Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Priscilla, gadis manja yang perlahan binal

PART VI
SAATNYA PULANG

Screenshot-20231228-065637-Instagram.jpg

“Kalau tugasnya sudah selesai cepat pulang ya.”

Begitulah pesan dari kedua orang tuaku yang tiba-tiba terlintas di senja ini. Aku dan mbak Arum sepertinya sukses menggugah minat warga desa untuk menginvestasikan sedikit uangnya untuk mengembangkan usaha desa. Jelas usaha ini terpisah dari peternakannya Pak Burhan, jadi kami membuat semacam Badan Usaha Milik Desa dimana pemegang sahamnya adalah 51% perangkat desa dan 49% warga desa dimana mereka menyetor modal menggunakan lot kepemilikan seperti saham di suatu perusahaan. Karena 49% itu dibagi ramai-ramai warga desa, jadi tidak memberatkan. Kami sukses mengumpulkan 490 juta rupiah untuk menjadi modal usaha peternakan desa. Sisanya akan ditalangi oleh kecamatan dan kelurahan menggunakan dana pengembangan desa. Modal 1 Miliar pun tercapai dengan tidak begitu sulit. Mungkin karena beberapa hari ini aku dan mbak Arum sudah menyusun berbagai strategi, toh ujung-ujungnya menjadi kesejahteraan desa. Modal 1 Miliar itu akan dibagi menjadi 3 bagian, mendirikan kandang, membeli hewan ternak, pakan, dan membuat komposting untuk membuat pupuk kandang dari kotoran ternak.

“Selesai juga ya mbak Arum, aku deg-degan bakal ditolak warga,” ucapku.​
“Ngga lah, sebetulnya udah berkali-kali aku tawarkan konsep ini, tapi untuk membeli 1 ekor sapi mungkin agak memberatkan, dengan sistem lot seperti ini, dengan modal 1 juta saja sudah bisa ikut menikmati usaha ini,” balas Arum.
“Oh iya, jangan lupa ya buat surat pengantar buat ke sekolah, besok pagi aku ambil ya,” Balasku.

Aku berjalan kembali menuju rumah Pak Seno, terlihat istrinya sudah kembali dan mempersiapkan makan malam. aku meminta izin pada ibunya Wawan untuk mandi terlebih dahulu sebelum kami makan bersama. Hari ini begitu melelahkan, selain mempersiapkan presentasi kejadian pagi tadi membuat badanku pegal-pegal. Siraman air hangat sepertinya sedikit membawa kelegaan bagi tubuhku. Setelah mandi, kami semua makan malam bersama. Banyak yang ingin aku ceritakan kepada Wawan dan Pak Seno mengenai pertemuan tadi sore, bagaimana proses negosiasi dan lain sebagainya. Desa ini mengajarkanku banyak hal, mulai dari membuat rencana kerja sampai keluarga. Bahkan keluarga Pak Sangat baik terhadapku, terlepas kejadian tadi pagi. Usai makan, aku duduk di teras rumah sambil menyeruput teh panas yang dibuat oleh ibunya Wawan, menikmati teh itu bersama supirku ini.

“Wan, besok sore kita pulang ke Surabaya ya,” Ucapku.​
“Loh kok buru-buru non?” Balasnya.
“Ya kan aku harus sekolah Wan. Tugasku ini kan harus dikumpulkan,” Kataku.
“Oh iya, kirain udah mau jadi istriku,” Kelakar Wawan.

Aku mencubit pinggangnya dan kami tertawa layaknya sedang berpacaran. Beberapa kali kami saling bertemu pandang. Mungkin karena salah tingkah, Wawan mengajakku ke kota batu, mungkin karena masih belum terlalu malam. Dia mau mengajakku ke BNS, salah satu wahana permainan yang ada di kota tersebut. Kami izin kepada orang tua Wawan dan pergi ke tempat tersebut menggunakan mobilku. Disana kami mencoba beberapa wahana dan mencoba beberapa kuliner khas batu yang ada di foodcourtnya. Kami ngobrol panjang lebar mengenai pengalaman selama di desa yang sangat berkesan, aku sangat berterima kasih kepada supirku ini karena tugas yang awalnya nampak begitu sulit bisa terselesaikan dengan baik. Ingin rasanya aku memeluk Wawan tapi aku merasa malu, beberapa kali kami dilihat oleh pengunjung karena kami belagak layaknya orang yang sedang berpacaran bukan antara supir dan majikan. Waktu berlalu dengan sangat cepat, aku melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Aku ajak Wawan untuk pulang agak besok bisa bersiap-siap pulang ke Surabaya. Libur tengah semester sudah berakhir, 2 malam yang sangat berkesan bagiku dan sangat membekas bagi warga desa khususnya teman-teman baruku, Fatur, Fikri, dan Arum. Saat kami berjalan ke arah mobil, tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang.

“Dik Cilla,” Ucapnya.

Aku membalikkan badan, ternyata Pak Burhan yang memanggilku. Beliau tidak sengaja melihat mobil kami keluar dari desa, beliau pikir aku marah atas kejadian tadi pagi dan pulang ke Surabaya tanpa pamit.

“Oh ngga kok Pak Burhan,” Balasku. “Justru Cilla mau ucapin makasih banget Pak Burhan udah bantuin tugas akhir Cilla.”​
“Dik Cilla, boleh bapak minta sesuatu?” Balasnya. “Itung-itung ucapan terima kasih lah.”
“Boleh banget dong pak. Aku udah ngerepotin bapak dua hari ini. Lagian memang rencana besok mau balik ke Surabaya. Lusa sudah masuk sekolah lagi dan harus mulai menyusun tugas akhir ini pak,” Balasku.
“Anu.. mau minta itu dik, yang tadi pagi belum,” Ucap Pak Burhan terbata-bata.

Mungkin Pak Burhan sungkan jika meminta secara langsung apalagi disampingku ada Wawan yang terus memperhatikan kami. Aku sendiri langsung tahu apa yang diinginkan Pak Burhan, apalagi tadi pagi memang beliau hanya mendapatkan oral sex dariku. Hanya aku sendiri bingung harus melakukan dimana karena tidak mungkin kami melakukan hal itu di rumah karena malam ini istri pak Burhan ataupun ibu dari Wawan sudah pulang ke rumah. Wawan yang langsung mengerti apa maksud pak burhan langsung menawarkan untuk melakukan hal itu di hotel terdekat. Ternyata Pak Burhan langsung meng-iya-kan ajakan Wawan dan akhirnya kamipun berangkat ke hotel terdekat. Aku dan Wawan sengaja mengikuti mobil Pak Burhan dan sampailah pada hotel yang tidak jauh dari BNS, tidak terlalu besar namun sepertinya bersih. Setelah melakukan proses checkin, Pak Burhan mengajakku dan Wawan masuk ke kamar yang sudah disiapkan.

Sesaat setelah masuk ke kamar, Pak Burhan langsung memeluk diriku dan menciumi bibirku dengan lembut. Tingkah Pak Burhan ini langsung disambut tawa kecil oleh Wawan. sepertinya Pak Burhan sudah tidak sabar menikmati tubuhku sejak pagi tadi sampai-sampai harus membuntuti kami hingga ke BNS. Walau dalam hati kecil memang menginginkan sentuhan dari Pak Burhan, tapi aku tetap berusaha menjaga image supaya tidak terlihat murahan di depan Pak Burhan. Lagipula bagiku ini ucapan terima kasih karena sudah mau membantu menyelesaikan tugas akhir yang awalnya membuatku pusing tujuh keliling. Kini tubuhku dituntun oleh beliau menuju kasur, kami duduk berdua dan saling berpelukan dan berciuman. Tidak jarang Pak Burhan membisikkan kata-kata rayuan pada diriku. Hal ini membuatku semakin nyaman berada di sampingnya. Wawan sepertinya ingin membiarkan kami berdua menikmati malam ini, karenanya dia izin untuk membeli makanan dan minuman di depan hotel ini.

Setelah Wawan keluar kamar, Pak Burhan lebih berani dengan menidurkan aku di kasur dan tangannya mulai menjamah kedua payudaraku yang masih tertutup oleh bra dan kaosku. Kedua payudaraku dielus dan diremas dengan lembut sambil terus mengusap rambutku atau sekedar mengecup bibirku. Beliau lakukan dengan sangat lembut, ini sangat berbeda dengan Fatur ataupun Fikri. Bahkan sampai malam ini aku masih merasa tidak nyaman di bagian duburku setelah Fikri melakukan anal terhadap diriku. Setelah puas mengagumi, menciumi dan meraba diriku, Pak Burhan kini melepas kaos dan celanaku, hingga kini aku hanya mengenakan bra dan panties dihadapannya.

"Body dik Cilla ini bagus sekali," Ucap Pak Burhan.​
"Masa sih pak? Pak Burhan suka body Cilla yang bagian apa?" Balasku manja.
"Ya jelas susu dan memeknya dik Cilla dong, susunya dik Cilla ini besar ya," Lanjut Pak Burhan.
"Ah masa sih pak susu aku gede?" Ucapku tidak pede.
"Beneran dik Cilla, Bapak suka nyusu ke dik Cilla," Balasnya kembali.

Setelah puas mengobrol dengan diriku, kini Pak Burhan berdiri dan melepaskan seluruh baju dan celananya. Beliau memintaku untuk memainkan penisnya yang sudah mulai menegang itu. Aku langsung memberikan kecupan pada kepala penisnya dan mengucapkan terima kasih pada Pak Burhan atas kebaikannya dan izinnya menyelesaikan tugas akhirku. Aku usap lembut batangnya dan mulai menjilati batangnya yang menegang itu hingga menuju buah zakarnya. Pemiliknya terdengar mendesah dan terengah-engah menerima perlakuanku. Beberapa saat kemudian, Pak Burhan memintaku untuk naik dan duduk di wajahnya karena dia ingin sekali menjilati kewanitaanku. aku dengan cepat menduduki wajahnya yang berkumis lebat itu. Di sini aku harus menahan rasa geli akibat kumis yang bergesekan dengan daerah sekitaran vaginaku serta pegal akibat berjongkok. Pak Burhan nampak menikmati hal ini, namun karena pegal, aku langsung merobohkan diri ke tubuh pak Burhan. Selain untuk beristirahat, posisi enam sembilan ini lebih memberikan ruang untukku memainkan penisnya. Posisi seperti ini membuatku mencapai orgasme pertamaku malam ini. Cairan cintaku sedikit meleleh keluar dari vaginaku menuju paha, bahkan beberapa menetes ke muka Pak Burhan. Setelah menikmati orgasme pertamaku, aku langsung merebahkan diri disamping Pak Burhan. Kini beliau bangkit dan memeluk diriku, dia mengulum pentil kanan dan kiriku bergantian lalu turun menuju perut dan mejlitali pusarku. Pak Burhan terlihat seperti anak kecil yang sedang menikmati gulali. Lidahnya kini berlanjut ke liang vaginaku, beliau mulai menjulurkan lidahnya dan bermain-main disana hingga aku merasakan ingin mencapai puncak. Cairan cintaku kembali meleleh untuk yang kedua kalinya.

Pak Burhan kini bersiap untuk memasukkan penisnya ke dalam liang vaginaku. Penisnya yang sudah begitu tegang perlahan membelah vaginaku. Penis yang sudah begitu tegang itu mulai keluar masuk menembusi lubang bawahku membuat aku merem melek keenakan. Pompaan yang sangat lembut bak seorang ayah yang menyayangi anak perempuannya, Pak Burhan terus-terusan menciumi pipi dan bibirku. Payudaraku juga menjadi tempar rekreasi kedua tangannya. Pak Burhan yang keluar begitu cepat tadi pagi ternyata berbeda saat ini, dia menikmati vaginaku cukup lama kali ini. Bahkan beberapa kali ganti posisi, dari mulai missionary dan doggy style, hingga posisi WOT saat ini.

“Wih, non Cilla hot banget posisi WOT ini,” Ujar Wawan yang baru saja masuk​
“Shh.. Pak.. Enaak..,” Ucapku mendesah.

Aku makin menggelinjing saat Wawan mengerjai kedua puting payudaraku. Diremasnya lembut dan sesekali dikecupnya. Bibirku juga beberapa kali menjadi sasaran lumatan oleh Wawan. Mereka berdua benar-benar memperlakukanku dengan lembut, tidak seperti Fatur yang cenderung suka bermain kasar. Puas dengan posisi Woman on Top, Pak Burhan menidurkan aku di ranjang dan menyuruh Wawan untuk menggantikannya. Wawan yang sudah horny berat melihat pertempuran kami langsung membuka seluruh pakaiannya. Penisnya yang sudah tegang itu dia masukkan perlahan ke dalam liang vaginaku yang sudah becek oleh cairan cintaku sendiri hasil orgasme beberapa kali tadi. Pak Burhan kini meminta agar aku menghisap penisnya. Bak anak kecil, aku menurut saja untuk menghisap dan memainkan penisnya. Beberapa saat kemudian, ponsel Pak Burhan berdering dan beliau mengistruksikanku dan Wawan untuk menghentikan sejenak aktifitas kami, sepertinya istri pak Burhan yang menelepon.

“Iya buk.. ini bapak masih diluar sebentar, kebetulan ada teman dari Jakarta datang ke Batu,” Ujarnya berbohong.

Aku yang gemas mendengar Pak Burhan berbohong, kembali mengecup penisnya. Pemiliknya berusaha senatural mungkin menjawab pertanyaan-pertanyaan dari istrinya sambil berusahan menahan geli akibat perbuatanku. Aku sendiri berusaha tidak mengeluarkan suara-suara yang dapat memancing huru hara rumah tangga beliau walaupun saat ini, puting payudaraku kembali jadi sasaran oleh Wawan. Wawan yang sudah memasukkan penisnya ke dalam vaginaku tadi malah perlahan mempercepat tempo pompaannya membuatku berusaha sekuat tenaga menutup mulut agar desahanku tidak terdengar. Untunglah beberapa saat kemudian Pak Burhan menutup ponselnya dan aku terbebas untuk mendesah.

"Dik Cilla ini nakal ya, bapak kan sudah suruh stop dulu,” Kata Pak Burhan sambil mencubit putingku.​
“Abis, Pak Burhan bohong sih, jadi itu hukuman dari Cilla buat orang yang tukang bohong,” Ujarku cemberut.
”Ya masa bapak harus bilang dia kalau bapak lagi ngentot sama dik Cilla?” Balasnya. “Bisa terjadi perang dunia ketiga.”
“Biarin, salah sendiri kenapa mecum,” Balasku sambil mencubit peinggangnya.
“Wan.. kasih hukuman!” Pak Burhan berkata dengan mimik serius.

Wawan yang dapat instruksi dari Pak Burhan langsung memompaku dengan cepat. Tidak seperti tadi yang lembut, kini Wawan memompaku dengan tempo yang cukup tinggi membuatku merem melek manahan rasa geli dan nikmat ini. Wawan terus memompa penisnya hingga aku sudah hampir berada di puncak orgasme. Namun tiba-tiba Pak Burhan berkata “STOP”. rasa ingin orgasme ini tiba-tiba padam membuatku agak panas dingin. Selanjutnya Pak Burhan menyuruh Wawan untuk beranjak dan dia menggantikan posisinya untuk mempompa tubuhku. Tanpa basa basi, Pak Burhan langsung memasukkan penisnya ke dalam vaginaku, bergantian dengan Wawan yang kini duduk desampingku. Pak Burhan memompa penisnya dengan irama yang cukup cepat hingga rasa ingin orgasme yang sempat padam perlahan kembali naik, namun pada saat hampir mencapai puncak, lagi-lagi Pak Burhan menghentikan sodokan penisnya. Beliau mencabut penisnya itu dan menyuruh Wawan kembali memompa tubuhku. Diperlakukan seperti ini seakan mau gila. Gairahku dipermainkan oleh mereka berdua dan celakanya itu tidak dilakukan hanya sekali saja, namun berkali-kali hingga setengah jam aku dibiarkan tidak orgamse hingga pinggangku pegal dan panas dingin.

“Pak Burhan.. ampun, Cilla kepengen,” Ucapku terputus.​
“Kepengen apa dik Cilla?” Tanya Pak Burhan.
“Kepengen orgasme..,” Ucapku mengiba.
“Hehehe.. Iya deh, Wan, ayo buat dik Cilla ke langit ketujuh,” Perinah Pak Burhan.
“Siap Pak RT,” Balas Wawan.

Akhirnya, Wawan yang kini dalam posisi memompaku berusaha mempercepat hingga aku benar-benar mencapai orgasmeku. Oragme yang cukup panjang karena sudah tertunda dari tadi. Rasanya plong sekali orgasme kali ini. Kita beradu hampr 40 menit dan mereka berdua tidak ada tanda-tanda usai. Hari ini aku benar-benar payah karena harus melayani nafsu penduduk desa ini berkali-kali. Namun aku tidak merasa menyesal datang ke desa ini. Walau Fatur dengan gaya kasarnya saat berhubungan badan ataupun Pak Burhan dan Mbah Gito yang sangat lembut terhadapku. Bagiku semunaya sangat baik terhadapku, bahkan ada rasa tidak ingin pulang. Tinggal di desa ini memberikan aku pengalaman baru tentang hangatnya keluarga, kepercayaan yang diberikan Pak Burhan, dan teman yang asyik seperti Fatur dan Fikri. Tidak terasa hampir satu menit aku orgamse. Setelah membiarkanku orgasme berkepanjangan ini, Wawan kembali memompa penisnya. Kali ini Wawan memompa dengan tempo yang sedang saja, tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu pelan sedangkan Pak Burhan melihat tingkah kami berdua sambil memainkan batangnya yang masih saja tegang itu. Wawan kembali menciumi tubuhku, payudaraku, dan bibirku berkali-kali hingga tak terasa pompaannya semakin cepat dan akhirnya dia mencabut penisnya itu dan menyruhku mengulumnya. Aku lakukan dengan sepenuh hati bahkan cenderung bersemangat hingga pemiliknya meracau keenakan hingga menahan kepalaku. Tidak lama kemudian, Wawan ejakulasi di mulutku, spermanya menyembur deras di seluruh rongga mulutku membuat aku memejamkan mata. Aku berusaha tidak menyisakan setetespun sperma yang ada di mulutku ini, aku telan semunya. Wawan sendiri sudah ambruk sambil tersenyum kecil disampingku.

Pak Burhan sepertinya tidak bisa melihatku menganggur sedikit saja, baru saja aku mengatur napas setelah bertempur dengan Wawan, Pak Burhan sudah langsung mengangkangkan kedua kakiku dan bersiap memasukkan kejantanannya tersebut. Setelah melakukan penetrasi, Pak Burhan memelukku sambil menikmati payudaraku, dijilatinya payudaraku yang kanan dan kiri, sementara aku belitkan kakiku ke pinggangnya. Hal ini membuat batang kemaluan itu menancap lebih dalam lagi. Bahkan terkadang Pak Burhan membenamkan penisnya itu sangat dalam hingga membuat mataku terbeliak dan menjerit kecil. Dia lakukan itu dengan tempo yang berirama.

“Dik Cilla, memeknya dik Cilla enak sekali,” Ucap Pak Burhan.​
“Shh.. Pak.. terusin pak.. punya bapak juga enak,” Racauku.
“Enak mana sama punya Wawan, dik? Balasnya.
“Semua enak pak.. ayoo pak lebih cepat, mau sampe,” Ucapku diplomatis.

Pak Burhan mulai mempercepat pompaanya. Aku sengaja menggerakkan pinggulku hingga Wawan tersenyum melihat tingkahku yang sangat seksi. Alih-alih membuat Pak Burhan lebih cepat ejakulasi, ternyata menggerakkan pinggulku membuatku menuju puncak lebih cepat. Badanku bergetar hingga akhirnya cairan cintaku kembali keluar dan membasahi sprei ini. Namun untungnya tidak berapa lama kemudian, Pak Burhan mencabut penisnya dan menyemburkan lahar panasnya itu diatas payudaraku. Cairan spermanya cukup banyak membasahi payudaraku. Lalu pak Burhan mengusap cairan itu dan meratakan ke seluruh payudaraku. Setelah itu Pak Burhan memintaku membersihkan penisnya, dengan senang hari aku masukkan ke dalam mulutku dan membersihkan dengan lidahku hingga bersih. Dengan rasa lelah pak Burhan berbaring di samping kananku dan Wawan di samping kiriku. Tidak ada kata-kata yang keluar selama beberapa menit karena masih terengah-engah akibat pertempuran hebat yang kami lakukan tadi.

“Terima kasih ya dik Cilla, Sudah lama bapak tidak merasakan kenikmatan seperti tadi,” Ucap Pak Burhan.​
“Ah masa sih pak, sama ibu kan bisa?” Balasku.
“Ya beda dik Cilla, ibu kan sudah berumur, sudah kendor semua, beda dengan dik Cilla yang masih kencang semua,” Jelasnya.

Aku mengajak Pak Burhan dan Wawan untuk mandi bersama. Sebetulnya, tujuan mengajak mereka mandi bersama karena aku terlalu lelah untuk membersihkan diriku, dengan begini, mereka berdua akan sibuk menyabuni diriku dibawah rain shower kamar mandi ini walau fokus mereka menyabuni tetep saja bagian payudara, pantat, selangkanganku saja. Bagian lainnya seperti terlewati begitu saja. Disabuni bagian itu secara terus menerus membuatku larut dalam kenikmatan yang sempat hilang tadi. Aku memeluk Wawan dan menicumnya, lidah kami saling beradu dibawah derasnya air yang membasahi tubuh kami. Pak Burhan dari belakang tetap menyabuniku seolah memberikan tubuhku sepenuhnya untuk Wawan. Gosokan sabun yang awalnya terasa di punggung mulai bergerak ke bawah menuju selangkanganku membuat gairaku semakin memuncak. Bahkan di tengah shower ini aku harus kalah lagi dengan kelakuan mereka berdua. Aku harus merasakan orgasme sambil berdiri dan ini benar-benar melelahkan karena aku harus menahan tubuhku agar tidak jatuh. Wawan yang mengetahui kondisiku langsung memapahku keluar dari tempat mandi menuju ke wastafel. Tanganku dibiarkannya bersandar, dan dia tiba-tiba memasukkan penisnya kembali dari belakang.

“Shh.. Wann.. kamu ga ada capeknya,” Ucapku.​
“Buat non, aku sih siap tiap saat,” Balasnya sambil meremas payudaraku yang menggantung.

Pak Burhan nampaknya membiarkan gairah anak muda ini selesai, karena setelah mencium bibirku, Pak Burhan langsung keluar dari kamar mandi. Suara pompaan dan eranganku pasti terdengar hingga kamar mungkin bagai alunan orkestra bagi Pak Burhan yang duduk di sofa sambil menyeruput secangkir kopi. Hampir sepuluh menit kami beradu di kamar mandi yang cukup sempit ini. Memori tadi pagi di kamar mandi rumah Wawan muncul kembali saat ini. Wawan mempercepat pompaannya dan berejakulasi di pantatku, cairannya semakin encer mungkin karena sudah beberapa kali ejakulasi hari ini. Setelah itu, dia bersihkan pantatku menggunakan handuk basah lalu membalikkan tubuhku, dia peluk aku dan menciumku dengan sangat lembut.

“Terima kasih ya non, buat dua hari ini,” Bisiknya.​
“Iya Wan, makasih juga udah dibantuin tugas akhirnya sampe sukses,” Balasku.

Usai ngobrol sesaat kami keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian kami masing-masing. Setelah ngobrol sesaat kami memutuskan untuk kembali ke desa secara terpisah agar tidak menimbulkan kecurigaan warga desa, apalagi waktu telah menunjukkan pukul dua belas lebih, sehingga aku dan Wawan memutuskan untuk kembali setengah jam lebih lama daripada Pak Burhan. Sesampainya di rumah, ternyata bapak dan ibu nya Wawan masih di ruang tengah menunggu kami berdua pulang. Agak sungkan juga sih sebetulnya gara-gara kami bapak dan ibunya Wawan masih menunggu kami.

“Nak, kok malam sekali pulangnya,” Ucap ibunya Wawan.​
“Eh, maaf bu, aku yang minta antar ke kota malang ketemu teman, jadi agak juah baliknya,” Ucapku berbohong.
“Oh ya sudah tidak apa non, ayo lekas tidur sudah mau subuh ini,” Balasnya.

Malam ini aku tidur begitu nyenyak mungkin karena sudah terlalu lelah akibat aktifitasku hari ini yang sangat membagongkan. Aku merebahkan tubuhku di kasur ini dan terlelap di dalam kesunyian malam. Aku harus tidur dengan nyenyak karena besok pagi aku harus kembali ke Surabaya. Walau aku senang tinggal di desa ini, tetap saja aku kangen dengan kota kelahiranku, Surabaya.​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd