Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sandra

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
telat tau ada cerita sekeren ini :( btw itu yang jadi mulustrasi sandra siapa yah?
 
ajeb suhu, nikmat bener baca ceritanya, nga terlalu vulgar tetapi ada konflik2 realitanya, seorang pengusaha yang sukses tapi tidak terlalu menonjolkan ke glamoran kekayaannya.. kisah cinta yang menyedihkan dengan dewi sampai menjalani kisah dengan sorang yang sudah bertunangan dan anak beliau 18 tahun.... ditunggu kelanjutan ceritanya hu....
 
Hmmm, pembaca makin sedikit, mau terusin ga ya? Mohon maaf, minggu lalu tidak bisa update karena biasalah, problem awal tahun di tempat kerja.

Sebelum lanjut, ada beberapa jawaban ttg pertanyaan yang sempat dilontarkan suhu-suhu semua.
  • Cerita ini fiktif belaka. Bahwa ada kesamaan tokoh, nama-nama tempat, perusahaan, itu hanyalah rekaan sahaja. Kenapa meyakinkan? ya karena ane banyak riset. I read lots of books, I work with venture capitalists.
  • Tentang judul chapter sebelum ini, Revelation, mungkin tidak terlalu cocok dengan isinya. Tapi bakal lebih dijelaskan nantinya.
  • Ilustrasinya siapa? yang jelas, keduanya orang indonesia, bukan model, bukan orang kebanyakan. Bakal susah cari fotonya dimanapun juga.
  • Buat yang protes maki-maki karena ga ada update minggu lalu, sorry but I need to say : GO FUCK YOUR SELF!
Hope that helps your curiousity. Lanjut !

2 + 1 EQUALS THREE

Dengan kecepatan maksimal (bohong ding, macet banget), aku mengemudikan mobil menuju rumah Sandra di sebuah perumahan di Jakarta Barat, yang depannya acap kali banjir itu. Itu adalah kali pertama aku bakal ke rumah dia. Sepanjang jalan, kami meneruskan obrolan tentang berbagai hal. Waktu begitu berharga, sehingga setiap saat aku berdua dengannya, kami benar-benar menikmatinya dengan ngobrol segala hal.

Tapi aku agak terganggu melihat dia beberapa kali melihat layar BB dan seperti chatting dengan seseorang.

"Lo masih ngobrolin kerjaan sama orang kantor?"

"Eh, ga, kok, anu, ada yang dibahas ...," katanya agak gugup.

"Kayak serius banget," kataku serius sambil nyetir.

Dia menggeleng dan memegang lenganku.

"Ga ada yang lebih penting dari lo mas," katanya sambil memasukkan BB ke dalam tas kecilnya.

"Bener?"

"Iyaaa, ini juga lagi merencanakan sesuatu, eh,"

"Apaan?"

"Hahaha, ntar aja kalo udah sampai rumah, eh, tunggu dulu,"

"Apa?"

"Jangan ke rumah deh ...,"

"Lhaaa, nih udah separo jalan,"

"Iyaaa maaf, anu, gue lupa ..."

"Apaan?"

"Ada Mia ..."

Duh, ada Mia di rumah berarti ga nyaman buat ....

"Yaaah ..."

"Maafff, ke apartemen mas aja yuk?"

"Dari tadi kek, ini harus muter!"

"Yah berkorban dikit kan gapapa, ntar juga dapet hadiah ...,"

Aku tersenyum lebar dan mengangguk cepat.

"Idih, mau dapet hadiah semangat bener ...,"

Aku tertawa, juga dia.

"Maaf ya beib," katanya memegang lenganku.

Oh, Aku lemah jika sudah melihat wajahnya itu.

Ok, tapi agak jengkel juga sih karena aku harus memutar cukup jauh untuk kembali ke daerah Senopati.

Sekitar satu jam perjalanan balik kami ke area Jakarta Selatan (iya, selama itu), dan akhirnya sampai juga ke apartemenku.

"Apa liat-liat? kaya mau nelen aja," katanya tersenyum ketika kami bersisihan di lift.

Aku menghadapkan tubuhku ke dia dan mendorongnya ke dinding lift.

"Ga usah nantang-nantang gitu ...," kataku sambil menghirup wangi tubuhnya, mencium pelan hidung, dan kemudian turun ke bibirnya. Tangan Sandra otomatis naik ke bahuku dan menciumku balik. Bibirnya mengulum bibirku, dan lidah kami bermain di rongga mulut masing-masing.

Suara bel lift berbunyi, tanda berhenti di lantai apartemenku.

"Cepet amat sih nih lift? Ga ngerti orang lagi ....,"

Aku tertawa mendengarnya.

"Mas, mau mandi dulu, lengket," katanya manja. Tangannya menarik tanganku.

"lho, lo yang mau mandi kenapa tangan gue ditarik?"

"Ih, sok banget," katanya dan melepas tanganku sambil berlari ke arah kamar mandi utama. Aku tertawa dan mengejarnya. Aku heran bahwa perempuan, dengan segala pernak-pernik di tubuhnya, dapat dengan cepat melepas segalanya. Aku? masih berjuang melepas dasi, kemeja lengan panjang, ikat pinggang, dan ...

Kaos kaki. Iya, kaos kaki yang amat sangat mengganggu dan sering kelupaan kalau udah terburu-buru mau, ehm, bercinta. Aku tak terlalu suka kain apapun melekat di tubuhku ketika bercinta. Mengganggu sensasinya. Bercinta? emang mau bercinta di kamar mandi?

Aku bergegas menyusul Sandra yang sudah telanjang bulat dan menyalakan shower.

"Eh ngapain? Ga boleh masuk!"

Aku merangsek, membalikkan badannya dan kuciumi dia dengan "paksa". Dia tertawa menyambutku. Kami berciuman telanjang bulat di bawah guyuran shower. Tubuh kami berhimpitan, payudaranya yang ekstra menempel erat di dadaku, dan aku merasakan penisku yang mulai keras menggesek tubuhnya.

"hmmmmm, I can do this everyday ..."

"Why can't we?"

Posisi kami sekarang begitu berhimpitan, dan aku merasakan kekerasan penisku mulai menggesek bibir vaginanya.

"Sabun mas, kita kan mau mandi, sssshhh," katanya, tapi tak menampik ketika kepala penis itu tanpa permisi menembus vaginanya.

Dan seketika itu juga aku kembali menarik penisku. Dia menganga tak percaya.

"Katanya mau mandi?" aku mengambil sabun cair, dengan susah payah karena ruang shower yang tak terlalu besar.

Sandra menepuk dadaku dengan keras.

"Malesin !"

Tapi seperti terpaksa dia berbalik menghadap tembok. Tahu dia bahwa aku bakalan menyabuni dia, dan dia pengen mulai dari bagian belakang tubuh. Aku menuangkan sabun cair itu, mematikan shower dan memulai menyabuni tubuh, ehm, Sandra. Mulai dari belakang lehernya, kemudian turun pelan di punggungnya, mengikuti garis tulang belakangnya. Hei, aku merasakan tubuhnya menggigil.

"Are you cold?"

Dia menggeleng.

"Horny as hell," bisiknya lirih. Aku tertawa lirih dan melanjutkan usapan sabunku ke depan, menuju dadanya yang amboi menakjubkan itu. Putingnya yang kecil sudah berdiri sejak tadi, dan aku memilinnya pelan, takut menyakitinya. Kedua tanganku sekarang meremas pelan dadanya bulatnya itu dengan alasan menyabuni tentu saja, dan lagi-lagi, penisku yang tegang sedari tadi tanpa sengaja menggesek sela-sela bokongnya. Dia mengerang, menyorongkan bokongnya ke belakang. Aku pura-pura saja menghindarinya, sambil meneruskan usapan sabunku menuju bongkahan bokongnya yang padat kenyal itu, dan kemudian meremasnya pelan. Damn!

"Ga bersih bener deh mandinya," katanya mendesah, tapi tetap setia menghadap dinding. Usapanku turun menuju pahanya, dengan terlebih dulu meraba lekukan selangkangannya. Dia mengerang. Sengaja aku tak menyentuh vaginanya. Pelan kuusap naik dan turun bagian belakang pahanya, dan selama itu pula dia mendesis.

"God damn it mas,..." dan dia terburu-buru memegang batang penisku,

"Please put it in ...," dan dengan begitu memasukkan batang penisku ke dalam vaginanya. Sudah benar-benar basah, jelas karena lendirnya. Aku menyalakan kembali shower karena kulit kami sudah cukup kering.

"Ayo mas," dia berkata sambil menyorongkan bokongnya, dan penisku masuk lebih dalam ke vaginanya. Aku mulai menggoyangkan pinggulku, disambut dengan aaaahh oleh Sandra. Sambil bergoyang, tanganku memegang pinggangnya, sesekali mendekap tubuhnya, dan kemudian meremas dengan kasar dadanya.

Ah, kalau ada benda di dunia yang paling bisa bikin aku mabuk kepayang, itu adalah payudaranya. Besar, bulat walaupun agak turun, dengan puting mungil yang tak terlalu mancung. Pinggulku bergoyang semakin keras, dan desahan Sandra sudah berubah menjadi erangan sekarang.

"Harder massss, harder," katanya, tangannya meremas bokongku sekarang. Oh tentu saja manis, aku juga hampir dapat.

Sekarang aku memompa dengan kecepatan tinggi, dan suaranya sekarang sudah tak malu lagi, erangan sudah berubah menjadi jeritan tertahan. Semoga tetangga apartemenku tak mendengarnya.

Sandra dan aku orgasme barengan. Aku menggeram keras dan menumpahkan cairanku di vaginanya. Tanganku mendekap erat dadanya, dan kurasakan getaran teratur vaginanya menyelimuti batang penisku.

Akhirnya memang mandi harus sendiri-sendiri, paling tidak itu kesimpulan paling masuk akal setelah kejadian tadi, hahaha.

****

Kami berbaring berdua di kasur empuk milikku setelah mandi plus-plus itu. Hari sudah menunjukkan pukul tepat jam duabelas malam, menandai pergantian hari, dan Sandra sudah tidur lelap di pelukanku. Tubuh kami masih telanjang di dalam selimut tebal itu. Aku susah sekali tidur, walaupun konon katanya tubuh sudah melepaskan prolaktin, hormon yang bertanggungjawab terhadap rasa kantuk luar biasa setelah seks. Sejak Dewi meninggal aku memang susah sekali tidur malam. Pernah aku ke psikiatri, dan dia bilang aku punya Grieving Disorder, dan setelahnya diresepkan obat-obat untuk Insomnia. Iya, beberapa tahun setelahnya aku berjuang untuk menghilangkan kesedihan akibat ditinggal Dewi. Tanpa perempuan lain. Aku memanfaatkan otakku yang masih berjaga pada dinihari untuk bekerja, dan merasakan bahwa aku menjadi sangat produktif karenanya.

Sebentar aku memandang wajah Sandra yang tampak damai sekali dalam keremangan lampu kamar. She's lovely. Aku mengecup keningnya, hidungnya, dan kemudian lehernya, tapi dia tak bergerak sama sekali, hanya menggumam sekejap. Dengan pelan, aku bangun supaya tak membangunkan Sandra.

Suara hening, sesekali terdengar klakson dan deru knalpot motor di kejauhan. Ini Jakarta bung, kota yang hidup 24 jam, tak mungkin kota itu tidur barang sedetikpun. Aku duduk dan mulai merenungkan lagi peristiwa beberapa minggu terakhir. Siapa otak di balik Tristar? Sampai sekarang pun usaha Mitha untuk mengawasi tiap manager analyst masih belum membuahkan hasil. Semua masih terlihat bersih, katanya. Sandra? Tidak ada tanda-tanda mencurigakan, katanya. Sejenak aku lega mendengarnya.

Aku menyalakan Macbookku, dan mengecek kembali Tristar via google. Tak banyak aku dapatkan infonya selain dari website OJK dan company profilenya sendiri. Jika aku lihat dari websitenya, Tristar baru beroperasi kurang lebih 2 tahun. Dalam dua tahun itu, dia sudah memakan tiga clientku, juga mengancam untuk take over Amanah Group. Dari Linkedin sendiri, aku hanya mendapatkan nama-nama direksinya termasuk Daniel. Tak ada sama sekali informasi mengenai pemilik Tristar. Direksi-direksi mereka sendiri bukan orang baru di dunia investasi. Richard Ng, Helmi Latuperissa, keduanya aku cukup kenal. Keduanya sepertinya bukan tipe cunning semacam Daniel, jika kabar-kabar yang aku dengar itu benar. Tiba-tiba saja aku kembali memikirkan pembicaraan pagi tadi dengan Amin tentang Marco Tandiyono. Jangan-jangan dia balik ke Indonesia dan melancarkan serangan balasan terhadap aku dan Amin? Ah, non-sense. Tapi aku tetap kepikiran.

Aku jadi penasaran sama dia. Siapa yang kira-kira bisa ditanyai mengenai Marco? aku memikirkan beberapa nama yang mungkin bisa aku tanyai. Aku membuka Skype dan mengecek siapa yang online di US. Waktu Seattle sekitar jam 9 pagi, sehingga aku yakin banyak orang bakal online. Kulihat ada satu nama yang sangat familiar sedang online, Darren Ward. Dia dulu manajer Marco, dan sangat tahu tentang skandal yang melibatkan Marco. Setahuku, tak berapa lama setelah skandal itu, Darren keluar dari firma, dan kemudian melakukan career turnaround, menjadi seorang tukang kayu. Yup, tukang kayu yang profesional tentu saja, dengan modal alat-alat pertukangan canggih dengan CNC (Computer Numerical Control) yang dia beli selama bekerja di firma. Dalam beberapa kesempatan setiap kali kami bertemu dia, dia selalu bercerita dengan bangga mengenai koleksi alat-alat pertukangannya yang begitu canggih. Dia bilang pengen berhenti dari industri keuangan yang terlalu banyak drama. Sudah lama sekali aku tak mengontak dia, tapi paling tidak bisa kucoba.

Aku menyapanya basa-basi, menanyakan bagaimana kabar bisnis pertukangannya. Di luar dugaan, dia begitu cepat merespons. Dan akhirnya kami pun terlibat dalam percakapan panjang via chat yang sangat menyenangkan. Iya, bener, menyenangkan. Darren ini sungguh amat kebapakan, hangat baik online maupun nyata. Amat sangat tidak cocok di dunia investasi yang kejam. Dia bercerita bahwa bisnisnya cukup berkembang, dan bahkan sudah melayani pengiriman furniture ke luar Seattle. Dia dibantu oleh kedua anak perempuannya. Perempuan? you heard me right. Anak perempuannya nomer satu menjadi tukang di bengkel kerja bapaknya, sedangkan yang kedua menjadi finance managernya. Berdua mereka menjalankan bisnis bapaknya.

(Chat tentu saja dalam bahasa Inggris, diterjemahkan biar ga perlu ribet)

+ Jadi Darren, masih ingat anak buahmu dulu, Marco Tandiyono?

- Iyalah. Bikin CVku merah aja dia

+ Sorry, tapi aku butuh informasi tentang dia, bisakah kamu membantuku?

- Ok

+ Kamu tahu apa yang terjadi dengan Marco setelah skandal itu?

- Kan kamu juga udah tahu, dia ketahuan oleh SEC dan didenda.

+ Maksudku, Apa yang Marco lakukan setelah dipecat dari firma?

- Ah, tragic. Dua bulan kemudian dia bunuh diri

+ BUNUH DIRI?

- Kata polisi. Karena dia tak punya keluarga, polisi memanggilku untuk mengidentifikasi mayatnya. Dia OD bawah jembatan.

+ Wow. Seingetku dia punya teman.

- Aku juga bilang begitu sama polisi, tapi ga pernah ketemu.

+ Kasihan

- Iya emang, sebelumnya aku dengar bahwa dia susah cari kerja setelah kejadian itu. Dia sempat apply unemployment benefit juga. Itulah salah satu alasan kenapa aku keluar dari firm. Lingkungannya toxic.


Suara dering BB di dini hari itu mengagetkanku luar biasa. Siapa yang berani menelponku pada dini hari seperti ini? Aku melihat BBku dan ada nama ...

Lisa.

Aku segera menyudahi chatku dengan Darren.

"Hei, ngapain malam-malam telpon?"

"Udah gue tebak Om pasti belum tidur. Kangen Om...,"

"Lisa, this's not the right time ..."

"Ga mau tau ..."

"Lis ..."

"Gue udah di lobby dan bawa baju ganti ..."

"LISAA!"

"Ga usah marah gitu Om. Harusnya Om seneng dong ditemeni,"

"MASALAHNYA ..."

"Kak Sandra ada di apartemen ya?"

Aku terdiam.

"How do you know ...,"

"Tadi dia chat gue, hahahaha,"

"Kok...."

"Om, gue di lobby sendirian nih, tolong ke bawah ya, ga usah kebanyakan ngomong," dan dengan begitu dia menutup teleponnya.

Aku menghela nafas panjang. Kenapa juga sih Sandra harus ngomong kalo dia bakal nginep di apartemenku? Aku kembali menengok kamar, dan melihat Sandra masih tidur sangat lelap. Bergegas aku masuk lift dan turun ke lobby.

"Lis, kenapa sih dateng malam-malam? Terus lo pamit apa sama Okta dan Andi?"

"Hihihi. Tadi sih ke tempat temen sih, terus abis itu pamit pulang. Aku bilang aja sama dia, kalo ditelpon mama, bilang aja nginep ditempatmu ya."

Aku menggeleng-gelengkan kepala.

"Iya, terus kenapa ke sini? Lo tahu kan ada Sandra," kataku kesal. Benar-benar kesal, rasanya pengen marah sekali melihat wajahnya yang seakan tak merasa bersalah itu.

Dia dengan cueknya melangkah ke arah lift.

"Mau ikut ke atas ngga?"

Aku menarik lengannya dengan kasar.

"Ini ga lucu sama sekali Lis!"

"Sakit Om!"

"Pak Evan, apa ada masalah?"

Seorang security yang jaga lobby datang tergopoh-gopoh menemui kami, mengagetkan kami berdua.

"Ga pak, ini ponakan saya aja agak njengkelin," kataku sambil menarik lengannya ke arah lift. Dia memencet lift, dan gantian menarik tanganku masuk ke dalamnya.

"Bagaimana ceritanya Sandra bisa kasih tahu lo kalo dia nginep di tempatku?"

"Dia ga cerita sih, cuman bilang makan malam bareng sama Om. Seterusnya gue menarik kesimpulan sendiri, gampang banget, hehehe,"

Aku hanya bisa menghela nafas panjang.

"Terus, kenapa lo ke sini?"

"Bikin kejutan lah buat Om,"

"Ok, sekarang gue udah terkejut setengah mati. Tugas lo berhasil, dan lo bisa pulang sekara...,"

Suara bel lift berdenting, pintu terbuka di depan apartemenku. Dia melemparkan tas sekenanya.

"Haallpppppp ....," Tanganku meredam teriakan hallonya yang tampaknya sengaja ditujukan untuk membangunkan Sandra.

"Apa-apaan sih Lis," aku menggeram marah sambil tetap membekap mulutnya. Tanganku satu lagi membelit tubuhnya. Dia sama sekali tak meronta. Tubuhnya diam. Tangan kiriku tak sengaja berada di gundukan dadanya. Tahulah bahwa aku sedang dikerjain olehnya. Aku melepasnya. Dia mengikik.

"Lho, kok dilepas?" dia berbalik dan kemudian mengalungiku dengan tangannya, menciumku.

Aku sengaja tak bereaksi sama sekali dengan ciumannya. Biar dia tahu rasa. Tapi Oh susah sekali, karena bibirnya tak diam saja, menciumi wajahku dimana-mana. Tak cuman mencium bahkan, menjilat juga. Lidahnya menari-nari di cuping telingaku, kemudian pindah ke belakang.

"Hmmm, hebat bener bergemingnya," katanya tak berhenti menciumi leherku sekarang. Aku tak menjawab, tapi susaaah bener menahan hasrat yang menyergap ini. Dari leher turun ke dadaku, dan tangannya pun lincah beraksi, berusaha meloloskan kaos singletku. Aku menahannya.

"Tunggu, apa yang bakal lo lakukan?"

"Menurut Om apa?"

"Not here not now, damnit Lisa!"

"Awwww, takut ketahuan Miss Perfect?"

Aku memandangnya dengan amat marah. Entah kenapa aku merasakan bahwa dia hendak menyabotase hubunganku dengan Sandra. Tapi, bukannya dia juga berhak berada di sini bersamaku? Bukannya dia juga kekasihku sama seperti Sandra?

Entah setan mana yang masuk ke dalam tubuhku, aku mengejutkan Lisa dengan membopongnya ke kamar tidur tamu. Jadi apartemenku punya dua kamar, satu kamar utama, dan satu lagi kamar tamu. Kamar tamu jarang sekali dipakai walaupun isinya lengkap.

"Nafsu ya, hihihi," katanya merangkul pundakku.

Aku menggeletakkan tubuhnya pelan di atas kasur itu.

"Lis, lo tetep ga bisa nginep di sini."

Dia merengut.

"Please Lis, I beg you ...," dan dengan itu dia merengkuh bahuku dan menciumku.

"I have something for you, my big boy," katanya lirih.

"Apaan?"

"Promise not to look?"

Aku mengangguk.

"Close your eyes."

Aku menurut. Dia mengecup kedua mataku.

"Jangan ngintip ..."

Aku mengangguk lagi.

"beneran lho?"

"IYAAAAA!"

Dia tertawa kecil. Aku merasakan dia bangkit dari kasur setelah meloloskan kaos singlet dan celana boxerku. Aku sudah benar-benar telanjang, dan dia dengan usilnya memainkan penis tegangku. Aku mendesah.

"Patient, grasshopper, patient ...," dia berbisik, dan lalu menutup mataku dengan semacam syal lembut yang memang tadi dia kenakan untuk menutupi kaosnya yang berbelahan agak rendah.

Dengan taatnya aku menutup mata, menanti kejutan darinya.

Ok. Lama juga dia. Ngapain? Satu mataku mengintip, tapi tak kutemukan bayangan Lisa di kamar. Penisku pun layu kembali. Jangan-jangan dia ngerjain aku?


"Om, sudah siap? Jangan ngintip ya."

Ah, akhirnya dia datang. Aku menutup kembali mataku.

"Ready big boy?"

Aku deg-degan menanti kejutan darinya.

Aku merasakan kecupan di pahaku, naik menuju pinggulku, dan kemudian ...

ujung penisku. Tangannya memegang batang penisku yang mulai menggeliat.

"Can I open my eyes now?"

"not yet, big boy," cekikikan dia, telapak tangannya menutup kedua mataku. Aneh, suaranya dekat sekali denganku. Padahal barusan dia mencium penisku.

Aku mencoba menciumnya dengan mata tertutup. Bibirnya menjemput bibirku. Hmmm, Yummy. Kami berciuman dengan penuh nafsu, tanganku bergerak meremas dadanya, dan merasakan putingnya sudah tegang.

Sebuah mulut lain kurasakan menjilat penisku yang tegang betul. Aku tersentak dan mendorong tubuh Lisa yang ada di atasku.

"Hello big guy."

Sandra.

Jadi dia ...

"Happy now?"

"So THIS IS the surprise ..."

Dia mengangguk, masih dengan penisku yang amat tegang di genggamannya.

Banyak sekali pertanyaan yang terlintas di benakku.

"Gue tahu Om banyak bertanyaan, tapi jangan sekarang, gue udah ga tahan," kata Lisa sambil meneruskan ciumannya. Sandra pun meneruskan kulumannya pada penisku. Oh, tak pernah terbayangkan dalam hidupku bahwa aku bakal mengalami mé·nage à trois, atau seperti orang banyak bilang, threesome. TAK PERNAH SAMA SEKALI. Tanganku yang tadinya memegang meremas dada Lisa, berpindah ke vaginanya, lalu memainkan klitorisnya. Lisa mendesah. Dia melirik ke arah penisku yang sedang mendapatkan pelayanan oral dari Sandra.

"Kak, gue juga pengen itu," katanya dan kemudian mendekati penisku. Sandra tersenyum, dan tak ada yang menyangka apa yang terjadi kemudian. Dia mencium Lisa. Iya. Sandraku mencium Lisa. Lisa agak kaget dengan itu pada awalnya, tapi kemudian membalas ciumannya dengan penuh nafsu. Oh, aku pun jelas tak mau ketinggalan. Aku duduk dan menciumi mereka berdua. Tanganku meraba, meremas kemana saja, dada Lisa, dada Sandra, bokong Lisa, bokong Sandra. benar-benar surga dunia.

Lisa menghentikan ciuman kami itu.

"Kak, aku pengen dimasukin duluan. Boleh ya?"

Sandra mengangguk.

Masih dengan aku terlentang, Lisa mengambil posisi di atasku, dan amat pelan memasukkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah basah.

"Lis, kondom?"

"Gue udah on the pill Om," katanya, dan dengan itu, penisku sudah masuk ke dalam seluruhnya. Sandra mendekatiku, dan aku menciuminya sekarang.

"I love you mas,"

"I love you too, honey"


Sementara Lisa bergoyang dengan penisku menancap dalam-dalam di vaginanya, aku dan Sandra berciuman penuh hasrat. Sandra bahkan memberikan kedua dadanya untuk aku "siksa", kusedot, kuremas, kugigit pelan putingnya, kupelintir, semuanya. Satu tangan Sandra kulihat memainkan klitorisnya.

"San, please sit on my face."

Dia seakan tak percaya, aku mengangguk. Pelan dia beranjak, mencium Lisa sebentar, dan kemudian pelan-pelan menempatkan vaginanya di depan wajahku.

"Berat ga mas?"

Aku masih sempat menggeleng. Pertama-tama aku meremas bokong kenyalnya. Oh, serasa sudah lama sekali aku tak merasakan bokong ini. Dan sekarang bokong itu berada dekat sekali dengan wajahku. Vagina Sandra yang merah muda basah terpampang di depanku, siap untuk menerima apapun dari lidah dan mulutku. Baru kali ini aku melihat vagina Sandra. Bulunya tercukur rapi, landing strip.

"Ayoo mas, gue jadi malu ini ...."

Lisa ngakak mendengar pernyataan Sandra. Tangannya nakal meremas dada Sandra dari belakang, masih tetap bergoyang, menyiksa penisku.

Aku pun memulai cunnilingus pertamaku kepada Sandra.

"Percaya deh sama gue kak, dia jago banget di situ," kata Lisa lagi, sambil melenguh.

Aku menjilat klitorisnya, menggigitnya dengan kedua bibirku, menyeruput labia minornya, dan dengan tanganku yang tak leluasa menusuk pelan vaginanya. Sandra melenguh keras. Aku pun semakin bersemangat. Kuserang lipatan dalam vaginanya, sambil gugesekkan brewokku di permukaan vaginanya. Aku merasakan vaginanya tambah basah. Benar-benar basah. Licin. berlendir.

Nafas Sandra, demikian pula dengan Lisa, semakin cepat kudengar. Pinggul Sandra kini tak lagi diam. dia menggoyangkan pinggulnya, dan menggesekkan vaginanya ke mulutku, hidungku, semua wajahku. Iya, dia pengen segera mendapatkan orgasme, dan akibatnya, seluruh wajahku dilumuri cairan licinnya. Tangannya kini menggenggam headboard kasur, dan seakan-akan dikomando, Lisa dan Sandra seirama menggoyangkan pinggulnya makin cepat. Aku tak lagi mampu mengimbangi pinggul Sandra, dan membiarkan dia mencari kepuasannya sendiri. tanganku berada di kedua bokongnya.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAH!"

Lisa duluan berteriak. Dia orgasme. Tubuhnya bergetar hebat.

"MASSSSS!"

Sandra pun menyusul. My face is a mess. real mess.

"Sorry baby, hihihi, I made a mess didn't I?"

Aku nyengir.

"Fiuuuh, gilaaaaaaaa," kata Lisa sambil mengangkat pinggulnya dari atas penisku. Sandra pun begitu.

Mereka berdua tiduran di sampingku, memelukku. Kami semua terdiam cukup lama, menikmati detik-detik post-orgasmic. Bukan aku. Aku belum keluar. Lisa yang pertama kali sadar, mengelus batang penisku yang masih tegak menjulang itu.

"Om belum keluar pasti kan?"

Aku mengangguk.

"Kak, itu melonnya belum pernah dipakai kan?"

Sandra melotot, Lisa dan aku tertawa. Lisa kemudian mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Lotion kak, buat itu tuh," katanya. Sandra pun mengerti harus berbuat apa. Lisa dengan sigap mengolesi lotion ke payudara Sandra, dan oh, pemandangan itu. Hebat sekali koordinasi mereka. It's a tag team challenge.

"Ready big boy?"

Aku mengangguk cepat.

"Ih, semangat banget ..."

Aku mengangkangkan kakiku, dan Sandra berada di antaranya, bersimpuh, pelan-pelan mendekatkan kedua susunya, lalu menyelipkan penisku ke antaranya. Dia pun menggoyangkan tubuhnya, dan aku merasakan sensasi gesekan lembut dadanya. Terus menerus dia begitu, tapi aku belum terasa menuju ke puncak. Lisa yang kemudian memberikan bantuan. dia mengapitkan kedua payudara Sandra ke penisku, sehingga penisku pun terjepit erat di antaranya.

Mereka berdua kemudian bahu-membahu memberikan gesekan ke penisku, menggoyangkan dadanya, dan akupun, sudah begitu terangsang dari pengalaman barusan, tak bisa bertahan lama dari serangan lembut itu.

"I'm cumming baby!"

Sandra segera meraih penisku dengan tangannya, dan semprotan pertama cairan semen mengenai wajahnya.

"Gue mau jugaaa!"

semprotan kecil mengenai wajah Lisa. Entah berapa kali semprotan spermaku, tapi yang jelas, Lisa dan Sandra mendapatkan jatahnya. Kepalaku berkunang-kunang sehabis itu, dan tak lama kemudian kami semua tertidur kelelahan. Terlalu besar sensasi malam itu untuk kami bertiga.

*****

Terlalu banyak yang terjadi malam itu, yang aku sendiri benar-benar belum tahu penjelasannya. Terutama tentang Lisa dan Sandra. Bagaimana mereka bisa sampai pada rencana semacam itu? Berapa lama mereka merencanakan itu? Mengapa mereka tak saling marah?

Sekitar jam enam pagi aku bangun, mendapati mereka masih tidur nyenyak di samping kiri kananku. Kantung kemihku sudah sangat penuh dan minta dikosongkan. Pelan saja aku bangun, kencing, dan menuju ke dapur untuk mengambil minum. Haus.

"Pagi....Eh, maaf, pak, maaf"

Kaget setengah mati aku dibuatnya. Mbak Rima ternyata. Sial, aku lupa menyuruhnya libur. Dia menutup matanya dengan tangan.

"Pagi mbak. Astaga!"

Aku baru sadar bahwa aku tidak pake apapun! Tak ada sehelai benangpun menempel di tubuhku! ******!

Secepat kilat aku berjalan masuk ke kamarku.

UH, dia tidak boleh tahu ada wanita, tepatnya dua wanita ada di kamar tamu.

Aku mengambil secara serampangan celana panjang dan kaos singletku.

"Mbak Rima, maaf atas kejadian tadi, bener-bener ga sengaja. Maaf ya mbak," kataku jujur.

"Iya pak, gapapa," katanya lirih. Matanya menatap bagian bawah tubuhku.

"Hari ini libur aja ya mbak."

"Loh tapi saya sudah ..."

Dia menunjuk ke arah bahan masakan di dapur.

"Iya gapapa Mbak, aku lagi sibuk banget ga bisa diganggu."

"Bapak nanti sarapan apa?"

"Santai aja mbak, gampang. Mbak pulang sekarang aja ya," kataku sambil menuntun dia keluar.

"Ada yang nginep ya pak?"

Aku hanya tertawa kecil, dan menutup pintu setelahnya.

Mengecek BB sebentar sambil menyeduh air panas, sambil menunggu kedua princess bangun, aku membaca pesan dari Mitha.

Ada yang perlu lo tahu tentang Sandra
 
Hmm.. Mulai seru nih.. Kerelaan berbagi dgn Lisa, kayaknya bisa jadi penanda klo Sandra sbnrnya gak cinta cinta amat, atau dia lg menyiapkn escape plan dari kehidupan evan setelah misi berhasil.

Tapi, blm tentu berhasil jg sih.. Apalagi klo dia ntar malah gagal move on dari evan..

Ah serah TS deh.. Gue, baca updatenya aja udah seneng.. Tengkyu hu.. hihihi
:ampun::beer:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd