Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

========
QUEST#11
========​

Malam itu kami terus ngobrol berdua saja. Ranti-pun tidak kunjung kembali. Mungkin ia tidur di tempat lain, menjauh dan memberi kami kesempatan berdua saja.
Ternyata enak juga berbincang dengannya kalau dalam keadaan begini. Mungkin ia merasa nyaman karena berbincang dengan orang yang disukainya. Dan aku nyaman karena ngobrol dengan cewek cantik.
Ia menceritakan beberapa kejuaran renang yang dimenanginya dan beberapa piala serta medalinya.
Sebenarnya aku masih penasaran tentang senior yang bernama Frissa itu. Aku yakin bukan hanya sedemikian saja hubungan mereka berdua. Foto mereka berdua yang ukuran figuranya paling besar di antara yang lain. Selebih itu aku tidak melihat Frissa di foto-foto lain.
Tapi aku tidak mau merusak momen ini. Biarlah pada waktunya Maria menceritakan apa perasaannya pada kak Frissa itu. Mungkin aku akan mencari informasi dari sumber terpercayaku saja.
“Maria... Aku cabut dulu, ya? Balik ke kamarku...” kataku yang menyadari sebentar lagi akan pukul 01.00.
“Tria... Nginep sini aja...” katanya manja memegangi lenganku mencegahku bangkit. “Kita ngobrol lagi sampe pagi...”
“Nanti kita kena grebek pak Wahyu, loh” kataku beralasan.
“Taik kucing sama si Wahyu geblek itu... Taunya cuma tebar pesona sama cewe-cewe itu semua...” katanya tak ambil pusing dengan tugas dan tanggung jawab guru olah raga mesum itu. “Dia gak akan berani ngusik kita... Percaya, deh...” lanjutnya.
“Beneran, Mar?” tanyaku memastikan. Ada baiknya mendengarnya langsung dari pucuk pimpinan klub renang ini.
“Kalau dia berani macam-macam sama anggota klub renang, tau rasa dia nanti...” sesumbarnya.
“Dia keponakannya kepala sekolah, loh?” kataku memanas-manasi situasi yang sudah panas.
“Gak takut... Si Wahyu itu kan cuma penjahat kelamin cap kucing garong... Cuma modal tampang... Apa kamu pernah dikecengin-nya, Tria?” Maria memanas betulan karena ucapanku.
“Gak pernah sih... Tapi temenku... si Marisa yang teteknya gede banget itu... Udah digerepe-gerepein... Entar-entar lagi mungkin dientot...” kataku tentang Marisa.
“Hih... Bukan cuma dia aja, sih... Ada banyak kok yang begitu. Tapi kalau anggota klub renang dia gak akan berani nyentuh, deh... Bisa kusunat tititnya... Kik-kik-kik” gelaknya geli sendiri.
“Tapi aku beneran harus balik ke kamarku, loh, Mar?” desakku tetap harus pergi dari kamar ini.
“Enakan, kan kamu disini aja? Dari pada disana cuma ngeliatin Hera sama Meisya kelonan terus...” alasannya memancingku. Aku tau arah omongannya.
“Trus kalau di sini aku kelonan sama Maria, ya? Aku pengennya terus ngobok-obok Maria jadinya, kan?” aku mengikuti permainannya.
“Gak pa-pa, kok. Asal Tria senang aku sih mau aja...” katanya dengan malu-malu.
“Beneran?” kataku menggodanya.
Ia hanya mengangguk sambil mengigit bibir bawahnya.
“Aku pengennya ngobok-obok Maria pake titit karena aku cowok... Tapi aku gak punya titit, kan? Aku jadi pusing, nih kalau sange begini...” kataku bertingkah frustasi dengan menggaruk kulit kepalaku yang mendadak gatal. Aku memang benaran lagi sange berat, nih. Sesudah bercumbu dengan Maria tadi, aku belum melampiaskan birahiku sama sekali dengan tuntas. Orgasme ala cewek sama sekali tidak cukup bagiku yang sudah terbiasa ngecrot sperma beberapa kali biar puas. Kalau aku bisa keluar dari tempat ini segera, ada beberapa tempat yang bisa kudatangi untuk tempat melampiaskan hasratku.
“Jangan diledekin, ya?” kata Maria tiba-tiba. Ia sepertinya teringat sesuatu. Maria turun dari atas ranjang dan melepaskan cekalannya pada tanganku. Ia membuka lemari pakaiannya dan menjangkau jauh ke dalam tumpukan bajunya.
“Apa sih, Maria?” tanyaku penasaran.
“Sst...” cegahnya untuk bertanya lagi. Ia mengeluarkan sebuah kotak sepatu dari dalam lemari. Untuk apa sepatu?
Dibawanya kotak sepatu itu naik ke atas ranjang kembali dan membuka tutupnya. Di dalamnya ada sesuatu yang terbungkus plastik kresek hitam. Dikeluarkannya benda itu.
“Apaan tuh, Mar?” tanyaku tak menyangka.
“Liat, deh. Pasti Tria bakalan suka...” katanya setelah memegang sebuah dildo yang melekat pada sebuah plat kulit yang memiliki tali. Dildonya tidak berukuran terlalu panjang. Hanya sekitar 15 cm saja dan berwarna senada dengan kulit.
“Tria bisa jadi cowo kalau dengan cara ini...” katanya melepas CD pinjaman yang kukenakan ini. Aku hanya memakai T-shirt pinjaman saja sekarang. Maria lalu dengan telaten memakaikan dildo itu dan menautkan tali-temalinya di belakang pinggulku.
“Benar, kan? Tria udah mirip banget dengan cowo dengan titit ngaceng begitu...” kata Maria lalu mematut diriku yang sudah selesai dipasanginya strapped dildo itu. Aku tau benda seperti ini. Putri, saudari kembarku-pun punya benda seperti ini. Ia pernah memakaikan benda sejenis ini pada Hellen dan ditujukan untuk dirinya sendiri.
“Ih... Iya... Ngaceng banget, nih... Maria mau... dientotin pake ini? Apa udah pernah?” tanyaku sambil mengelus-elus dildo yang terbuat dari latex ini seolah mengocoknya agar tegang.
“Belum pernah masuk segede itu, sih... Tapi untuk Tria... aku coba, deh...” sahutnya lalu mulai membuka kembali pakaiannya; T-shirt dan CD. Tak lama ia sudah telanjang bulat lagi di atas pembaringannya. Kakinya masih belum dibuka. Masih menyilang malu-malu. Kaya anak perawan aja...
“Maria seksi banget kalau begini...” kataku merayu dan mulai menindihnya. Bibirnya langsung kucaplok dan kukulum. Nafasnya hangat kala lidah kami saling membelit dan bertukar ludah. Lidahnya kuhisap-hisap dan tangannya pasrah di samping kepalanya.
Dadanya lalu mulai kujamah. Terasa hangat dan kuremas-remas perlahan dengan lembut. Dengan ujung jari, kukitik-kitik kulit samping dadanya dan ia menggelinnjang geli. Lalu tiba giliran pilinan pada bagian putingnya yang yang mulai mengeras.
Maria mendesah-desah saat kulit lehernya mulai kujilati. Lalu naik ke telinganya. Bagian tepi cuping telinganya kuemut-emut pelan sedikit basah. Hasilnya ia mengerang keenakan. Ditambah dengan pilinan dan remasan pada kedua dadanya.
Tangan Maria mulai bergerak dan menelusup masuk ke dalam T-shirt pinjaman ini. Ia langsung menangkup kedua dadaku yang menggantung tanpa bra dan meremasnya seketika. Kubiarkan Maria meloloskan T-shirt itu dan kami berdua sekarang bugil bersama.
Untuk beberapa lama kami berpandangan. Mata Maria sayu penuh nafsu minta diteruskan. Kukecup bibirnya sekali lagi. Ia langsung menyambar mulutku dan mengulumnya gemas.
Kami kembali berciuman dengan saling menghisap lidah dan bibir. Ia terus meremas-remas dada 34B-ku. Dipilinnya juga kedua putingku meningkahi remasannya. Aku juga melakukan hal yang sama selagi mulut kami tetap saling kulum.
Tanganku mulai melata turun dan meraba selangkangan Maria. Bibir kemaluannya sudah merekah karena ia juga sudah melebarkan kakinya begitu jariku menuruni perutnya. Kuelus-elus klitorisnya yang keras menegang. Bibir labia minoranya sudah lembab karena cairan lengket itu sudah mulai mengalir keluar dari lubang senggamanya untuk melumasi. Ia sudah sangat terangsang dan bersiap untuk dicoblos penis palsu.
Kugesek-gesekkan dildo di selangkanganku ini ke daging lembab terbuka di depanku. Maria mengerang-erang keenakan menikmati sensasi benda tumpul itu mengesek kemaluannya. Semoga saja dia keenakan dengan rasanya.
Kutekan-tekan pinggangku maju perlahan saja. Maria memejamkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya. Antara sakit dan keenakan. Masuk perlahan-lahan. Bagian kepala dildo itu sudah menelusup masuk dan keluar dengan lancar. Tambahan rangsangan kuberikan dengan menyedot puting dadanya selagi aku mendorong-dorong dildo ini lebih dalam.
Wah... Enakan di ‘dia’ aja. Dildo sialan ini aja yang keenakan kalau dia mahluk hidup. Sementara aku sendiri gak dapat keuntungan apa-apa. Memang harus dikadalin, nih anak.
Strapped dildo itu kucabut lepas dari liang vaginanya dan kulakukan rencana brilianku. Aku bisa melepas dildo berbahan lateks dari penyangga kulit yang menempel di selangkanganku hingga meninggalkan lubang bekas tempat dildo itu sebelumnya. (Untungnya model ini bisa dilepas-lepas untuk pembersihan setelah pakai) Aku lalu menumbuhkan kembali penisku yang kusembunyikan dengan menggunakan kemampuan ADJUSTABILITY, karena perubahan tubuh besar-besaran dengan SHAPE SHIFTING ini. Penisku lalu melewati lubang di kulit penyangga strapped dildo dan berperan sebagai pengganti dildo yang sudah kulepas. Beres!
Aku kini bagai mahluk hermaphrodit berkelamin ganda. Aku punya vagina dan juga penis sekaligus. Ini seperti pengalamanku dulu bertemu Prankorn Ruern di pulau Christmas bulan lalu. Wanita cantik mungil itu juga punya kelamin ganda seperti yang kulakukan sekarang. Entah apa kabarnya sekarang.
Selesai dengan akal-akalanku, kumasukkan kembali penis asliku sekarang ke Maria. Uuuhh... Enak...
Walau Maria tidak perawan lagi, tapi ini penis pertama yang memasukinya. Rasanya enak sekali. Rapat dan peret. Uh!
Gerinjal-gerinjal pembentuk liang uterusnya memijat batang penisku seperti mulut yang sangat terlatih. Maria melenguh keenakan. Matanya tetap terpejam dan erangannya sangat seksi sekali. Dadanya membusung minta dikenyot lagi dan tangannya kini lemah pasrah di samping kepalanya.
“Enak, Maria?” tanyaku mengecup puting dada kirinya.
“Heh-ehhh... Mmm... Enaak banget, Tria... Mekiku berdenyut-denyut... Enak banget...” katanya membuka matanya sedikit. Kutekan perlahan masuk lagi setelah hanya tinggal seleher penisku di liang vaginanya. “Uuhhh...”
Tanganku menelusup ke balik ketiaknya dan kuciumi mulutnya selagi pinggangku memompa keluar masuk perlahan saja. Maria menyambut ciumanku dan memelukku. Kakinya terbuka lebar dan dada kami berdua bergencetan.
“Enak banget mekimu, Maria... Sempit banget...” pujiku bak pria beneran. Aku memompakan penisku perlahan-lahan saja. Menikmati seks sesungguhnya dengan Maria yang kini sudah takluk padaku walau ia tak tahu jati diriku sebenarnya. Kalau kupertahankan begini terus sampai hari ulang tahunnya, pastinya tidak akan ada masalah. Aku bisa mendapatkan ZODIAC CORE AQUARIUS darinya tepat waktu.
Sudah lima menit kupompa Maria dengan gaya misionaris ini dan ia mendesah-desah keenakan. Aku sudah memompanya dengan kecepatan yang lebih tinggi karena gemas. Ia semakin mendesah keenakan.
Benar saja karena terasa remasan otot vaginanya mengetat berulang-ulang pertanda ia akan mencapai orgasmenya.
“Aahh... aahh... aahhh...” erangnya saat kudiamkan batang penisku tanpa gerakan. Tangannya meremas bantal yang menopang kepalanya. Kubiarkan ia menikmati orgasme. Perutnya yang kuat mengejang berkejat-kejat dan penisku seperti diremas-remas di dalam liangnya.
Kulepas penisku dari vaginanya dan cairan bening itu mengucur keluar. Kurendahkan wajahku kesana dan kujilati cairan lezat itu. Rasanya selalu enak. Selalu ada perbedaan rasa dan aroma tiap perempuan ini. Aku selalu suka merasakan perbedaan itu.
“Triaaa... Enak banget, Tria...” desahnya masih berbaring lemas di ranjangnya. Tubuh telanjangnya lunglai akibat orgasme barusan.
“Lagi, ya?” tawarku.
Maria mengangguk dengan senyum bahagia. Kuarahkan tubuhnya agar bergeser sedikit dan melintang di atas ranjang. Kakinya keluar ranjang sehingga menggantung sementara aku berdiri di luar ranjang.
Kaki Maria kupegangi pada bagian lutut dan kulebarkan. Penisku yang masih mengacung kuarahkan ke pintu vaginanya yang masih terbuka sedikit lagi basah. Dengan mudah kepala penisku menyusup masuk dan dengan dorongan sederhana batang penisku masuk seluruhnya.
“Aaahh...” desah Maria sedikit melengkungkan punggungnya. Dadanya membusung dan ia meremas sprei ranjangnya karena nikmat sodokan penisku yang dikiranya palsu. “Enak banget, Triaaa...”
Mulai kupompakan lagi penisku keluar-masuk dengan kecepatan yang semakin cepat setiap dorongannya. Kakinya yang masih kupegangi kubuka-tutup bergantian untuk memberi efek katupan yang berbeda pada penisku. Terkadang pahanya kurapatkan ke dadanya sendiri atau kutopangkan di bahuku. Betisnya kuciumi sebagai rangsangan tambahan.
Apalagi saat kujilati lututnya...
“Aaagghh...” ejannya kuat. Punggungnya melengkung lagi. Otot perutnya mengejang dan penisku dipulas kuat di dalam liang senggamanya. Maria orgasme lagi dengan kaki yang kuat mengejang bergetar di bahuku. “Hmmm...” keluhnya lemas.
Kukeluarkan lagi penisku dari katupan vaginanya yang masih berdenyut-denyut. Kubiarkan ia menikmati nikmat orgasmenya masih dengan kaki menggantung di tepi ranjang.
Tubuhnya kubalik hingga telungkup di ranjang. Kakinya kubuat berpijak di lantai hingga aku bisa menikmati pemandangan pantatnya yang bulat lagi padat. Gundukan indah berbelah di antara kedua pangkal pahanya mengundangku untuk kucoblos kembali. Dan kali ini aku berniat untuk ejakulasi. Tanda mataku untuknya.
Maria menoleh berkali-kali ke belakang untuk melihat ekspresiku yang sedang berusaha memasukkan penis yang dikiranya dildo itu ke kemaluannya. Aku sudah terangsang sekali karena melihat bukaan kaki Maria dengan vagina menggemaskannya.
Dengan gemas kusodok Maria dari belakang hingga ia menengadah merasakan penisku menyumpal penuh liang senggamanya. Kupengangi pinggulnya dan mulai kukocok penisku dengan cepat.
Ia menungging bertumpu di kasur ranjangnya. Kupompa Maria dari belakang dengan penuh nafsu. Aku selalu suka posisi doggy begini dengan perempuan manapun. Terasa cengkraman maksimal di penisku yang bisa dengan mudah membuatku nembak.
Kutarik bahu padat Maria agar bangkit dari tumpuan tangannya. Ia menurut hingga ia berdiri sekarang rapat dengan tubuhku. Kupeluk erat tubuhnya sambil kuciumi belakang lehernya. Dadaku tergencet di punggungnya sementara dadanya kuremas gemas.
Penisku terus keluar masuk dengan lancar dari jepitan kedua bongkah pantat padatnya, merangsek maju melewatinya dan menembus lubang di depannya. Jepitannya sangat luar biasa. Seolah aku mencoblos perawan terus. Perawan yang super peret.
Erangan Maria sudah tak terkendali lagi saat bercinta dalam posisi berdiri begini. Penisku sudah berdenyut-denyut ingin memuntahkan lahar panasnya. Entah nanti Maria merasakannya atau tidak. Kedua payudara Maria kuremas kuat-kuat dan ia meremas pantatku melampiaskan rasa gatal di kemaluannya.
“Mariaa... Mariaaa... Aku mau keluarrr... Uhh.. Uh!” keluhku tahan lagi. Tubuh Maria kudorong hingga telungkup di atas ranjang kembali. Kutekan penisku kuat-kuat ke vaginanya lewat belahan pantatnya. Luar biasa sekali.
Semprotan spermaku menyembur kuat beberapa kali. Rasanya nikmat sekali. Kuremas bahunya dan perutku menekan kuat pantatnya. Menyembur masuk hingga ke rahimnya.
“Aaahh... Aah... Aahhh...” jerit Maria juga bersamaan denganku. Ia mendapat orgasmenya berbarengan dengan ejakulasiku. Semburan spermaku membuatnya mencapai puncak juga.
Tubuh kami berdua bertumpuk lemas. Aku masih menindih punggung Maria. Nafasnya dan nafasku masih berat dan terengah-engah.
Spermaku!
Gawat. Aku yang sekarang bernama Satryani tidak mungkin bisa menghasilkan sperma dari tubuh cewekku. Spermaku kini sedang bersarang di dalam liang dan rahim Maria. Penisku juga masih bercokol di dalam liangnya yang berdenyut-denyut enak...
Kucabut penisku dari liang vaginanya, kusembunyikan kemaluan asliku itu dengan ADJUSTABILITY. Kupasang kembali dildo lateks itu ke posisi aslinya lalu kubalik tubuh Maria yang masih lemas.
Dengan dalih mencumbuinya kembali, kubersihkan cairan kental spermaku dari dalam vagina Maria selagi kuciumi bibirnya. Dengan memakai kain lembut CD milik Maria sendiri kuseka vaginanya setelah kukorek-korek agar spermaku mengalir keluar. Maria mengira aku sedang men-servis vaginanya lagi dan ia mengerang-erang kembali keenakan.
Bagus, deh... Dia gak tau sudah disemprot sperma. Secara dia belum pernah dekat sama cowok apalagi paham masalah spermanya.
Yakin bersih, baru aku berhenti. CD berelepotan sperma itu kulempar ke bawah ranjang. Dirubung semut, deh nantinya.
“Tria... Enak banget, loh... Aku belum pernah merasa seenak tadi... Gantian, yah?” katanya setelah mengecup bibirku.
“Gak usah, Maria... Kamu, kan masih lemes... Lagian... kan aku cowoknya? Aku memang harus memuaskanmu. Ingat?” kataku mencegahnya bangkit untuk melaksanakan niatannya. Kuremas-remas lembut dadanya kembali. Dengan tanganku yang sebelah lagi, kulepas strapped dildo itu dari pinggangku.
“Kita bakal sering-sering pakai ini, ya?” kataku mengecup pipinya selembut mungkin. Kuacungkan strapped dildo itu di udara. Ini alat penyelamatku saat ini.
“Tapi beneran, loh Tria... Enak banget dientot pake dildo begitu... Puas banget-banget-banget...” katanya mengakuinya kembali.
“Yah tentu aja... Meki ini, kan memang diciptakan untuk disodok kontol cowok... Gak cuma dikobel pake jari doang...” kataku memainkan benda itu seperti pesawat terbang. Ngalor-ngidul.
“Coba kalau Tria punya kontol betulan... Pasti enak kali, ye?” katanya berbalik dan kini wajahnya berhadapan denganku. Ia tersenyum lebar memandang mataku.
“Ini, kan kontolku...” jawabku menempelkan strapped dildo itu lagi ke depan selangkanganku. Benda itu tentu saja mengacung tegak menunjuk langit. Langit-langit maksudnya.
Maria beringsut ke bawah ke arah dildo itu. Tanpa ragu dikulumnya batang dildo lateks itu. Gayanya masih kaku dan kasar. Kalau itu betulan penisku, rasanya pasti ngilu. Disedot-sedotnya dildo itu membayangkan itu adalah penisku. Matanya tak lepas memandangku. Kubelai-belai rambutnya.
“Kalau cowo beneran... ini bakalan ngecret, kan?” ujarnya setelah melepas dildo itu dari mulutnya. Dildo itu berkilauan oleh sisa liurnya. Kini ia mengocoknya.
“Iya... Tadi kerasa, gak?” pancingku. Siapa tau dia bakal menyadarinya.
“Mmm... Tadi kayanya begitu, deh... Pas Tria bilang mau keluar... Seperti ada menyemprot gitu di dalam meki-ku... Abis itu aku dapat juga... Jadi gak kepikiran...” katanya lalu mengusap vaginanya sendiri. Ujung jari tengahnya masuk ke liang senggamanya. Dibauinya jari itu setelah mengambil sampel cairan vaginanya.
“Baunya memang kaya bau Tria, deh...” katanya lalu mencicipi sedikit dengan ujung lidahnya. “Rasanya memang punya Tria... Kok bisa?” herannya. Kini ia menunduk dan mengendusi selangkanganku untuk menyocokkan aroma yang diciumnya dari liang cintanya. Aroma tubuhku pasti terasa kuat disana. Ada testosteron yang bercampur di dalamnya. Hormon lelaki.
“Bisa, dong... Tadi, kan kubilang aku keluar... memang ada yang keluar... Nyemprot sampe ke meki Maria... Tuh... Baunya masih ada, kan?” kataku seperlunya saja. Kalau dia mau percaya bagus, kalau tidak— ya cari aja jawabannya.
“Ya, udah, deh... Hmph...” putusnya lalu beralih ke pelukanku. Dirapatkannya tubuhnya hingga wajah kami berdampingan. Dielus-elusnya dadaku. Kakinya dikaitkannya ke pahaku, mencegahku pergi kemana-mana.
“Maria mau bobo kelonan begini? Tempat tidurmu ini hanya cukup untuk satu orang, loh?” kataku tepat di depan wajahnya.
“He-eh... Enak, kan kelonan begini?” jawabnya.
“Kapan terakhir Maria kelonan begini?” tanyaku.
“Dulu banget... Waktu masih kecil sama mama... Begini juga... Aku mainin pentil mama kaya gini...” katanya mencontohkan memilin puting payudaraku. Geli, sih.
“Abis itu... sama siapa lagi?” korekku. Mungkin aku bisa tau sejarah hidupnya di situasi begini. Situasi yang nyaman begini.
“Yaa... sama Tria, dong... Ini, nih...” jawabnya meremas gemas dadaku. Lalu ia memeluk tubuhku. Kuelus-elus lengannya karena sepertinya ia mulai mengantuk.
“OK, deh... Bobo, gih... Maria kayaknya dah ngantuk berat...” sahutku terus mengelus lengannya. Membiarkannya tetap memelukku senyaman mungkin. Diposisikannya wajahnya di leherku dan aku bisa merasakan hembusan nafas teraturnya.
Aku hanya bisa berbaring menatap langit-langit kamar 3-36 ini. Tak bisa banyak bergerak karena sedang dijadikan guling hidup oleh Maria. Berdua kami tidur dalam keadaan bugil setelah bercinta.
Tapi aku tidak bisa terus begini. Secepatnya aku harus mengutarakan tujuan utamaku mendekatinya. Membuatnya suka dan sayang padaku ini saja sudah sangat salah. Apa dia tidak akan marah besar kalau kuberitahu jati diriku sebenarnya? Seorang lelaki tulen.
Seorang lelaki tulen yang dengan kemampuan ajaibnya bisa merubah dirinya menjadi perempuan. Perempuan yang sekarang ini sedang dipeluknya erat.
Entah apa keinginan yang diharapkannya dariku. Apa yang diangankannya? Kalau itu semua dirusak, pasti hatinya akan sangat sedih sekali. Apa pernah ia merasakan kesedihan semacam ini? Kesedihan karena duka mamanya yang tak berkesudahan karena ulah lelaki yang silih berganti masuk-keluar dalam kehidupan mereka. Itu sudah membuatnya trauma hingga sampai pada kesimpulan bahwa semua lelaki itu brengsek.
Apa aku nantinya tidak menjadi lelaki brengsek lainnya kalau melukai hatinya? Kalau aku tidaklah seperti yang diinginkannya.
--------​
Sekitar pukul 2.30 pagi aku baru bisa tidur. Itu terakhir kalinya aku melihat jam di atas meja belajar Maria. Menjelang pagi aku baru terbangun dan menyadari Maria masih memelukku. Sebelah tangannya menggenggam dadaku dan sebelah lagi tertindih tubuhnya.
Merasakan kulit Maria membuat naluri kelaki-lakianku bereaksi. Kalau aku masih punya penis saat ini, dipastikan dia sudah ereksi pagi buta begini. Sekarang yang mengeras malah klitoris dan putingku—membuatku gelisah.
Maria yang masih memegangi dadaku kemudian merasakannya. Diremas-remasnya dadaku padahal matanya masih terpejam. Divariasikan remasannya dengan pilinan jari pada putingku yang menegang.
Ia kemudian beringsut turun hingga wajahnya sejajar dengan dadaku. Sejurus kemudian, ia sudah mengenyoti dadaku perlahan-lahan. Rasanya enak sekali. Geli-geli segar merinding gimana gitu. Kala ia mengemut puting dada kiriku, tangannya meremas dada kananku. Kadang juga ia hanya menjilat-jilat saja seumpama menikmati es krim.
Aku tak mau ketinggalan. Yang kujangkau adalah belahan vaginanya. Segera jariku menemukan klitorisnya yang ternyata juga sudah mengeras. Kupermainkan jariku di sana hingga Maria melebarkan kakinya. Ia sudah gelisah hingga pinggulnya berputar-putar seirama permainan jariku.
Maria mendesah melepaskan emutannya pada puting kananku ketika jari tengahku mendesak masuk ke dalam liang senggamanya. Lembab dan hangat sekali. Jariku langsung mengait dan menggelitik bagian atas liang itu. Titik itu dipercaya sebagai lokasi G-Spot yang termasyur itu.
Gesekan jariku bergerak cepat di dalam sana hingga Maria tak sempat lagi mengulum putingku. Ia hanya menganga keenakan dengan desahan-desahan parah menikmati permainan jariku.
“Triaaa... Triiiaaa... Trriiaaaahhh...” desahnya mencengkram lenganku saat otot perutnya menegang dan tubuhnya berkejat-kejat akibat orgasme. Jari tengahku terjepit di dalam liang cintanya. Mengatup erat. Aku turun dari ranjang.
Maria hanya menatapku nanar ketika kupakai kembali strapped dildo itu yang semalaman masih berada di atas meja. Saat kulepas dildo itu untuk menggantinya dengan penisku sendiri, kubelakangi ia. Aku naik kembali ke atas ranjang.
Tubuhnya dengan pasrah ditelentangkannya di atas ranjang. Siap menyambutku dengan dildo mengacung keras di antara kedua kakinya.
Ujung penisku langsung menemukan kelembaban hangat yang barusan orgasme itu. Meluncur masuk, menimbulkan rasa yang nyaman sekali. Gerinjal sepanjang liang itu mengurut kejantananku maksimal sekali. Ini kedua kalinya kusetubuhi Maria.
“Ooohh...” desahnya keenakan juga. Dadanya langsung kuserang dengan mulutku selagi aku pelan-pelan memompa penisku keluar-masuk.
Liang Maria sudah rileks saat seluruh batangku sempurna masuk semua ke dalam tubuhnya. Nyaman sekali rasanya. Hangat dan indah.
Masih perlahan saja kukocok penisku di dalam liangnya. Kakinya membuka lebar dan mengait di pinggangku. Tangannya pasrah di samping wajahnya membuatku dapat menciumi dada dan ketiaknya dengan leluasa.
Ia memandangi ekspresi wajahku saat kunikmati tubuhnya dengan giat. Kucoba tersenyum semanis mungkin. Kukecup bibirnya kala pinggangku memompa perlahan selembut mungkin. Penisku sudah sangat keras sekali merangsek keluar-masuk vaginanya.
“Triaa... Enak banget... Triaa...” keluhnya meringis. “Mekiku terasa enak banget, Triaaa... Aku gak kuaatt...” desahnya dan pantatnya terangkat hingga penisku terbenam dalam sekali. “AAahh!”
Perutnya mengejang hingga ototnya membentuk bagus. Penisku seperti diremas oleh liang sempit ini. Punggungnya melengkung dan aku hanya bisa memeluk tubuhnya. Penisku tercabut dari lubangnya.
Akhirnya ia hanya bisa terlentang lemas. Kakinya tidak mengait di pinggangku lagi. Hanya terkulai lemas seperti tak bertulang. Tatapan matanya nanar menatapku.
“Enak banget, Tria... Aku belum pernah merasakan enak kaya begini... Aku bahagiaaa sekali...” katanya lirih.
“Karena kontolku, kan?” kataku mengacungkan penisku yang disangka dildo itu.
Ditariknya tanganku sambil masih tetap berbaring. Ia mau aku mendekatkan dildo itu ke mulutnya. Wah, mau nyepong dildo-ku? Coba aja. Mungkin berhasil...
Benar saja. Maria memasukkan dildo itu ke dalam mulutnya. Disedot-sedotnya dildo dengan penuh penghayatan. Mungkin ia membayangkan kalau ini beneran kontolku. Kali ini tak begitu kaku karena ini lebih baik dari percobaan pertamanya tadi malam. Tak terkena gigi sama sekali. Ia sama sekali tak mempermasalahkan aroma vaginanya sendiri di dildo ini.
“Sllrruup... sslluuurrp... ah!”
Aku menggoyang pinggangku maju-mundur perlahan-lahan seperti mengentoti mulutnya. Aku mendesis-desis keenakan juga, sih. Maria bahkan memusatkan sedotannya pada bagian kepala penisku. Disedotnya kuat-kuat sampai terasa ngilu-ngilu enak. Lalu lidahnya menyentil bagian lubang kencing itu. Sumpah enak banget.
“Masukin lagi, Tria...” katanya setelah melepas penisku dan berbaring menyamping membelakangiku.
Kuposisikan tubuhku di antara persilangan dua pahanya yang gempal padat. Gundukan vaginanya seperti dua buah roti burger yang menumpuk menggoda. Kujejalkan penisku ke sana dan mencari-cari lubang surga kenikmatan itu. Begitu ketemu, langsung kudorong penuh.
Alamak! Enak bener! Penisku terjepit erat di pose Maria seperti ini. Segera aku memompa penisku keluar-masuk vaginanya dengan gemas. Liangnya mengatup erat membuatku tak sabar untuk segera memuntahkan lahar panasku yang sudah menggelegak.
“Maria... Mariaaa... Enak banget, Mar...” keluhku memompa dengan cepat.
“Iyaaa, Triaa... Enak bangett... Trus, Triaaa... Teruuss...” desahnya meremas bantal yang menopang kepalanya. Dadanya kuremas dengan kuat. Gemas karena rasa nikmat yang kurasakan saat ini. Pinggangku memacu cepat karena kurasakan aku akan segera mencapai puncakku.
Apalagi rongga kemaluan Maria meremas semakin erat. Meremas-remas seperti menggigit batang kemaluanku. Aku sampai menengadah menutup mata meresapi rasa nikmat di penisku yang akan segera meledak.
“Aaahh!... Ahh... Ah...” lepasku tak tertahankan lagi. Semburan spermaku tak terbendung lagi. Kusemprotkan tanpa ampun ke dalam liang vagina Maria. Kutekankan perutku sekuatnya ke bokong Maria–menyetorkan tabungan spermaku sejak tadi malam. Kakiku gemetar geli.
“AAHhhhh...” seru Maria juga mengalami hal yang sama denganku. Ia juga tertular rasa nikmat ini juga sampai orgasme. Diremasnya bantal dan lenganku dengan kuat. Tubuhku ambruk lagi di atas sisi kanan tubuhnya. Pagi ini kami sudah berkeringat lagi karena bercinta. Sedini ini.
Segera kucabut penisku, kuganti dengan dildo dan kubersihkan sisa spermaku dari liang vagina Maria dengan kain sprei cepat-cepat. Bersih, kupeluk tubuhnya dari belakang. Kuelus-elus tubuh berpeluhnya. Kucium tengkuk basahnya.
“Enak banget, Maria...” bisikku.
“He-em... Enak banget... Makasih, Tria... Pagi-pagi udah olah raga kaya gini...” katanya mengelus pipiku.
“Udah jam berapa ini? Setengah enam...” kataku melirik ke jam di atas meja belajar. “Aku balik ke kamarku, ya?”
“Mandi disini ajaa...” mintanya manja. Manis sekali kalau ia seperti ini. Digayutinya leherku agar tidak pergi kemana-mana.
“Seragamku kemarin sudah kusut... Aku harus pake seragam rapi, ya? Lagipula aku juga harus ganti CD sama bra... Nanti bau kecut semua... Gak enak lengket...” alasanku.
“Pake punyaku aja gak pa-pa, kok?” tawarnya lagi.
“Punya Maria kegedean untukku... Maria... Jangan gitu, ya? Nanti kita sambung lagi... Jangan maruk gitu, dong?” kataku mengecup bibirnya yang manyun.
“Abis sama Tria bisa enak banget gitu... Apa rahasianya?” katanya belum juga melepaskan gayutannya pada leherku sehingga kami tetap bertindihan.
“Aku kan cowok... Jangan disamain sama main dengan cewek biasa, dong...” alasanku tetap pada cerita awalku. Aku yang dominan di sini. Maria melepas tangannya hingga aku bisa duduk tegak. “Nanti malam pokoknya kita teruskan, OK?”
Maria membiarkanku turun dari ranjang, memakai T-shirt pinjaman tadi malam, memakai rok tartan-ku, CD milikku yang masih lembab minus bra. Jadinya payudaraku masih gondal-gandul seperti perasaan yang kurasakan saat ini.
Sebelum kusibak sekat tirai pemisah Maria, kukecup pipinya lalu keluar. Tidak jauh meninggalkan kamar 3-36, aku berpapasan dengan Ranti. Ia senyum-senyum penuh arti padaku dan berlalu.
 
Besok update nih suhu? Tengah malem ntar aja please ga sabar nih haha
Ikut berpartisipasi ngasih sundulan Suhu :beer:
Dini hari atau pagi nanti jam 8-9an updatee... sundul dulu ahh...

:mancing::ngeteh::kretek::victory:
kirain dah update!

jam berapa yah updatenya?
Nitip sendal dulu...:haha:

:ampun: beribu :ampun:. sendiko dawuh kanjeng suhu, master, agan len bro sekalian. baru bisa update Quest#11 sore ini. maksudnya td mau update dr kerjaan yg ternyata udah kenak blokir lagi. nasib-nasib. karyawan yg gak dianggap. *curcol
 
Hu, minggu nanti bakalan akhir petualangan tria apa masih panjang? Entah kenapa part 11 ini ane kurang begitu tertarik bacanya haha *tapi di tungguin terus updateannya*
 
Wah wah wah...rencananya mau bikin maria sadar y suhu...byr suka ma cowok lg :hore:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd