan ke arahnya sambil tetap mengaktifkan perintah ‘gaze’. Aku berniat melakukan apa yang dulu pernah kuperbuat kepada Vera di taman seberang rumahku.

Setelah berada di dekatnya, sambil tersenyum menyeringai karena Yolanda yang sedang terpana dan terfokus melihat mataku, aku menggerakkan tanganku untuk mengambil sehelai rambutnya yang terjatuh di pundaknya.

Namun tiba-tiba..

SAT SET SET..

“Aw aw aww sakit sakiit”, teriakku mengaduh. Posisiku kini mendadak berbalik memunggungi Yolanda dengan tanganku berada di punggungku dan sedang dipelintir oleh Yolanda.

“Jangan kurang ajar kamu ya.. Berani kamu macam-macam di tempat umum hah?”, bentak Yolanda sambil memelintir tanganku lebih keras.

“Aahh ngga-ngga aw aw.. aku tidak bermaksud begitu.. aduduh..”, aku meringis menahan sakit menerima pelintirannya di tanganku.

“Halah jangan banyak alesan. Aku sudah paham karakter bajingan mesum kayak kamu”, bentaknya lagi.

“ngga.. su-sungguh.. aku cuma mau membersihkan kotoran dari baju kamu.. sekalian mau ber-berkenalan sama kamu”, jawabku terbata karena tidak kuat menahan sakit di pergelangan tanganku.

“Hahh.. Jangan macam-macam denganku ya.. pergi sana .. awas kalo berani macam-macam lagi..”, ancamnya galak sambil mendorong punggungku dan melepaskan tanganku yang dipelintirnya tadi.

Aku seketika membalik badan menghadapnya, sedikit terhuyung, sambil memegang pergelangan tanganku yang ngilu akibat pelintirannya tadi.

Aku melihat Yolanda sedang mengkretekkan jari tangan kanannya mengancamku. Aku yang masih meringis kesakitan hanya bisa kembali ke mejaku sambil mengutuk sistem.

“Sistem!! Kenapa ini? Apa kau juga mem-ban skill gaze-ku?”, teriakku dalam benakku.

“” Tidak Master.. sepertinya wanita itu memiliki ketahanan mental yang besar sehingga immune dengan pengaruh gaze “”, jawab suara itu di kepalaku.

“Fckk fckk!!”, batinku mengutuk kesialanku kali ini. Aku baru teringat bahwa wanita ini adalah seorang atlit judo yang pernah menjuarai turnamen judo tingkat nasional. Dan aku juga menyadari bahwa wanita pemegang sabuk hitam judo ini mungkin saja memiliki kekuatan mental yang tinggi, sehingga perintah ‘gaze’-ku tidak mempan kepadanya.

Aku kembali mengutuk diriku dan merasakan malu yang teramat besar setelah diperlakukan seperti ini.

“Harga diri slave master-ku”, rengekku dalam hati.

Sambil masih memijit-mijit pergelanganku aku melihat ke arah Yolanda yang kini sudah fokus di depan laptopnya. Namun sesekali ia menoleh ke arahku dan menatapku dengan sangat dingin seolah mau memakanku hidup-hidup.

Aku sedikit bergidik melihat tatapannya itu. Tapi aku tetap sering melirik ke arah targetku itu. Lalu mungkin karena risih dengan aku yang selalu meliriknya, Yolanda memukul keras mejanya.

BRAK

Kemudian dengan bertingkah kesal ia mulai membereskan semua barangnya dan memasukkannya ke dalam tasnya. Setelah itu ia berdiri, mengambil jasnya, lalu tanpa memakainya Yolanda berjalan ke arah pintu café. Sepertinya ia sudah tidak mood untuk melanjutkan aktifitas morning coffee-nya.

Tapi untuk bisa keluar dari café ini, ia mau tidak mau harus melewati mejaku. Yolanda berjalan menuju pintu café dengan langkah yang terdengar keras, sambil menatapku tajam dan dingin.

Tatapannya itu kurasakan seperti hendak mencabik-cabikku. Refleks, aku menggeserkan sedikit posisi dudukku menjauhi pinggiran meja.

Yolanda hanya mendengus mencibir setelah melihat reaksiku. Lalu ia terus berjalan dan melewati mejaku. Tepat pada saat dia berada di sampingku, dengan nada dingin aku mengucapkan 2 kata..

“Rudy Zhao..”, ujarku pelan namun aku yakin ia masih bisa mendengarnya.

Dan benar saja, kudengar langkah kakinya mendadak berhenti tepat di belakangku.

“Gotcha..”, batinku mencibir.

Lalu langkah kaki itu bergerak ke samping mejaku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk secepatnya bisa mengontrol emosiku.

“Kau tadi bilang apa?”, suara Yolanda terdengar ketus di sebelahku.

Setelah menghela nafas, aku menoleh ke arahnya yang sedang menatapku, masih dengan tatapan dingin yang menyeramkan itu.

Lalu sambil memberikannya senyum terbaikku aku berkata,

“Sikap dinginmu itu salah satu yang kusukai darimu, Yollie..”, ujarku menggodanya..



...



 
Bimabet
SG 52 – Memorable Encounter (2)


Yolanda menatapku semakin dingin setelah mendengar aku sedang berusaha menggodanya. Lalu dia berkata,

“Jangan banyak omong. Apa maksudmu menyebut nama itu kepadaku?”, ujarnya dengan nada yang masih ketus.

Aku masih tetap tersenyum mendengarkan pertanyaan ketusnya itu. Lalu aku mengangkat tanganku dan mengarahkannya ke arah kursi di depanku untuk mempersilahkannya duduk.

Yolanda mendengus kesal melihat reaksiku, namun ia akhirnya duduk di kursi yang aku tunjuk. Setelah duduk, Yolanda tetap menatapku dengan dingin dan seperti tidak sabar untuk menunggu penjelasanku.

Aku tertawa melihat raut wajah kesalnya itu dan berkata,

“Ternyata kamu tetap cantik walaupun dalam kondisi kesal, Yollie”, kataku menggodanya lagi.

“Jangan bertele-tele dan jangan panggil aku dengan nama itu. Namaku Yolanda..”, jawabnya sinis.

“Oh? Bukannya ayahmu memanggilmu dengan panggilan itu?”, tanyaku memasang muka heran.

“Kau kenal ayahku?”, tanyanya lebih heran.

“Haha siapa sih yang gak kenal dengan almarhum hakim Budiman Prayoga yang terkenal jujur, adil dan berani seperti beliau”, lanjutku.

“Hehh!! lebih baik kamu langsung to the point. Aku tidak suka berbicara basa basi dengan orang sepertimu. Dan jangan panggil aku dengan panggilan itu lagi. Nama itu hanya untuk orang-orang terdekatku”, ujarnya masih dengan nada sinis dan sedikit membentak.

“Orang sepertiku? Hahaha.. gak lama lagi juga orang sepertiku akan menjadi orang terdekatmu, yollie”, kataku tak menyerah untuk menggodanya. Aku memang menyukai reaksinya atas godaan-godaanku itu. Walaupun itu malah membuat tatapannya menjadi semakin dingin kepadaku dan raut wajah kesalnya berubah semakin kesal, tapi aku justru menyukainya.

Namun tiba-tiba..

BRAK

Yolanda memukul keras mejaku sampai membuat kopi di gelasku agak tumpah. Aku yakin keributan yang dibuatnya ini, membuat penjaga café ini melihat ke arah kami. Yolanda yang menyadari keributan akibat aksinya itu, lalu menggeram dengan volume pelan kepadaku dan dengan nada mengancam,

“Kamu belum menjawab pertanyaanku. Apa maksudmu mengatakan nama itu padaku. Cepat jawab atau giliran tangan kirimu yang kupelintir.”

“Ohh aku patah hati, Yollie.. Kamu lebih tertarik pada laki-laki itu daripada aku. Padahal aku jauh lebih ganteng daripada bajingan itu”, jawabku berakting sambil memegang dadaku tepat di jantungku.

Raut wajah Yolanda terlihat semakin kesal melihat tingkahku. Lalu setelah menggebrak meja sekali lagi, ia berdiri untuk pergi.

“OK OK baiklah tunggu”, kataku tergesa sambil mengangkat tanganku untuk mencegahnya pergi.

“Hahh.. Kenapa sih cewe cantik selalu pengennya buru-buru”, gerutuku tanpa berusaha merendahkan volume suaraku.

Lalu aku mengambil sebuah flash disc dari dalam jaket yang kupakai, kemudian menyodorkannya di atas meja ke arah Yolanda.

Terlihat Yolanda mengernyitkan dahinya sambil bertanya kepadaku dengan wajah curiga,

“Apa ini?”

“Ini.. Anggap aja ini hadiah pertama dariku di kencan pertama kita ini”, jawabku santai.

Yolanda menatapku tajam dan terlihat ragu menerima ‘hadiah’-ku itu. Namun rasa keingintahuannya yang besar akhirnya membuatnya menyerah lalu mengambil laptop dari dalam tasnya dan membukanya.

Laptopnya tadi tidak di shut-down olehnya, hanya dibiarkan dalam mode stand-by. Yolanda mengambil flash disc dari atas meja, lalu mencolokkannya ke usb laptopnya.

Sama seperti flash disc yang kuberikan pada Nuha Paredan, di dalam flash disc ini juga terdapat 1 folder yang berisi 2 file. Namun bedanya adalah satu file nya berisi data transaksi aliran dana kasus korupsi subsidi pupuk dan file satunya adalah video pertemuan beberapa pejabat dan terdapat juga gambar Bramono yang tertangkap kamera video itu.

Yolanda berniat membuka file video itu tapi aku buru-buru mencegahnya.

“Hey..”, kataku sambil memberinya kode untuk memakai headset-nya.

Kali ini Yolanda langsung mengikuti instruksi dariku walaupun masih dengan raut kesalnya yang menurutku lucu itu.

Setelah mengenakan headset-nya, ia mulai menonton video itu. Reaksi yang ditunjukkannya kurang lebih sama dengan reaksi Nuha setelah mendengarkan rekaman audio yang kuberikan. Dengan tergesa Yolanda pun membuka 1 file lain dari flash disc itu.

Kemudian ia menoleh ke arahku lalu kembali menatapku tajam. Namun kali ini bukan hanya tatapan kesal dan kebencian yang kulihat, melainkan seperti ada rasa penasaran dan kecurigaan yang besar kepadaku. Aku membalas tatapannya dan tersenyum simpul.

“Darimana..”, Yolanda tidak meneruskan kata-katanya. Mungkin karena ia menyadari, aku tidak akan mungkin menjawab pertanyaannya itu dan bahkan malah mungkin hanya akan menggodanya lagi.

“Smart girl”, pujiku sambil tersenyum semakin lebar. Lalu aku melihat Yolanda mau mengatakan sesuatu namun aku buru-buru memotongnya,

“Dan jangan repot-repot melaporkan ini ke BPK. Aku sudah memberi mereka bukti-bukti yang lebih kuat dari ini”, kataku sedikit berbohong.

“Hah trus hadiah ini jadi tidak berarti apa-apa buatku” katanya sinis. Tapi aku tahu ia berbohong.

“Oh ya? Haha.. Bukannya video ini bisa kau gunakan untuk menjerat Bramono Setiawan. Lalu kau bisa menggunakannya untuk menjerat Rudy Zhao?”, kataku menertawakan kebohongannya. Terlihat raut wajahnya berubah menjadi kesal lagi setelah aku membongkar kebohongannya.

“Haahhh.. Wanita cantik jaman sekarang memang susah dibuat terkesan. Tapi tenang saja, yollie.. ini hanyalah hadiahku untukmu di kencan pertama kita. Di kencan kedua kita nanti, aku akan memberikanmu hadiah lain yang aku yakin kamu pasti suka”, lanjutku memancing rasa penasarannya lagi.

Dan benar saja kali ini rasa penasaran itu terlihat lebih jelas di matanya. Kulihat dia berusaha menahan diri untuk tidak menanyakan tentang hadiah yang kujanjikan itu, namun akhirnya tidak berhasil sehingga ia bertanya kepadaku sambil menggeram,

“Hadiah apa?”

Aku terkekeh melihat tingkahnya itu lalu meletakkan jempol dan telunjukku di daguku dan memasang pose sedang berpikir,

“Hmmm… Bagaimana dengan manifes kapal kargo yang mungkin saja bermuatan barang bukti dari kasus yang sedang kamu selidiki.. Atau.. video pertemuan Bramono dan Rudy Zhao?”

Seketika kulihat tangannya mengepal keras dan bibirnya beringsut seperti karakter antagonis dalam sinetron yang sedang kesal atau iri dengan karakter protagonisnya. Raut wajah terkejutnya pun tidak bisa ia sembunyikan.

Sambil tersenyum penuh kemenangan, aku mengedipkan sebelah mataku untuk menggodanya. Aku tahu saat ini ia sedang berpikir keras. Selain berusaha untuk menduga-duga identitasku, ia juga sepertinya sedang berusaha mencari tahu motifku mendekatinya.

Namun akhirnya dia menyerah dan berkata sambil tetap menggeram kepadaku,

“Apa maumu?”

“Mauku? Tentu saja saat ini aku cuma mau bertemu dengan calon istriku”, jawabku narsis.

“SINTING! Siapa yang mau jadi istrimu. Heh, lagipula kau tidak takut aku mengadu ke istrimu yang sebenarnya?”, ancamnya sambil menunjuk ke jari manis tangan kiriku yang memakai cincin perkawinanku dan Lia.

“Ini?? Hahaha tenang saja Yollie.. istriku sudah memberiku izin untuk berpoligami. Dan aku memilihmu jadi istri keduaku, Yollie”, lanjutku sambil menunjuk jari manisku lalu tertawa dan berkata tak tau malu.

“HEH BRENGSEK!! Siapa yang sudi jadi istri kamu..”, bentaknya dengan nada semakin kesal.

“Hahaha sebentar lagi juga aku yakin kamu akan menerimaku dengan tangan terbuka, yollie-ku cantik”, kataku semakin narsis.

“CIH Mimpi!!”, ujarnya sinis.

Aku dan Yolanda lalu sama-sama terdiam beberapa saat. Ia masih menatapku tajam dan sedikit jijik sedangkan aku tetap menatapnya menggoda. Lalu aku berkata,

“Aku juga punya niatan lain untuk menemuimu.”

Yolanda seketika mengangkat kedua alisnya. Sebelum dia sempat berkata apa-apa, aku melanjutkan,

“Aku juga mau kamu menghubungi kenalan interpol-mu itu dan meminta mereka untuk membantu rencanaku”

“HAHH.. ternyata itu rencanamu selama ini. Tapi aku baru sadar ternyata kamu pria yang suka berhalusinasi. Bukannya kebalik ya, kamu yang harusnya memberikan informasi kepada mereka dan membantu mereka”, jawab Yolanda sinis.

“Nonono.. kamu mendengarkan perkataanku barusan dengan benar, Yollie-ku. Aku mau interpol membantuku karena aku bisa melakukan sesuatu yang interpol tidak bisa melakukannya”, jawabku dengan memasang raut wajah serius kali ini.

“Huh..maksudmu?”, tanya Yolanda terheran.

“Aku bisa menghancurkan Rudy Zhao dan..”, perkataanku tiba-tiba terpotong karena Yolanda menggebrak meja sekali lagi, walaupun kali ini tidak sekeras sebelumnya.

“Tidak bisa.. Kau dan organisasi di belakangmu tidak boleh membunuh Rudy Zhao. Ini bisa memicu reaksi keras dari C dan bisa bereskalasi menjadi perang dengan negara kita”, bantah Yolanda tegas.

Aku menghela nafas panjang lalu berkata sambil meledeknya,

“Wanita cantik seperti kamu harus belajar bersabar. Kalau tidak, bagaimana kamu bisa mendapatkan jodoh lagi? Aku tidak suka dengan sifatmu ini, Yollie”, ujarku santai dan berakting menasihatinya. Seketika raut wajah Yolanda berubah dingin dan menatapku tajam.

Namun aku tidak peduli dan melanjutkan penjelasanku,

“Dengarkan aku baik-baik. Aku akan menghabisi Rudy Zhao dan seluruh mafia kelas kakap HK dengan tangan mereka sendiri, dan kalau aku beruntung, aku juga akan bisa menghancurkan ‘The Qilin Brotherhood’ yang berada di belakang mereka”, aku menjelaskan rencanaku kepada Yolanda dengan suara mantap dan terdengar dingin.

Yolanda langsung tersentak kaget mendengar penjelasanku,

“Ba-bagaimana kamu bisa tahu nama itu. Organisasi itu cuma mitos, urban legend..”, ujarnya terbata.

“Hehe sepertinya teman interpolmu itu belum menceritakan semuanya kepadamu”, aku meledeknya lagi.

Yolanda terdiam cukup lama kali ini sambil menganalisa apa yang kukatakan tadi dalam pikirannya. Lalu beberapa saat kemudian, ia membereskan laptopnya sambil berkata,

“Ikut denganku”, ujarnya dengan nada agak memaksa.

“Eh? Ini baru kencan pertama kita, Yollie.. Bukannya terlalu cepat untuk mengajakku bercinta di rumahmu sekarang?”, tanyaku polos.

“SINTING!! Aku cuma mau mengajakmu ke satu tempat”, walaupun ia berkata begitu, tapi kali ini intonasi suaranya terdengar jauh lebih lembut. Aku menyeringai kepadanya lalu berkata,

“Maaf aku tidak bisa memenuhi ajakan yang menggairahkan-mu itu, Yollie.. Mungkin di kencan kedua kita nanti, aku akan memikirkannya. Tapi aku tidak bisa hari ini dan besok ”, kataku narsis. Lalu aku mengeluarkan kartu namaku dan meletakkannya di atas meja.

Setelah itu aku berdiri dan bersiap untuk pergi. Namun Yolanda buru-buru mencegahnya,

“Tu-tunggu dulu. Masih banyak yang harus kita bicarakan”, ujarnya dengan nada sedikit memelas sekarang.

Aku tersenyum lalu menepuk pundaknya lembut sambil mengambil sehelai rambut dari pundaknya itu seraya berkata,

“Di kencan kedua kita nanti, kita bisa ngobrol panjang lebar. Bahkan nanti aku akan menceritakan sebuah kisah yang menarik, sebuah teori konspirasi yang aku yakin kamu pasti suka”, ujarku sambil mengantongi sehelai rambutnya itu ke saku celanaku.

Yolanda terlihat heran melihat perbuatanku itu namun ia membiarkannya sambil tetap menatapku tajam. Aku bersorak senang dalam hatiku melihat reaksinya itu, lalu melanjutkan,

“Jangan lupa memakai pakaian yang layak untuk kencan kita nanti”, kataku seraya melihatnya dari ujung kaki sampai ke atas dengan pandangan yang mengejek. Terlihat ia menjadi sedikit kesal dengan perkataan dan pandanganku barusan.

Tapi aku tidak peduli dan langsung berbalik lalu berjalan ke arah pintu café. Namun setelah beberapa langkah, aku berhenti dan menoleh ke arahnya lagi. Terlihat Yolanda masih terbengong berdiri di tempatnya. Kemudian sambil tersenyum aku berkata,

“Tolong sampaikan juga pada teman interpolmu itu, untuk tidak menyentuh Bramono dulu. Aku masih membutuhkannya dalam rencanaku”, kataku tegas.

Lalu tanpa menunggu jawaban darinya, aku pergi meninggalkan café itu..



….

….

….
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd