Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG RIMBA ASMARA

Thema apakah yang paling anda gandrungi dalam Sub Forum Cerita Bersambung ini?

  • Hubungan sedarah atau incest, dengan mama atau saudara kandung

    Votes: 316 17,6%
  • Hubungan setengah baya atau MILF, antara yang muda dengan yang tua

    Votes: 239 13,3%
  • Hubungan sex Cukold, eksib, voyeur, mengintip dan di tempat umum

    Votes: 132 7,3%
  • Hubungan sex di kalangan remaja atau SMU/pesantren/sederajat

    Votes: 99 5,5%
  • Hubungan sex di kos-kosan mahasiswa/mahasiswi

    Votes: 85 4,7%
  • Hubungan sex Perkosaan

    Votes: 46 2,6%
  • Hubungan Sex affair di kalangan bisnis atau antar pegawai kantoran

    Votes: 99 5,5%
  • Hubungan sex dengan Bini Orang

    Votes: 159 8,9%
  • Hubungan sex dengan Laki Orang

    Votes: 16 0,9%
  • Hubungan sex di kalangan selebriti Indonesia

    Votes: 80 4,5%
  • Hubungan sex di pedesaan/ di perkampungan

    Votes: 88 4,9%
  • Hubungan sex dengan wanita berhijap/kerudung

    Votes: 332 18,5%
  • Hubungan sex romantis

    Votes: 62 3,5%
  • Scandal sex para politisi atau pejabat

    Votes: 19 1,1%
  • Hubungan sex lesbian/gay

    Votes: 16 0,9%
  • Hubungan sex lainnya

    Votes: 8 0,4%

  • Total voters
    1.796
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
dr. Prilly Theresya Sharon, SpPD. menyelesaikan suapan terakhirnya dua menit setelah aku menyeruput tetes kuah sup kaki kambing yang penghabisan. Selama makan, kami berbincang tentang berbagai hal ringan. Aku sebenarnya menginginkan dia melanjutkan penjelasannya, tapi dia menolak. Alasannya, dia tidak bisa fokus menjelaskan apabila sambil makan.

Dia lebih menyukai perbincangan santai yang ringan.

"Saya tahu, ini mungkin pertanyaan klise dan sedikit menyinggung. Mas Kasman ini kan sudah cukup segala-galanya, tapi mengapa sampai saat ini masih belum menikah?" Tanyanya. Dia memanggil aku dengan panggilan "mas" setelah aku ceritakan bahwa sebenarnya aku ini orang Jogja. Lahir di Kotagedhe, cuma besar di Jakarta. mBak Prilly sendiri mengaku lahir dan besar di Semarang. Kemudian meneruskan kuliah Kedokteran di Universitas Maranatha, Bandung.

Selama kulliah di Bandung, mBak Prilly ngekost di sekitar Sarijadi. Di situlah dia ketemu dengan Aleksander Kurniawan, suaminya, almarhum. Aku juga memanggil dia dengan panggilan mBak seperti keinginannya.

"Entahlah, mBak." Jawabku. "Belum ada yang pas kali."

Sambil makan, pelahan-lahan dia membuka dirinya. Sekilas dia menceritakan kehidupan rumah tangganya yang dibangun selama 20 tahun dan tidak diberi keturunan. Bahkan di akhir hayatnya, Mas Alek meminta maaf karena tidak bisa menghamilinya. Dia juga menceritakan karirnya yang dimulai di Puskesmas Kadungora, Garut. Meneruskan S2 kedokterannya di Universitas Padjadjaran dan menempuh Program Pendidikan Spesialisasi Ilmu Penyakit Dalam hingga selesai.
"O... Jadi SpPD itu Spesial Penyakit Dalam ya mBak?"
"Iya, Mas. Atau sering juga disebut Internist. Saya mendalami berbagai keluhan dan masalah kesehatan pada pasien dewasa dan atau lansia. Penanganan yang saya lakukan meliputi semua organ tubuh bagian dalam yang berupa penyakit-penyakit non bedah."

mBak Prilly memiliki cara yang unik dalam menjelaskan sesuatu secara tenang dan pelahan ditambah dengan bahasa tubuhnya yang... aku sulit menjelaskannya. Tinggi badan mBak Prilly mungkin terbilang pendek, aku duga sekitar 150 s/d 155 cm, tapi ketika dia berbicara seluruh anggota tubuhnya yang lain seperti ikut ikut berbicara. Itulah uniknya.

"Mas Kasman punya pacar?"
"Pernah, mBak."
"Putus?"
"Iya mBak."
"Jadi sekarang belum punya pacar?"
"Belum, mBak."
"Mas jangan bohong ngaku-ngaku enggak punya pacar eeh... ternyata punya stok 3 sampai 4 orang." Katanya.

Aku tertawa.
"Kalau saya punya stok pacar 3 sampai 4 orang, ngapain juga saya ke gunung." Kataku mengikuti pola pikir mBak Prilly. "Kan daripada muter-muter di hutan, lebih enak kelonan sama pacar."
"Bener juga." Katanya tersenyum. "Memangnya Mas Kasman suka ngelonin pacarnya ya?"
"Ya suka." Jawabku, pendek.

mBak Prilly tersenyum dan menyuap nasi sop terakhirnya. Wanita cerdas yang anggun dan berpengalaman ini memiliki gengsi yang sangat tinggi untuk mengutarakan keinginannya yang sebenarnya. Aku sendiri dalam beberapa hal, memiliki ketajaman dalam melihat ironi yang terjadi pada perempuan, ironi kejujuran yang diucapkan oleh bahasa tubuh perempuan.

Aku bisa melihat bagaimana buah dada mBak Prilly sedikit tersengal dan ujung pada celana dalam krem piasnya membuat lipatan kecil dan basah. Dia sepertinya tidak sengaja membuka dua lututnya lebih lebar dalam beberapa kesempatan, padahal dia melakukannya dengan sengaja. Ujung matanya mengawasi lirikan mataku yang setengah detik melirik ke arah "Miss V"nya yang kelihatan resah.

Hm.

Aku suka dengan wanita yang memiliki gengsi dan proteksi diri yang tinggi. Sangat suka. Tapi aku jijik dengan wanita yang sok suci dan pura-pura sok perawan.

Aku tahu mBak Prilly sudah 2 tahun menjanda.

Sebagai wanita normal, dua tahun adalah waktu yang cukup bagi mBak Prilly untuk menabung rasa gatal di 1000 titik saraf di sekitar kemaluannya. Tetapi toh birahinya yang membuncah itu tidak perlu diumbar dengan cara murahan. Apalagi dia adalah seorang Kepala Rumah Sakit, seorang pejabat tinggi. Masa dia langsung menungging dan minta disodok oleh si betok, kan tidak mungkin.

"Banyak hal yang ingin saya jelaskan, Mas." Katanya. "Tapi saya kurang leluasa untuk berterus terang."

Sungguh berbeda kini nadanya dengan pertama kali dia menjelaskan sambil mengupaskan apel tadi. Sangat berbeda. Tadi dia berkata dengan arogansinya sebagai seorang intelek yang berlatar belakang medis, sekarang dia berkata dengan arogansi protektif seorang intelek perempuan.

"Saya tidak pernah tersinggung dengan segala jenis kejujuran dan keterusterangan, mBak." Kataku. "Sepahit dan setajam apa pun sebuah kejujuran, selalu lebih manis dan lebih lembut daripada kebohongan."

mBak Prilly tersenyum.
"Saya tidak ingin mas Kasman salah sangka terhadap saya." Katanya, dia menggeser duduknya agar Mang Emen yang masuk ke kamar rawat inap VVIP ini, untuk mengambil rantang dan piring-piring, bisa lebih leluasa melakukan tugasnya. "Pak Emen, tolong nanti tutup pintunya yang rapat dan jaga jangan sampai ada orang yang datang menggannggu, ya? Bapak sedang saya treatmen, tidak boleh ada gangguan."
"Siap, Bu Dokter." Kata Mang Emen, menjawab tegas.
"Apa pun yang terjadi di sini, kalian tidak boleh masuk."
"Iya, Bu Dokter. Siap laksanakan."
"Terimakasih Pak Emen."

Mang Emen segera berlalu dan menutup pintu dengan rapat. Sementara ketika tadi duduk menggeser, ke dua pahanya bergerak terbuka. Terlihat jelas olehku sepanjang guratan yang membelah secara vertikal pada celana dalam krem piasnya itu terlihat basah kuyup.

Basah kuyup dan terlihat lengket.

"Sejak awal ketika mas Kasman dalam keadaan membiru di ruang IGD... hipotesa saya adalah mas terpapar racun yang sangat parah. Saya tidak tahu penyebabnya. Yang saya tahu adalah beberapa tehnik mengeluarkannya.

Secara alamiah, sebenarnya mekanisme muntah yang dilakukan oleh daya dorong lambung terhadap benda asing atau racun untuk di keluarkan melalui mulut, merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh kita dalam keadaan sadar.

Namun, dalam keadaan pingsan, maka mau tidak mau benda-benda asing yang masuk dalam tubuh kita harus dipaksa dikeluarkan melalui saluran kerongkongan melalui mulut dan saluran rektum melalui anus.

Waktu itu suhu tubuh Mas Kasman sangat tinggi, 44 Derajat Celsius. Suhu panas tubuh ini menandakan mas masih dalam keadaan hidup.

Kami memiliki cukup peralatan untuk menyedot semua racun dan benda-benda asing di dalam tubuh mas Kasman. Selain melalui mulut dan anus, penyedotan juga dilakukan melalui saluran tenggorokan, melalui hidung.

Selama 2 jam di IGD, tubuh mas Kasman tidak mengalami perkembangan yang berarti. Masih tetap membiru.

Pada saat itu, kami akan memindahkan mas Kasman ke ruang perawatan kelas I, namun Pak Emen menjamin dan meyakinkan kami bahwa mas Kasman sanggup membiayai ruang perawatan VVIP ini beserta seluruh biaya-biaya lainnya. Pak Emen bahkan membayar uang muka sebesar 5 juta rupiah.

Maaf ya mas sebelumnya...

Setelah dipindahkan ke ruangan ini, saya dibantu oleh dua orang suster membersihkan badan Mas Kasman dari kotoran-kotoran bekas-bekas di hutan dan air sungai.

Sejak di IGD saya tahu persis bahwa cuma ada satu anggota tubuh Mas Kasman yang tidak berwarna biru. Dan cuma itu satu-satunya. Dari pangkal scrotum hingga ujung glandula. Sedangkan yang lainnya benar-benar membiru. Dan masih tetap membiru bahkan setelah 2 jam berada di dalam ruang rawat VVIP ini. Artinya, tidak ada kemajuan yang berarti. Meskipun tabung penampung racun dari mesin penyedot sudah diganti 2 kali, namun tubuh mas Kasman masih tetap membiru.

Saat itu, waktu sudah menunjukkan Jam 9 malam. Saya sudah sangat letih sekali. Sepanjang awal tahun ini, saya bekerja selama 7 hari dalam seminggu. Tanpa istirahat libur. Saya ingin cepat pulang dan tidur.

Ketika saya melangkah menuju ruang kerja saya, saya merasa sangat pesimis Mas Kasman bisa survive. Waktu itu saya berpikir, besok pasien yang satu ini mungkin tidak akan selamat. Tubuhnya yang bagus, yang ramping dan kekar, akan berubah menjadi mayat. Saya merasa sedih.

Di ruang kerja, saya membuat beberapa catatan dengan ballpoint yang jelek karena ballpoint saya yang bagus ternyata tertinggal di ruang VVIP ini. Tadinya saya tidak akan kembali ke ruang ini, toh ballpoint saya yang bagus itu telah digrafir dengan tulisan nama saya. Tidak akan ada seorang pun yang berani mencurinya atau mengaku-akunya.

Tapi saya kembali juga soalnya ballpoint itu cukup mahal. Bisa saja kedua suster itu mengambilnya dan menyembunyikannya. Lalu memakainya secara sembunyi-sembunyi.

Saya sangat terkejut ketika kembali ke ruang VVIP ini, di ambang pintu yang setengah terbuka, saya melihat kedua suster itu sedang menjilati penis Mas Kasman dengan lahap seperti mereka menjilati es krim. Mengemutnya dan mengocok-ngocoknya dengan tangan.

Ehem!!!
Saya berdehem lalu masuk ke dalam ruangan.

Kedua suster bengal itu pura-pura sedang membersihkan tubuh Mas Kasman. Dan benda milik Mas Kasman yang sedang berdiri tegak juga dibersihkan. Benda itulah yang merupakan bagian tubuh Mas Kasman satu-satunya yang tidak berwarna biru, dari pangkal scrotum sampai ujung glandula, berwarna coklat terang dan tampak segar.

Itulah sau-satunya bagian tubuh Mas Kasman yang tidak terpengaruh racun.

Saya menyuruh mereka ke luar. Saya menjumput ballpoint saya dan sangat terkejut menemukan warna biru tubuh Mas Kasman mulai berkurang.

Sekali lagi maaf ya mas...

Saya mungkin tergoda melakukan hal yang sama dengan ke dua suster bengal itu, tapi saya memiliki alasan yang kuat. Alasan saya demi kepentingan medis dan demi kesembuhan mas Kasman... saya melakukannya dengan niat baik.

Saya melakukannya beberapa kali dengan mulut dan saya mendengar Mas Kasman mengerang. Saya bertanya-tanya, apakah Mas Kasman dapat merasakannya. Namun saat itu saya merasa gembira karena erangan itu menunjukkan secara pasti kalau Mas Kasman masih hidup.

Tetapi yang lebih menggembirakan adalah warna biru pada tubuh Mas kasman semakin memudar.

Mas... beberapa waktu yang lalu saya pernah mempelajari pijat refleksi dan mencoba memahami cara kerjanya dari kacamata medis. Secara umum, pijat refleksi itu tujuannya adalah untuk memperlancar aliran darah.

Kebengalan dua suster itu memang menyalahi kode etik dan patut mendapat hukuman yang setimpal agar mereka tidak melakukannya lagi kepada pasien yang lain. Namun, mereka juga lah yang sebenarnya secara tidak sengaja memperlihatkan kepada saya bagaimana caranya agar aliran darah dalam tubuh mas Kasman bisa mengalir dengan baik dan lancar.

Jadi, hipotesa saya yang semula adalah bahwa mas Kasman mengalami keracunan, tidak sepenuhnya tepat.

Tubuh Mas Kasman yang membiru itu sebetulnya disebabkan oleh aliran darah yang tidak lancar. Ketika saya mencoba melakukan pengocokan dengan mulut saya... sekali lagi mohon maaf ya mas... saya langsung bisa melihat efeknya secara nyata saat itu juga. Seluruh nadi mas Kasman berdenyut kencang, aliran darah pun mengalir lancar.

Itu sepertinya merupakan teknik refleksi. Nadi di tangan dipijit, maka aliran darah akan merefleksi ke otak untuk menyembuhkan sakit kepala. Begitulah kira-kira cara kerjanya.

Di Rumah Sakit Umum Emmanuelle Nagreg ini, kami hanya memilik 2 Kamar Rawat Inap VVIP. Kedua kamar tersebut dipasang CCTV yang langsung disambungkan ke Laptop di ruang kerja saya. Kalau tidak ada pasien, CCTVnya dimatikan.

Sebelum pulang ke rumah, saya nyalakan CCTVnya.

Keesokan harinya, tadi pagi, saya datang terlambat. Saya datang sekitar jam 9 pagi. Setelah menyelesaikan pekerjaan administrasi rutin, pada pukul 10.30 saya membuka rekaman CCTV dan sangat terkejut.

Kedua perawat bengal itu sungguh keterlaluan. Sangat keterlaluan!" Kata mBak Prilly. "Benar-benar sangat keterlaluan!!!"

Aku tidak tahu, dadanya yang tersengal-sengal itu karena dia berbicara panjang lebar atau karena membayangkan apa yang sudah dilihatnya di CCTV.

"Oleh karena itu, mas..." Katanya dengan nada gemetar, "apakah... apakah... pada saat mas tidak sadarkan diri itu, mas merasakan ada sesuatu sentuhan... jawab yang jujur ya mas..."

Aku mendengarkan semua penjelasan dr. Prilly Theresya Sharon, SpPD. itu dengan cermat dan teliti. Seluruh kata-katanya aku resapkan ke dalam otakku dan aku renungkan baik-baik. Aku merasa sedikit khawatir juga kepada kedua perawat itu, jangan-jangan mereka akan dipecat. Oleh karena itu, aku bertahan dengan kebohonganku.

"Enggak, mBak. Saya enggak merasa." Kataku.
"Sungguhkah?"
"Betul, mBak. Saya berkata sejujurnya." Kataku, berbohong lagi. "mBak, kalau boleh, malam ini saya diizinkan pulang, kerjaan saya banyak mbak."
"Mas, saya tidak yakin mas sudah pulih 100 persen. Masih ada beberapa bilur biru kecil di punggung dan di pundak. Coba mas berdiri biar saya lihat." Katanya.

Aku ke luar dari kursi dan berdiri di dekat ranjang. mBak Prilly mendekatiku dan memutariku. Dia menyingkap piyama rumah sakit di punggungku.
"Ada lima bilur..." Dia berkata dengan gemetar. Kurasakan tangan halusnya menyentuh punggungku. "Mass... yang ini terasa sakit ndak?"

Di menusuk punggungku dengan jari-jarinya.
"Enggak mBak."
"Kalau yang ini?"
"Enggak, mBak. Enak malahan." Kataku. "Saya udah baikan koq, mBak. Boleh pulang ya sekarang?" Aku lalu berbalik dan menghadapi wajahnya yang entah mengapa tiba-tiba menjadi kemerah-merahan.

Dia lalu menunduk. Tubuhnya pendek sedadaku sehingga aku bisa melihat ikatan rambutnya yang sederhana.

"mBak, boleh kan?" Aku merajuk. Kujepit dagunya dan kudongakkan kepalanya. Hidungnya kembang kempis. Sepasang matanya melotot lembut, bibir dan tubuh mBak Prilly tampaknya gemetaran. "Boleh kan?" Kataku agak memaksa.

Dia tidak menjawab.

"Panas, mas." Bisiknya tiba-tiba dengan suara gemetar. Aku tak memahami apa maksud kalimatnya sampai aku sadar ternyata si betok sedang menusuk perutnya. Aku seharusnya tahu kalau selain piyama ini aku tak memakai apa-apa lagi.
"Ma... ma... maaf." Kataku.
"Ssssttttt!" Dia menempelkan telunjuknya ke bibirnya yang kini tersenyum aneh. Matanya mengerjap-ngerjap seperti menyembunyikan kegembiraan.

Tiba-tiba saja mBak Prilly mengalungkan tangannya ke leherku. Lalu, Huppfff!!! Dia meloncat dan memanjat tubuhku. Dan aku tentu saja secara otomatis meraih pinggangnya atau lebih tepatnya pinggulnya.

Kedua kaki mBak Prilly melilit di pinggangku. Roknya tergeser naik ke pinggangnya. Kedua tanganku merasakan kelembutan pantatnya.

Tubuh mBak Prilly sangat ringan menggandul di leherku.
"Masss...." Dia berbisik ke telingaku. "Panasnya anget... enaak masss..." Katanya.

Aku benar-benar telat mikir. Ternyata kepala si betok sudah menyelusup masuk melalui pinggiran celana dalamnya yang tersisih.
"Iya mBak, panasnya anget." Kataku, sekarang baru kurasakan sensasi sentuhan itu. Kepala si betok sedang menikmati awal penetrasi yang memabukkan.
"Sisihkan massshh..." Bisik mBak Prilly sambil menyembunyikan wajahnya ke pinggiran leherku.
"Apanya?" Tanyaku.
"Celana dalamnya mas... biar masukkkhhh..."

Sambil menahan pantatnya, ujung-ujung jari jemariku menggaet pinggiran celana dalam mBak Prilly dan menariknya.

Tiba-tiba... clep... kepala si betok langsung masuk seluruhnya.
"Akh... " mBak Prilly mendesah. Pinggulnya kurasakan menjadi gelisah, menekan keras ke arah perutku sedangkan kedua kakinya yang mengait pinggangku melakukan dorongan dari belakang.

Aku berusaha tetap berdiri tegak. Tanganku secara tak sengaja menarik pinggiran celana dalam mBak Prilly dengan agak keras sehingga terdengar suara kain robek. Wreeekkk... Celana dalam mBak Prilly robek

Cleb! Jleb!!!!
BLLEEESSSS!!!

"Ough... masss..." mBak Prilly seketika merintih ketika si betok masuk menyerobot. Kepalanya menyeruduk menembus masuk ke dalam liang yang sejak tadi memang sudah basah oleh kucuran lendir.
"mBak, celananya robek..."
"Genjot mas."
"Maafkan..."
"Mundur ke sofa mas... mundurrr..."

Aku mundur ke dekat sofa sampai pahaku mengenai belakang sandaran sofa. Tiba di situ, belitan kaki mBak Prilly tiba-tiba lepas dan kedua telapak kakinya menekan bagian atas sandaran sofa.
"Tahan masss..." Katanya.

Sambil bergelantungan di leherku, mBak Prilly menggenjot si betok hingga timbul tenggelam ke dalam liang memeknya. Kedua tanganku mengikuti irama pantatnya yang naik turun sambil menikmati sensasi kocokan liang memek mBak Prilly yang lezatnya tak terbayangkan.

Clap... clep... clap... clep... clap... clep... clap... clep... clap... clep... clap... clep... begitulah bunyi suara yang ditimbulkan oleh pergesekan antara kontolku si betok dengan dinding-dinding bagian dalam memek mBak Prilly.

Setelah beberapa menit, mBak Prilly tiba-tiba memelukku dengan sangat erat.
"Maaassss... akhhh...." Katanya. "Capeee..." sambil menancapkan memeknya ke si betok agar tak terlepas.

mBak Prilly memelukku erat sekali. Nafasnya tersengal dan lehernya meneteskan keringat. Pantatnya juga ternyata sudah basah oleh keringat. Celana dalamnya yang robek itu jatuh menggelosor di mata kaki sebelah kanannya.

Kucium rambut ikalnya yang harum.

Tanpa melepaskan jepitan liang memeknya, aku kemudian melangkah ke pinggiran ranjang. Pelahan kurebahkan mBak Prilly di atas ranjang dan kulihat ternyata si betok memang baru masuk kepalanya saja sedangkan batangnya setengahnya juga kurang. Pantesan kurang enak.

Namun meskipun begitu, sisa batang si betok sampai ke pangkal pubis sudah penuh oleh ceceran lendir yang mirip seperti ingus.

"Maaassss..."
"Ya mBak?"
"Maafin mBak ya... mBak enggak tahan..."
"Ga pa pa mBak, saya juga suka koq. Memek mBak enak." Kataku.
"Bohong... kontol mas ini yang enak... akhhh... masss... sudah cukup... mBak sudah ke luar berkali-kali."
"Tapi kan saya belum mBak." Kataku.
"Kirain udah tadi." Katanya. Matanya menatapku sendu.
"Belum ko."

Aku lalu menekan dan mendorong paha bagian dalam mBak Prilly ke arah permukaan ranjang dengan menggunakan kedua telapak tangan. Hal tersebut kulakukan agar kedua paha mBak Prilly benar-benar membentang lebar. Dengan begitu, aku bisa melihat seberapa jauh kontolku masuk ke dalam memeknya. Soalnya, ketika mBak Prilly mengeweku sambil bergelantungan, rasanya koq cuma kepala si betok yang kebagian enaknya.

Batangnya belum semuanya. Apalagi pangkal batangnya. Bahkan gotri yang tercelup juga baru satu.

mBak Prilly memejamkan matanya.

Kunikmati paha putih mulusnya yang membentang lebar. Sementara memek mungilnya yang tipis dengan jembut lebat di pubisnya, sedang menggigit kepala kontolku dengan nikmat. Di sekeliling liang memeknya yang tersumbat oleh kepala si betok, berletupan tetes demi tetess cairan lendir kenikmatan.

Aku mendorong kepala si betok agar menyelam lebih dalam. Pelahan kudorong senti demi senti, ternyata koq susah. Liang memek yang mungil itu seperti memberi perlawanan dengan melakukan penjepitan sehingga si betok jadi megap-megap keenakan.
"Adddduuuuhhhhh.... mmmaaaaaassssss..... saaakiiiitttttttsssshhhh..." mBak Prilly tampak meringis. Matanya terbuka dan mulutnya menyengirkan suatu sunggingan mulut yang aneh, yaitu suatu ekspresi mulut nyengir yang memperlihat antara rasa nikmat yang luar biasa ditambah rasa sakit.

Mungkin liang memek mBak Prilly yang terlalu sempit yang menyebabkan dia meringis-ringis seperti itu dan yang menyebabkan si betok kesulitan menembusnya dengan leluasa.

Aku terus menekannya.
"Maaaaassssssss.... addddduuuuuhhhhhh..... ssssssssaaaakkkiiiittttssssssshhhhh.... "

Aku rasanya tidak begitu percaya. Memek STW berumur 39 tahun ini koq sempit sekali. Bahkan ketika si betok kutekan terus, mengapa seperti mentok. Aneh sekali. Masa si betok baru masuk setengahnya sudah mentok?

Aku curiga, jangan-jangan...

Aku menggenjot-genjot secara pelahan sampai setengah batang si betok membuat ancang-ancang untuk menabrakkan si betok secara tajam.

Ini sama dengan ancang-ancang menancapkan tongkat ke tanah. Pelahan-lahan ditusuk-tusuk dulu, pada saat yang tepat tongkat itu ditancapkan agar bisa masuk ke dalam tanah dengan ebih dalam.

Kutusuk-tusuk pelan liang memek mBak Prilly sehingga dia mengerang-erang keenakan. Dia mengeluarkan desahnya sambil tersenyum. Sekarang matanya menatapku dengan tatapan mesra. Mulutnya yang tersenyum lebar itu memperlihatkan gigi-giginya yang putih rata.
"Keluar lagi mas... ke luar lagi... ah... ah... ah... enaakkk... makasih mas... enaakkhh..."

Aku tersenyum kepadanya dan bersiap-siap memberikan kejutan.
"mBak tahan ya mBak... saya akan lebih kencang dan lebih dalam." Kataku.
"Jangan mas... segini aja udah enak... mBak udah ke luar banyak sekali... mBak udah enak." Katanya dengan suara agak gemetar.

"Tahan mBak sebentar... satu... dua... tiga... eeeuuughhkk!!!"

CREB!!!
BRESSS!!!

mBak Prilly memelototkan matanya sambil menjerit kesakitan.
"Aduuuuhhh! Masss, sakit sekali!" Wajahnya meringis menahan rasa sakit yang tak terperi. Dia bahkan menangis.
"Sakit mas... hiks hiks hiks... sakit..."

Aku mencabut si betok pelahan. Benar seperti apa yang aku duga semula, kepala si betok berlumur lapisan darah yang segar.

Ternyata mBak Prilly masih perawan!!!

***
(Bersambung)
Lah 20 tahun lapo ae yo wkwkwkw mangkane gak meteng":Peace:
 
Weeewww mantul sekali hu dapet prawan STW. ckckck bruntung skli si betok
 
Pantes g punya anak, eh skr mah berenang bareng jg bisa hamil denk 🀭
 
Wahhh si betok jadi penglaris, mantep mantep haha..

Makasih updatenya hu @Purbaya1 sehat selalu dan ditunggu kelanjutannya :)
 
Aku berdiri di pinggir ranjang dengan posisi si betok tegak lurus ke depan sementara mBak Prilly terbaring sambil meringis kesakitan. Kedua telapak mBak Prilly mengusap-usap pinggiran bibir-bibir memeknya yang tipis dan kempes. Sementara liang memeknya sendiri sepertinya berdenyut-denyut dan empot-empotan. Bibir-bibir memek bagian dalamnya yang kemerahan terlihat menyembul sedikit.

"Lihat mbak, ada darahnya." Kataku.

Mbak Prilly bangkit duduk dan memperhatikan kepala si betok dengan cermat. Dia kemudian berdiri dan melangkah meninggalkan ranjang untuk menjumput celana dalamnya yang robek. Belahan memek dan pantatnya tampak jelas ketika dia menungging. Uh, bikin gemas saja. Setelah itu dia berbalik dan membersihkan selaput darah itu dengan celana dalam robeknya.

Sambil membersihkan lapisan darah yang agak lengket itu, dia mengelus-elus batang kontolku dengan lembut.

"Ini... ini selaput dara." Katanya. "Mas... saya baru tahu kalau saya masih perawan."
"Maaf. Sakit kah?" Tanyaku.
"Sakitnya ngilu mas... tapi... tapi... enak." Katanya sambil menunduk. Setelah merasa cukup membersihkan batang si betok, mBak Prilly melipat celana dalamnya dan memasukkannya ke dalam saku roknya.

Dia kemudian berdiri di depanku, mendongakkan wajahnya dan menatapku dengan sepasang matanya yang berair. Tiba-tiba dia memelukku lalu menangis sesenggukkan di dadaku.

Aku membelai rambutnya dengan perasaan aneh.
"Mas boleh pulang malam ini... tapi... tapi..."
"Tapi apa, mBak?"
"Tapi Mas Kasman pulangnya ke rumah mBak ya... mBak... mBak... ingin ditemani dulu barang semalam atau dua malam." Katanya.
"Tapi mBak, saya banyak kerjaan. Rasanya koq berdosa enggak masuk kantor selama 2 hari." Kataku.
"Saya mohon mas..." Katanya sambil terus memelukku. Air matanya membasahi piyama rumah sakit ini yang lucu. "Mas... saya mohon mas... saya juga tahu diri, saya cuma wanita tua yang kesepian mas... tolonglah mas... saya ingin bersama mas malam ini dan esok... saya tidak akan meminta lebih mas... hiks... hiks... hiks... saya mohon..."

Aku menarik nafas panjang dan berat. Kujawil dagunya dan kuangkat. Bibirnya kukecup. Dia membalasnya dengan gairah yang panas dan meluap. Dia bahkan sempat menggigit bibirku saking ganasnya gairahnya.

Aku melepaskan pagutan bibirnya.
"Ya, sudah. Saya mau. Tapi syaratnya..."
"Jangan sebutin syaratnya, mas. Pokoknya Mas Kasman boleh melakukan apa saja di rumah mBak. Apa saja. Yang penting mas ada di rumah, besok saya akan ambil cuti satu minggu."
"Tapi besok kan saya harus kerja, mBak."
"Enggak perlu mas. Saya bisa atur seakan-akan mas masih dirawat di ruang VVIP ini. Satpam mas itu siapa namanya, juga enggak akan tahu. Mas masuknya Senin depan aja. Pokoknya saya kepengin ditemanin... "
"Yo wis lah terserah mBak Pri saja. Saya manut." Kataku.
"Pokoknya Mas tidak akan menyesal, mBak jamin." Katanya dengan wajah sumringah.

***

Aku masih merasa kentang ketika mBak Prilly memanggil Mang Emen dan Juber ke dalam ruangan. Secara ditail dan rinci, mBak Prilly yang memang memiliki kematangan sebagai seorang pimpinan, setelah mengadakan diskusi yang singkat dan padat dengan Mang Emen dan Juber, dia kemudian memberikan perintah secara rinci dan jelas kepada mereka. Sehingga mereka menjadi sangat paham akan tugasnya masing-masing dan segera melaksanakan perintah.

Mang Emen dan Juber kembali ke rumah kontrakan di Cicalengka untuk mengambil barang-barang keperluanku sehari-hari. Sementara Pak Hendra Sanjaya aku suruh pulang dan berjaga seperti biasa di kantor.

Sambil berjalan dengan agak terpincang-pincang, mBak Prilly membawaku pergi meninggalkan kamar rawat inap VVIP Rumah Sakit Umum Emmanulle Nagreg ini, melalui pintu darurat yang terletak di dalam kamar mandi. Dari situ, kami melewati sebuah taman kecil dan menemukan mobil sedan Camry mBak Prilly sudah terparkir, menunggu. Aku tentu saja tidak tahu siapa yang memarkirkan mobil itu di situ, yang jelas, ketika kami memasuki mobil sedan mewah itu, kunci sudah menggantung dan mBak Prilly langsung menstarter mobil. Kemudian mobil pun melaju dengan kecepatan sedang memasuki Jalan Raya Nagreg yang kebetulan lowong. 15 menit kemudian, mobil berbelok ke sebuah jalan desa yang kecil. Sekitar 100 meter kemudian, mobil berhenti di depan pintu gerbang teralis yang sangat tinggi bercat merah.

Pintu gerbang itu dibuka oleh seorang lelaki berusia sekitar 50-an, memakai kaos polos warna biru pudar dan celana pangsi hitam. Lelaki itu juga memakai ikat kepala khas batik Garutan.
"Trimakasih, Mang Oma." Kata mBak Prilly.
"Sama-sama, bu." Jawab lelaki itu.

Mbak Prilly memiliki rumah yang halamannya sangat luas. Untuk menuju garasi, mobil melaju menyusuri jalan aspal yang melingkar, lalu memasuki garasi lewat pintu belakang. Di dalam garasi, ada Pajero double cabin warna hitam terparkir dan sebuah Harley Davidson yang sangat keren.

Aku melirik ke arah Harley Davidson itu.
"Jika mas mau, mas boleh ambil moge itu." Katanya ketika dia tahu aku sejenak memandangi moge yang pernah dalam pikiranku terbersit untuk membelinya. Dia kemudian menggamit tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya lewat pintu yang menghubungkan garasi dengan ruang tengah.
"Entahlah." Jawabku. "Saya tak pernah berpikir memiliki sesuatu barang dari hasil pemberian orang. Apalagi pemberian perempuan."
"Kenapa mas?" Tanyanya sambil mengajakku duduk di sebuah sofa panjang tempat bersantai.

Di depan sofa itu ada sebuah TV LCD yang sangat besar. Ukurannya mungkin sekitar 50 inch dan seperangkat sound system untuk bermain karaoke yang melengkapinya.

"Saya tidak tahu, mBak." Jawabku. "Saya terbiasa memberi, bukan diberi."

Seorang perempuan berusia 50-an yang memakai ciput muncul dari arah ruang makan atau mungkin ruang dapur membawa dua gelas tinggi berisi minuman hangat. Meletakkannya di atas meja di depan sofa.
"Jeruk panas, Bu."
"Makasih, Bi Uti."
"Iya, Bu."

Bi Uti kembali ke ruang dari mana tadi dia muncul dan menghilang di balik dinding.

Aku melemparkan pandanganku ke seluruh ruangan dan mengagumi interior rumahnya yang sederhana dengan warna-warna pastel yang sejuk. Beberapa perabotannya tidak begitu mahal namun memiliki selera estetik yang tinggi.
"Mas Alek yang menata seluruh interior rumah ini." Kata mBak Prilly menjelaskan tanpa diminta. "Semua perabotan, pilihan warna serta tata letak ruangan, dia yang mengaturnya."
"Mas Alek punya selera yang tinggi." Kataku dengan jujur.
"Kami telah menikah selama 18 tahun dan kami bahagia..." mBak Prilly menatapku dengan tatapan yang lembut. "Sebelum peristiwa sore tadi di kamar VVIP, saya menyangka hidup saya sempurna."

Mbak Prilly menjumput gelas jeruknya dan mencucupnya sedikit.
"Masih panas." Katanya. "Saya menyangka sperma yang dikeluarkan ketika pipis, itu dikarenakan rahim saya menolaknya seperti bila seorang perempuan minum pil KB atau dipasang alat kontrasepsi... tapi ternyata bukan. Memang punya mas Alek agak di bawah standar untuk ukuran penis orang kita. Dan saya juga cukup merasa terpuaskan. Mas Alek pun tidak pernah mengeluh. Kami bahagia."

Aku diam. Mendengarkan.
"Saya baru tahu kalau ternyata saya masih perawan."
"Sekarang sudah bukan." Kataku sambil tersenyum.
"Ya, tapi tadi sore masih. Trimakasih Mas sudah merawani mBak." Katanya dengan nada yang tenang. "Sakit. Tapi enak. Sangat nikmat. Belum pernah mBak merasakan nikmatnya ke luar banyak seperti tadi sore."
"Kalau saya masih tanggung, mBak. Tadi belum ke luar." Kataku.
"Maksud, Mas?"

Aku menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.
"Maksud saya..."
"Mas masih pengen?"
"Iya, mBak. Kalau mBak enggak keberatan. Atau jangan-jangan mBak masih sakit itunya."

Mbak Prilly menatapku dengan tatapan yang menurutku sangat aneh. Matanya melotot namun mulutnya melongo.
"Ke... kenapa enggak bilang dari tadi? Kan mBak enggak perlu basa-basi untuk minta dientot... yuk sekarang kita ke kamar." Katanya sambil menarik tanganku. "mBak juga masih gatel sebenernya."

***

Aku merasa agak asing memasuki kamarnya yang sangat luas. Ranjangnya ukuran no 1 jumbo dan mBak Prilly langsung duduk di bibir ranjang, melepaskan rok dan hemnya. Lalu BHnya.
"Buka mas bajunya." Katanya.

Setelah sekian lama tak memakai baju, aku masih merasa nyaman mengenakan kaos lengan pendek dan celana pendek katun yang dibawakan Juber dari rumah ke rumah sakit. Jadi aku agak malas-malasan menelanjangi diriku. Tapi mBak Prilly rupanya kurang begitu sabar, dia menarik celana pendekku beserta celana dalamnya. Dan langsung mengulum si betok.

"Mbak... sshh... sabar..."
"Kontolnya enak mas... gurih." Katanya. Lalu dia menaiki ranjang dan menarik tanganku agar ikut naik. Dia kemudian mendorongku agar rebah.

Ranjangnya nyaman sekali.

"Mas di bawah ya." Katanya sambil meraih batang si betok dan menjilatinya, lalu mengulum dan mengocok-ngocoknya dengan mulut. Aku tentu saja jadi mendesis-desis dibuatnya. Apalagi ketika mBak Prilly mempermainkan gotrinya si betok dengan ujung lidahnya yang hangat dan basah, hadeuh, membuat syaraf-syarafku jadi tidak karuan.
"Aduuh... mbak koq pinter sekali nyepong." Kataku.
"Mbak enggak pinter mas, kontolnya aja yang enak jadinya betah ngisepnya. Udah ya mas... mBak masukin ya?"
"Tapi mbak... mbak belum basah." Kataku.
"Udah koq. Nih!" Katanya sambil memperlihatkan pucuk memeknya yang meneteskan sebutir lendir. Dia lalu berdiri dan mengangkangi tubuhku tepat di bagian selangkangan. "Kalau mBak hamil, mBak akan pindah ke Semarang. Rumah ini beserta sebagian isinya dan moge Harley buat mas semuanya." Dia berkata sambil merengkuh batang si betok dan menempelkan kepalanya ke liang memeknya. "Hamili saya ya mas."
"Iya, mBak."

Clep.

Kepala si betok dijejalkan ke dalam liang memek mBak Prilly yang ternyata memang sudah basah. Ah, terasa hangat.

Blesssssssss....

Mbak Prilly menekan pinggulnya ke bawah secara pelahan-lahan, setelah kepala si betok masuk seluruhnya dengan sempurna dia menariknya sedikit, lalu menekannya lebih dalam. Tarik pelan, masukin lagi lebih dalam. Tarik lagi, masukin lagi.

Sekarang kulihat batang si betok sudah masuk setengahnya. Mbak Prilly mengerang.
"Mmmhhh..." Dia mengeluarkan tenaganya dan menekan terus pinggulnya sehingga mulut memeknya itu pelahan-lahan melahap 3/4 panjang batang si betok.
"Aakhhh... masss... enggak kuat..." Katanya. Dia menggigit bibirnya dan memejamkan matanya. Kepalanya mendongak ke langit-langit kamar yang diterangi lampu gantung antik yang cahayanya terang tapi tak menyilaukan.
"Mmmmmmmmhhhhhhhh..... " Mbak Prilly mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mendorong pinggulnya menekan ke bawah menuju pangkal selangkanganku.

Sllleeeeeeeeebbbbbb.
"Ooughkhhhh... maaaasss.... ndak kuat maaaassssss.... oughkhkhhh...."

Sebelum mulut memeknya melahap seluruh batang si betok, mBak Prilly sudah mengejan dan memuncratkan lendir kenikmatannya.

Srrrrr.... srrrrrr.... crot... crot... lendir yang menyemprot di sela-sela liang memeknya yang tersumbat itu, terasa hangat membasahi 1/5 sisa batang si betok dan pubisku.

"Adddduuuuuhhhhhhh....." Keluhnya. Kedua tangannya yang lurus ke belakang menekan pahaku terasa gemetar. Kedua bukit kembarnya yang bergelayutan itu pun ikut gemetar.
"Sekarang giliran masnya... keluarin mas... mBak udah enggak tahan... adduuuhhh..."

Aku sebetulnya belum ingin ke luar, tapi terpaksa daripada kentang.

Aku pun segera konsentrasi pada hangatnya gigitan liang memek mBak Prilly yang berdenyut-denyut dan semakin kuat, maka dengan terpaksa aku mengejan dan memaksa si betok untuk muntah.

"Euughkhkhh...."

Srrrr... crot... crot... crot.... Akhh... lega rasanya. Walau bukan puncak ledakan erupsi pejuh, namun tetap saja terasa nikmat.

Selama hampir 5 menit mBak Prilly diam tak bergerak, si betok pun ikut diam di dalam gigitan liang memek mBak Prilly, sampai akhirnya mengkerut.

Mbak Prilly pelahan-lahan menarik memeknya dan melepaskan si betok yang kemudian terkulai jatuh di pahaku. Setelah lepas, mBak Prilly lalu merebahkan dirinya di sampingku. Matanya terpejam dan mulutnya tersenyum.
"Okhhh..." Keluhnya.

Aku menoleh ke arah mBak Prilly yang menarik nafas panjang dan dalam. Suara jantungnya kudengar berdetak keras kemudian melemah. Beberapa saat kemudian, nafasnya berbunyi mendesis dan teratur.

Dia ternyenyak dengan wajah tampak damai.
Zzzzz... zzzz,,. zzzzz....

***

(Bersambung)
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd