Chapter 8 - Acolyte
Untung aja gue langsung cabut tadi, kalau ga, gue bakal pusing jawab pertanyaan Rachel kalau dia menanyakan tentang desa kelahiran gue.
Ok, sesuai rencana, gue harus membeli tas slempang biar gue ga perlu sembunyi-sembunyi kalau ingin ambil dan memasukkan barang ke inventory.
Hmmm.. Kata Rachel tempatnya ada di dekat gerbang selatan prontera, harusnya ada di sekitar sini. Agak susah mencari tokonya, soalnya banyak banget warga yang sudah lalu lalang.
Pedagang Tas "mari-mari bapak-ibu sekalian, silahkan mampir di toko tas kami. Kualitas bagus, harga bersahabat, banyak ragamnya, ayo mampir pak-bu, 10 pembeli pertama akan mendapatkan diskon khusus."
Wah, hoki banget gue. Untung bapaknya lagi teriak-teriak promosiin daganganya. Gue langsung menuju ke tokonya untuk mencari barang yang pingin gue beli.
Gue "boss, ada tas slempang kaga?"
Pedagang Tas "tentu, ini gan. Silahkan dipilih." <menunjukkan letak tas slempang>
Gue "yang gedean ada kaga boss?"
Pedagang Tas "sebentar gan, ane cari dulu ya. Ini gan, yang paling gede cuma ada ini. Gimana?" <mencari tas>
Gue "Nah ini manteb, berapa boss?" <mengambil tas, mencoba tas>
Pedagang Tas "Untuk agan ane kasih harga 1 coin silver, gimana?" <senyum-senyum>
Gue "Lah, mahal banget boss. Bukannya loe bilang ada diskon?"
Pedagang Tas "Ya udah, ane kasih harga 7 copper koin besar buat agan."
Gue "5 copper koin besar, kalau ga mau gue cabut. Toko loe kayaknya sepi boss, apa gue cari toko lain aja ya enaknya~" <maksa>
Pedagang Tas "Jangan gan! Deal 5 koin copper besar, ini tasnya." <sedih>
Gue "Nah gitu dong, ni duitnya boss." <beri 1 koin silver>
Pedagang Tas "ini kembaliannya gan, terima kasih atas kunjungannya gan." <memberi kembalian 5 koin copper besar, pasrah>
Gue "Sedikit tips dari gue boss, lain kali kalau dagang, jangan lupa pake penglaris." <berbisik, pergi meninggalkan Pedagang Tas>
Pedagang Tas "Dasar orang gila! Ane penjual jujur, ga pernah pake penglaris!" <ngamuk-ngamuk, teriak>
Warga 1 "Psst.. Dia jualan pake penglaris." <bisik-bisik>
Warga 2 "dasar pedagang ga tau malu." <bisik-bisik>
Warga 3 "lain kali jangan beli tas di tokonya." <bisik-bisik>
Pedagang Tas "t-tunggu, ane penjual jujur, kalian salah paham, jangan pergi dulu! Arrrggghhhhh!!! Ini semua gara-gara anak berandalan itu!!!!! <teriak, marah, hancurin gerobak dagangannya>
Wkwkwkwk, dasar pedagang gila, kenapa juga dia teriak-teriak masalah dunia hitam perdagangan, gue jadi merasa bersalah. Tapi biarlah, salah sendiri bego. Saat hendak menemui Silvi, gue mengambil Mr.Smile dan tiket teleport kafra dari tas baru gue, tentunya dengan bantuan inventory.
Gue memakai Mr.Smile, kemudian pergi menemui Silvi.
Gue "Sil, ini gue Ari. Tolong teleport gue ke Morroc. <beri 1 tiket teleport kafra>
Silvi "baik tuan, terima kasih telah menggunakan jasa kami. TELEPORT!" <merapal>
Angin kencang nan lembut datang mengelilingi gue, kemudian berkumpul membentuk pilar angin di tempat gue berdiri.
Wussshhh~ gue berpindah ke kota Morroc yang terkenal dengan sebutan kota gurun pasir.
Angin kencang nan lembut datang membentuk pilar di pusat kota Morroc, tepatnya dekat dengan gerbang selatan kota Morroc.
Wusssshhh~ gue tiba di kota Morroc.
Setibanya di kota Morroc, gue refleks langsung mengawasi sekitar gue, gue berharap ga bakalan terjadi hal heboh seperti waktu gue tiba pertama kali di kota Prontera.
Marrie "Selamat datang di kota Morroc tuan Ari, saya Marrie petugas kafra yang bertugas... Apa yang anda lakukan tuan?" <heran lihat Ari clingak-clinguk>
Gue "Fiuhhh.. Sepertinya aman.. Ah, ga apa-apa Marrie, makasih atas jasanya. Gue jalan dulu yee. Ciao manis~" <pergi meninggalkan Marrie yang kebingungan>
Kota Morroc sebenarnya cukup rame, tapi entah mengapa mereka terlihat cuek.
Apa karena suhu disini ya? Atau mungkin karena disini pusatnya para thief dan assassin? Epenkah, yang penting gue ga begitu menarik perhatian sekitar.
Gue berjalan menuju pusat kota Morroc dengan tujuan untuk menikmati pemandangan kota ini. Sayangnya gue ga bisa menikmatinya sama sekali, suhu disini terlalu panas, bahkan banyak sekali petualang gurun pasir yang lalu lalang, ditambah dengan para pedagang yang menggelar lapaknya di sepanjang jalan, membuat suasana kota menjadi sumpek dan semakin panas.
Gue "Hosh..hosh... Gila panas banget! Gue ga nyangka kalau kota Morroc bisa seperti ini. <Bruukk, ga sengaja nyenggol orang>
Petualang Gurun "Kalau jalan pake mata dong njing!"
Karena gue udah lemes terjemur matahari, gue ga mau cari keributan, yang ada malah gue bisa cepet-cepet mati terpanggang ketambahan panas dari orang-orang gila ini.
Gue "sorry om, gue ga sengaja."
Petualang Gurun "Cih! Dasar sampah." <pergi gitu aja>
Bodo ah, gue lanjutin perjalanan ke utara sambil melepas Mr.Smile dan memasukkannya ke tas, karena pengap dan kepanasan berkat suhu yang ekstrim disini.
Tiba-tiba angin sejuk berhembus dari depan gue, gue terkejut, gue ga nyangka udah berdiri di depan icon kota Morroc yang megah ini.
Icon kota Morroc salah satunya adalah bangunan tua yang megah dikelilingi oleh air yang melimpah yang berada tepat di pusat kota Morroc.
Air disini merupakan satu-satunya sumber mata air bagi warga kota Morroc, semua warga menggunakan air ini untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
Disini tempatnya sangat sejuk, air melimpah, ditambah dengan bangunan tua yang bersejarah dan sangat megah, tanpa pikir panjang gue nobatkan tempat ini sebagai oasisnya Morroc alias surganya Morroc.
Pantas banyak sekali orang-orang yang sedang bersantai disini, mulai dari warga Morroc, petualang gurun, para pedagang, semuanya menikmati surga ini.
Karena terlalu asik bersantai, tanpa gue sadari, ada seseorang yang berlari dari belakang gue. Dia nubruk gue, kemudian lanjut berlari ke arah utara melalui jalan setapak yang ada di samping bangunan tua.
Gue "SEMPAK!! KALAU JALAN LIHAT-LIHAT DONG!!... Eh? Tas gue mana? Lhah, kok ilang? MALINGG, MALINGGGGG!! WOY, JANGAN LARI LOE!!" <bingung, melihat orang yang nubruk membawa tas Ari, mengejar orang tersebut>
Gue lari mengejar maling yang berhasil mencuri tas gue sambil teriak-teriak berharap ada orang yang akan membantu. Sayangnya semua orang pada cuek, seolah-olah ini udah menjadi makanan sehari-hari mereka.
Terpaksa gue ngerahin seluruh tenaga gue untuk ngejar tuh maling.
Sesaat gerbang utara Morroc mulai nampak, tiba-tiba si maling berhenti, gue yang lari dengan sekuat tenaga gue, ga bisa berhenti gitu aja, akhirnya gue jatuh nabrak tuh Maling.
Gue "Asu! Balikin tas berharga gue woy!!" <nabrak maling, terjatuh>
Maling "Makan nih tas!! Dasar kere!!" <lempar tas ke wajah Ari>
Gue "Anjrit!! Muka gue! Apa loe bilang barusan?!... Lah, ilang? pergi kemana loe njing!!" <ngamuk-ngamuk, bingung>
Kampret! Lagi-lagi gue ngalamin hal yang absurd, bisa-bisanya maling balikin barang curiannya ke korbannya lagi. Dunia bener-bener udah gila! Lebih baik gue langsung cabut nemuin Mother Mathilda daripada gue jadi korban pencurian lagi.
Gue pergi melewati gerbang utara Morroc, melanjutkan perjalanan menemui Mother Mathilda yang berada di reruntuhan gereja di pojok kiri atas area gurun pasir ini.
Gue sempet kepikiran ingin pake flywing untuk menghemat waktu perjalanan gue, tetapi setelah mengingat lokasi teleportasinya random, gue urungkan niat gue, daripada gue cuma hambur-hamburin flywing gue yang berharga, mending gue jalan kaki aja kesana.
3 jam berlalu, gue berhasil sampai di tujuan dengan selamat, satu-satunya kendala gue cuma kepanasan, lelah, haus dan laper.
Mother Mathilda "Ohh.. Akhirnya kamu sampai juga anakku, apa kamu berpuasa? Wajahmu pucat sekali." <tersenyum>
Gue "Maafkan saya bunda.. Saya sudah tidak kuat lagi..." <terjatuh kelelahan>
Mother Mathilda "Sigh... Baru seperti ini saja sudah terlihat sangat tersiksa, bagaimana kamu akan menghadapi pertanggungjawaban di akhirat kelak? Segeralah bertaubat anakku." <berdiri di samping Ari yang tergeletak di reruntuhan gereja>
Gue "dunia dan akhirat tentu saja adalah hal yang berbeda bunda, bahkan orang yang baik sekalipun akan ketakutan saat hari pertanggungjawaban itu tiba. Yah.. Setidaknya saya tidak pernah mengusik orang lain. Hehe~" <sok bijak>
Mother Mathilda "Hoho~ lalu bagaimana kamu akan menerangkan kejadian kemarin? Bisa-bisanya masuk di rumah seorang gadis, menghabiskan malam berduaan disana?" <senyum menusuk>
Gue "bagaimana bunda bisa tahu? Apa bunda menguntitku? S-saya kesana karena kebaikan Rachel, tidak ada niatan buruk sama sekali bunda." <kaget, duduk>
Mother Mathilda "tentu saja dari para pendeta, Rachel tinggal di pemukiman para pendeta, dan bunda mengetahuinya dari para pendeta melalui telepati. Bunda sudah cukup tua, umur dan pengalaman selalu mengajarkanku tentang kehidupan. Apa kamu pikir akan berhenti begitu saja? Hanya untuk menginap? Bunda tidak senaif itu anakku." <senyum bangga>
Gue "Berarti bunda pernah melakukan hal yang sama?!" <kaget>
Mother Mathilda "Eh?! Dasar anak kurang ajar! Yang terpenting sekarang adalah kamu harus segera bertobat anakku!" <jitak kepala Ari, menyembunyikan malunya>
Gue "Aduhhh..duh..duh... Siap bunda. Hehe~" <pegang kepala, tertawa>
Mother Mathilda "Sekarang bersiaplah untuk menerima pemberkatanku. Dan.. Tolong jaga Rachel untukku. Meskipun kami jarang bertemu, tapi dia tetaplah salah satu anak-anakku tersayang, orangtuanya telah menyumbangkan begitu banyak kebaikan kepada gereja dan dunia. Bunda tidak bisa memberikan apa-apa, hanya permintaan orang tua ini yang mungkin bisa meringankan penderitaanya." <senyum>
Gue "Jangan khawatir bunda, saya pasti akan melakukannya." <senyum, bersiap menerima pemberkatan>
Mother Mathilda " Oh Tuhan Yang Maha Esa, tolong ampunilah dosa kami, dosa kedua orangtua kami, dosa para pendahulu kami, baik yang disengaja, maupun tidak disengaja. Tolong lindungilah kami dari segala kejahatan yang ada di dunia ini, berikanlah kami petunjuk-Mu, permudahlah kami dalam segala urusan kami. Tolong berikanlah kami kesehatan jasmani dan rohani, hindarkanlah kami dari segala penyakit, dan tolong sembuhkanlah kami dari segala penyakit. Sesungguhnya Engkaulah Tuhan Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemurah, lagi Maha Pemaaf. Aamiin." <berdoa>
Gue "Aamiin.." <berdoa>
Bola-bola cahaya berwarna keemasan bersinar terang mengelilingi kami seraya turut mendoakan kami, kemudian lenyap di udara setelah doa selesai kami panjatkan.
Mother Mathilda "Baik, pemberkatan selesai, bunda harap, kita semua dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya. Tolong bawalah surat ini sebagai bukti telah dilakukannya pemberkatanmu ke Father Mareusis ya nak." <menyerahkan surat pemberkatan ke Ari>
Gue "Baik bunda, saya akan segera melaksanakannya. Uhhm... Apakah saya sudah bisa pergi bunda? Apa bunda akan melanjutkan bertapa disini? <menerima surat, memasukkan surat ke tas>
Mother Mathilda "Tentu saja, bunda masih perlu merenungkan diri disini sebagai bentuk pengabdian bunda terhadap gereja yang terbengkalai ini. Ini juga kewajiban bunda untuk membimbing anak-anakku yang datang kesini. Jadi, tolong jangan sungkan untuk segera melanjutkan perjalananmu anakku. Bunda harap kamu selalu berada di jalan-Nya." <usap kepala Ari>
Gue "baik bunda, kalau begitu saya pamit undur diri." <membungkukan badan>
Mother Mathilda "dan.. Tolong jaga Rachel. Jangan sampai dia terluka. Jika bunda tahu kamu membuatnya menangis, bahkan berani melakukan hal-hal yang tercela, bunda akan mencarimu terlebih dahulu." <menyela, menancing>
Gue "S-siap bunda, saya tidak akan berani melakukannya." <tawa khawatir>
Gue mengambil butterfly wing dari tas, kemudian gue menggunakannya sembari memberikan salam hormatku sekali lagi kepada Mother Mathilda.
Kupu-kupu berwarna biru pelangi, terbang mengelilingiku, meninggalkan jejak berupa serbuk warna-warni yang sangat indah saat mengepakkan sayapnya. Tubuh gue perlahan memudar kemudian hilang berpindah ke kota Prontera.
Mother Mathilda "Hoho~ benar-benar anak yang menarik, sesuai dengan apa yang Mareusis katakan. Aku tidak menyangka dia berani menggunakan butterfly wing dihadapanku, pergi tanpa melalui ujian dibawah panas terik matahari ini." <tertawa, tersenyum, geleng-geleng>
Kupu-kupu terbang membentuk pilar di gerbang selatan Prontera meninggalkan serbuk pelangi di setiap kepakan sayapnya. Gue tiba di Prontera, kemudian kupu-kupu tersebut terbang kelangit.
Gue "Ok, saatnya menemui Father Mareusis untuk diangkat menjadi Acolyte! Yeahhh~" <bahagia>
Gue bergegas ke gereja untuk menemui Father Mareusis, waktu menunjukkan siang hari, habis jadi Acolyte enaknya hunting bentar buat dapetin skill. Minimal gue harus punya increase agi lvl.1, heal lvl.3, cure lvl.1 buat modal gue bantu Rachel. Jadi gue butuh level up job gue sampe job level 5.
Gue "Selamat siang bapa, saya sudah menyelesaikan misinya. Ini surat pemberkatan dari Mother Mathilda." <menyerahkan surat>
Father Mareusis "Selamat siang, aku sudah mengetahui semuanya dari Mother Mathilda. Kerja bagus anakku." <menerima surat>
Father Mareusis "Baiklah, dengan ini, saya nobatkan saudara Ari sebagai Acolyte." <meletakkan tangan kanan di atas kepala Ari>
Shininggg... Tubuh gue diselimuti cahaya putih, kemudian cahayanya memudar hilang. Job level gue tereset menjadi job level 1. Gue resmi menjadi Acolyte.
Father Mareusis "Anakku, temuilah Sister Kliff yang bertugas sebagai kepala Acolyte yang berada di meja resepsionis, di samping pintu masuk ruangan ini. Dia akan meregristasikanmu kedalam data Acolyte resmi, dan akan memberikanmu pakaian resmi Acolyte."
Gue "Baik bapa, terima kasih atas bimbingan bapa. Saya pamit undur diri." <membungkukan badan>
Gue pergi meninggalkan Father Mareusis, berjalan menemui Sister Kliff.
Gue "Selamat siang sister, saya Ari, saya kesini atas perintah Father Mareusis." <salam bungkuk>
Sister Kliff "Selamat siang saudara Ari, saya Kliff, senang berkenalan denganmu. Jika ada sesuatu yang ingin kamu tanyakan terkait Acolyte, silahkan datang menemuiku. Oh ya, tolong tuliskan namamu disini, dan tanda tangan disini." <membalas salam, menunjuk ke buku registrasi>
Gue "Baik sister." <menulis di buku registrasi>
Sister Kliff "Mmm.. Ok, ini pakaian untukmu Ari. Kurasa ukurannya cocok untukmu, kalau kekecilan atau kebesaran nanti, tolong jangan ragu untuk menukarkannya kembali padaku." <mencari dan mengambil pakaian dari rak di belakang, memberikan pakaian ke Ari>
Gue "Terima kasih banyak Sister Kliff, kalau begitu saya pamit undur diri." <menerima pakaian, salam bungkuk>
Sister Kliff "Hmmm... Sama-sama Ari. Lain kali cobalah untuk bersikap santai kepadaku, kita semua adalah saudara, jadi kamu ga perlu terlalu formal padaku." <senyum ramah>
Gue "baik sister." <senyum>
Gue masukkin pakaian ke tas, lalu pergi meninggalkan gereja.
Mumpung masih siang, gue langsung hunting Rocker aja untuk naikin job level gue.
Di sebelah tenggara diluar kota Prontera, terdapat area yang di dominasi oleh monster Rocker, tempat ini sering disebut sebagai surganya Rocker.
Sebelum pergi hunting kesana, gue sempatkan mampir ke pedagang roti di selatan prontera untuk membeli bekal makan siang gue diperjalanan.