Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SALAH SASARAN - Ipar-Iparku yang Ahhh... Sudahlah (NO SARA!)

Baca cerita suhu yang satu ini jadi terinspirasi nih...
Makasih banyak suhu buat ide inspirasi nya...
Semoga bisa terwujud yaa...
🙏✌️😅
 
CHAPTER 24



Terkutuklah wahai nafsu birahi yang sekali lagi telah membuatku nekad melakukan sebuah kesalahan untuk kali kedua bersama saudari istriku yang lain.

Bangkeeee… anjir.

Fuuuuck… fuuuccck!

Ardan bodoh. Lo emang boodoh dan toolol, Ar!

Aku bahkan sampai memaki diriku kerena kecerobohanku yang main nyerang tanpa sadar lebih dulu jika yang sholat tadi di kamarku bukanlah istriku, melainkan Nira?

What the Coeggg!

What a supprise, for me yang borokokok ini? Selama dua hari di sini, udah lebih dari satu kejadian yang bahkan aku sendiri sama sekali tak pernah membayangkannya.

Baiklah, mengenai kejadian bersama Azizah meski tak ku rencanakan, tapi aku juga sudah bisa menebak, akan adanya epsisode selanjutnya mengenai hubunganku dengannya, karena memang, kami berdua sudah benar-benar melakukan peselingkuhan terlarang hingga hasilnya ia bisa bunting sekarang.

Tapi yang ini, si Nira, jangankan mikir, bermimpi pun sama sekali takut aku lakukan, bro. Karena selain sosoknya yang super tertutup, santun, tapi layak baginya kami semua menghormatinya sebagai kakak tertua di keluarga ini. Salah satunya juga, karena lakinya yang perwira TNi, bisa semakin membuatku merinding disko.

Apa yang terjadi nantinya, di saat Nira malah melaporkan pada suaminya, bang Anton, kalo ia baru saja ku lecehkan di kamarku?

Waduh. Aku tak mampu membayangkan berhadapan dengan pasutri tertua di keluarga ini, setelah ini, setelah aku membereskan urusan dengan Rafiq.

Tapi, aku juga harus berterima kasih pada Rafiq dalam hati. Karena telah menjadi penghalang bagiku untuk berbuat lebih di kamar tadi. Coba bayangkan, apabila Rafiq tak memanggilku, tak mengajakku untuk keluar, bisa jadi, aku bakal keterusan, bakal menelanjangi kakak iparku ini.

Eh wait….

Tunggu dulu bro!

Tiba-tiba saja, pikiranku di landa sebuah rasa penasaran yang lumayan berlebih saat ini. Pertanyaannya cuma satu, kenapa sejak pertama aku menanggalkan handuk, menunjukkan tubuh bugilku pada kakak Iparku, dia malah gak protes? Lalu, di lanjutkan dengan aksi nekadku karena masih mengira dia adalah istriku, tapi sekali lagi dia hanya diam saja? Malah, yang ku sadari saat mencoba mengingat setiap detail yang terjadi - justru kakak Iparku seolah-olah menunjukkan geliat dan desah dirinya yang ikut menikmati?

What the?

Apakah kakak iparku menikmati semua sentuhan yang ku berikan pada tubuhnya itu? Errrrr! Gak… itu gak mungkin terjadi.

Loh, bukannya, foto si otong yang di jadiin sarana buat ngebacol baca ; masturb, Ar? Sebuah seruan monolog dalam diri ini seolah-olah mengingatkanku kembali pada kejadian semalam.

Iya juga yah?

Ahhhh tapi please. Wahai pikiran mesumku, jangan engkau goda lagi, ku mohon. Biar aku tidak lagi terpengaruh dan termakan oleh godaan lo, hingga membuat ku nekad menghadirkan sebuah rencana untuk menaklukkan kakak iparku juga. Aku gak mau, sumpah, gak pengen sampai terjadi seperti itu. Bisa di bayangkan, bakal seperti apa nantinya, jika kedua saudari istriku itu sama-sama melahirkan anak dari ku? Hadehhh! Memikirkan semua itu, membuat otakku kembali pening.







“Bang, kok malah diem bae sejak tadi?” satu pertanyaan dari Rafiq yang kini tengah ngopi bersamaku di salah satu cafe yang berada tak jauh dari tempat kami tinggal, membuyarkan lamunanku atas apa yang telah terjadi terhadapku bersama dua saudari istriku. Termasuk istri dia tuh, si Azizah. Tepok Jidat!

Aku intinya, memang seharusnya mengikuti keinginan Rafiq untuk keluar dari rumah, biar aku bisa menenangkan diri sejenak, dari kepenatan serta rasa pusing atas apa yang terjadi.

“Oh iya sorry…. hehe, gak melamun sih cuma lagi agak kurang enak body aja bro. Gimana…. gimana?” balasku pada Rafiq.

“Gini bang. Maaf jika lancang ya bang”

Wait….

Aku lantas berfikir apa yang akan di sampaikan olehnya? Apa ia tahu apa yang telah terjadi antara aku dan istrinya? Tapi, ketika melihat ekspresi sungkan dan agak-agak keragu-raguannya untuk mengatakan apa yang sebenarnya padaku, merubah kesimpulan pemikiranku detik selanjutnya. Apa sebetulnya yang ingin di katakan olehnya?

Aku lantas memberinya senyum, sembari menenangkannya terlebih dahulu dengan berucap, “Udah santai aja, kayak saya orang lain aja sih. Kita ini udah sodaraan bro. Gimana-gimana?” Bahkan gue udah ngehamilin bini lo, tong. Ups!

“Hmm gini bang, kan kebetulan istri udah hamil nih bang.” Jiah, kok bisa samaan ya? Hahaha. Seolah-olah kata hati di dalam sana dapet balesan dari si Rafiq.

“Hmm oke?” aku bergumam, karena Rafiq mengambil jeda sesaat sebelum ia melanjutkan.

“Tapi, aku pengen banget beli mobil karena buat ngantar bini kesana kemari sekalian anterin pas lagi periksa kehamilan. Intinya, kalo masih ngandelin ojek onlilne takutnya pas dia kenapa-kenapa kami malah lambat ke rumah sakit karena lambat ojeknya datang. Intinya kami agak susah untuk mobilitas kalo belum ada sama sekali kendaraan di sini.”

“Ohhh ok, terus apa yang bisa saya bantu buat kalian?” yah! Kalo dia menyuruhku membeli mobil, pastinya aku tak akan mampu buat membeli cash. Toh, dana di rekening tabunganku bersama istri tak sampai bisa membeli seunit mobil dengan cara cash, kecuali mobilnya yang second dan keluaran tahun lama, serta jenisnya yang biasa-biasa saja. Itupun tak mungkin juga aku lakukan, berarti langsung ludes dah duit di tabungan. Tapi, tentu saja kami juga bukan orang yang kesusahan uang.

Apalagi anak yang di kandung Azizah, kan anakku juga. Jadi, jika saja aku tak bisa membantu membelikan mereka mobil, pasti ada cara lain buat bisa membantu mencarikan jalan keluar.

Aku juga tentu saja tak mau, kalo Azizah yang mengandung anakku di rahimnya kenapa-kenapa nantinya. Andai saja, aku bisa mendampingi selama masa kehamilannya sampai ia melahirkan, mungkin akan jauh lebih baik. Tapi kan, hal itu mustahil terjadi.

Kembali ke Rafiq. Setelah mendengar ucapanku terakhir, dia menarik nafas sesaat. Kemudian melanjutkan berucap, “Jadi gini bang, kemarin tuh, ada teman yang kebetulan kerja di dealer Honda, dia nawarin buat ngambil mobil. Tapi kan….” tampak Rafiq sedikit malu-malu untuk melanjutkan.

“Kalian gak ada uang?” tembakku karena telah menganalisa apa yang sebenarnya yang menjadi kendala padanya saat ini.

Rafiq mengangguk, “Iya bang. Kebetulan Surat kepegawaian udah di sekolahin di Bank pas mau nikahin Azizah. Hehehe” tepok jidat.

Pantas aja, pernikahan mereka kala itu lumayan meriah. Jauh lebih meriah dan besar ketimbang pernikahanku kala itu. Ini toh rupanya, mereka malah mengangkat uang pinjaman dari Bank. Bukankah ini riba juga ya? Bukankah mereka berdua, memiliki pemahaman agama yang jauh lebih tinggi dariku? Ah! Sudahlah, bukan urusanku juga. Kalo memang tinggi keyakinannya, bukankah aku dan istrinya tak bakal mungkin berselingkuh? Jadi…. silahkan kalian menyimpulkan sendiri saja. Karena aku takut suudzon, bro.

“Jadi udah gak ada yang bisa kami pakai buat nyari dana untuk uang muka bang” oh, kirain mau beli cash. Ternyata ngangsur toh.

“Hmm, ok ok aku paham. Jadi kalian pengen pinjem ke abang buat DP mobil, bukan?”

Sekali lagi Rafiq mengangguk malu-malu.

Aku jadi tergelitik untuk menggodanya, “Bukankah kamu tidak pintar menyetir mobil?”

“Nah itu dia bang. Hehehehe, udah niat mau belajar sih, mau sekalian kursus setelah ini”

“Ohhh gitu” aku mangguk-mangguk sambil senyum. Kemudian ku seruput sesaat kopiku dari cangkir, serta membakar sebatang udud ku lagi buat menenangkan otak ini. Bukan menenangkan karena mendapatkan permintaan pinjaman dari kedua pasutri adik iparku ini, melainkan pemikiran mengenai kejadian bersama kakak iparku tadi.

Fiuhh! Lagi dan lagi, emang amat sangat sulit buat ku alihkan, ya!

“Nah, mengenai hal itu, jujur abang bisa membantu kalian. Tapi tentu saja abang harus ngobrol dulu sama Azita. Karena biar bagaimana dia yang memegang keuangan keluarga kami.”

“Su… sudah sih bang. Justru istri udah cerita tadi sama istri abang. Kebetulan aku juga di situ, menghadap berdua ke istri abang, tapi…. Kak Azita malah menyuruh untuk langsung ngomong ke abang katanya, karena ia takut memutuskan apalagi ia juga katanya takut ngomong langsung ke abang. Karena biar bagaimana abanglah yang bekerja. Abanglah yang menafkahi. Hehehehe!”

Ah, gitu toh. Andai lo ijinkan, gue juga mampu kok buat ‘nafkahin’ bini lo lagi, tong!

“Oalah jadi sekarang putusannya ada di abang nih? Hehehe, ya sudah. Oke lah kalo gitu, karena nyonya negara juga udah tahu dan bahkan saya yakin juga, dia gak bakal nolak untuk membantu kalian, secara bini kamu kan sodara kembarnya, jadi masih memiliki ikatan batin antara satu sama lain. Jadi, ya sudah. Akan saya bantu….”

“Waduh makasih banyak ya bang. Makasih banyak-banyak banget. Nanti kami janji, kami akan mengangsur tiap bulannya buat gantiin duit abang yang di pake buat bayar DP”

“Udahlah, kalo kalian ngangsur uang tersebut, malah kalian bakal kesendat-sendat buat bayar angsuran mobil kalian, itu artinya, bakal sia-sia juga kami membantu kalian kalo mobilnya malah di tarik leasing, kan?”

“Iya juga sih bang”

“Udah aja, kalo nanti udah kelebihan uang atau tiba-tiba dapat bonus, barulah kalian bisa membayar ke kami uang tersebut. Emangnya berapa yang mau kalian gunakan buat DP? Trus mobil apa yang rencana kalian ambil?”

“Hehehe, DP yang minim aja bang. Dan mobil yang kecil aja bang. Rencana kami ambilnya yang Brio biar kecil tapi mayan lah, gak kena hujan juga, dan bisa membantu mobilitas kami, serta mama dan papa selama di Bandung. Iya kan bang?”

“Iya juga sih, karena hanya kalian berdualah yang tinggal di sini, menjaga mama dan papa”

“Itu dia bang”

Dan yah, akhirnya aku pun sudah memutuskan untuk membantu mereka meminjamkan dana sebesar 15 juta buat mereka jadikan DP untuk membeli mobil baru secara kredit. Hanya segitu yang ia minta, dan kebetulan di tabunganku sendiri secara pribadi hasil dari umpetin dari bini selama ini, seharusnya lebih dari itu, tapi, memang ada baiknya tabungan keluarga saja yang ku ambil buat di berikan pada mereka berdua. Toh! Hal ini juga sudah dapat ijin dari istri.



BERSAMBUNG CHAPTER 25
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd