KangCabulGuru
Semprot Lover
- Daftar
- 6 Mar 2019
- Post
- 201
- Like diterima
- 225
Lanjut huu
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
Sanggar Aa Drajat
- Thread starter AjatSurajati2
- Start date
-
- Tags
- ibu anak
UndurUndur
Senpai Semprot
- Daftar
- 26 May 2017
- Post
- 950
- Like diterima
- 674
Mantap banget A'
kuciah
Semprot Sejati
- Daftar
- 23 Oct 2014
- Post
- 21.348
- Like diterima
- 132.819
Makasih updatenya kang @AjatSurajati2, menarik tapi jadi ngeri kalo ngebakso.
pecintamama21
Guru Semprot
- Daftar
- 27 Apr 2019
- Post
- 658
- Like diterima
- 552
Ijin nyimak hu
NoLimit1976
Semprot Lover
- Daftar
- 30 Oct 2021
- Post
- 294
- Like diterima
- 522
Makin seru
Nafisalma26
Kakak Semprot
- Daftar
- 19 Feb 2023
- Post
- 161
- Like diterima
- 165
Lanjutkan dong
Revandautama
Suka Semprot
- Daftar
- 2 Dec 2019
- Post
- 3
- Like diterima
- 4
Lanjutkan hu
AjatSurajati2
Semprot Lover
- Daftar
- 15 Aug 2021
- Post
- 201
- Like diterima
- 4.525
Update tipis-tipis, maap ya para suhu.
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 7)
WG : Aa, pengapunten. Saya dosa besar ya?
AD : Di agama mas Gino, itu dilarang ?
WG : Iya pasti
AD : Kalo menurut mas begitu, berarti iya dosa.
WG : Mahluk itu merasuk ke tubuh saya, dan merubah saya.
AD : Pandangan mata, pikiran manusia, persepsi manusia, itu mudah ditipu.
(Mas Wagino diam berfikir cukup lama)
WG : Tapi saya ngeliat sendiri mahkluk itu loh A
AD : Itu pikiran mas Gino
WG : Tapi napsu saya itu kok jadi ngga terkontrol loh A
AD : Ah, pada dasarnya Mas Gino punya preferensi seksual, mas punya fetish incest
WG : Jadi mahluk itu nggak ada ?
AD : Mas harus melawan pikiran sendiri, harus yakin mahluk itu ngga ada supaya mas ngga terpengaruh, supaya mas bisa normal, supaya mas bisa jualan tanpa pelet, tanpa pengasihan, tanpa numbal-numbal.
WG : Ada yang belum saya ceritain, A. Begini ceritanya.....
Kisah Lanjutan Wagino :
Setelah apa yang saya lakukan pada Sari, saya melihat di cermin bahwa saya berubah. Mahluk itu memang tidak memperlihatkan diri lagi, tapi ternyata mahluk itu berada di dalam tubuh saya dan perlahan-lahan merubah saya.
Mahluk hitam berbulu itu rupanya takut sama suara azan, dan itu sangat mempengaruhi saya. Tubuh saya ternyata merasa panas kalau mendengar azan.
Perubahan itu bukan hanya pada perasaan, tetapi juga disertai perubahan fisik. Titit saya mulai berbulu.
Tetapi rezeki saya mulai berubah cukup drastis.
Setelah kejadian malam itu, saya mengurung diri di kamar. Sari pamit berangkat ke sekolah seperti tidak terjadi apa-apa malam itu. Sangat mungkin bahwa dia memang tidak tahu apa yang dilakukan oleh saya.
Sekitar jam 10 pagi, seseorang mengetuk pintu dan walaupun dengan sedikit enggan saya buka untuk melihat siapa yang datang.
Rupanya dua tetangga saya, mbak Umi dan bu Wati. Mereka menanyakan apakah saya jualan bakso hari ini?
Padahal saya sudah cukup lama nggak jualan, karena tau bahwa jualan pun percuma hanya ngabisin uang modal aja. Dagangan saya nggak akan laku tanpa 'cairan penglaris'.
Baru beberapa menit dua tetangga itu kembali tanpa hasil, ada lagi beberapa orang yang mengetuk pintu bermaksud membeli bakso. Tentu saja tidak bisa saya layani karena saya nggak jualan.
Heran, ada apa dengan hari ini ? Saya nggak jualan kok banyak yang mau beli ?
Apakah perbuatan saya tadi malam terhadap Sari berpengaruh ?
Saya tidak tau, tapi di sore hari kembali beberapa orang datang ingin beli bakso.
Kesimpulan saya, perbuatan yang saya lakukan terhadap Sari cukup memuaskan mahluk yang bersarang didalam tubuh saya dan dia tidak perlu lagi diberi sajen 'cairan penglaris' yang dimasukkan didalam kuah bakso.
Aa, saya jadi dilema. Ada rasa ngeri-ngeri juga waktu ngebayangin mahluk itu ada didalam diri saya. Tapi saya juga penasaran, apakah jualan saya akan lebih laku nanti ?
Besoknya saya coba jualan tanpa pakai apa-apa.
Hasilnya ?
Luar biasa !
Laku !
Malam harinya Sari menanyakan iPhone yang saya janjikan. Selaris-larisnya saya jualan, nggak mungkin juga dalam waktu sehari saya punya keuntungan sampai seharga iphone. Saya membujuk Sari supaya dia lebih sabar.
Sari hanya cemberut.
Kami duduk sama-sama di sofa sambil nonton TV tanpa ngobrol sepatah katapun. Lama-lama saya kesal juga dengan sikap si Sari. Nih anak kalau udah ada maunya susah banget dibilangin. Akhirnya saya ceramahin lah dia panjang lebar dan dalam. Tapi dasar si Sari, dia nggak mau tau.
"Tapi bapak kan udah janji sama Sari." Begitu katanya.
"Eh nak, yang punya janji itu bukan bapak doang ya." Saya mengingatkan.
"Dih, emang siapa lagi yang punya janji ?" Dia mendelik.
"Tuh kan... kamu malah nggak inget sama janji kamu ke bapak." Saya pura-pura cemberut.
"Eh, Sari janji apa emangnya ?" Sari terlihat kaget.
"Kamu punya janji ke bapak, tapi bapak nggak ngejar-ngejar kamu untuk nepatin kan ? Emangnya kamu....." Saya pura-pura ngomel.
"Iya tapi Sari janji apa ke bapak ?"
"Katanya mau cerita, tentang kamu yang selfi-selfi pake beha."
Blar.
Mata Sari terbelalak.
Beberapa lama dia diam seperti kebingungan antara mau cerita atau tidak.
"Ya udah, selama kamu belum cerita sih bapak juga nggak akan kasih hape baru."
"Tapi...." Sari masih ragu-ragu.
"Ya bapak sih nggak akan bilang ke ibuk kamu, tapi beli hape nya nanti dulu deh. Kamu aja nggak nepatin janji, ya bapak juga nggak." Ancam saya.
"Tapi ceritanya panjang pak."
Saya ngelihat jam tangan, waktu menunjukkan jam 8.
"Waktu bapak banyak kok." Jawab saya.
"Engggh...."
"Apa bapak bilang ke ibuk aja ya ?" Tanya saya.
"Eh eh eh... jangan pakkkkk...." Sari terdengar memelas.
"Terserah kamu sih nak...."
"Iya pak iya.... tapi janji jangan cerita ke ibuk ya ...jadi gini......."
"Bapak inget nggak waktu kita pertama-tama pindah ke daerah ini? Waktu itu Sari juga sekalian masuk ke sekolah baru kan, pas banget waktu Sari masuk SMA."
"Ooh... iya bapak inget."
"Dulu waktu kita tinggal di Wonosobo, Sari masih SMP kan ? waktu itu Sari ngga pernah nemuin kesulitan bergaul kayak di sini Pak.
Tapi disini tuh laen pak. Sari sering banget dijadiin bahan bercandaan sama temen-temen katanya 'jawa kowek' gitu. Tadinya Sari nggak ngerti, rupanya itu sebutan orang-orang daerah sini untuk orang Jawa yang ngomongnya medok. Dan Sari juga baru sadar kalau logat Sari itu medok banget pak. Cewek-cewek sini tuh ngomongnya halus-halus banget gitu pak. Sari jadi malu sendiri.
Kalau untuk bertemen sih ya ngga terlalu masalah. Tapi pak, Sari suka minder soalnya nggak ada anak cowok yang mau ngedeketin Sari. Padahal Sari juga pengen kayak temen-temen sekelas Sari yang udah pada pacaran." Sari mulai bercerita panjang lebar.
"Lah kamu masih kecil kok pengen pacaran." Komentar saya sambil terheran-heran.
"Ih bapakkk.... beneran pak, anak-anak cewek sini malah udah pada pacaran dari sejak SMP.
Sari sampe malu pak, soalnya takut dibilang nggak laku.
Padahal iya, Sari nggak laku."
"Kamu itu kan cantik, nak." Saya kesel juga, masak sih anak saya segitu jelek, padahal kan cantik.
"Iih, bapak.... Sari cantik itu kan kata bapak sama ibuk doang. Bapak coba liat deh anak-anak cewek sini, Sari mah nggak ada apa-apanya dibanding mereka.
Sari tuh udah ngomongnya medok, wajah ngga cantik, ngga pinter dandan, badan kurus, terus dada juga kecil banget.
Temen-temen Sari tuh pak udah wajahnya cantik, pinter dandan, bajunya fesyen-fesyen, dadanya itu udah pada gede. Otomatis lah anak-anak cowok nggak mandang ke Sari.
Kecewanya Sari itu pas anak cowok yang Sari taksir ternyata malah ngejar-ngejar temen sebangku Santi, si Sinta yang ukuran dadanya gede. Sakit banget pak hati Sari.
Sari nyari segala cara buat gede'in dada. Tapi nggak ada yang berhasil.
Sampai akhirnya Sari nekat ngikutin saran si Sinta pergi ke klinik pembesar ehh... itu... pembesar payudara. Katanya sih Sinta juga gede dadanya karena datang ke klinik itu.
Sari datang ke klinik, kebetulan nggak terlalu jauh dari sini. Naik angkot sekali ke arah Cicalengka.
Kalau di kata Sinta bilangnya klinik nomor satu dan terkenal, rupanya pas Sari kesana ditemenin Sinta... ah... cuman rumah kecil di pinggir jalan deket Stasiun kereta.
Apalagi ternyata orang yang ngakunya ahli itu cuman bapak-bapak yang nggak jelas berbaju kaos putih dekil. Sinta manggil dia 'Abah'.
Sinta nunggu di ruang tamu kecil, Sari masuk ke ruang klinik. Dan ternyata metode nya adalah metode urut."
Saya sebaggai bapaknya si Sari kaget, tapi nggak surprise. Ternyata si Sari percaya juga sama dukun, sama seperti saya... hahaha.
"Iya pak..... diurut..."
"APANYA ???"
"Pertama Sari disuruh duduk di kursi, terus Abah ngurut punggung Sari dari belakang."
"BAJUNYA DIBUKA ???" Saya kesal.
"Nggaak pak.... nggak dibuka..."
"Oooh..."
"Setelah Sari diurut punggung pakai 'minyak khusus' yang nanti harus Sari pakai tiap hari, sambil tetap berdiri Abah memasukkan tangannya ke baju Sari melewati kerah baju seragam, ke bagian depan.... ke sekitar payudara.
Sari juga risih, tapi Abah nggak memegang payudara sih, cuman ke bagian samping dan atasnya dada dibawah leher aja.
Tapi lama-lama tangan Abah mulai mengurut dan mengolesi minyak khususnya itu ke payudara Sari. Katanya biar cepet gede.
Sari nolak, tapi Abah bilang hasilnya akan lama kalau nggak langsung diolesin sama Abah. Kalau sama Abah kan sambil dibacain jangjawokan."
"Jangjawokan ? apaan tuh ?" Saya heran.
"Jangjawokan itu mantra-mantra pakai bahasa sunda kuno gitu Pak."
"Oooh" saya manggut-manggut. Saya akhirnya nggak heran kalau si Sari diem aja waktu digrepe-grepe sama bapak tua di mobil Bison. Rupanya udah pernah.
"Sari berusaha diem nahan malu, nahan geli, nahan gatel, demi bisa punya payudara kaya Sinta, demi bisa dapetin si Boy."
Saya geleng-geleng kepala.
"Sari sampai merinding nahan rasa." Sari terlihat menerawang, mengingat-ngingat kejadian itu.
"Rasanya emang gimana ?" Saya penasaran.
"Geli dan...... ah...." Sari tidak melanjutkan.
"Enak ? sakit ?" Saya mendesaknya, penasaran, tapi Sari tidak menjawab.
"Terus Abah juga bilang supaya bisa lebih cepat lagi besarnya, baju Sari harus dibuka dan ada ritual lain, cuman Sari harus bayar nambah 300 ribu. Padahal uang Sari cuman ada 200 ribu. Akhirnya Sari nolak, duitnya nggak cukup."
Dalam hati, kok anak saya bodoh banget. Tapi saya nggak komentar apa-apa lagi.
"Ya udah akhirnya proses pemijatan selesai, Sari dikasih sebotol minyak. Abis itu tiap malem Sari pakai sebelum tidur.
Terus foto itu Sari bikin tiap hari buat ngeliat perkembangan dada Sari udah gede apa belum."
Saya menarik nafas, Sari menarik nafas.
"Jangan bilang ibuk ya pak." Sari memohon.
Saya mengiyakan, lalu mulai spik-spik malaekat, nasehatin si Sari supaya nggak pergi-pergi lagi ke klinik itu. Bisa jadi itu praktek palsu.
"Kamu tau, ibuk kamu itu gede dadanya karena bapak." Saya berbisik.
Sari ternganga.
"Bapak bisa kaya Abah ?" Dia bertanya.
"Abah yang kamu datengin itu mungkin palsu. Tapi bapak, udah terbukti bisa membuat dada ibuk jadi besar." Saya senyum.... lebih tepatnya nyengir kayak iblis. Sejujurnya saya hanya tau satu cara untuk membesarkan payudara, yaitu dengan cara diremas lembut. Ngga pake ilmu apa-apa orang saya nggak paham ilmu-ilmu begituan.
"Waah...... Sari mau dooong paaak...." Sari yang duduk di samping saya mulai menggoyang-goyang lengan saya.
Dan saya tau, kalau dia sudah punya keinginan...... dia akan terus memaksa.
"Hmmm.... bapak udah janji sama ibu, nggak akan menggunakan ilmu itu lagi....."
"Ah... bapak pelit." Sari merajuk.
Kami nonton tv lagi tanpa bicara.
Tapi Sari tidak tahan.
"Bapak nggak usah bilang sama ibuk." Ujarnya tiba-tiba.
"Nggak ah." Saya sok jual mahal.
"Pliiis... ayo dong paaak... ngga usah bilang ibuuuk..." Sari menggoyang-goyang lengan saya lagi, memaksa.
"Ah... ntar kamu bilang ibuk, nanti ibuk marah ke bapak."
"Nggaaak.... Sari nggak akan bilang."
"Beneran ?" Saya pura-pura berpikir dan menimbang-nimbang.
"Cius. Swear. Sumpah." Kata Sari.
"Hmm..... nggak ah." Saya menggodanya.
Dan Sari terus membujuk dan memaksa.
Dia ingin kecantikannya sama dengan teman-temannya yang kebanyakan orang Sunda yang pandai dandan. Daaaan kecantikan buat si Boy jahanam itu rupanya menurut Sari standarnya adalah dada besar.
Selama berjam-jam Sari membujuk, dengan berbagai alasan, dengan berbagai cara, dengan berbagai upaya.
Jam 11 malem, saya nyerah.
"Ya udah.... tapi janji ngga bilang ibuk." Kata saya.
"Janji." Katanya dengan sumringah.
"Sana, matiin dulu tv."
Sari mengambil remote, dan mematikan tv.
"Sini, kamu duduk bersila didepan bapak, ngadep ke tv." Saya memerintah Sari untuk mengikuti saya yang ngglosoh dari kursi sofa, dan duduk di atas lantai sambil bersila.
Sari dengan gembira mengikuti saya duduk bersila, punggungnya menghadap ke saya.
"Eh sebentar, bapak ngambil minyak dulu." Kata saya sambil berdiri lagi, mengikat sarung dengan kuat, lalu pergi ke dapur.
"Minyak apa pak ?" Sari penasaran.
"Ya minyak kelapa lah....." Jawab saya dari dapur, menuangkan minyak kelapa dari botolnya ke sebuah piring kecil.
"Nggak pake minyak khusus ?" Sari heran.
"Nggak." Jawab saya sambil duduk bersila lagi di belakang Sari.
Bersambung ke :
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 8)
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 7)
WG : Aa, pengapunten. Saya dosa besar ya?
AD : Di agama mas Gino, itu dilarang ?
WG : Iya pasti
AD : Kalo menurut mas begitu, berarti iya dosa.
WG : Mahluk itu merasuk ke tubuh saya, dan merubah saya.
AD : Pandangan mata, pikiran manusia, persepsi manusia, itu mudah ditipu.
(Mas Wagino diam berfikir cukup lama)
WG : Tapi saya ngeliat sendiri mahkluk itu loh A
AD : Itu pikiran mas Gino
WG : Tapi napsu saya itu kok jadi ngga terkontrol loh A
AD : Ah, pada dasarnya Mas Gino punya preferensi seksual, mas punya fetish incest
WG : Jadi mahluk itu nggak ada ?
AD : Mas harus melawan pikiran sendiri, harus yakin mahluk itu ngga ada supaya mas ngga terpengaruh, supaya mas bisa normal, supaya mas bisa jualan tanpa pelet, tanpa pengasihan, tanpa numbal-numbal.
WG : Ada yang belum saya ceritain, A. Begini ceritanya.....
Kisah Lanjutan Wagino :
Setelah apa yang saya lakukan pada Sari, saya melihat di cermin bahwa saya berubah. Mahluk itu memang tidak memperlihatkan diri lagi, tapi ternyata mahluk itu berada di dalam tubuh saya dan perlahan-lahan merubah saya.
Mahluk hitam berbulu itu rupanya takut sama suara azan, dan itu sangat mempengaruhi saya. Tubuh saya ternyata merasa panas kalau mendengar azan.
Perubahan itu bukan hanya pada perasaan, tetapi juga disertai perubahan fisik. Titit saya mulai berbulu.
Tetapi rezeki saya mulai berubah cukup drastis.
Setelah kejadian malam itu, saya mengurung diri di kamar. Sari pamit berangkat ke sekolah seperti tidak terjadi apa-apa malam itu. Sangat mungkin bahwa dia memang tidak tahu apa yang dilakukan oleh saya.
Sekitar jam 10 pagi, seseorang mengetuk pintu dan walaupun dengan sedikit enggan saya buka untuk melihat siapa yang datang.
Rupanya dua tetangga saya, mbak Umi dan bu Wati. Mereka menanyakan apakah saya jualan bakso hari ini?
Padahal saya sudah cukup lama nggak jualan, karena tau bahwa jualan pun percuma hanya ngabisin uang modal aja. Dagangan saya nggak akan laku tanpa 'cairan penglaris'.
Baru beberapa menit dua tetangga itu kembali tanpa hasil, ada lagi beberapa orang yang mengetuk pintu bermaksud membeli bakso. Tentu saja tidak bisa saya layani karena saya nggak jualan.
Heran, ada apa dengan hari ini ? Saya nggak jualan kok banyak yang mau beli ?
Apakah perbuatan saya tadi malam terhadap Sari berpengaruh ?
Saya tidak tau, tapi di sore hari kembali beberapa orang datang ingin beli bakso.
Kesimpulan saya, perbuatan yang saya lakukan terhadap Sari cukup memuaskan mahluk yang bersarang didalam tubuh saya dan dia tidak perlu lagi diberi sajen 'cairan penglaris' yang dimasukkan didalam kuah bakso.
Aa, saya jadi dilema. Ada rasa ngeri-ngeri juga waktu ngebayangin mahluk itu ada didalam diri saya. Tapi saya juga penasaran, apakah jualan saya akan lebih laku nanti ?
Besoknya saya coba jualan tanpa pakai apa-apa.
Hasilnya ?
Luar biasa !
Laku !
Malam harinya Sari menanyakan iPhone yang saya janjikan. Selaris-larisnya saya jualan, nggak mungkin juga dalam waktu sehari saya punya keuntungan sampai seharga iphone. Saya membujuk Sari supaya dia lebih sabar.
Sari hanya cemberut.
Kami duduk sama-sama di sofa sambil nonton TV tanpa ngobrol sepatah katapun. Lama-lama saya kesal juga dengan sikap si Sari. Nih anak kalau udah ada maunya susah banget dibilangin. Akhirnya saya ceramahin lah dia panjang lebar dan dalam. Tapi dasar si Sari, dia nggak mau tau.
"Tapi bapak kan udah janji sama Sari." Begitu katanya.
"Eh nak, yang punya janji itu bukan bapak doang ya." Saya mengingatkan.
"Dih, emang siapa lagi yang punya janji ?" Dia mendelik.
"Tuh kan... kamu malah nggak inget sama janji kamu ke bapak." Saya pura-pura cemberut.
"Eh, Sari janji apa emangnya ?" Sari terlihat kaget.
"Kamu punya janji ke bapak, tapi bapak nggak ngejar-ngejar kamu untuk nepatin kan ? Emangnya kamu....." Saya pura-pura ngomel.
"Iya tapi Sari janji apa ke bapak ?"
"Katanya mau cerita, tentang kamu yang selfi-selfi pake beha."
Blar.
Mata Sari terbelalak.
Beberapa lama dia diam seperti kebingungan antara mau cerita atau tidak.
"Ya udah, selama kamu belum cerita sih bapak juga nggak akan kasih hape baru."
"Tapi...." Sari masih ragu-ragu.
"Ya bapak sih nggak akan bilang ke ibuk kamu, tapi beli hape nya nanti dulu deh. Kamu aja nggak nepatin janji, ya bapak juga nggak." Ancam saya.
"Tapi ceritanya panjang pak."
Saya ngelihat jam tangan, waktu menunjukkan jam 8.
"Waktu bapak banyak kok." Jawab saya.
"Engggh...."
"Apa bapak bilang ke ibuk aja ya ?" Tanya saya.
"Eh eh eh... jangan pakkkkk...." Sari terdengar memelas.
"Terserah kamu sih nak...."
"Iya pak iya.... tapi janji jangan cerita ke ibuk ya ...jadi gini......."
"Bapak inget nggak waktu kita pertama-tama pindah ke daerah ini? Waktu itu Sari juga sekalian masuk ke sekolah baru kan, pas banget waktu Sari masuk SMA."
"Ooh... iya bapak inget."
"Dulu waktu kita tinggal di Wonosobo, Sari masih SMP kan ? waktu itu Sari ngga pernah nemuin kesulitan bergaul kayak di sini Pak.
Tapi disini tuh laen pak. Sari sering banget dijadiin bahan bercandaan sama temen-temen katanya 'jawa kowek' gitu. Tadinya Sari nggak ngerti, rupanya itu sebutan orang-orang daerah sini untuk orang Jawa yang ngomongnya medok. Dan Sari juga baru sadar kalau logat Sari itu medok banget pak. Cewek-cewek sini tuh ngomongnya halus-halus banget gitu pak. Sari jadi malu sendiri.
Kalau untuk bertemen sih ya ngga terlalu masalah. Tapi pak, Sari suka minder soalnya nggak ada anak cowok yang mau ngedeketin Sari. Padahal Sari juga pengen kayak temen-temen sekelas Sari yang udah pada pacaran." Sari mulai bercerita panjang lebar.
"Lah kamu masih kecil kok pengen pacaran." Komentar saya sambil terheran-heran.
"Ih bapakkk.... beneran pak, anak-anak cewek sini malah udah pada pacaran dari sejak SMP.
Sari sampe malu pak, soalnya takut dibilang nggak laku.
Padahal iya, Sari nggak laku."
"Kamu itu kan cantik, nak." Saya kesel juga, masak sih anak saya segitu jelek, padahal kan cantik.
"Iih, bapak.... Sari cantik itu kan kata bapak sama ibuk doang. Bapak coba liat deh anak-anak cewek sini, Sari mah nggak ada apa-apanya dibanding mereka.
Sari tuh udah ngomongnya medok, wajah ngga cantik, ngga pinter dandan, badan kurus, terus dada juga kecil banget.
Temen-temen Sari tuh pak udah wajahnya cantik, pinter dandan, bajunya fesyen-fesyen, dadanya itu udah pada gede. Otomatis lah anak-anak cowok nggak mandang ke Sari.
Kecewanya Sari itu pas anak cowok yang Sari taksir ternyata malah ngejar-ngejar temen sebangku Santi, si Sinta yang ukuran dadanya gede. Sakit banget pak hati Sari.
Sari nyari segala cara buat gede'in dada. Tapi nggak ada yang berhasil.
Sampai akhirnya Sari nekat ngikutin saran si Sinta pergi ke klinik pembesar ehh... itu... pembesar payudara. Katanya sih Sinta juga gede dadanya karena datang ke klinik itu.
Sari datang ke klinik, kebetulan nggak terlalu jauh dari sini. Naik angkot sekali ke arah Cicalengka.
Kalau di kata Sinta bilangnya klinik nomor satu dan terkenal, rupanya pas Sari kesana ditemenin Sinta... ah... cuman rumah kecil di pinggir jalan deket Stasiun kereta.
Apalagi ternyata orang yang ngakunya ahli itu cuman bapak-bapak yang nggak jelas berbaju kaos putih dekil. Sinta manggil dia 'Abah'.
Sinta nunggu di ruang tamu kecil, Sari masuk ke ruang klinik. Dan ternyata metode nya adalah metode urut."
Saya sebaggai bapaknya si Sari kaget, tapi nggak surprise. Ternyata si Sari percaya juga sama dukun, sama seperti saya... hahaha.
"Iya pak..... diurut..."
"APANYA ???"
"Pertama Sari disuruh duduk di kursi, terus Abah ngurut punggung Sari dari belakang."
"BAJUNYA DIBUKA ???" Saya kesal.
"Nggaak pak.... nggak dibuka..."
"Oooh..."
"Setelah Sari diurut punggung pakai 'minyak khusus' yang nanti harus Sari pakai tiap hari, sambil tetap berdiri Abah memasukkan tangannya ke baju Sari melewati kerah baju seragam, ke bagian depan.... ke sekitar payudara.
Sari juga risih, tapi Abah nggak memegang payudara sih, cuman ke bagian samping dan atasnya dada dibawah leher aja.
Tapi lama-lama tangan Abah mulai mengurut dan mengolesi minyak khususnya itu ke payudara Sari. Katanya biar cepet gede.
Sari nolak, tapi Abah bilang hasilnya akan lama kalau nggak langsung diolesin sama Abah. Kalau sama Abah kan sambil dibacain jangjawokan."
"Jangjawokan ? apaan tuh ?" Saya heran.
"Jangjawokan itu mantra-mantra pakai bahasa sunda kuno gitu Pak."
"Oooh" saya manggut-manggut. Saya akhirnya nggak heran kalau si Sari diem aja waktu digrepe-grepe sama bapak tua di mobil Bison. Rupanya udah pernah.
"Sari berusaha diem nahan malu, nahan geli, nahan gatel, demi bisa punya payudara kaya Sinta, demi bisa dapetin si Boy."
Saya geleng-geleng kepala.
"Sari sampai merinding nahan rasa." Sari terlihat menerawang, mengingat-ngingat kejadian itu.
"Rasanya emang gimana ?" Saya penasaran.
"Geli dan...... ah...." Sari tidak melanjutkan.
"Enak ? sakit ?" Saya mendesaknya, penasaran, tapi Sari tidak menjawab.
"Terus Abah juga bilang supaya bisa lebih cepat lagi besarnya, baju Sari harus dibuka dan ada ritual lain, cuman Sari harus bayar nambah 300 ribu. Padahal uang Sari cuman ada 200 ribu. Akhirnya Sari nolak, duitnya nggak cukup."
Dalam hati, kok anak saya bodoh banget. Tapi saya nggak komentar apa-apa lagi.
"Ya udah akhirnya proses pemijatan selesai, Sari dikasih sebotol minyak. Abis itu tiap malem Sari pakai sebelum tidur.
Terus foto itu Sari bikin tiap hari buat ngeliat perkembangan dada Sari udah gede apa belum."
Saya menarik nafas, Sari menarik nafas.
"Jangan bilang ibuk ya pak." Sari memohon.
Saya mengiyakan, lalu mulai spik-spik malaekat, nasehatin si Sari supaya nggak pergi-pergi lagi ke klinik itu. Bisa jadi itu praktek palsu.
"Kamu tau, ibuk kamu itu gede dadanya karena bapak." Saya berbisik.
Sari ternganga.
"Bapak bisa kaya Abah ?" Dia bertanya.
"Abah yang kamu datengin itu mungkin palsu. Tapi bapak, udah terbukti bisa membuat dada ibuk jadi besar." Saya senyum.... lebih tepatnya nyengir kayak iblis. Sejujurnya saya hanya tau satu cara untuk membesarkan payudara, yaitu dengan cara diremas lembut. Ngga pake ilmu apa-apa orang saya nggak paham ilmu-ilmu begituan.
"Waah...... Sari mau dooong paaak...." Sari yang duduk di samping saya mulai menggoyang-goyang lengan saya.
Dan saya tau, kalau dia sudah punya keinginan...... dia akan terus memaksa.
"Hmmm.... bapak udah janji sama ibu, nggak akan menggunakan ilmu itu lagi....."
"Ah... bapak pelit." Sari merajuk.
Kami nonton tv lagi tanpa bicara.
Tapi Sari tidak tahan.
"Bapak nggak usah bilang sama ibuk." Ujarnya tiba-tiba.
"Nggak ah." Saya sok jual mahal.
"Pliiis... ayo dong paaak... ngga usah bilang ibuuuk..." Sari menggoyang-goyang lengan saya lagi, memaksa.
"Ah... ntar kamu bilang ibuk, nanti ibuk marah ke bapak."
"Nggaaak.... Sari nggak akan bilang."
"Beneran ?" Saya pura-pura berpikir dan menimbang-nimbang.
"Cius. Swear. Sumpah." Kata Sari.
"Hmm..... nggak ah." Saya menggodanya.
Dan Sari terus membujuk dan memaksa.
Dia ingin kecantikannya sama dengan teman-temannya yang kebanyakan orang Sunda yang pandai dandan. Daaaan kecantikan buat si Boy jahanam itu rupanya menurut Sari standarnya adalah dada besar.
Selama berjam-jam Sari membujuk, dengan berbagai alasan, dengan berbagai cara, dengan berbagai upaya.
Jam 11 malem, saya nyerah.
"Ya udah.... tapi janji ngga bilang ibuk." Kata saya.
"Janji." Katanya dengan sumringah.
"Sana, matiin dulu tv."
Sari mengambil remote, dan mematikan tv.
"Sini, kamu duduk bersila didepan bapak, ngadep ke tv." Saya memerintah Sari untuk mengikuti saya yang ngglosoh dari kursi sofa, dan duduk di atas lantai sambil bersila.
Sari dengan gembira mengikuti saya duduk bersila, punggungnya menghadap ke saya.
"Eh sebentar, bapak ngambil minyak dulu." Kata saya sambil berdiri lagi, mengikat sarung dengan kuat, lalu pergi ke dapur.
"Minyak apa pak ?" Sari penasaran.
"Ya minyak kelapa lah....." Jawab saya dari dapur, menuangkan minyak kelapa dari botolnya ke sebuah piring kecil.
"Nggak pake minyak khusus ?" Sari heran.
"Nggak." Jawab saya sambil duduk bersila lagi di belakang Sari.
Bersambung ke :
Kisah 3 : Wagino dalam dilema (bagian 8)
Terakhir diubah:
Wibowo hadi
Semprot Sejati
- Daftar
- 5 Jul 2016
- Post
- 19.309
- Like diterima
- 53.917
Suwun @AjatSurajati2
bendhi
Pertapa Semprot
- Daftar
- 10 May 2017
- Post
- 5.072
- Like diterima
- 36.544
Matur Sembah Nuwun updatenyah Ndoro @AjatSurajati2
NoLimit1976
Semprot Lover
- Daftar
- 30 Oct 2021
- Post
- 294
- Like diterima
- 522
Tambahin suhu...jangan terlalu tipis 
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
