Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sambungan Enam

Revi menangis, ya, bagaimana tidak, mendengar cerita dari sahabatnya yang selama ini diperlakukan seperti seorang budak seks.
Ima sudah menceritakan semua, bagaimana perlakuan Bima kepada dirinya, dan apa yang dia rasakan selama ini. Pertentangan hatinya, antara menolak dan menerima.

“Kenapa bisa gitu Ma? Harusnya kan kamu gak nerima, kenapa masih ada pertentangan?”
Ima menjawab, “Gak tau Ima juga, satu sisi gak nerima, sisi lain, Ima memang merasa seneng. Jahat ya? Ima udah ngehianatin Mas Gio Vi. Ima terkadang gak ngerasa sebagai korban, tapi malah menikmati.”

“Maksudnya gimana Ma, ko menikmati?”

Ima berdehem, menarik nafas dalam-dalam, kemudian berkata, “Vi, terkadang Ima ngerasa sepi, biasa ada mas Gio di sisi Ima, kalo butuh apapun, mas Gio selalu ada. Ketika dia gak ada, rasanya sepi, ditambah lagi, ya gitu, biasanya ada yang, hehe, ngelonin juga. Terus terang Vi, Ima gak bisa memungkiri juga, kalo Ima menikmati apa yang biasa Ima lakuin ama mas Gio, dan ketika Bima melakukan itu, walaupun dengan paksaan, biasanya berujung dengan penerimaan. Karena Ima juga butuh, ditambah kalo selain masalah begituan, Bima itu perhatian banget. Dan bisa nemenin juga ada buat Ima.”
“Ima jahat ya Vi?” Lanjutnya.

Revi tidak bisa menjawab, karena dia tahu betul apa yang dirasakan oleh sahabatnya ini. Diha hanya bisa memeluk Ima, dan membiarkan Ima menangis dalam pelukannya. Mereka hanyut dalam suasana tanpa peduli dengan pandangan orang lain.

“Kita cuman manusia biasa sayang, aku ngerti apa yang kamu rasa. Dah, hey, liat sini.” Revi kemudian mengarahkan wajah Ima untuk memandangnya.
“Kamu itu baik Ma, ini cuman persoalan hidup, selalu ada solusinya, selama kita gak larut dalam penyalahan diri sendiri. Bima gimana?”
“Dia dateng tadi pagi ke rumah, minta maaf.”
“Serius Ma, dia dateng? Terus gimana?”

Ima kemudian menceritakan kejadian tadi pagi.
“Gak nyangka ya? Sebesar itu dia mencintai kamu.” Ima kemudian ingat kejadian di Ciwidey waktu itu. “Hahahahaha, dan gilanya, hampir aja aku kehilangan keperawanan waktu itu ama Bima.” Lanjutnya.

“Iya ih, hehe, huft, Idup emang ga bisa diprediksi ya Vi. Waktu itu juga Ima kaget banget dan jujur aja, marah banget ama kamu dan Bima. Setelah kejadian ama mas Gio dulu, ama Bima juga, hadeuh, sahabat macam apa kamu ini ya? Haha.”

Wajah Revi berubah merah seketika, “Ih, Ima mah, udah ah, gak usah dibahas lagi, malu.”
“Hehe, iya iya, eh, betewe, Rian udah ngehubungin kamu?” Tanya Ima kepada Revi.
“Udah Ma, nanti abis ini ketemu. Ada apa ya?”
“Gak tau lah, kangen mungkin ama kamu Vi. Hehe.”
“Ih, dasar. Gak mungkin kali, udah lama. Lagian mungkin dia udah punya pacar juga.”
“Hmmm, sepertinya udah, kan Ima pernah ketemu pas, hmm, itu, tragedi vibrator.” Malu Ima menjelaskan, terutama tadi, ketika bercerita dia dipaksa Bima menggunakan vibrator ketika bertemu Rian.

“Cantik ga? Pacarnya.”
“Cantik Vi, tapi waktu itu bilang sih, temen. Tapi gak tau ya.”
“Cantik ya….”
“Hey, kok jadi ngelamun Vi, ato jangan-jangan kamu cemburu ya? Cieeee.”
“Apaan sih Ma, gak lah, kan udah ada Reza, memuaskan ko.”
“Hah, memuaskah gimana?”
“Eh, gak, itu, haha, ya, itu lah.’’
“Hmm, jangan-jangan, udah tidur bareng? Kamu dah gak perawan lagi Vi?”
“Ish, masih kali. Heheh, masih dijaga itu mah. Cuman yg belakang aja, hehehehe.” Jawab Revi.
“Ama yang atas ya Vi?”
“Hahaha, itu mah dari dulu udah say. Eh, maaf nih, nanya, kalo Bima, mmm, itu, yang belakang?”
“Jawab jangan ya?”
“Ih, jawab ih, aku kan udah bilang tadi.”
“Iya iya, udah. Dan rasanya … “
“SAKIT.” Keduanya menjawab secara bersamaan lalu tertawa.
============================================================

“Hai”
“Eh, ada Rian. Yasud, Ima pulang dulu ya.”
“Eh, kenapa pulang ma, gapapa, di sini aja dulu, ga papa kan Yan?”
“Ehh, ya ga papa sih Vi.” Rian merespon ragu, sebenarnya dia ingin hanya berdua saja dengan Revi. Dan Ima melihat ini.
“Gak ah, lagian Ima ada perlu dulu. Sok aja kalian berdua di sini. Dah ya Vi, Ima pulang dulu.” Setelah Ima dan Revi kembali berpelukan, Ima kemudian berbisik kepada Rian, “Hati-Hati.” Lalu beranjak pergi.
“Mau pesen sesuatu Yan? Aku juga mau pesen kopi lagi.”
“Ok, bentar.”
Setelah mereka memesan minuman dan makanan, dan mengobrol ngaler ngidul tentang kegidupan mereka sekarang, Rian merasa sudah saatnya dia memulai alasan dia minta ketemu dengan Revi.
“Vi, gini, alesan saya pengen ketemu ama kamu, karena udah saatnya kita maju dan melanjutkan hidup tanpa ada beban, dendam dan hutang dari masa lalu.”
Revi sedikit terkaget, “Dendam?” gumannya di dalam hati. “Berarti Rian beneran marah.”

“Kamu tahu bener perasaan saya ke kamu, bahkan jujur aja, sampai detik ini, itu masih ada. Dan kejadian di Ciwidey dulu, bener-bener membuat saya kecewa, marah dan iri. Jujur aja, terkadang ampe suka bertanya, apa waktu itu udah masuk? Maksudnya, apa kamu, kalian sampe, ya, gitu, masuk. Atau sesudah dari Ciwidey, apa kalian masih ketemu, dan apa si Bima menikmati tubuh kamu?
Ditambah lagi, apa kamu udah gak ngerasa apapun soal saya? Udah gak ada hati lagi?
Saya juga marah, ama diri sendiri, kenapa saya ga tegas, gak punya pendirian. Ga menentukan pilhan, dan selesai. Malah ada Atika, tapi ama kamu juga.
Dan maaf, maaf waktu itu respon saya berlebihan, dan maaf juga, udah buat kamu malu, ya untuk yang satu ini, setengah maaf deh, abisnya kalian beneran itu, eh, bergoyang. Hehe, jadi mobilnya gerak parah.”

“Ya, kamu beneran ngebuat aku malu banget. Temen satu kelas jadi pada tahu gosipnya. Untung cuman kamu yang liat.
Tapi selama beberapa bulan beneran ampe ga mau keluar rumah ketemu temen. Jahat banget kamu itu Yan.
Dan kamu nanya, apa aku masih perawan gitu? Setalah sekian lama gak ketemu, kamu beneran nanya ini?” Tanya Revi, matanya tegas mengutarakan kekecewaan dan ketidaksukaan.

“Maaf, bukan itu maksudnya. Saya gak nanya, cuman mengutarakan apa yang ada di benak saya selama ini.” Bela Rian. "Karena itu terus suka melintas dipikiran saya."

“Hmmm. Yan, sampe sekarang, aku masih belum pernah melakukan penetrasi ko.” Tapi dilanjutkan, “Kecuali yang belakang.” Walaupun itu di dalam hati.
“Rasa ke kamu, kalo mau jujur juga, sama, masih ada ko. Tapi ya, udah mulai terbagi. Sekarang ada Reza yang nememin aku. Kamu juga, katanya ada yang baru ya?”

Rian sedikit lega mendengar jawaban Revi. Sedikit, karena sekarang, mereka berdua tidak sendiri.
“Iya, ada Nuning. Dan nanti juga dia kesini, kita janjian.”

“Yaaa, kirain beres dari sini ada kesempatan untuk kemanaaa gitu.” Respon Revi.
“Hah? Eh, mau ya?”
“Hahahaha, gak, hehe, pengen liat respon kamu aja.
“Beuh, kirain, gimana responnya? Sesuai harapan?”
“Sesuai. Hahaha.”

“Yan, aku, kamu, kita sama-sama salah. Jadi ya, kita mulai dari nol lagi?”
“Siap, dari nol lagi. Dan mudah-mudahan kita bisa bahagia dengan kehidupan kita ya Vi.”
“Ya, kamu dengan Nuning, aku dengan Reza. Semoga ya.”

“Walopun dulu, ya ampe sekarang sih, saya berharap untuk ama kamu, tapi takdir berkata lain. Jadi kita ikuti aja ya alur hidup ini. Eh Vi, kalo misalkan … “
Ucapan Rian terputus, ketika dilihatnya layar HP menampilkan nomor kekasihnya.
“Halo … ya … masih … ya sok, sini … Ayu? Ya, gak papa.” Mematikan koneksi, kemudian Rian berkata, “Sori, Nuning, udah di depan cafe, maaf ya Vi, sepertinya harus kepotong, soalnya ternyata dia ama temennya, jadinya kecepetan datang ke sini nya.”

“Gapapa, aku juga gak bisa kesorean, takut hujan. Eh, itu bukan?” Revi menunjuk ke seorang perempuan cantik yang baru masuk ke dalam cafe itu, untuk kemudian terkaget melihat seorang lagi perempuan yang masuk setelahnya.

“Oh, iya, Ning, sini.”

Kedua perempuan itu pun mendekati meja dimana Rian dan Revi duduk.

“Eh, Ka Revi.”
“Ayu.”

“He, kalian saling kenal?” Tanya Rian dan Nuning bersamaan.

“Hehehe, kak Revi ini pacarnya kak Reza, temen kosan kak Joni.” Jelas Ayu. Wajahnya sedikit memerah, mengingat kejadian terakhir kemarin di ruang karaoke.
Begitupun Revi, tidak menyangka jika pacar Rian adalah temannya Ayu, gawat, pikirnya. “Apa ayu suka cerita ke pacarnya Rian?”

“Eh Yan, dah ya, aku mau pulang, sebelum hujan. Tapi, kenalan dulu, Revi.”
“Nuning.”
Mereka bersalaman. Revi kemudian pulang duluan setelah berdebat dengan Rian soal siapa yang akan membayar tagihan cafe.
============================================================

“Jadi itu yang namanya kak Revi.”
“Iya, kenapa emang?”
“Cantik.”
“Hahaha, cantiklah, kalo ganteng, itu cowok.”
“Hmmmmm… “
“Kenapa Dek, ko ‘hmmmmm’ doang?”
“Enggak.”
“Hehe, cemburu ya?”
“Ih, iya, cemburu. Puas?”
“Kenapa mesti cemburu?”
“Ya siapa juga yang ga cemburu, kak Revi kan cantik, hidungnya mancung gitu, badannya bagus, ama ini nih, dada, Nuning kalah.”
“Hahaha, gak ko, salah kamu perbandingannya. Harusnya kamu bandingin, siapa yang paling sayang ke saya, kamu, atau Revi?”
“Ya Nuning lah.”
“Nah, makanya, saya pasti memilih Kamu.” Cup. Rian mengecuk kening Nuning. Kemudian memeluknya. “Udah, kak Rian mah milih kamu aja Ning.” Bisiknya. Walaupun ternyata masih ada rasa ragu itu.

"Dan ini", tangan Rian meremas dada Nuning, "Juga bulet dan bagus".
“Ih, kak Rian, nakal.” Teriak Nuning sambil melapaskan diri.
“Hahahahaha, empuk Ning.”
“Empuk mana ama punya kak Revi?”
“Kamu lah.”
“Ih, berarti udah pernah pegang punya kak Ravi kalo gitu?”
Deg, dan Rian pun terdiam seribu bahasa.
============================================================

Revi tiduran dikasurnya, masih tidak percaya dengan apa yang Ima ceritakan tadi, gak nyangka kalo Bima sampai seperti itu. Dan tidak terpikir oleh dia jika dulu dia membiarkan Bima memasuki dirinya, mengambil kegadisannya.

Mungkin saat ini dia merasakan rasa sakit yang teramat jika hal itu terjadi. Sahabatnya sendiri tega memperlakukan sahabat seperti seorang budak seks. Dan gilanya lagi, Ima mengakui jika terkadang dia menikmatinya.

Tapi hal yang paling penting bukan itu, tapi Ayu. Ya, Ayu, sedekat apa Ayu dengan Nuning? Apakah dia terbuka dan selalu menceritakan apapun ke Nuning? Bahaya jika beberapa kejadian belakangan ini diceritakan oleh Ayu kepada Nuning. Dia masih ingat ketika kepergok di gudang kostan tempo hari. Dan kejadian kemarin di tempat karaoke.
Apa dia harus menghubungi Ayu ya?

Nanti aja, kalo ketemu. Pikirnya lagi. Besok biasanya dia main ke kostan.

============================================================

“Aaaaahhhh ….” Desahan itu kembali terdengar. Hari ini Revi memutuskan main ke kostan Reza, tujuannya untuk ngobrol ama Ayu, karena biasanya jika hari Minggu Ayu suka main ke sini. Tapi ternyata kamar Joni kosong, si empunya lagi keluar. Dan seperti biasa pula, jika sudah main ke kostan Reza, badannya pasti tidak mungkin dianggurkan.

Reza terus memainkan buah dada Revi. Posisi Reza duduk menyandar pada tembok di atas kasur, dan Revi duduk mengangkang membelakangi Reza. Kedua buah dada Revi terus dimainkan, putingnya dipilin, dadanya diremas habis oleh kedua tangan yang sepertinya gemas sekali meremas-remas buah dada yang indah itu.

“Zaaaaa, aahhhh, geli sayang.”
“Ini susu kamu, udah sering diginiin juga tetep bagus Vi, saya suka pisan.”
“Iyaahhh, punya kamu. Aahhh, iihh.”
Revi sudah bertelanjang dada, kerudung, baju dan BH nya sudah berserakan di atas kasur Reza.

“Ada apa kamu cari Joni Vi?” Tanya Reza.
“Mmmmmaah, mau ketamu ama Ayu, siapaaa tau dia adaa, awww, pelan, sakit.”
“Ohh, palingan bentar lagi pulang dia, bilang mau jemput Ayu.”

Lalu terdengar suara tawa dari kamar sebelah, laki-laki dan perempuan. Sepertinya Joni dan Ayu sudah ada.

“Ah, Za, tar dulu, udah, mau ke Ayu dulu bentar.”
“Ada apa sih?” Tanya Reza sambil berusaha membuka celana Revi.
“Biasa, cewek, ahhhh, tunggu dulu sayang, bentar.” Revi berusaha bangkit. Namun ditahan oleh Reza.
“Ya, tapi minta ini ya?” Sambil tangannya meremas pantan Revi.
“Jangan dulu ya, yang kemarin masih kerasa sakit.”
Tampak tatapan kecewa dari wajah Reza.
“Gini deh, kalo udah selesai, kita lanjut, kamu boleh perkosa mulut ini ampe puas. Gimana?”
“Hmm, ye deh, gih sana, ke sebelah dulu.”

Revi kemudian bergegas menggunakan pakaiannya lagi, merapihkannya dan pergi ke kamar sebelah. Mengetuk pintu, dan langsung disambut oleh Joni.

“Hai Revi cantik, tumben, ada apa?”
“Mau ngobrol bentaran ama Ayu, boleh?”
“Hmmm, tunggu bentar.”

Joni kembali menutup pintu. Tak lama kemudian Ayu keluar, kerudungnya agak berantakan, dan terlihat kancing dikemejanya ada yang lupa tak terkancingkan.

“Yu, sini, ngobrol bentar.”
Dan Ayu pun paham kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut.
============================================================
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd