Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG RIMBA ASMARA

Thema apakah yang paling anda gandrungi dalam Sub Forum Cerita Bersambung ini?

  • Hubungan sedarah atau incest, dengan mama atau saudara kandung

    Votes: 316 17,6%
  • Hubungan setengah baya atau MILF, antara yang muda dengan yang tua

    Votes: 239 13,3%
  • Hubungan sex Cukold, eksib, voyeur, mengintip dan di tempat umum

    Votes: 132 7,3%
  • Hubungan sex di kalangan remaja atau SMU/pesantren/sederajat

    Votes: 99 5,5%
  • Hubungan sex di kos-kosan mahasiswa/mahasiswi

    Votes: 85 4,7%
  • Hubungan sex Perkosaan

    Votes: 46 2,6%
  • Hubungan Sex affair di kalangan bisnis atau antar pegawai kantoran

    Votes: 99 5,5%
  • Hubungan sex dengan Bini Orang

    Votes: 159 8,9%
  • Hubungan sex dengan Laki Orang

    Votes: 16 0,9%
  • Hubungan sex di kalangan selebriti Indonesia

    Votes: 80 4,5%
  • Hubungan sex di pedesaan/ di perkampungan

    Votes: 88 4,9%
  • Hubungan sex dengan wanita berhijap/kerudung

    Votes: 332 18,5%
  • Hubungan sex romantis

    Votes: 62 3,5%
  • Scandal sex para politisi atau pejabat

    Votes: 19 1,1%
  • Hubungan sex lesbian/gay

    Votes: 16 0,9%
  • Hubungan sex lainnya

    Votes: 8 0,4%

  • Total voters
    1.796
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Semangat hu semangat Hhahahahaa kau pasti berhasil.. Ajak aku sesekali lah kawan berpetualang ekwkwkwkwkwkanslahekwkw
 
Hallo... hallooo...
siji loro telu...
jajal... jajal.. jajal...

Pengumuman
ditujuken kepada para reader dan silent reader yang belom mengcasting vote
mohon untuk segera memvote, berhubung polling sebentar lagi akan berakhir

demikian pengumuman ini
biar TS tambah sumanget menerusken lanjutan ceritanya...

Terimakasih tengkyiu matur nuwun atas perhatiannya
dan kesediaannya mengcasting vote.

Ciao.
 
Irama musik gamelan itu semakin lama semakin cepat dan semakin melenakan. Membuatku menjadi setengah gila terbawa irama dan hentakan-hentakan kendang. Gerakan-gerakan pinggul dan pantat ke dua penari itu pun semakin pental pentul. Menggoda si betok yang semakin lama semakin melotot mata satunya.

Pada suatu hentakan irama kendang, Sumi menunggingiku dengan belahan pantat dan memeknya yang menggoda, pada saat itu, bersamaan dengan si betok memukul pertengahan liang memek Sumi yang monyong, pada saat itu juga bunyi gong kecil, gong besar dan kendang secara bersamaan memberi gebrakan. Seakan-akan kepala si betok yang mulai beringas itu mengikuti irama dengan tepat sesuai dengan pukulan nada.

Begitu kepala si betok membentur belahan monyong itu, sebuah cipratan muncrat ke luar dari liang memek itu.
"Aduh! Enak mas!" Seru Sumi. Dia hendak menyorongkan tunggingan pantatnya agar si betok masuk menyelam ke dalam liang itu, tapi aku segera meloncat menghindar. Menari lagi mengikuti irama musik yang menghentak-hentak.

Sumi terkecoh dan wajahnya merana.

Tiba-tiba Nuri bergerak, masuk ke tengah di antara aku dan Sumi. Pantat Nuri yang melenting tajam memantul, menabrak pantat semok Sumi sehingga tubuh Sumi terpental.

Sumi terhuyung-huyung sejenak lalu dia memasang kuda-kuda tariannya dan menari lagi. Sementara itu Nuri menari dengan memental-mentulkan pantatnya dengan ke dua kaki terbuka lebar, dia menghadapiku sejarak 15 centimeter dan bibir-bibir memeknya yang merekah melahap batang si betok dan menggosok-gosokkannya dengan irama goyangannya.

Kedua susunya yang tocil dan mancung itu berdenyar-denyar. Bibirnya tersenyum dan matanya sangat genit memintaku untuk mencoblos memeknya.

Aku dalam keadaan setengah gila.

Hentakan kendang itu membuat si betok ikut-ikutan setengah gila. Dia meraung melepaskan diri dari kuluman bibir memek Nuri yang hangat dan basah, lalu dengan nakal mengikuti irama kendang memukul-mukul itil Nuri yang menegak bagaikan ulat bulu.

Kontan saat itu, itil Nuri bagai dipalu-palu oleh palu kenikmatan dan langsung memuncratkan lendir hijau yang memancur kental.
"Aduh, Mas. Aduh, Mas. Adudududuhh... enaaaakkkk..."

Begitu Nuri hendak memaksakan diri mencaplok si betok dengan memeknya, aku menghindar dan menari-nari lagi mengikuti irama musik.

Kulihat dengan jelas bagaimana ekspresi wajah Nuri cemberut dan kecewa. Dia lalu mencoba mendekatiku lagi namun Sumi tiba-tiba datang menghadang. Begitu Sumi berada di depanku, aku segera mencolok-colok itil Sumi yang gemuk dengan kepala si Betok... Dia langsung kedanan. Aku segera menghindar dan mendekati Nuri. Nuri merasa senang. Tapi Sumi masih penasaran dan mendekatiku. Dengan cerdik aku menghindar, sehingga Sumi yang memonyongkan memeknya justru mengenai puting Susu Nuri yang mengeras dan mancung.

Jleb.

Puting susu Nuri mengewe memek Sumi. Suara musik semakin kencang dan gegap, aku meloncat ke pinggir ruangan dan terengah. Kulihat kedua gadis itu melakukan tarian brutal saling mengewe satu sama lain seperti lesbian.

Tiba-tiba mereka mendapatkan puncaknya secara bersamaan. Sebuah ledakan lendir hijau meletup seperti letupan bom molotov.

Aku terlontar oleh ledakan yang sangat keras itu. Seperti tiba-tiba, ruangan rumah berputar dengan cepat lalu terlontar jauh ke langit. Suara musik hilang. Aku jatuh terduduk di atas sebuah dahan pohon yang tumbang.

Rumah itu menghilang. Demikian juga dengan kedua gadis itu. Kudengar suara gemerisik yang keras. Tampak olehku barisan bambu-bambu itu bergeser sehingga jalan setapak itu kini terbuka.
"Ah, ternyata mereka adalah penunggu pintu pertama." Kataku dalam hati. Aku menarik nafas dalam-dalam dengan tenang. Kuatur pernafasan agar tubuhku mendapatkan kekuatannya kembali.

Setelah tenang, aku mencari-cari pakaianku. Tapi tidak kutemukan yang ada hanya sepatu kulitku. Aku hampir putus asa dan berniat meneruskan perjalanan dengan telanjang. Namun ketika aku meraih ransel bambu itu, kutemukan celana pendek dan celana dalamku ada di dalam sana.

Lumayan. Setidaknya aku tidak terlalu bugil dalam melanjutkan perjalanan.

***

Aku melangkah meneruskan perjalanan. Di sepanjang perjalanan, aku memetik berbagai buah-buahan yang tumbuh di kanan kiriku. Sambil berjalan, aku memakan buah-buahan itu untuk mengisi perutku yang hanya sarapan dengan 7 buah Maja.

Di sepanjang perjalana itu pun aku memunguti kerikil bening yang berwarna-warni. Ada yang merah, hijau, kuning, biru dan bahkan yang berwarna hitam.

Langkah akhirnya membawaku pada suatu lapangan rumput yang luasnya kira-kira seluas lapangan volley ball. Di ujung lapangan ada sebuah gapura dengan pintu tertutup, di pinggir gapura itu duduk seorang gadis kecil seumuran abg mengenakan kebaya ditemani seekor kucing hutan yang berbulu lebat.

Ketika aku memasuki lapangan rumput itu, seorang kakek yang memegang tongkat dan tengah duduk di atas batu, menegurku. Semula aku menyangka kakek tua itu bukan manusia.
"Hey, mau kemana?" Tanya kakek tua itu. Aku menoleh ke arahnya dengan setengah terkejut, mataku yang telah tajam ini hampir saja gagal mendeteksi kehadirannya.
"Owh, kakek yang baik. Saya mau pergi ke curug."
"Kau tidak bisa pergi ke sana, pintu itu tertutup untuk siapa saja." Kata Kakek itu.
"Ah, masa Kek?"
"Kau tidak akan bisa memaksa membuka pintunya, kau takkan kuat." Kata Si Kakek.
"Akan kucoba." Kataku.

Aku mendekati pintu itu dan mendorongnya. Tetapi pintu itu sangat kuat dan sama sekali bergeming tak bergerak. Aku mencoba berkali-kali dan gagal. Selama aku melakukan percobaan pembukaan pintu itu, si gadis abg dan si kucing, diam bergeming tak bergerak juga tidak acuh sama sekali.

Kakek itu menatapku sedih.

"Pintu itu hanya bisa dibuka jika gadis itu bergerak karena lucu dan bergerak karena marah secara beruntun. Aku sudah menunggu di sini selama 77 purnama dan tak bisa menemukan caranya, sehingga selama itu aku tidak bisa melaksanakan tugasku sebagai penunggu pintu ke 3." Kata Kakek itu dengan sedih.
"Owh. Kakek penunggu pintu ke 3 ya?"
"Iya, Cu. Jika pintu kedua itu bisa terbuka, kita bisa masuk dan kau akan bisa melalui pintu ke 3 yang akan kubukakan dengan senang hati."
"Baiklah, Kek. Saya akan mencoba sekali lagi." Kataku.

Aku kemudian diam. Berpikir. Tiba-tiba aku mendapat ide.

"Kek, ikut di belakangku. Siap-siap untuk masuk ke pintu ke 2." Kataku. Meskipun wajah si kakek tampak tidak percaya, namun dia mengikutiku juga.

Aku mendekati gadis abg itu bersama kucingnya. Kutatap matanya yang tak acuh memandangiku. Aku memasang muka sedih termehek-mehek di depan gadis abg itu. Lalu berjalan pelahan mendekati kucing yang duduk tenang di samping si gadis abg itu.

Aku berlutut di depan si kucing.
"Oh, ayah. Betapa lamanya aku merindukan pertemuan ini. Ayah, berpuluh-puluh purnama aku mencari-cari dirimu, sekarang baru kutemukan kau. Tapi mengapa kau diam ayah? Ayah... dengarlah jerian hatiku yang rindu akan kehadiranmu... ayah... uhuks... huks..."

Si Gadis abg itu melirik ke arahku yang serius mengaku si kucing sebagai ayah. Si Gadis abg itu merasa geli dan tertawa terbahak-bahak. Terlihat gigi-giginya yang hitam dan jelek. Setelah si gadis abg tertawa, pintu gapura bergerak sedikit.

Gadis abg itu menghentikan tawanya ketika aku mendekatinya dan memeluk kakinya yang dibungkus kain.
"Ibu! Jangan tertawa ibu. Aku selama ini mencari-carimu. 77 purnama kucari engkau sekarang ada di sini malah tertawa-tawa... ibu... oh ibu..."

Si gadis abg itu melotot. Dia sangat gusar dan mengemplang kepalaku.
"Jangan kurang ajar hey orang asing, mana mungkin aku ini ibumu." Katanya dengan suara yang sangat keras dan melengking.

Begitu gadis abg itu marah-marah karena gusar, pintu gapura mendadak terbuka dengan sangat lebar. Aku segera menarik tangan kakek tua itu dan cepat-cepat memasuki pintu itu. Begitu kami masuk, pintu itu menutup dengan cara membanting dan mengeluarkan suara yang sangat keras.

Blam!!! Jegerrrr!!! Blam!!!

***

Kakek tua itu masih tertawa-tawa karena gembira sudah bisa melewati pintu ke dua yang tertutup selama 77 purnama dan juga karena merasa geli akan tingkah yang kulakukan. Sambil melangkah, dia terkekeh-kekeh dan menari-nari seperti anak kecil. Dia bertingkah seperti bocah tua nakal dan menceritakan pengalaman hidupnya yang sudah berumur 777 purnama.

Dia menceritakan kesukaannya mabuk-mabukan dengan menyedot-nyedot cairan buah lapo. Aku tersenyum saja dan berpikir untuk secepatnya tiba di pintu ke 3.

Kami berjalan bersama dengan gembira. Ketika melalui sebuah kelokan jalan setapak, si kakek tua berhenti dan tersenyum memandang sebuah pohon yang sangat tinggi menjulang seperti pohon kelapa. Kuperkirakan tingginya sekitar 15 meter.
"Itu pohon Lapo. Itu pohon Lapo. Itu pohon Lapo!" Katanya sambil berjingkrak-jingkrak gembira. Dia mencium kepalaku lalu meloncat terbang menuju ujung tertinggi pohon itu di mana terdapat buahnya yang kecil mirip buah mangga.
"Hey, cucuku! Tolong tangkapin!" Katanya sambil melemparkan buah Lapo itu ke arahku. Aku segera menangkapnya dan memasukkannya ke dalam ransel keranjang bambu. Sampai akhirnya buah Lapo itu menggunung memenuhi ransel anyaman bambu.
"Habisssss!" Teriak si Kakek sambil meloncat dari atas pohon dengan gaya salto. Dan berhenti dengan tongkat menancap persis 50 cm di depanku. "He he he... aku bahagia. Persediaan lapo seumur hidupku. Terimakasih cucuku, kau telah membuatku bahagia." Katanya sambil melubangi pantat buah Lapo itu dengan satu jari telunjuknya.

Dari lubang yang dicolok dengan jarinya itu, kemudian si kakek tua itu menyedot dengan mulutnya cairan yang ada di dalam buah itu.
"Huaha ha ha... segarrrrr... nikmaattt..." Katanya. Wajahnya yang semula pucat berubah menjadi kemerahan.
"Ayo Kek, kita lanjutkan perjalanan." Kataku.
"Ayo ayo ayo." Katanya sambil melangkah mendahuluiku. Dia berjalan dengan berputar-putar sambil sekali-sekali menyedot buah Lapo itu.

Dia bersenandung dan bernyanyi dengan lirik yang sangat aneh di telingaku.
"Aku adalah bidadari berpenis. Aku adalah bidadari berpenis... tra la la la... " Katanya. Dari gelagatnya, si bocah tua nakal yang sangat periang ini tentu sedang mabok.

***
(Bersambung)
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd