Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Rise Up

Status
Please reply by conversation.
Chapter 1
IMPOSSIBLE


e8ace51070764494.jpg

"La, bercanda nya ga lucu ih"

Dila tak bergeming. Menatapku pun tidak. Dila kembali menunduk. Dada nya terguncang. Matanya terpejam disusul Dila mencoba mengambil nafas dalam-dalam. Dengan suara nya yang masih bergetar.

"Bri, aku mau kita udahan ya. Apakah aku terlihat seperti sedang bercanda bri?"

Dan saat itu juga lah, Dada ku sesak. Nafasku tersengal, bagaikan sedang terbaring lemah dan tertimpa sebongkah batu berukuran mobil. Detak jantung ku terasa sangat keras seperti hendak meledak. Dengan lutut yang masih lemas , aku bangkit dan berdiri di sisi tempat tidur, limbung. Hampir saja tak sadarkan diri, karena dadaku sakit dan mataku mulai berkunang sesaat sebelum pandangan ku kembali normal.

Sekilas bathinku menelisik setiap hal yang bisa merasionalkan tindakannya. Nihil. Mengapa kamu seperti ini? Apa salahku? Sejuta pertanyaan berkecamuk sedemikian rupa di tempurung kepala.
Dengan dada yang masih sesak, dan satu tanganku menumpu di bedrest, menyangga tubuh yang lunglai seketika ini, ku coba mencari sebuah kepingan puzzle yang bisa menenangkan kecamuk yang ada di dalam kepala dan dada, melalui sebuah tanya singkat pada dila.

"Ke-na-pa?"

Bukan jawaban yang kuperoleh langsung, melainkan diam. Tidak juga sebuah tatapan yang mungkin bisa kutelusuri dari matanya. Tidak. Kepalanya masih menunduk.

"Kenapa la? Jawab aku."

"Kita "
Sebuah kata. Akhirnya.
"Kita sudah tidak sama, Bri. Tidak seperti dulu. Rasa itu. Getaran itu. Aku gak ngerasainnya lagi seperti dulu"
"Aku ngerasa semakin lama kamu semakin jauh, Bri. Dan begitu juga aku, walau tanpa ada maksud aku untuk seperti itu."

"Jadi maksud kamu La, rasa itu sudah sirna?"

"Hampir"

"Ada orang lain La? Siapa?"

Dan saat itu lah akhirnya kepala nya terangkat menatap langsung ke mataku. Dalam. Bukan sendu,apalagi sayu, melainkan panas membara wujud amarah.

PLAKKKK

Panas. Tanpa sadar tangan kananku meraba pipi kiri ku dan mengelusnya. Tidak pernah kami bertengkar sampai ada tamparan seperti ini.

"FEBRI!!!! KURANG SAYANG APA AKU SAMA KAMU, BRI!!!. SIAPA YANG ADA PAS KAMU HANCUR SELAMA SETAHUN INI???!!! AKU KAN? CUMA AKU BRI!!!!"

Suara yang meninggi itu pun kemudian hilang, berganti isakan tangis yang muncul kembali.

"Hiks. Tega kamu bri. ..hiks.. jahat. . . Kurang setia apa aku sama kamu Bri. . . Kurang sayang apa aku sama kamu... Segampang itu kamu nuduh aku punya rasa sama orang lain, bri. ..hiks.."
"Banyak,bri... Banyak yang ngedeketin aku. Banyak yang menunjukkan dan menawarkan kasih sayang dan rasa nyaman buat aku, bri... Hiks... Tapi semua aku tolak dengan halus... Karena aku masih berharap kamu berubah..bri, aku capek..hiks"
"Aku capek, bri... Aku capek hadapin kamu yang terlalu depresi setahun ini, bri. Hiks...aku udah berusaha bantu kamu bangkit dari semua itu, bri.. tapi yang aku dapat, kamu hanya semakin menjauh dan mengurung diri... Hiks.. aku juga cewe, bri... Aku juga butuh perhatian dan kasih sayang... Hiks...aku tau kamu lelah dengan hidup mu tapi jangan abaikan aku yang selama ini mencurahkan sayang aku untuk mu, bri."
"Semua ini gara-gara kamu, bri. Aku ambil keputusan ini juga demi kamu, bri. Demi kamu benar-benar sadar dan berubah. Dan juga demi kita, bri. Karena semakin hari, hubungan kita akan semakin hambar dengan kesibukan kita masing-masing dan juga rasa ini yang akan semakin hilang. Jadi aku memutuskan lebih baik kita akhiri sekarang bri, daripada semua ini berakhir ketika semuanya lebih buruk"
"Bri"
Tangan lembutnya terangkat, mengelus pipi kiriku yang tadi di tamparnya. Dengan ibu jarinya yang juga kecil, diusapnya pelan air yang turun membasahi pipiku. Iya,,,, aku menangis. Entah sejak kapan.
Aku masih berdiri termenung , terpukul oleh kata-katanya dengan masih terdiam tanpa busana. Kedua pipiku basah. Pikiran ku masih entah dimana. Shock, terpukul, hancur, rapuh, semua perasaan itu bersatu dan menggumpal dalam dada.
Seketika kedua lengan mungil melingkar di belakang punggungku, bongkahan daging menabrak dada, disusul kepala yang tersandar di bahu kananku tiba-tiba. Erat. Ia menangis terguncang. Kubiarkan Ia menangis tersedu.

"Aku sayang kamu, Bri. Tapi kisah kita memang harus berakhir disini" ucapnya dengan masih sambil terisak tangis yang pilu.

"Apa harus seperti ini, La? Can't you give more chance?"

Dila masih terisak di pelukan ku. Dipeluknya aku makin erat. Bahuku basah akan derai air mata nya.

"Entahlah Bri. Biarkan takdir yang menunjukkan jalannya."

Pelukannya mengendur. Ia kecup mesra bibirku, lama. Berpindah, dikecupnya keningku dan kedua tangannya mengusap kedua pipiku, ketika kedua jariku mengusap pipinya. Masih kental terasa curahan kasih dan sayang yang terpancar dari matanya.

"Kamu harus kuat tanpa aku ya Bri. "

Kalimat itu, menjadi kalimat terakhir yang kudengar dari suara merdu nya untukku, sebelum kami saling bersiap menapak untuk jalur yang membentang, memaparkan kehidupan kami masing-masing yang entah jalur yang bernama takdir ini akan bertautan kembali atau tidak nantinya.

***

Tiga hari telah berselang sejak malam itu. Aku mengerjapkan mata, memandang sekilas ke jendela kamar kos yang masih membuka, memaparkan cahaya lampu dari luar , yang menerangi temaram nya kamar ku. Ahhh sudah malam saja. Ku sapukan pandangan sekeliling. Kondisi kamar kos ini memprihatinkan, tak ubahnya pesawat yang meledak berkeping-keping. Alas kasur yang terlepas dan selimut yang entah dimana, serta sampah bekas makanan cepat saji yang kupesan selama 3 hari terakhir karena aku terlalu malas untuk keluar dari kamar. Tentunya dengan beberapa botol minuman keras impor yang tergeletak kosong di depan tv maupun di samping kasur tipis tempat ku tidur tadi.

Kepala ku masih terasa sangat berat. Setelah meregangkan otot dan persendian, dengan mulut masih menguap kantuk, ku langkahkan kaki ke kamar mandi, membasuh badan setelah 3 hari. Setelah segar, aku pakai baju yang lumayan santai dengan celana jeans warna hitam. Ku ambil kunci motor , karena aku telah memutuskan bahwa cukup 3 hari ini aku bagaikan pertapa dalam goa. Kulihat ke cermin dan memang aku tampak awut2an, dengan rambut mulai gondrong serta kumis dan jenggot yang brewok tak terurus. Aku singgah ke barbershop setelah sebelumnya mampir membeli rokok, softdrink dan sepotong roti untuk mengganjal lapar.

Selesai dari sana, dengan perut yang masih lapar, ku lajukan motor matic ku membelah dinginnya malam. Mencari tempat untuk makan yang sekiranya akan menggugah selera dan menuntaskan lapar yang mendera, namun tenang dan dapat menentramkan hatinya.

Resto? Boros
Cafe? Bosen, enak juga kagak.kopi doang yang mantep
Fastfood? Banyak bocah abege alay.

Akhirnya, kuhentikan si Rio di sebuah angkringan, karena yah, memang tempat ini tergolong tenang dengan alunan musik live yang bisa dinikmati sambil menyantap hidangan, dan bahkan murah.

Kulangkahkan kaki menuju meja paling pojok, kemudian duduk bersila setelah sebelumnya mengeluarkan bungkusan rokok MahalBri dan sebuah zippo silver kesayanganku yang masih ada bekas goresan tangan jahil Dila yang mengukir Inisial namanya disana.

Aku pun hanyut dalam lamunan, mengingat masa-masa indah yang pernah kami lewati bersama sejak 3 tahun lalu. Saat diriku masih pelajar Abu-abu yang terlalu nakal untuk disebut lugu, pergi meninggalkan rumah karena tatapan hina dari saudara dan mama tiriku, menuju keentahan yang aku pun tak tahu , dan akhirnya berhenti di sebuah angkringan yang cukup ramai kala itu, saat telinga ini menangkap lantunan gelombang suara merdu.

"Mas... Mas.. halo... "
Suara pramusaji menyadarkan lamunanku. Aku tersadar dari duduk termenung sambil tangan kiri memangku dagu.

"Eh ..iya. . kenapa mas?"

"Jiah, malam minggu malah ngelamun mas. Mas, pesanan nya apaan?"

"Eh... Iya, bebek gorengnya deh mas. Pedes ya. Sama es teh nya satu"

"Oke ditunggu ya mas."

"Oke... Eh mas, tumben gak ada live akustik? apalagi malam minggu."

"Ohhh, yang biasa ngisi lagi izin mas, lagi sibuk mau sidang sarjana katanya, udah hampir sebulan juga kosong gak ada isi akustikan, jadi biasanya ya kami aja yang isi kalau ada yang lagi free, atau pengunjung juga kadang2 nyanyi, kebetulan saya yang kadang ngiringin gitar kalau ada yang pengen nyanyi."

"Ohhh begitu."

"Eh kok tapi saya kayak pernah liat masnya ya?"

"Dulu saya sering duduk disini. Tapi udah lama sih, udah sekitar 3 tahun lalu. Setalah itu masih ada duduk disini tapi ya jarang banget. Terakhir kemari hampir setahun lalu."

"Hmm, bentar-bentar, kayaknya tau deh, situ yang dulu sering datang kesini sendirian ngeliatin si Dila ngisi disini kan?"

Duh, tiba-tiba dadaku sesak lagi mendengar nama itu.

"E...eh.. Dila yang mana ya?"

"Dila yang sekarang udah jadi penyanyi professional itu mas, masa lupa? Gw g mungkin salah orang deh mas. Situ bukannya akhirnya pacaran sama doi?"

"Eh????"
Aku bingung harus menjawab apa. Dan akhirnya hanya menggaruk-garuk kepala ku yang tak gatal. Melihat gelagat ku yang salah tingkah, orang itu hanya tertawa kecil.

"Yaudah mas, saya mau nyampein pesenan makanannya dulu, entar kalau udah kelar makan, kalau mau ngisi beberapa lagu entar ditemenin deh. Lagian cuma situ doang yang ke angkringan sendirian ga sama cewe atau temen tongkrongan, malam minggu pula. Oh iya, kenalin gw Andi. Kebetulan ni angkringan punyanya tante gw. Sekarang gw yang handle disini."

"Febri"
Kataku sambil mengulurkan dan menjabat tangannya , sebelum Ia akhirnya berlalu pergi.

Makanan pun tiba dan aku makan dengan lahap. Ketika sedang santai dan merokok setelah makan, benar saja tampak kulihat Andi memegang gitar dan mulai mengisi live akustik di angkringan itu. Membawakan beberapa lagu, dari mulai lagu terbaru, hingga lagu-lagu pesanan pengunjung. Tampak ada beberapa pengunjung yang juga memesan lagu.
Cukup baik pembawaan dari Andi, meski suara nya tak terlalu merdu, namun nadanya pas dan permainan gitar nya ciamik.

Hingga salah seorang pengunjung request sebuah lagu, yang menerbangkan ku kembali ke masa lalu. Lagu yang sama yang ku dengar saat malam itu. Lagu yang membuat ku mengenal seseorang yang mengajarkan ku rasa cinta. Lagu yang sebenarnya tak membius orang untuk terpana dan jatuh cinta, lagu yang ketika kuperhatikan liriknya, malah terasa tepat pada situasi ku saat ini.

Memang benar,

ketika bahagia, kita menikmati alunan musiknya, tapi dikala sedih, kita akan menghayati liriknya.
(By Anonim, TS juga gatau ini quotenya siapa)

Aku memberi kode kepada Andi untuk menemaninya mengisi live akustik.
Dan ketika Andi memainkan gitar nya dan mengiringi lagu itu, aku benar-benar merasa ditendang keras ke masa itu.

I remember years ago
Someone told me I should take
Caution when it comes to love, I did'

Aku duduk di meja yang paling ujung. Aku mendengar gadis itu bernyanyi dengan merdu. Suaranya merdu, aku sampai kehabisan kosa kata untuk mengungkapkan bahwa suaranya merdu, indah.

I was careless, I forgot, I did

Aku memejamkan mata, membiarkan lantunan suara indah itu menari didalam rongga kepalaku. Hingga tanpa terasa, lagu itu pun hampir selesai.
Dengan sejuta penasaran, ku tatap lekat wajah gadis yang sedang bernyanyi dengan sebuah gitar folk yang ukurannya lebih besar dibanding tubuh mungil langsingnya.


And now
When all is done, there is nothing to say
You have gone and so effortlessly
You have won, you can go ahead

"Terimakasih, sekian penampilan saya malam ini" kata gadis itu dengan senyuman terkembang di wajahnya. Aku terpaku. Mataku terbius menatap senyuman itu.


Falling out of love is hard
Falling for betrayal is worse
Broken trust and broken hearts
I know, I know
And thinking all you need is there
Building faith on love and words
Empty promises will wear
I know
I know and now

Malam selanjutnya aku kembali datang sendirian, hanya untuk mendengarnya dan melihat penampilannya. Tanpa ada keberanian untuk menyapa. Suatu hal yang tak wajar bagi seorang yang di cap badboy di sekolahku.

When all is done, there is nothing to say
And if you're done with embarrassing me
On your own you can go ahead tell them

Begitu juga malam berikutnya, entah kenapa meja yang ku tempati selalu kosong dan aku selalu mengambil meja yang sama, untuk makan malam dan menikmati lantunan merdu nya sambil memandangi senyumannya dari jauh.


Tell them all I know now
Shout it from the roof tops
Write it on the sky line
All we had is gone now

Sebulan berlalu dan aku masih rutin makan malam disana, bahkan menolak tawaran teman sma ku untuk hangout di club malam, dan malah duduk sendirian di angkringan ini, menikmati penampilan seorang gadis cantik yang bahkan aku tak tau namanya.

Ketika aku hendak pergi setelah membayar bill saat penampilan nya selesai, aku dikejutkan oleh sapaan seseorang.

"Hei..."

Aku berbalik badan dan terkejut. Dia yang selama sebulan terakhir menjadi pemandangan indah yang menemani setiap malam ku, kini hadir menyapa bahkan duduk didepan mejaku.

"Ehh...hei" kataku gugup.
"Mau pulang?" Tanyanya.
"I-iya" jawabku.
Gadis itu merengutkan keningnya sedikit kemudian bertanya
"Gak mau nanya sesuatu gitu?"
"Eh???.. um.. aku Febri, "kataku sambil mengulurkan tangan. "Boleh tau nama mu?"
Dia tersenyum. Ahhh, senyum itu lagi. Manis banget.
"Dila" katanya sambil menjabat tangannya.
"Kamu lucu ya" katanya
"Kok lucu?" Tanyaku
"Iya lucu, coba deh liat kaca, wajah kamu merah banget, haha" katanya sambil tertawa kecil.
"Ah masa sih?" Kataku.
"Iya, lucu banget, bri"
"Bri? "
"Nama kamu Febri kan?"
"Bukannya febri normalnya dipanggil Feb ya?"tanyaku
"Berarti aku ga normal dong? Haha. Lagian kamu lucu, jadi kayaknya ak lebih cocok manggil km Bri biar imut gitu"
"Terserah deh, aku mah ngikut neng geulis aja" kataku saat mulai bisa menguasai kegrogianku.
"Eh, abis malu2 udah bisa ngegombal sekarang"


Tell them I was happy
And my heart is broken
All my scars are open
Tell them what I hoped would be impossible,
Impossible
Impossible
Impossible
Lagu pun selesai. Pengunjung bersorak dan tak sedikit yang bertepuk tangan, memuji penampilanku. Sedangkan tanpa ku sadari, mataku telah berkaca2 sejak tadi, dan hampir di sepanjang lagu aku menutup mata dan hampir tak ada kontak dengan pengunjung.

"Wah, bagus suara lo, Feb. Malem ada kerjaan gak? Kalau ga lo bantu ngisi2 disini aja, suara lo beneran bagus, daripada gw yg nyanyi heheh, lagian penghayatan lo top dah" kata andi memujiku.

Aku tersenyum.

"Boleh deh. Asalkan Gw boleh makan bebek gratis tiap malem. Gimana???"




Bersumbang
 
Terakhir diubah:
  • Ane masihh penasaran hu sama dila, waktu ngejemput di kantin pakaian dan rambutnya acak-acak jangan bilang dila..... affair sama Siapakah(cuma asumsi situ yang punya ceritahoho):kretek:
  • baguslah no cucold tapi selingkuh ada pan :D
  • dan dila ahirnya menyesal memutuskan febri hoho (mungkin):haha:
 
saran aja, saya sebagai reader lebih nyaman kalo misal febri nanti sukses jadi pengusaha tambang / transportasi / retail / perhotelan / makanan, lebih enak aja suhu dengernya.

yg kurang enak kalo febri misal jadi youtuber / yg kekinian jadi mengurangi daya tarik pembaca kaya saya.
 
saran aja, saya sebagai reader lebih nyaman kalo misal febri nanti sukses jadi pengusaha tambang / transportasi / retail / perhotelan / makanan, lebih enak aja suhu dengernya.
yg kurang enak kalo febri misal jadi youtu.

Yah, coretan takdir itu misteri om. Begitu jua lah yang saya tulis. Tentu saja nanti ada twist nya, namun tak mungkin saya bilang toh???
Tenang om, Febri pasti sukses, tapi ga bisa langsung terbang kan? Ada waktunya Om.
Cheers:beer:

Ohiya, thx sarannya ,Suhu
 
okeh suhu

jalan ceritanya mantep suhu, lanjutken kalo bisa sepait2nya seminggu 2x update, sukur2 sering update, hehe
 
Bimabet
Om oyes RL nya pelawak kah? Somehow tiap Om comment di thread mana aja ane ngakak Om. :kbocor:
dan nyatanya:D memang bukan...
:ha: ntuh buktinya ente mewek ane ngebuatnya..


eahh:) karena ane nggak bisa buat prosa cerita, apalagi yang :(( :(( panjang-panjang macam nich tulisan nya. cuman mampu ngerecokin suhu-suhu punya di mari aja.:malu:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd