Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RAKA dan MITA ( Kisah Pemuas Keinginan Orang orang Dewasa )



Bagian XVII​


" Wi, jangan pergi lagi... "

Nafasnya terengah engah, seperti selesai sprint lari, di ranjang Raka erat memelukku seraya mengatakan itu...... padaku.

Siapa Dewi, tanyaku dalam hati.

" Ka, tenang Ka.... "

Aku usap punggung telanjangnya yang naik turun tidak teratur.

" Kamu habis mimpi ya.. "

Raka tersentak, ia melepas pelukannya, lama menatapku seperti tengah meneliti detail wajahku.

" Kamu kenapa.. ? "

Ia menghela nafas panjang, kemudian menggeleng. Lalu ia menutup muka dengan dua telapak tangannya.

" Maaf.... nggak papa, aku nggak papa..."

Mengapa minta maaf ?

Sebenarnya aku penasaran, tapi kurasa biarlah nanti Raka sendiri yang bercerita. Bercerita tentang apa yang tengah ia rasa, bercerita tentang mimpinya atau mungkin tentang Dewi, sebuah nama perempuan yang membuatnya menggigau pagi ini.

Tapi itu semua kembali pada Raka, aku tak mau mengganggu privasinya.

" Ya udah..., udah jam enam, mandi sana gih, siap siap sekolah, mau dibikinin sarapan apa ? ", sambil tersenyum kuelus pundak Raka.

" Nggak usah, terimakasih. ", kata Raka.

..........

" Ka, udah jam berapa, kok belum ganti baju sih, emang kamu mau bolos "

" Males aku "

" Jangan gitu dong, sekolah kok males, aku siapin bajumu ya "

" Nggak, nggak, jangan, hari ini aku pengin pulang kampung "

" Mendadak banget, emang nggak bisa besok minggu "

" Nggak bisa minggu besok aku ada tanding "

" Oo... gitu, ya udah minta izin wali kelas sana "

" Ok.. "

" Emang kampungmu mana sih Ka, jauh dari sini "

" Enggak, dua jam setengah nyampai "

" Oo....lumayan jauh ya.. Tak kirain kamu ini asli sini lo "

" Mana ada kera ngalam logatnya gini "

" Iya ya .. jadi asalmu dari mana sih "

" Tulungagung "

" Serius Tulungagung, kok sama dengan ibuku "

" Loh ibumu dari Tulungagung to, Tulungagung mana "

" Nggak tahu "

" Kok nggak tahu, emang kalian nggak pernah pulang kampung "

" Enggak, sejak merantau kesini dia nggak pernah pulang kampung "

" Sejak kapan merantau ke sini "

" Aku nggak ingat tepatnya kapan, sepertinya sejak aku masih kecil banget karena TK aku sudah sekolah disini "

" Oo.... "


................................


Flashback

Aku yang baru satu bulan di kota Malang harus kembali pulang karena pernikahan abang. Rencananya hanya dua hari tetapi nyatanya molor menjadi empat hari, dua malam aku di tahan di kantor polisi.

Tayub, hiburan pesta pernikahan yang diselenggarakan oleh mertua abangku yang juga mertua pak Burhan. Kemarin, Melati Indriastuti adik bungsu mbak Mawar telah resmi menjadi istri abangku.

Dengan di iringi indahnya suara gamelan, belasan waranggono menyanyi dan gemulai menari, berpasang pasangan dengan para tamu undangan. Kegembiraan, gelak tawa pria pria itu terus membahana, seiring minuman beralkohol yang tak pernah terlambat tersaji.

Suara gamelan terus berbunyi, waranggono pun terus menari dan menyanyi. Lama lama kusadari aturan main hiburan ini, seorang tamu akan ikut menari jika sebuah selendang di hantarkan padanya. Tertib, beraturan tidak seperti metro mini yang saling serobot di jalan.

Pembawa acara tak henti henti menyambut datangnya tamu undangan. Banyak yang datang sendiri, sedikit yang di dampingi istri. Tayub memang hiburan untuk laki laki

Salah satu undangan yang yang disambut pembawa acara adalah si buncit Kadir sang Juragan kelapa, ia tidak sendiri, ia dibuntuti tiga istri, salah satunya Dewi. Karenanya aku undur diri, mencari tempat yang sepi, aku tak sanggup melihat Dewi bersama suami.


................


" Masnya...., mas Raka ya.. "

Aku kaget, disini ditempat ini, tempat yang baru pertama kali ini kukunjungi, ada perempuan cantik sepelantaran denganku, yang memanggilku, mencoba mengkonfirmasi namaku.

" Iya mbak .. maaf siapa ya .. "

" Aku Sinta adiknya mbak Dewi "

Aku bergegas menuju belakang sekolah SD Negeri disamping rumah mertua abangku. Dan benar kata Sinta, tak berapa lama Dewi muncul disana.

" Ka, bawa aku pergi, aku udah tak tahan dengan suamiku "

Pernikahan juragan kelapa dan Dewi baru jalan tiga bulan. Tapi apa yang ku saksikan, tangan dan kaki Dewi penuh luka memar. Kadir yang kasar suka memukul dan menampar.

Aku geram, aku marah, aku tidak suka kekasihku di perlakukan seperti itu. Aku tidak peduli apapun yang terjadi, walaupun dia istri orang, walau perutnya kini membesar mengandung, kuputuskan membawa pergi Dewi.

" Apa ada angkutdes sore begini "

" Ada, tapi jarang sekali "

Tak lama menunggu, muncul angkutan pedesaan warna ungu. Aku gembira, semesta sepertinya berpihak kepadaku.

" Mbak Dewi mau kemana "

Seorang bapak penumpang menyapa dengan sopan. Sore itu angkutdes hanya berisi empat orang, sopir dan kami bertiga sebagai penumpang.

" Mau ke Tulungagung pak, ke rumah pak lik Burhan "

" Loh bukannya Burhan lagi disini "

" Iya pak, ada barang bu lik Mawar yang tertinggal, saya dimintai tolong mengambilnya "

" O begitu ya... "

Setelah ngobrol basa basi dengan Dewi, akhirnya bapak itu turun di depan kantor kecamatan.

" Siapa itu tadi Wi ? "

" Pak Munib, tetangga depan rumah, anak buah suamiku "

Degh ...

Anak buah suaminya.

Jantungku yang sedari tadi berdebar, langsung berdetak kencang, bagaimana kalau pelarian ini diketahui suami Dewi.

" Pak bisa nggak kita langsung saja nggak usah ngetem "

Setengah jam setelah bapak tadi turun, angkutdes ini belum ada tanda tanda bergerak.

" Ya nggak bisa to, nunggu penumpang penuh dulu baru kita berangkat ", jelas pak sopir itu.

Kacau, bisa berjam jam kami kalau begitu.

Di kejauhan, kulihat pak Munib, bapak yang ngobrol dengan Dewi tadi kembali menaiki angkutdes menuju arah berangkat tadi. Keadaan ini membuatku panik, gelisah semakin menyelimuti hati.

" Pak, kami butuh cepat, kalau saya carter berapa ongkosnya "

Aku harus bertindak cepat. Segera kuserahkan uang dua ratus ribu pada sopir angkutan pedesaan itu. Aku tidak peduli walau itu mahal sekali, setidaknya kini degup jantungku berdetak lebih pelan dari pada tadi.


.................

" Wi cepat ganti baju "

Adzan magrib baru saja berhenti berkumandang, saat kami sampai di rumahku, lega perasaanku.

" Sayang, aku capek istirahat dulu ya.. "

Dewi terlihat pucat dan lelah, dia merebahkan diri di tempat tidur, tempat dimana tiga kali kami dulu bercumbu.

" Ya udah, sebentar aja istirahatnya, aku panasin motor dulu "


................


Kita memang harus buru buru, kalau sudah di luar kota, tentu akan lebih tenang perasaanku.

" Pakai ini sepertinya pas di badanmu "

Aku ambil baju dan celana yang telah lama tidak muat di badanku, kusodorkan pada kekasihku. Tidak mungkin ia kubonceng dengan memakai kebaya kondangannya.

" Cepat sayang, udah mau isya' ini "

" Iya... "

Dengan malas Dewi bangkit dari rebahannya.

" Kamu udah lapar ya, nanti kita makan di Blitar saja "

Dewi mengangguk, ia setuju.

" Anjing...!! "

Dewi yang baru saja telanjang tersentak kaget, takut, melihat diriku yang teriak emosi. Bukan hanya tangan dan kaki, terang kulihat sekujur badan Dewi penuh dengan memar.

Tua, kuntet, buncit beraninya dia menyiksa kekasihku.

Tanganku mengepal, tubuhku menegang, rahangku gemeretak, aku benar benar marah.

" Anjing... Aku nggak terima..... . !! "

Dewi menghambur, menangis, memelukku.

" Udah sayang.., udah.. jangan turuti emosi "

Tubuhku yang tegang, kaku, tak mampu bergerak membalas pelukan Dewi.

" Itu sakit... "

" Udah nggak lagi ... "

" Berarti dulu sakit... "

Tangis Dewi semakin keras, ia semakin erat memelukku, kakinya menghentak hentak dilantai.

" Udah nggak Raka, .. udah, ayo kita pergi... "

" Positif, berarti sakit ", kulepaskan pelukan Dewi.

Darahku sudah mendidih, emosiku sudah memuncak tinggi, kubuka lemari, ku ambil sangkur peninggalan almarhum bapak.

Dengan tangan ini, dengan sangkur ini, akan kubalas sakit yang mendera Dewi.

Kuselipkan sangkur itu di pinggang belakangku, kututupi dengan jacketku.

" Wi tunggu aku disini, nggak lama, aku janji pasti kembali "

Cup

Kukecup kening Dewi, aku berbalik melangkah keluar dari kamarku ini, meninggalkan Dewi yang menangis seorang diri.

" Raka, aku nggak mau, melihat kamu dalam penjara "

Samar kudengar, ia berkata dengan terbata, bersamaan dengan derasnya air mata.

" Kalau kamu tetap emosi, lebih baik aku minggat sendiri, terserah bagaimana kehidupanku di jalanan nanti ".

Langkah kakiku pun terhenti.


...............


Dengan terpaksa kutinggalkan sangkur milik almarhum bapakku. Dewi betul betul tidak mau pergi jika aku membawa senjata tajam ini.

" Berangkat yuk ", Ajak Dewi.

Dia sudah tidak menangis lagi, ia begitu bersemangat untuk pergi, meninggalkan kota ini, kota kelahiran kami.

" Sebentar "

Aku berlutut dihadapan Dewi. Kusingkap baju yang membungkus perutnya. Kucium perut yang sudah membuncit ini.

" Papa janji akan menjaga melindungi mama dan kamu sayang "

Walau Dewi tidak memberi tahu, anak siapa yang ada dalam kandunganya, aku merasa ia itu anakku, darah dagingku.

" Terimakasih ya sayang, maaf aku selalu merepotkanmu "

" Nggak sayang, aku yang minta maaf, tidak berani melamarmu, tega melepasmu pada bajingan itu. Tapi mulai saat ini, aku janji akan selalu menjaga dan melindungi kalian "


Dan malam itu, dalam keharuan kami lama berpelukan, pelukan terakhir kami.



Flashback end


Maaf sayang, lama aku tak kesini.



Pelan pelan kucabuti rumput, dengan tanganku sendiri kubersihkan sampai rapi, satu gundukan tanah di area pemakaman ini.
.

Sayang, aku kangen kalian.


Kutabur bunga mawar dan kenanga. Paramita Dewi nama yang terukir pada batu nisan putih ini. Ia tidak sendiri, bersama janin anakku kekasihku terkubur disini. Hampa rasanya, aku seperti sendiri hidup di dunia ini.


Maaf sayang, aku nggak bisa menjaga kalian.


Menjaga saja tak mampu apalagi melindungi, mulutmu busuk Raka berani berjanji tapi tak kau tepati.


Sayang, semoga kalian bahagia disana.


Diiringi tetesan air mata ini, hanya doa yang mampu aku panjatkan pada Illahi. Menetes air mataku bersama penyesalan, semakin menetes deras bersama rasa bersalah yang teramat dalam.




.................

 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd