Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Priscilla, gadis manja yang perlahan binal

Iya hu, sekedae saran dalam satu episode ada variatif dari soft sampe hard banget jadi feel nya dari tenang sampe ngaceng kenceng WKWK. Tapi ane percaya sama kemampuan suhu selaku penuliss
 
PART IV
PEKERJAAN RUMAH
Priscilla-02.jpg

“Tugas ini dibuat bukan hanya sekedar menyelesaikan tugas akhir, tapi supaya bisa merasakan bagaimana kehidupan yang berbeda dari kota besar seperti Surabaya ini.”

Kata-kata ini perlahan muncul di malamku saat aku sedang mengerjakan laporan tugas akhhirku. Beberapa ide yang sudah menjadi bahan diskusi hari ini sepertinya mendapat atensi lebih dari mba Arum, sehingga aku perlu lebih mendetailkan projek itu supaya pada saat Pak Burhan menanyakan detailnya, aku bisa menjawab dengan baik. Setelah itu seperti perempuan pada umumnya, sebelum tidur aku masih harus merawat kulitku dengan skincare yang bejibun seperti memakai krim muka dan sebagainya. Rumah Wawan ini cukup diatas ekspektasiku dimana bayangan awal adalah kampung yang terbelakang dengan rumah tanpa bata yang hanya bertembokkan kayu bahkan tanpa pintu, hanya ditutup oleh tirai seperti yang aku lihat di film atau sinetron. Bahkan di desa kecil ini hampir tidak ditemukan rumah dengan dinding kayu. Ternyata stereotype tentang kehidupan di desa yang ada di televisi sepertinya harus pelan-pelan diganti bahwa kini kehidupan desa sudah sangat jauh-jauh lebih baik daripada jaman dulu. Mungkin masih ada yang tertinggal namun itu harus menjadi tugas kita generasi muda untuk meningkatkan taraf hidup mereka, sehingga akhirnya aku bisa mengerti makna dari tugas akhir ini. Apalagi ternyata udara di sini jauh lebih segar daripada di kota, terlebih penduduk di sini sangat ramah, mereka menerimaku dan bahkan membantu memberikan data-data terkait tugas akhirku kecuali Fatur dan Fikri, sepertinya hanya mereka yang level kerahamannya ada di bulan. Selesai memanjakan kulitku sesaat aku yang sudah mulai mengatuk ini bersiap merapihkan tempat tidur.

“Stt.. non, udah mau tidur?” Wawan tiba-tiba mengagetkanku.​
“Iya Wan, ngantuk,” ucapku.
“Gara-gara tadi ya kecapekan?” Timpal Wawan.
“Hah? Tadi? Apaan sih maksudnya.. ga ngerti aku” Balasku seenaknya.
“Idih, dikira ga ngerti.. tadi kan non sama Fa..,” Bisik Wawan.

Sebelum supirku ini melanjutkan kata-katanya aku langsung lompat dari kursi meja rias ini menghampirinya sambil menutup mulutnya. Lalu aku tarik supirku ini masuk. Gawat kalau sampai ketahuan orang bisa dirajam satu desa. Aku tarik supirku ini untuk duduk di meja riasku, lalu dia bercerita kalau tadi melihat apa yang aku lakukan dengan Fatur, Fikri dan mbah Gito di gudang pakan tersebut. Hal itu bisa terjadi karena Wawan diminta Pak Seno untuk menjemputku di peternakannya Pak Burhan karena hari sudah senja, Pak Seno takut aku lupa jalan pulang karena hari mulai gelap namun penerangan di desa ini tidak terlalu baik. Nah ternyata pada saat itu dia tidak sengaja dia melihatku dalam kondisi terikat dan sedang digenjot oleh Fatur dari belakang.

“Lah, tau aku lagi sekap kok ga bantuin aku sih Wan?” Ucapku cemberut.​
“Aduh maaf ya aku ga bantuin non Cilla soalnya non diiket gitu gemes bener,” Katanya.
“Gemes apanya, sakit semua nih tanganku, tuh masih ada merah-merahnya” Balasku masih dengan cemberut.
“Lagian juga kalo aku dateng malah kasian non Cilla,” Ucap Wawan sekenanya.
“lah kok malah kasihan? Emangnya kenapa?” Balasku penasaran.
“Ya pasti aku join dong ngentotin non Cilla, nepsong udah di ubun-ubun,” Balasnya.
“la buset.. malah nambah cowoknya,” Kataku mencubit pinggangnya.
“Makanya non, saya coli aja sambil liatin non Cilla mendesah,” Balas Wawan.

Hadeh.. Supirku satu ini bukannya membela majikannya yang lagi lagi diperkosa sama Fatur, Fikri, dan mbah Gito tapi malah coli sambil ngintipin aku. Memang pada saat itu aku merasa ssangat seksi dengan kondisi terikat dientoting oleh Fatur apalagi batangnya yang besar itu menggaruk dinding-dinding vaginaku yang sempit bahkan beberapa kali perlakuan mereka kasar seperti menampar dan menjepit putingku yang sampai saat ini masih ngilu, tapi sepertinya itu hanya fantasi mereka saja. Kenapa bisa aku simpulkan begitu? karena setelah itu kita ngobrol santai bahkan pada saat perjalanan pulang mereka sangat sopan terhadapku, bahkan mengantarkan aku pulang ke rumah Pak Seno. Namun ada hal yang lebih penting daripada itu semua, aku harus menanyakan pada Wawan apa yang dia infokan ke Pak Seno sampai aku terlambat pulang, karena pada saat aku pulang, Wawan sudah berada di halaman rumah bersama Pak Seno. Hal ini yang lebih membuatku deg-degan daripada di gudang pakan tadi. Jangan-janga Wawan memberitahu kalo aku sendang bersenggama di gudang pakan dengan para pekerja Pak Burhan. Untungnya Wawan masih melindungi harga diriku, dia masih menganggapku majikannya yang harus dia hormati, paling tidak dia tidak bicara aneh-aneh didepan bapaknya itu. Supirku ini mengatakan kalau aku masih harus mewawancarai para pekerja setelah jam kerja mereka selesai sehingga tidak mengganggu waktu kerja para pekerja Pak Burhan. Ternyata cukup pandai juga Wawan ini melindungi harga diri majikannya. Sebetulnya aku mau saja ngentot dengan supirku malam ini, tapi karena dia melihat aku diikat tapi dia malah coli dan bukannya bantuin, aku kembali cemberut dan mengusirnya dengan santai.

“Udah aku mau bobok Wan, sana balik ke kamarmu” Ucapku.​
“Loh ga dikasih bonus non, udah nyelametin non di depan bapak?” Balasnya cemberut.
“Kan udah Wan, nonton live sambil coli.. Udah ah, ngantuk,” Ucapku sambil mencubit pinggangnya.

Sambil tertawa kecil, supirku ini memeluk dan mencium pipiku, untungnya dia tidak memaksaku untuk melayaninya malam ini. Mungkin dia tau aku perlu istirahat setelah bertempur dengan tiga batang penis di gudang pakan sore tadi. Setelah melumat bibirku sesaat dan meremas lembut payudaraku, dia keluar kamar dan membiarkan aku tidur dan mengistirahatkan tubuhku di hari pertama yang melelahkan ini.

Dalam tidurku malam ini aku bermimpi kalau ada seseorang pria yang sangat tampan namun aku merasa tidak pernah mengenalnya dia sedang berada di kamarku dan berada dekat sekali denganku. Dia memelukku serta mengecup bibirku dengan penuh rasa sayang. Dia begitu lembut mengecup bibirku, mencium pipiku, dan terkadang mengusap rambutku. Setelah itu, sosok yang tampan ini meremas lembut payudaraku yang masih terbungkus kaos. Perlahan dia singkapkan kaosku hingga payudaraku yang masih tertutup bra terpampang dihadapannya. Dia melepaskan bra ku dan mengecup lembut putingnya membuat aku mendesah kecil. Setelah itu dia baringkan aku dan mulai melepas celanaku beserta celana dalamku. Vaginaku yang berbulu cukup lebat ini terpampang jelas dihadapannya. Jemarinya kini mulai bermain di antara selangkanganku itu dan pria itu mulai merabai selangkanganku. Rasa geli namun nikmat kembali muncul, lalu sosok itu kini jongkok dan menikmati vaginaku dengan lidahnya. Lidahnya mulai menari di area klitorisku membuat aku merasakan sesuatu yang tidak wajar. Ini terasa sangat nyata. Tidak tahu bagaimana caranya aku seperti tersadar dan membuka mata. Betapa kagetnya aku melihat Wawan entah sejak kapan ada dibawahku sedang menjilati vaginaku yang sudah terbuka. Bahkan kaosku pun sudah tersingkap keatas. Karena aku terbiasa tidur tanpa mengenakan bra otomatis menjadi separo bugil.

“Wan, sejak kapan kamu disini,” Ucapku berbisik takut ketahuan.​
“Dari setengah jam lalu non,” Ucapnya.
“Gila kamu nanti ketauan pak Seno. Ini jam berapa Wan” Ucapku menutup piyama dengan tanganku.
“Jam 6 pagi non. Tenang aja aman kok,” Balasnya

Wawan yang sudah bugil itu langsung bangkit dan rebahan disampingku. Sambil menciumi bibirku, dia meyakinkan aku kalau di rumah ini tidak ada orang karena hampir setiap pagi ayahnya selalu mengantarkan ibunya ke pasar besar batu untuk berbelanja dan itu memakan waktu cukup lama sehingga ada kesempatan bagi Wawan untuk mengerjaiku. Supirku kini menatapku dekat sekali dengan tatapan yang tajam, secara perlahan kembali dia kecup bibirku, kami berdua sudah seperti pasangan walau dunia kami berbeda, sex menyatukan kami berdua layaknya orang yang sedang berpacaran. Aku merespon dengan memainkan lidahku hingga lidah kami beradu. Wawan melumat bibirku dengan penuh nafsu sambil memelukku dengan erat. Sambil terus menikmati bibirku, tangannya terus mengelus dan mengusap seluruh bagian tubuhku, walau selalu tersentral di payudaraku dan vaginaku membuat putingku mengeras dan aku merasakan sensasi yang kemarin sore kamu rasakan. Aku mulai menikmati keadaanku saat ini, cumbuan dan sentuhan dari Wawan membuatku orgasme yang pertama. Orgasme dengan penuh rasa yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Aku merasakan Wawan bukan sebagai supirku namun lebih seperti teman saat ini. Perasaan apa ini yang membuatku bingung. Apakah aku mulai menyukai supirku ini? Wah bisa gempar satu sekolah kalau aku pacaran dengan supirku sendiri. Namun aku juga tidak bisa menyembunyikan rasa puas saat supirku ini memainkan setiap senti tubuhku.

Setelah membiarkanku menikmati orgasme di pagi hari ini, Wawan berdiri dan menyuruhku duduk. Seakan aku sudah tau apa yang ada dipikirannya aku langsung menatap pad senjatanya dan gilanya, aku dengan rela langsung memainkan penisnya yang sudah siap tempur itu. Bak seorang pekerja seks komersil aku mulai memasukkan penis itu ke dalam mulutku, bahkan dengan asyiknya tanganku memainkan puting supirku yang membuat pemiliknya meracau keenakan. Mungkin karena tidak tahan dengan perlakuanku, Wawan langsung mencabut penisnya. Supirku ini menyuruhku naik ke badannya untuk kembali memainkan senjatanya itu dengan posisi enam sembilan. Dengan posisi tersebut Wawan dapat menikmati vaginaku dengan sangat dekat, kadang dikecup, dijilat ataupun lubangku ditusuk-tusuk dengan jarinya, hal ini membuatku makin terangsang. Aku memainkan penisnya dengan gemas, tidak lupa kedua bolanya juga aku mainkan, aku jilati hingga senjata itu penuh dengan air liurku. Setelah puas menikmati vaginaku, Wawan langsung membanting badanku ke samping dan bersiap memasukkan batangnya ke dalam vaginaku.

“Ampun Wan, jangan..,” aku pura-pura cemberut sambil menutupi vaginaku.​
“Tangan ini harusnya keatas,” Balasnya sambil melemparkan tanganku keatas.
“Ih kok kasar, kayak Fatur aja,” Ucapku cemberut.
“Iya.. iya non Cilla yang manis, jangan cemberut dong,” Balasnya sambil mengecup bibirku.

Dia kecup bibirku sambil kembali beradu lidah dia memasukkan penisnya itu perlaha ke liang vaginaku. Aku hanya bisa menjerit kecil saat penis itu ambles seluruhnya di dalam liang vaginaku. Setelah melakukan penetrasi, dia mulai memompa vaginaku dengan tempo perlahan yang dia naikkan sedikit demi sedikit hingga suara benturan selangkangan kami terdengar keras, lalu kembali lembut. Pompaan dengan irama yang seperti ini membuatku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala keenakan. Beberapa saat kemudian Supirku ini bangun dan menarik tanganku hingga aku kini berada dipangkuannya, dia dekap tubuhku sambil terus menciumiku, namun karena posisi duduk seperti ini, pompaannya pada vaginaku berhenti, namun penisnya tetap tertancap dalam vaginaku. Aku reflek memeluknya dan melumat bibir supirku ini sambil berusaha menaik turunkan tubuhku. Aku sudah tidak bisa berpikir secara jernih, aku hanya ingin mendapatkan orgasme yang selanjutnya, seakan sudah menjadi kewajibanku untuk melayani nafsu supirku ini. Wawan sendiri menciumi bibir dan mukaku hingga basah, aku sendiri semakin kencang menaik-turunkan tubuhku sambil terus berciuman liar dengan supirku ini. Mengetahui aku sudah makin kaku akan orgasme, Supirku ini langsung melepaskan pelukanku dan membantingku di kasur. Dia langsung memompa vaginaku dengan cepat hingga akhirnya aku mendapatkan squirt yang pertama saat dia cabut penisnya dari vaginaku membuat cairanku mengalir deras membasahi kasur ini.

Begitu aku selesai orgasme, tanpa membiarkan aku beristirahat, Wawan membalikkan aku menjadi posisi terlungkup, dia kembali memasukkan penisnya yang masih perkasa itu ke dalam kemaluanku dari belakang. Dia kembali memompa sambil menindihku, aku yang berada dibawahnya harus menahan berat badannya dan ngilu di vaginaku karena posisi seperti ini membuat penisnya menancap lebih dalam lagi bahakn terkadang membentur dinding rahimku. Dalam pelukanya, supirku tidak hanya menikmati tubuhku namun juga menghirup wanginya rambutku. Selain itu dia juga terkadang mengusap dan mencium pipiku. Posisi seperti ini tidak memungkinkanku berbuat apa-apa, dalam posisi tertindih seperti ini aku hanya bisa mengerang dan mengerang, kedua tanganku hanya bisa aku pakai untuk meremas kasur ini menahan berat badan supirku dan rasa ngilu yang ada di tubuh bawahku itu. Penetrasi seperti ini membuatku tersiksa karena sulit sekali bernapas. Untungnya aku tidak perlu terlalu lama merasakan posisi ini karena Wawan mempercepat genjotannya hingga akhirnya dia tumpahkan spermanya di pantatku.

“Uahh.. Enak banget emang non Cilla,” Ucapnya puas.​
“shhh.. hahh.. shh.. hahh..,” aku masih mencoba mengatur napas.

Setelah puas menggauliku, Wawan langsung berdiri sempoyongan sambil menyuruhku membersihkan penisnya. Tanpa basa basi aku kecup penisnya dan aku jilati hingga bersih, sisa-sisa sperma yang masih ada di ujung penisnya itu layaknya seorang pacar yang patuh. Puas menjilati penisnya akupun langsung berbaring mengumpulkan nafas yang tadi sempat agak sesak saat ditimpa oleh Wawan. Supirku sendiri langsung mengenakan kembali pakaiannya dan keluar dari kamarku sambil bersiul. Akupun tidak lupa mengunci kamar ini dan beristirahat beberapa saat sebelum aku membuka sprei yang basah akibat cairan-cairan cintaku yang berceceran di ranjang ini. Beberapa cairan yang ada dilantai juga aku lap dengan tissue agak tidak meninggalkan jejak apapun. Setelah itu aku keluar kamar untuk mencuci sprei ini. Lalu aku menyemprotkan pewangi ruangan agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi orang tua Wawan. Aku mengambil handuk lalu berjalan ke tempat cucian yang ada di belakang rumah ini. Berbeda dengan rumahku dimana memiliki mesin cuci, di rumah Wawan tidak ada mesin cuci sehingga aku harus mencuci sendiri sprei ini dengan tanganku. Melelahkan sekali bahkan untuk mencuci sprei ini aku membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit. Setelah selesai mencuci dan menjemur sprei ini, aku berjalan ke dalam menuju kamar mandi yang terletak di ruangan tengah, namun saat berjalan menuju kamar mandi rumah ini sangat sepi, bahkan aku tidak melihat Wawan sejak tadi aku keluar kamar. Sedikit mencurigakan, tapi aku buang jauh-jauh pikiran negatif ini dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sesaat aku masuk ke kamar mandi dan aku tutup pintunya, aku kembali dikagetkan oleh Wawan yang ada di belakang pintu dan langusng menyergapku. Mulutku dibekapnya, lalu kewanitaanku digosok-gosoknya dari luar celanaku. Ternyata supirku ini masih belum puas mengerjaiku dikamar, bahkan sampai tega menyergapku di kamar mandi. Wawan dengan cepat melucuti semua pakaianku dan meremas-remas payudaraku seolah benda itu tidak akan dia lihat kembali. Supirku ini langsung membalikkan tubuhku dan menciuminya dengan ganas. Aku yang sudah kepalang tanggung menngimbanginya dengan melumat bibirnya. Kami berciuman dengan ganas di kamar mandi yang hanya berukuran 2x2 meter ini. Ada rasa pengap di dalam sini karena uap air panas di dalam bak yang dibuat oleh Wawan untukku mandi. Lagi-lagi berbeda dengan rumahku yang memiliki pemanas air bertenaga matahari, di kampungnya Wawan perlu memanaskan air jika ingin mandi air hangat. Kami berpagutan dengan nafsu yang membara. Lalu Wawan menaikkan aku ke pinggiran bak kamar mandinya dan menggosok vaginaku dengan sedikit kasar dengan nafsu yang membara. Aku hanya bisa mengerang menikmati kelakuan supirku ini.

“Wan.. aduhh.. ga ada capek-capeknya sih,” Ucapku sambil mendesah.​
“Buat memek non Cilla ga ada rasa capek non..,” Ujarnya.
“Ih Gombal,” Ucapku lirih
“Beneran, kalo non mau bisa aku jilatin tiap hari loh,” Ucapnya.

Bahkan kini dia jongkok di lantai dan menikmati vaginaku yang terbuka dengan jilatan-jilatannya. Aku mencoba bersandar ke dinding samping ini saat rasa ingin orgasme ini semakin memuncak dan memang akhirnya aku harus kalah untuk kesekian kalinya. Tubuhku ini ternyata terlalu mudah untuk orgasme. Cairan cinta itu banjir membasahi lantai kamar mandi ini. Aku yang benar-benar lemas ini dibuatnya duduk di tepian kamar mandi ini. Wawan yang batangnya sudah tegang kembali sudah siap dimasukkannya ke mulutku. Aku hanya bisa membuka mulut dengan pasrah menerima segala perlakuannya. Sesekali aku melirik supirku ini penuh kepuasan saat aku lumat batang kemaluannya itu. Dia begitu puas hingga matanya terpejam, bahkan beberapa kali penisnya membuatku tersedak karena terlalu dalam dia menekan penisnya. Beberapa kali aku harus terbatuk-batuk dengan kelakuannya. Setelah puas bermain-main dengan mulutku, dia lepaskan penisnya itu dan aku dibuat berdiri membelakanginya dan dia langsung memasukkan penisnya kembali ke dalam liang vaginaku.

“Emphh.. Wann. Pelan-pelan.. masih ngilu gara-gara tadi pagi,” Ucapku.​
“Iya non, tenang aja non.. tapi kita harus cepet.. nanti keburu bapak dan ibu pulang,” Ucapnya.

Mendengar ucapannya membuatkus sedikit khawatir. Bagaimana jika orang tua Wawan pulang dan mendapati anaknya sedang berlaku tidak senonoh dengan majikannya. Namun hal itu buyar pada saat supirku ini memompa penisnya dengan tempo yang cukup cepat. Walau batangnya tidak terlalu besar tapi tetap saja membuat vaginaku terasa ngilu. Dari yang sebelumnya aku memikirkan bagaimana jika kita tertangkap basah oleh keluarganya berganti dengan erangan-erangan manja yang keluar dari tubuhku. Aku benar-benar dibuat tidak berdaya olehnya. Bahkan sampai tenggelam dalam lautan nafsu tanpa mempedulikan status sosial kami berdua. Aku hanya ingin orgasme dan orgasme lagi. Mungkin aku sudah gila tapi perasaan ini memang tidak bisa dibendung dan mengalur begitu saja. Pompaan dari Wawan ditambah dengan rangsangan-rangsangan lain seperti memainkan puting payudara, mencium bibirku dari belakang membuatku orgasme untuk yang kesekian kalinya. Badanku bergetar, cairan cintaku kembali membasahi paha dan lantai ini. Namun, saat aku masih bergetar karena orgasmeku ini, supirku seakan tidak memperdulikanku. Dia tetap menggenjotku dari belakang membuat hujaman penis Wawan semakin dalam masuk ke liang vaginaku. Sepertinya dia juga ingin ejakulasi, dan benar saja. tidak lama setelah itu Wawan mencabut penisnya dan membuatku duduk di pojokan toilet ini, dia menyemburkan cairan sperma nya ke wajahku. Spermanya sudah lebih cair daripada pagi hari tadi dan juga tidak sebanyak pagi, tetap saja mukaku belepotan. Wawan juga memintaku membersihkan sisa-sisa sperma yang masih ada di ujung penisnya itu dan aku lakukan dengan sepenuh hati.

Setelah itu kami berdua duduk di tepian kamar mandi yang sempit ini sambil memulihkan tenaga. Mungkin sekitar sepuluh menit kami duduk berdua bak pasangan yang sedang berpacaran. Aku senderkan kepalaku ke bahu Wawan dengan napas yang masih ternengah-engah. Terkadang kami saling berpelukan atau berciuman. Baru setelah itu kami berdua mandi bersama, saling menyabuni dan menyiram. Ini adalah pengalaman pertamaku mandi bersama supirku sendiri. Siraman air hangat membuat letihku seakan hilang. Usai mandi, kami saling bertukar handuk dan memakai pakaian kami setalah itu kami berpisah, kembali ke kamar kami masing-masing.

Aku merapihkan diri dan keluar kamar menemui Pak Seno yang sudah duduk di kursi depan rumah. Sepertinya baru pulang dari pasar dan hanya selisih beberapa menit. Untung saja waktunya pas, kalau tidak bisa diarak satu kampung kami berdua atau dipaksa nikah disana karena ketahuan mesum di rumahnya. Untunglah semua baik-baik saja dan tentunya kami berdua juga berlagak seperti tidak ada apa-apa, Wawan juga kembali berperan sebagai supirku yang seolah-olah sangat menghormatiku. Aku bertanya kepada pak Seno mengenai istrinya yang tidak terlihat dari tadi pagi. Ternyata, Istri Pak Seno menemani Istri Pak Burhan ke Kota Malang karena ada pertemuan, sehingga tadi rupanya Pak Seno tidak ke pasar melainkan mengantar istrinya ke kota batu. Kami kemudian sarapan bertiga, sarapan yang sangat sederhana hanya ada nasi goreng yang dibuat oleh ibunya Wawan subuh tadi. Setelah selesai makan aku berpamitan dengan Wawan untuk berangkat ke rumah pak Burhan melanjutkan penelitianku dan juga konsep yang kemarin aku sampaikan kepada Arum.

“Dik Cilla, bapak boleh ikut dik Cilla ke rumah pak Burhan,” Kata Pak Seno.​
“Oh iya pak boleh, bareng saja, saya juga mau ke rumah beliau,” Ucapku.

Wawan memilih tidak ikut bersama kami karena ingin mencuci mobilku yang sudah kotor. Aku dan Pak Seno memutuskan untuk berjalan kaki ke rumah pak Burhan yang sebetulnya jaraknya cukup jauh dari rumah Wawan, ya itu karena rumah Pak Burhan sudah di ujung desa dekat dengan peternakannya.​
 
Sungguh update yang panas membara.
Akhirnya Priscilla menikmati 'cita rasa desa'. :mantap:
Terima kasih bung
 
Wawan minta jatah terus. Sempat coli sambil nonton liveshow lagi. wakaka. :konak:
Pak Seno dan pak Burhan bakal dapat jatah memek Cilla ga neh?
Trims suhu uda update.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd