Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SALAH SASARAN - Ipar-Iparku yang Ahhh... Sudahlah (NO SARA!)

CHAPTER 39


Pagi yang cerah, secerah hatiku.

Mungkin seperti itu lah yang dapat ku gambarkan pada kalian bagaimana perasaanku sepagi ini untuk memulai aktivitas harianku sebagai ‘Budak Perusahaan’.

Terlalu kasar ya perumpaanku kali ini?

Biarlah….

Karena, yah… mau gimana lagi, aku tentu tak memiliki pilihan lain selain tetap bekerja, tetap menjadi karyawan, tetap menjadi budak perusahaan meski posisiku saat ini adalah posisi yang strategis, namun meski demikian, aku tetaplah bukan seorang ‘Boss’ seperti yang di katakan oleh salah satu motivatorku - kakek ‘Bob Sadino’, bukan kakek sugiono. Haha!

Karena sebab utamanya, karena aku belum memiliki modal dan pondasi untuk memulai sebuah bisnis meski masih bertaraf kecil. Mungkin nanti, tapi entah kapan itu terjadi.

Tapi yang telah terjadi saat ini, perasaanku sumringah. Titik!

Tentu kalian paham sebabnya, bukan?

Intinya ku jalani pagiku ini setelah di lepas oleh Azita bersama Intan putriku di rumah tadi dengan di tandai kecupan di kening pada kedua perempuan berharga dalam hidupku ini.

Bahkan ketika di jalan saja, ketika bertemu dengan kemacetan, pengendara yang ugal-ugalan yang nyaris menggores body mobil Innova Rebornku ini - tapi semuanya ku tanggapi dengan senyuman yang teramat sangat sumringah.

Setiba di kantor pun, aku lantas memarkir mobil di tempat yang biasanya, masih dengan hati yang berwarna warni dan beraneka rasa. Ada rasa senang dan ada rasa tegang serta rasa hambar sedikit.


Aku senang karena kejadian semalam telah memberiku jalan untuk hubunganku dengan Nira ke arah yang lebih baik lagi. Aciehhh, padahal mah, ke arah yang - yah, kalian juga paham lah kemana arah pikiranku saat ini. Dan tentu saja, komunikasiku dengannya meski hanya sebatas chatting via applikasi WhatsApp saja, tapi setidaknya - akhwat bercadar itu sudah benar-benar membuka dirinya untuk ku selami lebih jauh lagi, bahkan mungkin saja akan menemui titik terdalamnya.

Aku juga mulai tenang, karena aku sudah bisa berdamai dengan perasaanku. Perasaanku mengalah untuk tidak ikut campur dalam hubunganku dengan Nira. Meski rasa yang ku miliki saat ini, berbeda jauh dengan rasa yang tertuju pada adik bungsunya, si Azizah. Yang juga kondisinya saat ini masih aman-aman saja, hubunganku pun dengannya masih terjaga dengan baik meski sekali lagi - masih berupa komunikasi melalui pesan WhatsApp atau sesekali kami saling telfonan di saat keadaan dapat kami kendalikan dengan baik. Namun kepada Nira, rasa ini bagai rasa permen yang sempat top di jaman dulu. Permen nano-nano.

Well! Itu artinya, perasaan cinta dan sayang yang tulus dariku telah menetapkan keputusannya untuk tetap berada di sisi Azita seorang, anugerah terindah yang dikirimkan Sang Maha pemilik segala-galanya kepadaku.

Terlepas dari semua yang ku rasakan sedari semalam, aku pun tak melupakan kejadian yang bakal terjadi hari ini. Karena yah, hari ini jadwalnya pemeriksaan dan audit yang dilakukan oleh internal audit dari kantor pusat. Jadi terima kasih buat Nira serta wanita-wanita yang menjadi ‘Penghuni’ dalam hati ini, karena telah menghilangkan keteganganku hingga tergantikan dengan ketenangan yang begitu baik. Aku hanya berharap, setidaknya jika ada kesalahan, semoga itu bukan dari bagian pekerjaanku dalam memimpin cabang Surabaya ini.

Ahhh, terlalu banyak pendahuluan untuk membuka kisah pada chapter kali ini.

Baiklah, waktunya kita skip saja karena menurutku tidak penting buat ku ceritakan proses audit kali ini pada teman-teman semua.





“Assalamualaikum,” wahh, ada pesan dari Nira masuk di ponselku saat aku baru saja mengantarkan para tim audit ke hotel tempat mereka menginap malam ini. Yang jelas, hasil pemeriksaan tim audit tadi di cabang tempatku memimpin kali ini, aman dan terkendali pake banget.

Jadi aku juga sudah bisa benar-benar plong tidak lagi memikirkan mereka. Apalagi hari ini adalah hari bebas, dan menurut pengakuan head of tim yang memimpin proses audit kali ini, mereka tak perlu di sertai makan nanti malam. Sudah cukup dua hari ini kata mereka aku menemaninya, well! Akhirnya aku pun bisa terbebas untuk malam ini. Bahkan besok sekali pun mereka akan pulang sendiri dengan menggunakan mobil sendiri yang mereka bawa dari kantor pusat.

Padahal aku malah mikir malam ini tak ada pesan apapun dari Nira, karena sebelumnya aku sudah menyampaikan padanya jika pesan yang akan ia kirimkan akan mendapatkan slow respon dariku. Rupanya, dia sudah merasa tak sabar untuk menyapaku hari ini. Hoho!

Ku pinggirkan mobil di sisi jalan, untuk sekedar berbalas chatting dengannya.

“Wa’alaikumsalam, iya Nir.” balasku pada pesan di applikasi Whatsapp tersebut.

“Masih sibuk Ar?” tanyanya. Wah, aku mending menelfon aja langsung kali ya?

Dan tanpa menunggu lama, aku pun menelfonnya.

Hanya dua kali nada sambung saja, suara merdu menyapa dengan salam di seberang terdengar syahdu di indera pendengarku. “Assalamualaikum, Ar. Kok malah nelfon?” begitu ujarnya mengawali obrolan kami via phone ini.

“Wa’alaikumsalam, Nir. Gak apa-apa, kangen aja…. ups!” balasku. Dengan sengaja aku secara sadar mengatakan ‘kangen’ kepadanya, sebagai umpan untuk reaksinya akan bagaimana. Apalagi tiap saat aku selalu merindukan kakak iparku ini. Seriusan, bro.

“Hush kamu ini…. ada-ada aja”

“Emang kamu gak kangen sama saya?”

“Hmm, kasih tau gak ya?” wah! Dia mulai mencoba untuk bermain-main, bercanda dengan sebuah makna yang begitu dalam.

“Kalo gak kangen, gak mungkin mengirim saya pesan lebih dulu, bukan?”

“Tuh udah tau, nanya” What the! Aku malah nyaris keselek mendengar jawaban kakak iparku ini.

Baiklah Nira, sepertinya kamu mulai memancing di air keruh. Memancingku agar aku lebih jauh bisa menyelamimu lagi.

“Sama kalo gitu”

“Tapi masa iya, kamu kangen sama aku. Kan kamu udah punya Azita. Apa masih belum cukup ya?” tanyanya, menantang.

“Hmm, merindukanmu bukan berarti aku tak bersyukur memilliki Azita, Nir. Merindukanmu adalah bagian dari keinginanku semata, tidak lebih. Toh! Merindukan itu artinya luas loh, bisa saja aku kangen padamu sebagai kakak iparku saja. Atau mungkin kangen melebihi dari itu”

“Hmm, juga….” ia nyeletuk. “Boleh tahu, melebihi dari itu, misalnya kayak gimana?”

“Wahhh, udah deh, kamu jangan mancing-mancing” balasku.

“Perasaan yang mancing duluan kamu deh”

Well! Aku tak boleh terus memepetnya. Aku harus memakai pola tarik ulur padanya, agar akhwat bercadar yang satu ini bisa luluh dengan sendirinya tanpa adanya paksaan dariku. Ku ingin ia yang memintaku untuk ku miliki nantinya, ku ingin ia bertekuk di hadapanku tanpa aku memintanya.

“Oh iya, balik ke awal” aku memungkasi acara pancing-memancing, hanya untuk sesaat. Nanti aku bakal nyerang lagi. Buat kalian, ini mungkin bisa kalian jadikan trik untuk menaklukkan wanita tertutup seperti ini. Karena percayalah, mereka hanya akan berani berbicara tanpa bertatap muka seperti ini, jadi apabila kalian ingin mendapatkannya jangan sekali-kali kalian main seruduk saja, harus pintar-pintar memainkan peran dan strategy berpola tarik ulur yang seperti ku mainkan saat ini. Harus tega juga memungkasi pembahasan yang lagi serius-seriusnya hanya untuk memancing bagaimana responnya, apakah ia kesal dengan di tandai helaan nafas tegas, atau malah biasa saja. Silahkan kalian yang menilai sendiri.

Nah, untuk Nira sendiri. Setelah aku mengatakan ‘balik ke awal’ ku dengar helaan nafasnya di seberang seakan tak rela apabila obrolan kami tadi terpungkasi dan tergantikan dengan pembahasan baru.

“Iya kenapa Ar?” ia bertanya.

“Kamu ngirim pesan tadi di awal, pasti bukan karena tanpa sebab kan Nir?”

“Kan udah kejawab juga, kalo….”

“Kamu kangen sama saya?”

“Hu uh”

“Kamu ini….”

“Becanda Ar”

“Kalo bercanda, berarti ada penyebab lainnya bukan?”

“Hmm, kan kata kamu, kamu kedatangan tim audit, nah itu doang yang Nira pengen tahu, gimana hasilnya?”

See?

Perhatiannya ngalah-ngalahin istriku saja, kawan.

Baiklah, akan ku jawab semua apa yang ku bisa jawab padanya, dan tak perlu pula ku jelaskan pada kalian apa yang ku ceritakan padanya, intinya, aku bercerita hal yang pentingnya saja. Semuanya berjalan dengan lancar dan terkendali, tak ada masalah yang berarti yang bisa menjerumuskanku ke hal-hal negatif. Yah! Meski ada kerikil-kerikil kecil masalah kesalahan penginputan data, serta masalah invoice yang tercecer, tapi itu hanya masalah yang bisa di kontrol dengan baik oleh tim. Masalah yang amat sangat ku khawatirkan, adalah salah satu tim di bawahku melakukan penggelapan dana, dan Alhamdulillah hal itu tak di temukan sama sekali, artinya memang tak ada kejadian seperti itu.

Just it!

Hanya itu saja yang ku ceritakan pada Nira. Dan setelah menyelesaikan ceritaku, Nira menghela nafas panjang. Terdengar betapa ia merasa lega mendengar jika pekerjaanku baik-baik saja.


“Alhamdulillah kalo gitu Ar, aku jadi lega sekarang”

“Hehe lagian, jika memang kita kerjanya di jalan yang benar, gak bakal kejadian apa-apa kok Nir”

“Iya juga sih”

“Tapi saya terima kasih sekali, karena kamu masih memikirkan saya”

“Pedeeee….”

“Ya sudah, saya ralat lagi. Hehehe”


Setelah mengatakan itu, tiba-tiba saja kami berdua terdiam bersamaan.

Cukup lama….

Semenitan ada kali.

Dari pada hanya diam-diaman saja, aku pun mulai kembali mengeluarkan suara. “Eh… betewe, jam berapa tidurnya semalam?”

“Entahlah Ar…. yang penting hampir aja telat subuhan”

“Jadi, di mimpi kamu, ada saya gak?”

“Idih… Ge er banget….. orang aku gak mimpi apa-apa, kok Ar”

“Oh…” simple, singkat dan jelas. Hanya sebuah pancingan saja, kawan.

“Emangnya kamu ngarep ya aku mimpiin kamu?” See? Jangan di copas ya caraku beraksi, menjalankan speak-speak Jahannam. Hoho! Kalo nanti terjadi masalah, silahkan tanggung masing-masing dosanya. Hahay!

“Hmm karena saya sendiri malah memimpikanmu, sueerrr!” balasku. Padahal mah, semalam aku tidak bermimpi apa-apa.

“Hmm, iya kah? Kok bisa samaan ya?”

Yes, kena juga....! Akhirnya akhwat satu ini mengaku juga.

“Kamu mimpi apaan? Kalo saya, hmm maaf. Saya malah bermimpi sedang…. ahhh” aku tak melanjutkan. Aku hanya mengakhirinya dengan mendesah ringan.

“Sama Ar. Fiuhhh! Padahal kan seharusnya tak boleh sama sekali kita bermimpi seperti itu” balasnya.

Sekali lagi, yeah!

Sudah mulai nampak jelas, siapa pemenangnya, bukan?

Padahal mah, seperti yang aku jelaskan. Semalam aku sama sekali gak bermimpi.

“Gak apa-apa Nir. Hal wajar. Selama hal itu tidak kejadian di dunia nyata”

“I…iya juga sih”

“Boleh tau, kamu bermimpi yang sama denganku. Maksudnya, sedang bersetubuh?”

“Ihhh Ar, kok malah di perjelas sih?”

“Ya gak apa-apa. Kan biar di perjelas.”

“I… iya Ar. Maaf”

“Dan sepertinya saya tidak akan pernah berhenti bermimpi begituan denganmu Nir”

“Loh, kok?”

“Habisnya enak Nir. Sungguh! Seumur-umur saya baru merasakan mimpi ngewe yang superdahsyat seperti di mimpi itu.”

“Astagfirullah Ar. Kok malah vulgar sih bahasanya?” dia mulai protes. Tapi aku tak mungkin untuk mengambil langkah mundur sekarang. Belum saatnya.

“Ya gak apa-apa, Nir. Kan hanya denganmu saja. Lagian semalam, kamu juga tak kalah dahsyatnya berada di bawah tindihanku. Sumpah. Bahkan kamu tak kalah vulgarnya menyebut kata-kata seronoh di saat saya setubuhi.”

“Ihhh, Ardaaaannnn”

“Eh maaf. Malah keterusan. Malah ketahuan kan, mimpi saya hehehehe”

“Eh btw, emangnya kamu lagi dimana? Kok ngomongnya bisa seterbuka ini?” tanya Nira. Dia mulai khawatir, jika aku berada di tempat terbuka.

Aku senyum, sebelum ku balas pertanyaannya itu. “Di mobil…. nih baru juga mau pulang, kamu tiba-tiba chat, ya udah nelfon sekalian, jadi aku markir aja dulu”

“Loh, terus kok gak pulang saja, emang nunggu apaan?”

“Ini…. lagi nungguin setan lewat…. hehehe…. kan kalo ngobrol berdua dengan bukan pasangan seperti ini, pasti biasanya orang ketiga adalah setan” Ujarku dengan suara yang dibuat setenang mungkin, dan dengan senyum yang seringan mungkin.

“Apalagi kalo bertemu hanya berdua saja ya? Hihi” wah, dia memakan umpanku.

“Yes! Betul. Bahkan bukan tidak mungkin, kejadian dalam mimpi saya itu bakal terealisasi denganmu”

Nira terdiam….

Aku memang sengaja memancingnya.

Satu detik….

Dua detik….

Hanya terdengar nafas yang berat naik turun di seberang.

Aku yakin, akhwat satu ini mulai di kuasai oleh sang birahi sialan, karena aku juga merasakan yang sama. Aku mulai di landa gairah, bro. Rasa-rasanya ingin ku terawang, atau mungkin menerobos ke tempat Nira berada, andai ada mesin yang bisa mengantarkanku detik ini kepadanya. Lalu ku taklukkan ia dengan kemampuanku. Haha!

Ngarep.

“Nir. Maaf kalo candaan saya malah keterlaluan” ujarku. Pelan, tapi penuh penekanan dan ketulusan meminta maaf padanya. Sekali lagi, ini hanya taktik perangku saja untuk menaklukkan lawan, bro.

“I… iya Ar. Ga… gak apa-apa”

“Ya udah, kalo memang tak ada lagi yang mau di obrolin, saya mau permisi, sekalian mau cabut pulang juga”

Satu detik, tak ada balasan.

“Tu… tunggu Ar”

“Iya kenapa Nir? Ada yang bisa saya lakukan untukmu?”

“Ar… aku boleh nanya gak?”

“Silahkan,”

“Apa bener, kejadian dalam mimpiku itu bakal kejadian di dunia nyata?”


Degh!!!


BERSAMBUNG CHAPTER 40
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd