Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Rara

Bimabet
Mantaf. Gak nyangka dah muncul sequel dr husna & lily. Cepat sekaleee. Moga goresan yg ini tetap bisa seindah goresan sebelumnya. Ditunggu lanjutannya suhu. Thumb up...
 
Husna dan Lily gan..........

Duh pake nama Sahara lagi, yayang gw nama belakangnya Sahara broo.........
tapi ceritanya harus bagus ya broo.....

O iy, batu ngeh husna lili sudah tamat... Sedih juga baca ending hubungan lili.. Jd keinget mantan pacar yg diambil orang... Dilamar orang duluan...
 
Wah, udah ada sequelnya nih.
Entah kenapa ane ngerasa chemistry dgn lily udah cocok.
Tapi ya kalau gak jodoh mau gimana lagi...
 
satu lagi cerita keren udah rilis :hore:
tetep semangaat kk crot, aku penggemar beratmu...
 
Fisika ya, hmmm ampun deh lambaikan tangan ke kamera
Padahal dulu gue anak IPA :hua:

Bikin kavling dulu ah disini biar eksis ;)

satu lagi cerita keren udah rilis :hore:
tetep semangaat kk crot, aku penggemar beratmu...

Ecieee, bisakah kejadian kayak Miss Flo pada Trickstar? :Peace:
 
tawwa season2 mulai tayang mi ��
sakira namanya andi sahara ternya lain di heheheh..
btw anak kimia ktmu anak fisika hmmm ini mi 2 jurusan yg sa praktek dstu n dapat nilai C... hohjoho...

jgn lupa adegan makan jalang kotte hihihi

Ahahaha..

Mungkin nanti yang ada adegan makan baroncong...
:D

Suhu Kobelz jurusan apaka?
 
Update 01

***

Suhu sekalian pernah tahu sebuah gejala mental seksual bernama oedipal? Gejala di mana anak lelaki menjadikan ayahnya sebagai saingan memperebutkan perhatian ibu, atau saat gadis kecil mendambakan cinta dari ayahnya. Cinta pertama wanita adalah ayah, dan wanita terkasih pertama bagi pria adalah ibunya. Hal ini adalah normal, jika dikendalikan dengan edukasi dan emosi yang seimbang pada masa kanak-kanak dan remaja.

Yang ingin nubi sampaikan, adalah bagaimana pola pasangan ideal biasanya mengikuti bentuk fisik cinta pertama. Secara tidak sadar, seseorang selalu mencari dan membandingkan sosok cinta pertama dalam setiap cinta baru yang dikenalnya. Dan biasanya, kriteria itu adalah ibu atau ayahnya.

Namun untukku sedikit berbeda. Kriteria wanita ideal yang selalu mengisi fantasi seksualku baru terbentuk ketika ketertarikanku kepada Hara berkembang dari sebuah kekaguman kognitif, menjadi hasrat fisikal.

Perlahan-lahan Hara menjadi pola wanita yang kudambakan. Secara fisik maupun persona. Kegemarannya menjadi hal yang kugemari juga. Hara meraga menjadi sosok wanita yang mengisi khayalanku sebagai pria. Sosok yang tertawa bersamaku dalam kisah mimpi jenaka, trenyuh dalam romantika, dan melenguh dalam erotika.

***

“Pokoknya Sherlock Holmes itu the best deh, perfect pokoknya..”

Hara adalah seorang Sherlockian (google pls). Sore hari itu obrolan kami menyinggung tentang tokoh detektif fiktif, dan Hara dengan bersemangat menceritakan karakter favoritnya. Sherlock Holmes adalah tokoh legenda hasil rekaan Sir Arthur Conan Doyle.

“Justru kesempurnaannya itu yang bikin Sherlock gak keren, menurutku.” Aku berujar.

“Maksudnya? Sempurna kok gak keren?” Hara mengerutkan kening. Permainan mimik wajah di sekitar mata membuat Hara selalu nampak menarik. Dia cantik, dan dia tahu itu.

“Hey, malah bengong ditanyain..” Hara menepuk lututku.

“Oh, itu, anu.. Maksudku, karakter Sherlock yang terlalu baik itulah yang membuatnya terasa sulit menjadi nyata, dan itu tidak keren, menurutku. He is too good to be true, isnt he?

“Trus, yang keren menurut kamu yang kayak gimana?”

“Yang keren menurutku adalah karekter fiktif yang manusiawi. Punya kelebihan tetapi juga banyak kekurangan. Tokoh detektif favoritku adalah Poirot. Hercule Poirot (baca : Irkiul Poakhoo).” Sahutku sambil lalu.

“Punya Agatha Christie, kan? Apa hebatnya dia? Gendut, botak, songong lagi, ih..” Hara mendelik.

Aku tertawa. Sore itu kami ngobrol selepas kuliah praktikum Biologi. Kami semakin akrab. Aku dan Hara duduk di taman fakultas, di bawah naungan pohon mangga yang teduh di depan gedung dekanat. Langit senja berwarna jingga, menyebarkan cahaya emas, membuat profil Hara nampak seperti gadis dalam lukisan sephia.

Kujelaskan perbandingan antara Poirot dan Holmes. Bagaimana Poirot dengan “sel-sel kelabu” - begitu dia menyebut otaknya - dapat menyelesaikan kasus hanya dengan duduk dan berpikir, menautkan jari tanpa meninggalkan ruangan flatnya, berbeda dengan Holmes yang selalu perlu turun “mengendus” kasus. Poirot punya karakter yang narsis dan imbalance, kekurangan yang membuatnya terasa - bagiku - lebih manusiawi dan nyata.

Kami terus berdebat dengan semangat. Perdebatan dua penggemar cerita fiksi, yang melibatkan banyak nama di dalamnya. Parker Pyne - Mary Wesmacott, Sven Hjerson - Oliver, Father Brown - Chesterton hingga Byomkesh Baksy. Siapapun yang melihat kami saat itu, akan merasakan sulur-sulur ketertarikan menguar dari tubuh kami, membelit di udara tanpa kami sadari.

Obrolan kami kemudian melebar, meluas ke tema keluarga. Keluargaku dan keluarganya. Hingga kami sadar hari sudah mulai gelap. Dengan sopan Hara berpamitan dan mengajakku untuk sesekali main ke rumahnya.

Sahara hidup bersama kakaknya sejak SMA. Kedua orangtuanya tinggal di kota asalnya, sebuah kota kecil di Sulawesi Tenggara. Di sana Sahara menghabiskan masa kecil dan bersekolah hingga SMP, lalu melanjutkan pendidikan menengah di Makassar dan tinggal bersama Kak Tirta - kakaknya - seorang karyawati di sebuah perusahaan telekomunikasi.

Rumah mereka tidak jauh dari kampus. Hanya sepelemparan batu dari gerbang tiga. Sejak hari itu, aku jadi sering bertandang ke rumahnya. Kedatanganku yang pertama ke rumah itu adalah untuk menemui Hara. Tetapi tidak bisa kupungkiri, kali kedua dan seterusnya, mataku selalu mencari Kak Tirta, haha..

Kak Tirta adalah staff marketing di perusahaannya. Penampilannya menawan, versi dewasa dan “terbuka” dari Sahara. I mean, literally terbuka. Berbeda dengan adiknya, Kak Tirta selalu berpakaian semi-terbuka. Rok mini, kemeja linen tipis, minus dua kancing bagian atas, adalah gaya resminya. Daster tipis, hot pant dan tanktop, atau gaun tidur yang sangat mendekati lingerie adalah penampilannya sehari-hari jika sedang di rumah.

Tetapi aku memang harus puas dengan satu keindahan saja. Kesibukan kerja membuat Kak Tirta jarang sekali di rumah. Toh, Hara mengajakku ke rumahnya hanya sebagai teman ngobrol tentang selera baca yang sama. Di samping itu, menjadi kaum pribumi yang minoritas menjadikan kami merasa punya lebih banyak kesamaan dibandingkan teman-teman lainnya.

***

Hari itu aku bertandang ke rumah Hara selepas kuliah. Duduk mengobrol lama hingga jam kayu mendentangkan penanda jam 7 malam, dan kusadari kak Tirta belum pulang.

“Paling jam 8-an baru nyampe rumah. Itu juga sudah cepat, biasanya lebih larut lagi.” Kata Hara ketika kutanya.

Jika sedang berdua saja seperti ini, aku disilakannya masuk ke ruang dapur. Kitchen set milik kak Tirta didesain dengan tambahan mini bar. Hadiah dari pacarnya yang - konon - pejabat tinggi di perusahaannya.

Hara adalah coffeeholic dengan level barista. Dia tidak hanya menikmati rasa dan adiksinya, tetapi juga cerkas dalam meracik ramuan, mengolah dan menyajikannya. Hara mengikuti kelas barista di sebuah coffee club di jalan Bali. Suatu jalan di kawasan sentra bisnis Makassar. Setiap bertandang, Hara selalu menyajikan kopi dengan berbagai cara.

Hari ini Hara menjamuku dengan kopi a la Italia.

“Itu apa?” iseng aku bertanya. Jariku menunjuk sebuah teko baja di atas kompor panggang.

Iseng. Aku harus membuat Hara terus berbicara agar dapat kupandangi tanpa kentara. Hari ini Hara terlihat lebih menarik dari biasanya. Rambutnya dibiarkan tergerai - Hara tidak berkerudung saat di rumah -, sedikit melekat di wajahnya yang lembab berkeringat, memberi aksen cu'mala' yang sexy.

Ups, kuusir sejenak kata terakhir yang terlintas di pikiranku. Ralat ya, suhu sekalian, Hara nampak manis-dalam-santai, bukan sexy, hihi..

“Ini namanya bialetti. Alat untuk memasak sekaligus menyajikan kopi. Aku lagi mo nyoba bikin, kamu coba ya..” Hara selalu riang saat berbicara tentang hobinya ini.

Hara bergerak lincah, mengisi air di bagian dasar alatnya, memasang saringan, memasukkan bubuk kopi, memutar kunci dan meletakkan “teko” itu kembali di atas kompor panggang. Berada dekat seperti ini membuatku lebih memperhatikan detail dari biasanya. Pakaiannya yang santai memberi pemandangan yang lebih dari yang ditampilkannya di kampus. Hari ini Hara memakai kaos lengan pendek yang ketat, menampakkan lekuk pinggang yang ramping, meliuk ke bawah, berakhir pada pinggul yang membulat parabola.

Leher dan lengan Hara yang terbuka menampakkan kulit sawo matang. Menelusuri dengan pandangan dari ujung ke pangkal, mataku terus kemudian berhenti di bulatan menonjol dadanya. Dada Hara nampak bulat sedang, sedikit membusung di balik kaosnya yang ngepas badan.

Sesuatu terasa berdesir di benakku, tetapi aku tidak tahu apa itu.

Hara mengangkat pandangan, matanya menangkap mataku yang masih tertuju ke dadanya.

“Hey, ngeliatin sebegitunya, mau nyobain juga?”

Aku terkejut.

“Ng, gak, anu, aku cuma..”

“Kalo mau nyobain, ke sini, itu ada satu alat lagi, namanya syphon. Tapi mesti hati-hati pakenya.”

Fiuh.. Beruntung, Hara tidak menyadari “benda” yang sebenarnya kutatap adalah tonjolan indah di dadanya, haha..

Mengalihkan pembicaraan, aku berdiri dan berjalan ke ambang pintu menuju ruang keluarga.

“Koleksi buku kamu di mana?”

“Itu di atas tangga.” Hara berseru dari tempatnya.

Aku melangkah ke arah yang ditunjuknya, dan terkagum-kagum saat melihat satu dinding di atas tangga, penuh dengan buku berjajar dari ujung ke ujung.

“Ini punya kamu semua?”

Hara bergabung denganku. Kami berdiri mengamati jejeran ensiklopedi, novel fiksi, antologi dan beragam rupa buku koleksi. Hara dengan lincah menunjukkan semuanya, bercerita bagaimana dia mengumpulkannya satu persatu, dari loakan hingga toko buku.

Kami berjalan ke bawah tangga, di mana tumpukan buku yang lebih besar disimpan dalam kardus-kardus yang rapih.

“Gila, ini sih maniak buku, namanya, haha..”

Hara tersenyum bangga, hendak mengucapkan sesuatu ketika pintu depan terbuka tiba-tiba.

Hara beringsut ke arah suara, lalu mundur dan menarikku masuk ke ceruk di bawah tangga.

“Sssstt.. Jangan bersuara..”

Suara langkah kaki terdengar dari ruang sebelah, mendekat ke arah kami. Siapa? Pikirku. Pencuri?

“Mmmmmhhhh.. Mmmmhh.. Abang sudah gak sabar yah? Hihi..” Suara kak Tirta bergumam di sela ciuman.

Dari ceruk kami yang tersembunyi, muncul pemandangan sepasang kekasih yang berciuman tergesa. Terus berjalan sambil tersandung, tertabrak, terhalang oleh langkah masing-masing yang seolah tidak sabar lagi menuntaskan hasrat.

“Kamu sih, dari mobil tadi godain mulu.. Konak nih jadinya..” Sang pria menyahut.

Dalam posisi kami yang tersembunyi, aku hendak bergerak, namun kaki Hara menahan kakiku. Hara menatapku, sedikit malu karena aku jadi harus menyaksikan ini. Tangannya mencengkram ujung kemejaku, bermaksud menunggu sampai pasangan itu menghilang ke dalam kamar.

Sang pria mulai melucuti pakaian kak Tirta. Satu persatu blazer, dasi, stocking, kaos kaki berjatuhan ke lantai, seperti jejak yang sengaja ditinggalkan penjelajah yang takut tersesat.

“Tunggu, bang, jangan di sini. Nanti diliat Hara..” Kak Tirta terkikik saat berkata, kegelian oleh kumis sang pria di lehernya.

Setengah bugil, kak Tirta berbalik. Ditariknya sang pria ke kamar terdekat. Keduanya menghilang ke dalam. Tak sadar kuembuskan napas yang sedari tadi kutahan.

Aku dan Hara bertatapan dengan kikuk. Kusadari kami berdiri dalam jarak yang terlalu dekat. Tangan Hara masih meremas ujung bajuku, seperti menahan seorang yang hendak melarikan diri.

“Ng, sebaiknya kita ke dalam aja..” Bisikku dengan canggung.

“Iya, kayaknya..”

Perlahan kudahului Hara beringsut menuju dapur. Tetapi kemudian tertahan, ketika Hara kembali menarik tanganku ke arahnya.

“Jangan dulu, Ta, kamarnya ga ketutup tuh..” Hara berbisik.

Rupanya hasrat pasangan muda itu terlalu besar mengalahkan waspada. Mereka terlalu bernafsu, sampai lupa menutup pintu. Posisi pintu yang terbuka itu berada di antara tempat kami dan ambang pintu menuju dapur. Kembali kami harus berdiri menunggu dengan canggung.

“Ahhhh.. bang, terus, bang.. Aaahhh..”

Suara kak Tirta menambah rasa bingung.

Sekilas kulirik ke arah pintu kamar yang terbuka. Dari cermin meja rias, Pantulan bayangan mereka terlihat dengan jelas. Kak Tirta sedang telentang, wajahnya terbuka menghadap ke pintu, ditindih dan dipompa dengan ritme yang gila. Dengusan sang pria, ditingkahi lenguhan kak Tirta seperti sapuan kuas tak terlihat yang mewarnai rona wajahku dan Hara. Hara menepuk pipiku, tatapannya seperti menegurku yang mengintip ke dalam. Bagaimanapun itu kakaknya. Kami tersipu dan membisu.

“Aaaaaaaahhh.. abang… Aaaaaaahhh..”

Jerit panjang kak Tirta seperti kesakitan, membuatku tidak kuasa menahan pandangan. Saat melirik ke dalam, sekilas kutangkap peluang. Mata kak Tirta sedang terpejam rapat, sedang sang pria membenamkan wajah di bahunya. Tubuh keduanya menegang kaku, lalu perlahan melemas seperti mengempis kehilangan udara. Terengah-engah, mereka berpelukan dengan mata terpejam.

Kutarik tangan Hara, bergerak setengah berlari ke dapur. Akhirnya kami meloloskan diri, hihi..

Lama kami duduk berhadapan dalam diam. Suara kak Tirta yang masih terdengar samar dari tempat kami sedikitpun tidak bisa menghilangkan kecanggungan yang menggantung, sampai suaraku memecahkan keheningan.

“Ng, kayaknya kopinya hangus..”

Hara tersadar, terkejut dan mematikan kompor panggang dengan cepat. Kami tertawa tertahan, lebih untuk mencairkan suasana daripada lucu. Saat suara tawaku mengeras, Hara menangkupkan tangan ke mulutku, membelalakkan mata tanpa bisa menahan tawa sendiri. Kutangkupkan tanganku di tangannya, menariknya lepas. Kami berpegangan di permukaan meja.

Tiba-tiba terdengar suara pintu bergerak tertutup. Mungkin tawa kami terdengar oleh kak Tirta. Lalu sunyi, suara dari kamar tidak terdengar lagi.

“Ta, maaf yah, jadinya ngeliat itu.” Hara tersipu, tangannya masih dalam genggamanku.

“Aku yang minta maaf, jadi ngeliat yang tidak seharusnya.”

Kami melanjutkan obrolan. Hara berusaha terlihat santai. Usaha yang jelas jauh dari berhasil.

“Itu bang Sam, pacar kak Tirta.” Kata Hara tiba-tiba.

“Mereka, ng, sering..?” Tanyaku ragu-ragu.

Hara mengangguk pelan. Kusadari pembicaraan ini tidak seharusnya diperpanjang. Jalan terbaik adalah berpamitan pulang.

Kami mengendap-endap keluar. Hara memandangiku saat kudorong motorku sedikit menjauhi rumahnya, menyalakan mesin dan melaju pergi.

Sebuah malam yang awkward mengawali keterbukaan di antara kami. Keterbukaan yang kelak mengubah dan mendewasakan kami dengan cara yang berani.

***

Larut malam, terbaring di kamarku. Suara rintihan kak Tirta memenuhi candraku. Untuk pertama kali dalam hidupku kusaksikan adegan percintaan yang tabu. Usaha menjernihkan pikiran tidak juga berhasil kulakukan. Rintihan, desisan, lenguhan dan jeritan terus terdengar, berulang, bersahutan.

Lalu akhirnya aku menyerah pada khayalan mudaku. Kuhanyutkan diri pada gairah aneh yang menguasai bawah sadarku. Kupejamkan mata, mencoba mengingat kembali segmen di kamar kak Tirta, dengan bantuan ingatan akan suara percintaan mereka.

Aduhai Batara Maraja, mengapa yang kuingat justru wajah dan dada Sahara?

***

Ampuni nubi, update ini belum dibumbui dengan ss yang mungkin suhu sekalian cari..
Berlangsung saat nubi masih kuliah semester satu, pada masa pendekatan nubi dengan seorang gadis SMA yang sudah dikisahkan dalam thread terdahulu..

PS :
Nubi tidak bisa menemukan padanan kata cu'mala' dalam Bahasa Indonesia, ada cappo' yang bisa membantu?

Semoga masih terhibur, suhu sekalian..


:)
 
Terakhir diubah:
Suhu emang keren. Cerita nya detail sekali. Sampe otak nubie yg cetek masih dapat.menangkap jalan cerita nya..

Kenapa sama rara si anta alon-alon asal kelakon yach. Berbeda waktu dengan husna ato lily sikap nya..

Ato jangan2 ini anta yg berbeda..
 
Suhu emang keren. Cerita nya detail sekali. Sampe otak nubie yg cetek masih dapat.menangkap jalan cerita nya..

Kenapa sama rara si anta alon-alon asal kelakon yach. Berbeda waktu dengan husna ato lily sikap nya..

Ato jangan2 ini anta yg berbeda..

..atau mungkin sikap Nanta ke Husna adalah "hasil didikan" Hara?
:)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd