Part-59 Doi bawa kabar buruk
Suami si satu ada hubungi aku bertanya siapa si tiga itu, suami satu juga iri melihat aku dapatkan si dua, bertanya apakah mungkin lakukan swinger karena suami satu mau nyoba si dua. Aku ga janji, kalau si dua ga mau masa ku paksa? Sementara dalam hati ga perlu swinger aku juga masih bisa nikmati istrinya tanpa sepengetahuannya. Kujelaskan ke suami satu untuk jangan terlalu berharap karena si tiga sudah ada gebetan baru, si ganteng.
Masalah baru bagi aku dan si dua karena si satu ga mau kasih pinjam apartemennya lagi. Kami maklumin hal itu sih mengingat kekacauan yang kami buat. Kalau sampai digrebek polisi kan runyam, ga makan nangka kena getah. Jadi kami bercinta suka berpindah tempat, mulai dari sewa hotel ataupun di mobil maupun di rooftop apartemen si satu dan rooftop kantor si satu. Nothing special to tell.
Akhirnya hari ceweku balik ke Jakarta tiba, aku jemput doi di bandara. Loh kok mukanya lesu, kupikir lelah di jalan. Boro boro dipeluk kangen, cuma kasih kopernya untuk aku bawa, duh aku ini pacarnya atau bukan sih? Atau hanya sopir antar jemput saja? Ngedumel dalam hati tapi ga berani bertanya juga. Di mobil pun tidak ada banyak yang kami bicarakan sampai tiba tiba doi meledak menangis sejadi jadinya. Aku yang kebingungan, ngapain ngapain doi enggak, kenapa pula nangis padahal lama tidak berjumpa. Dijelaskan doi bahwa bapanya jodohkan doi dengan anak teman bapanya semasa kecil, mereka sampai sekarang pun join venture, jadi tetap dekat meski sudah berumur. Doi bingung sehingga doi tidak tahu harus gimana. Relasi dengan teman kecilnya tidak mungkin tidak dijaga, sahabat karib sejak kecil. Aku usap pundaknya guna menenangkannya, doi masih menahan tangisnya dan segera memeluk aku yang masih nyetir. Kupeluk mesra tenangkan doi.
Sesampai di kost doi tarik aku ke kamarnya, kami bercium mesra karena lama tidak jumpa. Doi minta jatah karena ada sekitar sebulanan juga doi tidak merasakan burungku ini. Seperti biasa nafsu sexnya menggila karena lama terpendam, tidak tersalurkan. Kami bergelut tiga ronde dengan jeda waktu yang tidak lama, paling istirahat 10-15 menit kemudian doi rangsang burungku lagi. Setelah lelah bercinta barulah doi lanjutkan pembicaraannya yang terpotong itu, doi tanyakan pendapatku. Aku balik bertanya pada doi "Gimana perasaanmu sama cowo itu dan papamu?" Ternyata karena papanya adalah sahabat karib maka otomatis cowo itu pun teman sedari kecil dengan doi, hanya sebatas teman saja, no more or less. Jadi doi segera menjawab bahwa yang doi cinta itu aku, sembari marah doi menjelaskan "Masa hal begini harus ditanya lagi? Sudah berapa banyak aku berkorban demi wild fantasy kamu? Aku ga suka pun karena cinta makanya aku lakukan semua itu." Ngerepet tapi menggemaskan, aku ga mau banyak bicara daripada jadi salah, lebih baik kupeluk mesra guna menunjukkan perasaanku padanya. Doi luluh juga dan segera memeluk aku. Aku bingung mau ngapain, akhirnya kuajak doi tidur karena hari sudah malam juga.
Esokannya doi korek informasi tentang apa saja yang sudah aku perbuat. FYI janji kami adalah aku bercinta dan doi harus tahu. Tapi lately doi ga pernah telepon maupun video call saat aku bercinta, rupanya pikiran doi lagi kalut karena binggung harus gimana sikapi perjodohan itu. Jadi kujelaskan detail apa saja tentang petualangan sexku dengan si satu, si dua dan si tiga. Si doi cubit aku gemas sambil berkata "Wah aku disana pusing tentang nasib kita, kamu malah asyik bercinta ya? Aku ga telepon, kamu juga ga nyari aku ya? Kesibukan melayani bidadari ya?" Aku diam seribu bahasa karena emang jawabannya adalah YA, tapi kalau dijawab malah jadi masalah nanti, lebih baik jawab dengan senyuman dan pelukan mesra.
Ditanya doi apa yang harus diperbuat? Aku jawab seakan diri bijak "Ikuti saja kata hatimu, kamu ga mau melawan orang tua ya turuti perjodohan itu, kamu ga bisa hidup tanpaku ya bicara jujur saja pada orang tuamu, kamu mau menyenangkan para pihak ya turuti keinginan orang tuamu dan kita terus back street, sama sama puas." Doi yang tidak mendapatkan jawaban apa apa jadi bingung dan tidak bisa ikuti perkuliahan, pandangannya kosong karena ga ngerti harus buat apa.
Lepas kuliah doi memberondong dengan pertanyaan "Apa sikap kamu atas hal ini? Kamu bakal lakukan tindakan apa?" Kujawab bijak "Apapun keputusanmu aku turuti." Bijak pala loe peyang, ternyata cewe ga suka digantung, cewe ketika ga bisa ambil sikap dan keputusan maka ada baiknya kita cowo yang ambil keputusan, entah membual atau tidak, lebih baik bersikap. Karena jawabanku yang ngegantung dan buat doi serba salah dan linglung, maka doi jadi cemberut karena ga dapat jawaban yang doi mau. Akhirnya kusadari kesalahan jawabku ini maka kuralat dengan katakan "Aku mau kamu selalu disampingku menemaniku hingga ajal menjemput." Wuih, sangat puitis jawabanku, bisa nulis lagu nih
. Doi kesemsem dengan jawaban ku itu dan segera doi ceria peluk mesra diriku. Untung jawabanku bagus, kalo ga hari itu aku tidak dapat jatah nih pikirku
.
Part-60 Covid? Love it 1