Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG RIMBA ASMARA

Thema apakah yang paling anda gandrungi dalam Sub Forum Cerita Bersambung ini?

  • Hubungan sedarah atau incest, dengan mama atau saudara kandung

    Votes: 316 17,6%
  • Hubungan setengah baya atau MILF, antara yang muda dengan yang tua

    Votes: 239 13,3%
  • Hubungan sex Cukold, eksib, voyeur, mengintip dan di tempat umum

    Votes: 132 7,3%
  • Hubungan sex di kalangan remaja atau SMU/pesantren/sederajat

    Votes: 99 5,5%
  • Hubungan sex di kos-kosan mahasiswa/mahasiswi

    Votes: 85 4,7%
  • Hubungan sex Perkosaan

    Votes: 46 2,6%
  • Hubungan Sex affair di kalangan bisnis atau antar pegawai kantoran

    Votes: 99 5,5%
  • Hubungan sex dengan Bini Orang

    Votes: 159 8,9%
  • Hubungan sex dengan Laki Orang

    Votes: 16 0,9%
  • Hubungan sex di kalangan selebriti Indonesia

    Votes: 80 4,5%
  • Hubungan sex di pedesaan/ di perkampungan

    Votes: 88 4,9%
  • Hubungan sex dengan wanita berhijap/kerudung

    Votes: 332 18,5%
  • Hubungan sex romantis

    Votes: 62 3,5%
  • Scandal sex para politisi atau pejabat

    Votes: 19 1,1%
  • Hubungan sex lesbian/gay

    Votes: 16 0,9%
  • Hubungan sex lainnya

    Votes: 8 0,4%

  • Total voters
    1.796
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bagus ceritanya. Ijin ikut meramaikan perkomenan ya suhu

Semoga lancar selalu RL nya
 
Absen dulu ah , skalian ingetin pengarang nya kalo fans nya sdh ngga kuattttttttt nih ..
 
Icih melepaskan sandal jepitnya di tangga papan dua undak yang langsung menuju pintu masuk, aku meletakkan sepatuku di sisi sandal Icih.
"Aa, lepasin kaos kakinya ya?" Kata Icih.
"Iya. Icih juga lepasin kerudungnya." Kataku sambil menarik kerudung yang berbentuk selendang itu. "Eh, Icih teh cantik sekali."
"Ah, Aa mah. Biasa aja Icih mah enggak cantik." Jawabnya sambil menunduk malu.
"Icih usianya berapa tahun?"
"Sekarang jalan 19 tahun, A."
"Aa juga sama 19 tahun."

Icih terkikik.

"Aa bohong. Masa Aa umurnya 19 tahun?" Dia menatapku. Sepasang matanya jernih. Icih memiliki hidung yang bangir dan bibir yang sensual. Rambutnya ikal dan kulitnya kuning langsat, seperti warna kuning pias pada buah pisang (bukan kulit pisang). Walau giginya agak kuning, tapi bersih. Tanda bahwa dia rajin menggosok gigi.
"Berapa atuh usia Aa menurut Icih?"
"Mmmm... kira-kira 25 tahun. Bener enggak?"
"Tepat sekali, kamu pinteerrr." Kataku. "Tapi... walau pun Aa berumur 25 tahun..."
"Tapi apa, A?"
"Tapi Aa belum menikah. Jadi belum banyak pengalaman."
"Aa belum pernah punya pacar?"
"Pernah."
"Terus?"
"Ya...Begitulah." Kataku. "Kalau Icih menikah sudah berapa lama?"
"Sebetulnya, kalau lamanya sih paling 6 bulan, A. Setelah itu Kang Dedi pergi ke Jakarta jadi kuli bangunan, ikut kakaknya. Tapi Kang Dedi pulang tinggal nama."
"Icih sedih?"

Dia mengangguk. Aku membelai rambutnya yang ikal sedang. Panjangnya sebahu.
"Icih tau mengapa sekarang kita berada di sini berdua?"
"Iya, A. Icih tau." Katanya dengan suara berbisik.
"Aa malah tidak tau akan seperti ini... apakah Icih... mau?"
"Kalau Aa sendiri mau enggak?" Katanya, dia lalu menunduk. "Icih ini jelek."

Aku mengangkat dagunya.
"Tidak, Icih, kamu cantik. Aa suka sama Icih."
"Aa suka apanya dari Icih?"
"Hidungnya. Hidung Icih bangir." Kataku.

Icih tersenyum malu.
"Masa A?"
"Iya." Kataku sambil menowel cuping hidungnya dengan ujung jariku. "Icih suka enggak sama Aa?"
"Suka."
"Suka apanya?"
"Senyumnya. Senyum Aa manis."
"Makasiiiih." Kataku. "Seumur hidup Aa, baru Icih yang mengatakan kalau senyum Aa manis."

Kami saling berbagi senyum.

"Benarkah Aa belum punya pengalaman?" Dia bertanya dan menatapku langsung di mata. Aku menerima tatapan matanya dan aku ingin mengatakan sejujurnya siapa aku yang sebenarnya.
"Maksudnya pengalaman apa?" Tanyaku.
"M - e - n - i - k - a - h... " Bisik Icih.
"Kalau menikah tentu saja belum. Kan Aa masih bujangan, kalau enggak percaya boleh nih lihat KTP Aa." Kataku.
"Maksud Icih bukan itu... pengalaman itu..."
"Itu apa?" Bisikku.

Icih menatapku lagi. Kali ini dia memegang tanganku dan membawanya ke dadanya. Duh, dadanya kenyal dan lembut dari balik kebaya brokat dan BHnya.
"Ini." Bisik Icih. "Megang ini."
"Pernah." Bisikku.
"Apakah ke sini juga?" Bisiknya. Dia lalu menuntun tanganku ke tengah-tengah di antara selangkangannya yang terbalut kain samping.
"Pernah juga."
"Sungguh?"

Aku mengangguk.
"Berarti Aa sudah pernah pengalaman."
"Memang." Kataku, pelahan.
"Tadi katanya belum."
"Pengalaman nikah yang belum, kan masih bujangan."
"Sebelumnya, Aa tadi bilang belum pengalaman."
"Icih salah dengar. Tadi Aa bilang belum banyak pengalaman. Bukan belum pengalaman."
"Berarti pernah merasakan?"
"Merasakan apa?"
"Itunya masuk ke dalam." Kata Icih dengan berbisik.
"Itunya apa? Ke dalam apa?" Aku bertahan dengan kepura-puraanku.

Icih sekarang menatapku dengan serius.
"Aa... Icih pernah lihat punya Kang Dedi... apakah Aa pernah lihat punya pacarnya?"
"Lihat apanya?" Aku mendekatkan mulutku ke telinga Icih. "Jawab ya yang jelas."
"Memeknya." Bisik Icih.
"Pernah." Jawabku. "Icih pernah lihat kontol?"
"Pernah. Kan tadi sudah dibilang pernah lihat punya Kang Dedi."
"Kalau punya yang lain?"
"Belum." Bisik Icih.
"Kalau nonton film porno pernah?"
"Pernah. Orang barat dan negro. Gede sekali." Icih berkata pelahan.
"Kalau kontol Kang Dedi gede apa kecil?"
"Sedang."
"Mau lihat kontol yang mirip orang barat atau negro?"
"Di mana?"
"Di sini." Kataku sambil menuntun tangannya ke selangkanganku. "Pegang."
"Aa..." Kata Icih sambil memegang batang kontolku dari luar celana. "Icih mau."
"Mau apa?" Tanyaku.
"Mau ewean sama Aa."
"Ewean?"
"Iya Aa. Ewean."
"Yuk atuh." Kataku.
"Aa lepasin dulu semua baju dan celananya biar telanjang."
"Icih juga atuh lepasin semua kebaya dan kain sampingnya, biar sama-sama telanjang."
"Hayu sama-sama bebarengan."
"Hayu."

Kami berdiri saling berhadapan, melepaskan pakaian kami masing-masing.

Icih tidak begitu tinggi, entah berapa centi tingginya. Tapi daguku persis tepat di atas ubun-ubun kepalanya. Kulihat belahan rambutnya ketika dia menunduk melihat batang kontolku.
"Aa... ini ada leuncanya... berjajar tiga..."
"Itu bukan leunca Icih."
"Punya Aa besar sekali." Katanya. "Kalau enggak masuk gimana?"
"Masa enggak masuk?"
"Dipegang ya A, boleh kan?"
"Boleh."
"Kontol Aa lembut... batangnya keras dan lembut."

Tangan Icih menggenggam batang kontolku.
"Panas, A."
"Apanya?"
"Batang kontolnya."
"Ah, masa?"
"Iya." Katanya. "Aa... nanti kalau sudah masuk, keluarin pejuhnya di dalam ya."
"Jangan, Icih. Nanti kamu hamil."
"Icih pengen hamil. Pengen punya anak."
"Tapi..."
"Aa jangan khawatir Icih minta pertanggungjawaban. Abah sudah bilang dari kemarin, kalau Icih beruntung bisa diewe sama Aa, pejuhnya jangan sampai pecah di luar, harus di dalem."
"Kalau kamu hamil terus punya anak, Aa dikasih tahu enggak?"
"Ya itu mah gimana nanti."
"Kamu pernah ewean sama Kang Dedi... rasanya gimana?"
"Rasanya enak A. Kalau sama Aa sekarang, Icih belum tahu rasanya. Eh, Aa ini kontolnya udah bangun... iih lucu sekali Aa... kontol Aa lucu."
"Lucu apanya?"
"Kayak ular naga Aa... eh, lebih mirip ikan betok."
"Ikan betok?"
"Iya Aa, ikan betok."
"Icih eweannya mau kayak gimana? Mau sambil berdiri atau sambil tiduran?"
"Berdiri, A. Jangan sambil tiduran."
"Icih, boleh Aa lihat memeknya?"
"Boleh Aa. Tapi Aa harus jongkok."

Aku pun berjongkok, persis di depan memeknya. Hm, belahan coklatnya menggurat di tengah-tengah huruf V-nya yang menggunduk seperti kue serabi yang tembem. Tak ada bulu jembut di situ. Memek janda desa berusia 19 ini memang sangat cantik dan masih murni. Sangat berbeda dengan Memek Grace yang sudah agak dower walaupun Grace masih gadis dan belum menikah. Mungkin bentuk memek Icih mirip dengan memek Bu Nita, sayangnya kalau memek Bu Nita sudah agak keriput.

"Sudah A, jangan dilihatin terus." Kata Icih.

Aku pun berdiri. Icih mendongak menatapku. Kedua tangannya seperti ragu merangkul pundakku. Agar dia yakin dan percaya diri, aku meraih pinggulnya dan meremas buah pantatnya. Kulihat bibirnya tersenyum. Aku menunduk untuk menemukan bibirnya dan menarik pantatnya ke atas. Dia menjijint dan aku bisa menemukan bibirnya.

Kami berciuman. Bibirnya yang tanpa lipstik itu sangat lezat. Kami saling berpagut dan saling bertukar lidah. Kontolku bangkit bukan karena dihimpit oleh daerah di bawah sekitar dadanya yang merapat ke tubuhku tapi juga oleh hasratku yang merayap naik.

Aku benar-benar menikmati bibirnya yang lembut dan hangat serta cuping hidungnya yang menyentuh pada hidungku dan merasa belum cukup, ketika Icih melepaskan diri dan menggelosor turun untuk mengemut kontolku yang besar dan panjangnya sejengkal tanganku.

Dia mengemutnya sedikit, mungkin hanya seperempatnya saja. Dia lalu membasahi kontolku dengan air ludahnya dan segera berdiri menghadapiku.
"Masukin A sekarang."
"Jangan." Kataku. Wajah Icih langsung terlihat kecewa. "Memekmu belum basah, nanti kamu sakit. Biar Aa jilat dulu ya?" Kataku.
"Jangan." Bisiknya. "Ewe aja langsung, A." Kata Icih. "Sambil berdiri."
"Tapi kamu pendek, susah Aa memasukkannya. Sambil tiduran aja ya."
"Jangan A, harus sambil berdiri."
"Kenapa begitu?"
"Tunggu sebentar, Icih ke dapur dulu." Katanya. Dia tak mempedulikan aku. Dalam keadaan bugil dia melangkah ke ruangan lain dan kembali lagi dengan membawa dua bangku pendek, yang mirip dengan bangku untuk duduk tukang serabi.

Icih menjajarkan kedua bangku pendek itu dengan jarak sekitar 60 cm. Dia kemudian menaiki bangku itu. Masing-masing kakinya menginjak satu bangku.

Dia berdiri mengangkang di depanku. Jadi agak tinggi. Gurat memeknya yang kecoklatan itu masih terlihat rapat.

Icih menarik tanganku lalu meraih kontolku dan menggores-goreskannya pada belahan memeknya.
"Mmmhhh, enak A." Katanya. Dia menggenggam batang kontolku di arah dekat pelir sehingga sebagian batang kontolku dekat kepalanya yang bebentuk seperti helm jerman tersisa beberapa senti dan tiga bentol setengah kelereng yang berbaris rapi itu pun tak terganggu. Icih menggosok-gosokkan kepala kontolku ke belahan memeknya dengan cara menggoyang-goyangkannya ke atas dan ke bawah
"Memek kamu jadi basah." Kataku sambil melihat bagaimana Icih melakukan penggosokkan itu dengan gesit.
"Iya A, enak sih. Tuh lendirnya ke luar...ah... digosok-gosok aja udah enak apalagi diewe... iiihhhkkk..." Icih mencoba mencelup-celupkan kepala kontolku ke dalam liang memeknya yang masih rapat.

Karena Icih yang bergerak aktif, aku hanya bisa bertolak pinggang sambil mencondongkan bagian tengah selangkanganku ke arah selangkangan Icih yang membuka lebar.

"Ih... ih... ih..." Katanya gemas sambil terus mencelup-celupkan kepala kontolku ke dalam liang memeknya. Setelah usahanya yang cukup keras itu, akhirnya kepala kontolku masuk mencelup ke dalam liang memeknya. "Aahh... lihat A sudah masuk."
"Enak enggak, Cih?"
"Enak A. Apalagi kalau sama Aa didorong ke dalem, pasti lebih enak."

Aku lalu meraih pinggulnya dan sambil mendorong kontolku aku juga menarik pinggul Icih.
"Uuuuhhh.... enaaakkk... Aa... enak. Terus A masukin semuanya."
"Iya ini juga lagi ditekan... memeknya koq rapet banget sih."
"Tarik dulu A... tarik dulu... Icih mau lihat lendirnya nempel enggak di batang kontol Aa."

Aku pun menarik kontolku ke luar dari kuluman memek Icih.
"Eh, iya A, lendirnya banyak..."
"Enak enggak?"
"Enak."
"Masukin lagi ya?"
"Heu euh...ah... ah.. ah..."

Aku mendorong kontolku dan menariknya lagi walau belum full masuk semuanya. Aku menggenjot dan melihat bagaimana bibir-bibir memek bagian dalam itu terbeliak-beliak.
"Terus A, yang dalem dulu, baru digenjot."

Aku menekan kontolku dengan kuat dan mencoba memasukkan semuanya tapi kayaknya sudah mentok.
"Kayaknya sudah mentok." Kataku.
"Belum A, coba tekan terus.... dorong A..." Kata Icih sambil memperhatikan bagaimana batang kontolku memasuki liang memeknya.

Icih kemudian meraih pantatku dan menariknya, membantuku untuk menyusupkan seluruh batang kontolku masuk ke dalam liang memeknya. Kami saling tarik dan saling ekan.
"Nah... Aa, ini bisa. Uh uh uh... kontolnya berasa banget A... peluk A sekarang peluk." Kata Icih.

Aku memeluknya sebagaimana dia juga memelukku. Erat sekali.

Dia mendongak dan bibirnya tersenyum. Matanya bercahaya.
"Genjot ya." Kataku.
"Jangan A, tunggu sebentar lagi... Aa pasti enak."

Beberapa saat kemudian, entah bagaimana Icih melakukannya, dalam keadaan kami berpelukan erat dan sangat kuat, tiba-tiba saja dinding-dinding otot daging di bagian dalam memek Icih seperti bergerak-gerak, mengocok-ngocok kontolku yang terpendam. Mula-mula pelahan, lama-lama semakin cepat.
"Oh... Icih... Icih... ahk... ahk... ahk..." Aku merasa sangat luar biasa sekali dikocok-kocok oleh bagian dalam memek Icih, rasanya seratus kali lebih enak daripada dikocok dengan mulut.

Icih tersenyum senang.
"Enak ya A?"
"Icih...icihhh...iciiiihhhhhh..... arrrrggghhhh...." Aku sungguh tak kuasa menahan sedotan memek Icih yang lembut, hangat dan kuat.

Crot.... srrrr.... crot.... crot.... srrrrr...crot.... pejuhku muncrat di dalam kuluman memek Icih.
"Oh ya ampun... akhhh.... arghhh...."

Srrrr.... crot...crot...crot.... srrrr...

Bagaimana bisa aku ngecrot dua kali?

Icih mengikik senang.
"Aa kelihatannya enak ngeluarin pejuhnya." Kata Icih. "Aa memang belum banyak pengalaman. Jadi ngcerotnya cepet. Tapi Icih puas koq. Enak."
"Tapi... tapi biasanya Aa kuat lama... tapi kenapa sekarang kalah ya? Aduuuuhhh Iciihh enak sekali memeknya. Memek kamu luar biasa."
"Kontol Aa juga luar biasa, berasa banget masuknya. Apalagi bentol-bentol leuncanya... tunggu A, jangan dilepasin dulu. Biarin dulu sebentar lagi... Sampai kontol Aa mengecil, ini masih anget, masih enak memek Icih disumbat sama kontol Aa."
"Iya, Icih. Sampai kontol Aa benar-benarmengecil ya."
"Heu euh." Kata Icih.

Sambil menunggu kontolku mengecil, kami berpelukan dan berciuman. Akhirnya, setelah mengecil, aku menarik kontolku sehingga lepas dari kuluman mulut memek Icih.

***

Setelah mengenakan pakaian, aku mengeluarkan kartu nomorku dari HP lamaku dan memasukkannya ke dalam HP baruku. HP lama kuberikan kepada Icih yang diterimanya dengan sangat gembira. Soalnya, Icih sudah lama menginginkan memiliki HP android dengan OS yang tak terlalu jadul. HP lamaku OSnya Lolipop, lebih dari cukup. Kata Icih.

Ketika ke luar dari rumah panggung itu, ternyata beberapa orang saudara-saudaranya Icih, sedang berkerumun di sekitar rumah. Mereka memandangi aku dan Icih sambil dihiasi dengan senyum simpul pertanda ikut merasa bahagia.

Icih mengantarku sampai mulut gang dan mobil sudah dipanaskan oleh Mang Emen. Sebelum masuk mobil, Icih menyempatkan dirinya memelukku dengan erat. Lalu menciumku mesra di bibir.

Kulihat wajah Mang Kemed demikian sumringah.

***

Jam menunjukkan sudah pukul 14.17 ketika mobil melaju menuju curug Neglasari. Mang Kanta duduk di depan, sedangkan aku duduk di tengah-tengah Kang Ojang dan Mang Kemed di kursi belakang. Mereka memperkirakan, kami akan sampai di lokasi Curug sekitar jam 15.30.

Sesuai dengan arahan Eyang Suta, mereka akan mengawal seluruh prosesi pengamblan air curug dari awal sampai selesai. Dari pembicaraan selama di perjalanan, aku mengetahui bahwa yang paling berkepentingan aku menyelesaikan prosesi ini adalah Mang Kemed. Sebab, kalau aku sampai gagal, apalagi sampai kehilangan nyawa dalam prosesi pengambilan air ini, keberkahan persenggamaanku dengan Icih akan hilang. Icih juga akan ikut mati jika aku kehilangan nyawa.
"Masa sampai kehilangan nyawa, Mang?" Tanyaku sedikit terkejut.
"Iya, Den. Soalnya curug ini langsung terhubung ke laut selatan." Kata Mang Kemed. "Begitu Aden nanti masuk ke curug, aura aden langsung tercium oleh nyai ratu."
"Benarkah?"
"Ya, benar. Pokoknya Aden harus kuat dan tabah. Kami bertiga dan Pak Emen hanya bertugas agar raga Aden tidak terbawa ke laut selatan. Tapi pertarungan yang sesungguhnya, Adenlah yang menjalani."

Aku terdiam. Benarkah? Tanyaku dalam hati.

***

Kami tiba di lokasi curug yang bisa dimasuki mobil lebih cepat beberapa menit dari yang diperkirakan. 2 orang petugas pintu loket masuk lokasi wisata ini masih ada, sedang menanak nasi liwet. Kedua orang tersebut sangat bersikap hormat kepada Mang Kanta, Mang Kemed dan Ojang. Mereka berjanji tidak akan pulang sampai kami selesai dan menunggui mobil.

Kami berjalan kaki selama kurang lebih 25 menit untuk mencapai lokasi curug. Udara sore itu demikian dingin walau pun matahari masih bersinar terang. Tapi aku menggigil bukan oleh udara dingin. Bukit tebing tinggi yang menghamparkan 7 undak curug itu, seperti berubah menjadi raksasa yang akan melumat tubuhku hidup-hidup.

Tidak ada lagi para wisatawan lokal yang tersisa di kolam curug paling bawah atau yang ke tujuh. Sejak siang-siang mereka sudah pergi. Dan tak pernah ada wisatawan lokal yang berani masuk ke area curug di atas jam 14.00.

Aku melucuti pakaianku dan menyisakan celana pendek dan celana dalam. Lalu memeluk kendi yang tutupnya dipegang oleh Mang Emen.
"Semuanya, Den. Jangan disisakan." Kata Mang Kanta.
"Semuanya?" Tanyaku dengan heran.

Mang Emen, Mang Kanta, Mang Kemed dan Ojang serentak mengangguk. Aku menarik nafas panjang dan melepaskan semua celanaku. Begitu bugil, Kang Ojang langsung bersiul. Dia ditegur oleh Mang Kemed yang tersenyum simpul.

Sambil memeluk kendi, aku melangkah memasuki kolam di bawah curug. Rasa dingin dari tempiasan air curug dan hembusan angin, membuat pori-pori seluruh tubuhku berdiri. Mereka berempat mengikutiku dari belakang.

Tiba di bawah curahan air terjun, air kolam setinggi pinggang itu seperti bergoyang-goyang. Dan aku seperti limbung. Seperti berada di geladak kapal yang bertahan dari terjangan ombak.

Tak ada rasa pedih atau pedas dari curahan air terjun yang cukup keras itu. Tak ada rasa sakit. Di bawah siraman air terjun, aku bisa melihat jelas batu-batu cadas yang membentuk bukit ini. Tampak lembab dan berlumut.

Di bawah gumpalan batu-batu cadas yang besar itu, ada sebuah ceruk yang agak dalam. Ceruk itu berwarna hitam karena tidak mendapatkan cahaya matahari. Aku merasa aneh, ceruk itu tiba-tiba membesar dan membentuk sebuah lingkaran yang semakin lama semakin besar. Membentuk menjadi semacam lorong gua.

Lorong gua itu semakin membesar, semakin besar dan semakin besar. Lalu sebuah cahaya menyilaukan membutakan mataku. Aku memejamkan mata untuk menetralisir rasa pedih akibat silau itu. Lalu kurasakan tangan, tubuh dan kakiku menjadi ringan. Ringan sekali. Sehingga aku merasa aku bisa terbang.

Rasanya aku memang sedang terbang.

Ketika aku membuka mataku, seketika aku merasa takjub dengan pemandangan yang ada di sekelilingku.

Ternyata aku sedang berada di tengah-tengah keramaian pasar!

***
(Bersambung)
 
"Rasanya enak A. Kalau sama Aa sekarang, Icih belum tahu rasanya. Eh, Aa ini kontolnya udah bangun... iih lucu sekali Aa... kontol Aa lucu."
"Lucu apanya?"
"Kayak ular naga Aa... eh, lebih mirip ikan betok."
"Ikan betok?"
"Iya Aa, ikan betok."

Kaya ikan betok..

:hua:
Hahahahah, bisaan si mamang TS

Suwun updatenya suhu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd