SG 52 – Memorable Encounter (2)
Yolanda menatapku semakin dingin setelah mendengar aku sedang berusaha menggodanya. Lalu dia berkata,
“Jangan banyak omong. Apa maksudmu menyebut nama itu kepadaku?”, ujarnya dengan nada yang masih ketus.
Aku masih tetap tersenyum mendengarkan pertanyaan ketusnya itu. Lalu aku mengangkat tanganku dan mengarahkannya ke arah kursi di depanku untuk mempersilahkannya duduk.
Yolanda mendengus kesal melihat reaksiku, namun ia akhirnya duduk di kursi yang aku tunjuk. Setelah duduk, Yolanda tetap menatapku dengan dingin dan seperti tidak sabar untuk menunggu penjelasanku.
Aku tertawa melihat raut wajah kesalnya itu dan berkata,
“Ternyata kamu tetap cantik walaupun dalam kondisi kesal, Yollie”, kataku menggodanya lagi.
“Jangan bertele-tele dan jangan panggil aku dengan nama itu. Namaku Yolanda..”, jawabnya sinis.
“Oh? Bukannya ayahmu memanggilmu dengan panggilan itu?”, tanyaku memasang muka heran.
“Kau kenal ayahku?”, tanyanya lebih heran.
“Haha siapa sih yang gak kenal dengan almarhum hakim Budiman Prayoga yang terkenal jujur, adil dan berani seperti beliau”, lanjutku.
“Hehh!! lebih baik kamu langsung to the point. Aku tidak suka berbicara basa basi dengan orang sepertimu. Dan jangan panggil aku dengan panggilan itu lagi. Nama itu hanya untuk orang-orang terdekatku”, ujarnya masih dengan nada sinis dan sedikit membentak.
“Orang sepertiku? Hahaha.. gak lama lagi juga orang sepertiku akan menjadi orang terdekatmu, yollie”, kataku tak menyerah untuk menggodanya. Aku memang menyukai reaksinya atas godaan-godaanku itu. Walaupun itu malah membuat tatapannya menjadi semakin dingin kepadaku dan raut wajah kesalnya berubah semakin kesal, tapi aku justru menyukainya.
Namun tiba-tiba..
BRAK
Yolanda memukul keras mejaku sampai membuat kopi di gelasku agak tumpah. Aku yakin keributan yang dibuatnya ini, membuat penjaga café ini melihat ke arah kami. Yolanda yang menyadari keributan akibat aksinya itu, lalu menggeram dengan volume pelan kepadaku dan dengan nada mengancam,
“Kamu belum menjawab pertanyaanku. Apa maksudmu mengatakan nama itu padaku. Cepat jawab atau giliran tangan kirimu yang kupelintir.”
“Ohh aku patah hati, Yollie.. Kamu lebih tertarik pada laki-laki itu daripada aku. Padahal aku jauh lebih ganteng daripada bajingan itu”, jawabku berakting sambil memegang dadaku tepat di jantungku.
Raut wajah Yolanda terlihat semakin kesal melihat tingkahku. Lalu setelah menggebrak meja sekali lagi, ia berdiri untuk pergi.
“OK OK baiklah tunggu”, kataku tergesa sambil mengangkat tanganku untuk mencegahnya pergi.
“Hahh.. Kenapa sih cewe cantik selalu pengennya buru-buru”, gerutuku tanpa berusaha merendahkan volume suaraku.
Lalu aku mengambil sebuah
flash disc dari dalam jaket yang kupakai, kemudian menyodorkannya di atas meja ke arah Yolanda.
Terlihat Yolanda mengernyitkan dahinya sambil bertanya kepadaku dengan wajah curiga,
“Apa ini?”
“Ini.. Anggap aja ini hadiah pertama dariku di kencan pertama kita ini”, jawabku santai.
Yolanda menatapku tajam dan terlihat ragu menerima ‘hadiah’-ku itu. Namun rasa keingintahuannya yang besar akhirnya membuatnya menyerah lalu mengambil laptop dari dalam tasnya dan membukanya.
Laptopnya tadi tidak di
shut-down olehnya, hanya dibiarkan dalam mode
stand-by. Yolanda mengambil
flash disc dari atas meja, lalu mencolokkannya ke
usb laptopnya.
Sama seperti
flash disc yang kuberikan pada Nuha Paredan, di dalam
flash disc ini juga terdapat 1
folder yang berisi 2
file. Namun bedanya adalah satu
file nya berisi data transaksi aliran dana kasus korupsi subsidi pupuk dan
file satunya adalah video pertemuan beberapa pejabat dan terdapat juga gambar Bramono yang tertangkap kamera video itu.
Yolanda berniat membuka
file video itu tapi aku buru-buru mencegahnya.
“Hey..”, kataku sambil memberinya kode untuk memakai
headset-nya.
Kali ini Yolanda langsung mengikuti instruksi dariku walaupun masih dengan raut kesalnya yang menurutku lucu itu.
Setelah mengenakan
headset-nya, ia mulai menonton video itu. Reaksi yang ditunjukkannya kurang lebih sama dengan reaksi Nuha setelah mendengarkan rekaman audio yang kuberikan. Dengan tergesa Yolanda pun membuka 1
file lain dari
flash disc itu.
Kemudian ia menoleh ke arahku lalu kembali menatapku tajam. Namun kali ini bukan hanya tatapan kesal dan kebencian yang kulihat, melainkan seperti ada rasa penasaran dan kecurigaan yang besar kepadaku. Aku membalas tatapannya dan tersenyum simpul.
“Darimana..”, Yolanda tidak meneruskan kata-katanya. Mungkin karena ia menyadari, aku tidak akan mungkin menjawab pertanyaannya itu dan bahkan malah mungkin hanya akan menggodanya lagi.
“Smart girl”, pujiku sambil tersenyum semakin lebar. Lalu aku melihat Yolanda mau mengatakan sesuatu namun aku buru-buru memotongnya,
“Dan jangan repot-repot melaporkan ini ke BPK. Aku sudah memberi mereka bukti-bukti yang lebih kuat dari ini”, kataku sedikit berbohong.
“Hah trus hadiah ini jadi tidak berarti apa-apa buatku” katanya sinis. Tapi aku tahu ia berbohong.
“Oh ya? Haha.. Bukannya video ini bisa kau gunakan untuk menjerat Bramono Setiawan. Lalu kau bisa menggunakannya untuk menjerat Rudy Zhao?”, kataku menertawakan kebohongannya. Terlihat raut wajahnya berubah menjadi kesal lagi setelah aku membongkar kebohongannya.
“Haahhh.. Wanita cantik jaman sekarang memang susah dibuat terkesan. Tapi tenang saja, yollie.. ini hanyalah hadiahku untukmu di kencan pertama kita. Di kencan kedua kita nanti, aku akan memberikanmu hadiah lain yang aku yakin kamu pasti suka”, lanjutku memancing rasa penasarannya lagi.
Dan benar saja kali ini rasa penasaran itu terlihat lebih jelas di matanya. Kulihat dia berusaha menahan diri untuk tidak menanyakan tentang hadiah yang kujanjikan itu, namun akhirnya tidak berhasil sehingga ia bertanya kepadaku sambil menggeram,
“Hadiah apa?”
Aku terkekeh melihat tingkahnya itu lalu meletakkan jempol dan telunjukku di daguku dan memasang pose sedang berpikir,
“Hmmm… Bagaimana dengan manifes kapal kargo yang mungkin saja bermuatan barang bukti dari kasus yang sedang kamu selidiki.. Atau.. video pertemuan Bramono dan Rudy Zhao?”
Seketika kulihat tangannya mengepal keras dan bibirnya beringsut seperti karakter antagonis dalam sinetron yang sedang kesal atau iri dengan karakter protagonisnya. Raut wajah terkejutnya pun tidak bisa ia sembunyikan.
Sambil tersenyum penuh kemenangan, aku mengedipkan sebelah mataku untuk menggodanya. Aku tahu saat ini ia sedang berpikir keras. Selain berusaha untuk menduga-duga identitasku, ia juga sepertinya sedang berusaha mencari tahu motifku mendekatinya.
Namun akhirnya dia menyerah dan berkata sambil tetap menggeram kepadaku,
“Apa maumu?”
“Mauku? Tentu saja saat ini aku cuma mau bertemu dengan calon istriku”, jawabku narsis.
“SINTING! Siapa yang mau jadi istrimu. Heh, lagipula kau tidak takut aku mengadu ke istrimu yang sebenarnya?”, ancamnya sambil menunjuk ke jari manis tangan kiriku yang memakai cincin perkawinanku dan Lia.
“Ini?? Hahaha tenang saja Yollie.. istriku sudah memberiku izin untuk berpoligami. Dan aku memilihmu jadi istri keduaku, Yollie”, lanjutku sambil menunjuk jari manisku lalu tertawa dan berkata tak tau malu.
“HEH BRENGSEK!! Siapa yang sudi jadi istri kamu..”, bentaknya dengan nada semakin kesal.
“Hahaha sebentar lagi juga aku yakin kamu akan menerimaku dengan tangan terbuka, yollie-ku cantik”, kataku semakin narsis.
“CIH Mimpi!!”, ujarnya sinis.
Aku dan Yolanda lalu sama-sama terdiam beberapa saat. Ia masih menatapku tajam dan sedikit jijik sedangkan aku tetap menatapnya menggoda. Lalu aku berkata,
“Aku juga punya niatan lain untuk menemuimu.”
Yolanda seketika mengangkat kedua alisnya. Sebelum dia sempat berkata apa-apa, aku melanjutkan,
“Aku juga mau kamu menghubungi kenalan interpol-mu itu dan meminta mereka untuk membantu rencanaku”
“HAHH.. ternyata itu rencanamu selama ini. Tapi aku baru sadar ternyata kamu pria yang suka berhalusinasi. Bukannya kebalik ya, kamu yang harusnya memberikan informasi kepada mereka dan membantu mereka”, jawab Yolanda sinis.
“Nonono.. kamu mendengarkan perkataanku barusan dengan benar, Yollie-ku. Aku mau interpol membantuku karena aku bisa melakukan sesuatu yang interpol tidak bisa melakukannya”, jawabku dengan memasang raut wajah serius kali ini.
“Huh..maksudmu?”, tanya Yolanda terheran.
“Aku bisa menghancurkan Rudy Zhao dan..”, perkataanku tiba-tiba terpotong karena Yolanda menggebrak meja sekali lagi, walaupun kali ini tidak sekeras sebelumnya.
“Tidak bisa.. Kau dan organisasi di belakangmu tidak boleh membunuh Rudy Zhao. Ini bisa memicu reaksi keras dari C dan bisa bereskalasi menjadi perang dengan negara kita”, bantah Yolanda tegas.
Aku menghela nafas panjang lalu berkata sambil meledeknya,
“Wanita cantik seperti kamu harus belajar bersabar. Kalau tidak, bagaimana kamu bisa mendapatkan jodoh lagi? Aku tidak suka dengan sifatmu ini, Yollie”, ujarku santai dan berakting menasihatinya. Seketika raut wajah Yolanda berubah dingin dan menatapku tajam.
Namun aku tidak peduli dan melanjutkan penjelasanku,
“Dengarkan aku baik-baik. Aku akan menghabisi Rudy Zhao dan seluruh mafia kelas kakap HK dengan tangan mereka sendiri, dan kalau aku beruntung, aku juga akan bisa menghancurkan ‘
The Qilin Brotherhood’ yang berada di belakang mereka”, aku menjelaskan rencanaku kepada Yolanda dengan suara mantap dan terdengar dingin.
Yolanda langsung tersentak kaget mendengar penjelasanku,
“Ba-bagaimana kamu bisa tahu nama itu. Organisasi itu cuma mitos,
urban legend..”, ujarnya terbata.
“Hehe sepertinya teman interpolmu itu belum menceritakan semuanya kepadamu”, aku meledeknya lagi.
Yolanda terdiam cukup lama kali ini sambil menganalisa apa yang kukatakan tadi dalam pikirannya. Lalu beberapa saat kemudian, ia membereskan laptopnya sambil berkata,
“Ikut denganku”, ujarnya dengan nada agak memaksa.
“Eh? Ini baru kencan pertama kita, Yollie.. Bukannya terlalu cepat untuk mengajakku bercinta di rumahmu sekarang?”, tanyaku polos.
“SINTING!! Aku cuma mau mengajakmu ke satu tempat”, walaupun ia berkata begitu, tapi kali ini intonasi suaranya terdengar jauh lebih lembut. Aku menyeringai kepadanya lalu berkata,
“Maaf aku tidak bisa memenuhi ajakan yang menggairahkan-mu itu, Yollie.. Mungkin di kencan kedua kita nanti, aku akan memikirkannya. Tapi aku tidak bisa hari ini dan besok ”, kataku narsis. Lalu aku mengeluarkan kartu namaku dan meletakkannya di atas meja.
Setelah itu aku berdiri dan bersiap untuk pergi. Namun Yolanda buru-buru mencegahnya,
“Tu-tunggu dulu. Masih banyak yang harus kita bicarakan”, ujarnya dengan nada sedikit memelas sekarang.
Aku tersenyum lalu menepuk pundaknya lembut sambil mengambil sehelai rambut dari pundaknya itu seraya berkata,
“Di kencan kedua kita nanti, kita bisa ngobrol panjang lebar. Bahkan nanti aku akan menceritakan sebuah kisah yang menarik, sebuah teori konspirasi yang aku yakin kamu pasti suka”, ujarku sambil mengantongi sehelai rambutnya itu ke saku celanaku.
Yolanda terlihat heran melihat perbuatanku itu namun ia membiarkannya sambil tetap menatapku tajam. Aku bersorak senang dalam hatiku melihat reaksinya itu, lalu melanjutkan,
“Jangan lupa memakai pakaian yang layak untuk kencan kita nanti”, kataku seraya melihatnya dari ujung kaki sampai ke atas dengan pandangan yang mengejek. Terlihat ia menjadi sedikit kesal dengan perkataan dan pandanganku barusan.
Tapi aku tidak peduli dan langsung berbalik lalu berjalan ke arah pintu café. Namun setelah beberapa langkah, aku berhenti dan menoleh ke arahnya lagi. Terlihat Yolanda masih terbengong berdiri di tempatnya. Kemudian sambil tersenyum aku berkata,
“Tolong sampaikan juga pada teman interpolmu itu, untuk tidak menyentuh Bramono dulu. Aku masih membutuhkannya dalam rencanaku”, kataku tegas.
Lalu tanpa menunggu jawaban darinya, aku pergi meninggalkan café itu..
….
….
….