Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Petualangan Meicy

Karawangbekasi

Adik Semprot
Daftar
21 Mar 2021
Post
110
Like diterima
293
Bimabet
INDeks
Bahagian 1: halaman 1
Bahagian 2: halaman 1
Bahagian 3: halaman 1
Bahagian 4: halaman 2
Bahagian 5: halaman 2
Bahagian 6: halaman 2
Bahagian 7: halaman 2
Bahagian 8: halaman 3
Bahagian 9: halaman 3
Bahagian 10: halaman 3

-Bahagian 1-
Eksibisioner, dia atau aku?

Suara burung alap-alap penghuni atap seng rumah kosong sebelah me-weker-i ku.
Ya, setiap pagi demikian rutinitasnya.
CUI... CUI...
kutengok di meja, 5:21 AM.
AC rusak ini membuat hari-hariku diawali dengan keringat, kipas angin yang tak henti menoleh kiri-kanan-kiri juga hampir tak bisa membantu.
Kuikat ekor kuda rambut hitamku yang disusupi uban, kuraba kutang putihku, lumayan lepek.
Bulan April ini panasnya seperti bersekutu dengan AC yang rusak ini, yang mana sudah 2 hari pesan WA ku ke Jack, tukang AC langgananku hanya bercentang satu, jangan-jangan dia dah mampus.
Aku Meicy, keturunan Tionghoa, di pecinan sebuah kota kecil, sebutlah kota A.
Di usia 43 tahun aku termasuk kategori perawan tua di kotaku, atau demikianlah orang-orang melabeliku.
Di kota sekecil ini aku pastinya menonjol, dengan tinggi badan seperti Luna Maya namun montok berisi.
Aku tinggal bertiga dengan mama dan seorang pembantu, namun mereka sedang pergi berlibur ke daerah yang lebih dingin, sebutlah kota B, yang jelas tidak sepanas cuaca kota A saat ini.
Aku keluar dari kamar berdinding tripleks melamin, membuat derit di engsel pintunya.
CUI...CUI...
Aku melongok ke luar jendela, seperti biasa melihat ke titik yang sama, dimana sepasang alap-alap hinggap dan istirahat disana, di bawah teritisan atap lainnya.
Bau sampah organik di dapur mengingatkanku, bahwa semalam lupa kubawa turun.
Yah, antara malas menyelesaikan perkara ini dan perasaan ngantuk, ogah-ogahan aku mengikat kresek berisi sampah organik (lebih keren daripada disebut sisa makanan).
Sudah kutenteng menuruni tangga teraso ber railing besi tua, baru aku tersadar, hanya mengenakan kolor lusuh dan kutang tipis.
Ah, biar saja, jam segini juga belum ada orang.
Dengan cuek, kubuka pintu lipat besi di lantai 1, dan melenggang keluar, hendak menggantungnya di pagar besi setinggi kepala di depan rumah.
Dan, perkiraanku ternyata meleset.
CEKIIIIT..
Suara decitan velg dan karet rem beradu menyita perhatianku.
Di depan rumah, tampak sebuah sepeda-gerobak terdiam.
Pengendaranya tertegun, mematung menatapku.
Akupun sesaat mematung, tak sempat berbalik segera ke dalam rumah.
Bapak tua bercelana pendek itu melompat turun, dan tergesa-gesa menepikan sepeda-gerobaknya.
Firasatku mendadak tidak enak, dan untungnya segera ku tersadar.
Buru-buru kugantung kresek sampah tadi di pagar, dan berbalik masuk, menutup pintu besi.
Dari teras lantai 2 kuintip ke arah jalanan.
Sepeda-gerobaknya masih terparkir setia di seberang jalan.
Apa maunya? Jangan-jangan mau rampok pagi-pagi.
Mendadak sosok tadi muncul kembali, menaiki jok sepeda gerobaknya.
Pandangannya tiba-tiba mengarah ke arahku.
"Oh shit" Aku sampai setengah berbisik.
Lampu teras ini menyala.
"Woi" Suara seraknya memanggilku.
Ditunjuknya selangkangannya yang diremas-remasnya sendiri.
"Isepin dong ci.. "
"Hih.. Gila lu.. "
Aku segera masuk menutup pintu dan kembali ke kamar.
"Woih.. Sstt... " Muncul lagi suara tadi.
Sejak kapan bapak itu sudah berpindah ke rumah kosong sebelah?
Rumah kosong di sebelah bagian depannya sudah tak beratap, sebagian sudah disikat oleh pemulung macam dia.
Apa maunya? Pasti seperti cerita-cerita temanku, mereka menyebutnya eksibisionis.
Temanku yang biasa lari pagi beberapa kali mengalaminya, bahkan ada yang semprotan maninya mengenai sepatunya.
Ah biar aja, nanti juga dia pergi sendiri.
"Woii.. Ci.. Ci... Liat sini donk.. "
Aku matikan lampu lorong, lalu beringsut mendekati jendela.
Samar-samar, diterangi langit yang mulai pagi, ada bapak tadi di sebelah.
Dia masih merogoh-rogoh isi celananya, sambil sesekali melirik ke jendela gelap ini, sesekali ke arah jalanan.
"Ah tai.. " Dia berbalik kembali ke jalanan sambil menendang ranting tua di halaman rumah kosong itu.
Aku tersenyum sendiri.
Rasain lu tua bangka, ga bisa liat paha mulus pagi-pagi ya?
Rumahku memang terletak tidak jauh dari pemukiman mereka, kampung pemulung, penjual barang bekas, dan penjahat-penjahat lainnya. Tidak jauh juga adalah kompleks pelacuran kelas rendahan.
Kebanyakan supir-supir 'main' disana.
Bisa ditebak, bapak tua tadi salah satu dari kelompok pemulung dan pencuri dari sana.
Baik malam ataupun siang, biasa berkeliling memantau dan mempelajari lokasi mana saja yang bisa menghasilkan uang.
Peristiwa tadi sudah pasti merupakan anomali, atau semacam keajaiban dalam keseharian mereka.
Pagi buta, disuguhi seorang enci-enci tinggi montok, hanya berkolor lusuh dan kutang yang agak lepek karena keringat.
Lampu teras bawah tadi juga masih menyala, sudah pasti kulit putihku dengan lekukan-lekukannya, dan permukaan yang sedikit mengkilap oleh keringat, disorot lampu teras, kontras sekali dengan suasana remang-remang di sekitarnya.

Siang berlalu, di hari libur bersama alias kejepit nasional ini aku menghabiskan waktu di rumah saja.
Aku termasuk tipe yang malas bepergian.
HP ku berbunyi, pesan WA dari Jack.
"Sory ci, HP gue rusak beberapa hari"
"Siang ada orang di rumah? Gue kesana cek AC nya ya? Paling cuma mau dicuci aja. "

"OK dateng aja ko. "

"Bener kan? Cuma mau dicuci aja.. Freon aman koq ci. " Terang Jack sambil menyeka keringat di dahinya dan kembali melihat ke arah anggotanya yang sedang menyemprot indoor AC kamarku.
"Dah dingin lagi kan? " Tambah Jack sambil menggulung kabel kompresor air.
"Iya.. Eh iya Jack.. "
"Ya?"
"Ntar gue transfer aja ya? Kayak biasa. "
"Haha beres.. Kayak baru cuci AC sama gue aja ci.. "
"Iya.. Gue dah 2 hari ga keluar, ternyata di dompet duit tinggal dikit. "
"Beres.. Santai aja. "
"Dul, itu di tembok ntar lap dikit ya ada dikit yang ngalir. "Suruh Jack ke anggotanya.
Jack keturunan Tionghoa juga, sudah beberapa tahun menjalani usaha servis AC. Badannya agak pendek gempal, dengan kulit kecoklatan terbakar matahari dan kacamata berbingkai tebalnya.
PIP!
Jack melambaikan tangan singkat, sambil berlalu dengan Suzuki Carry nya.
"Yuuuuuur.. "
KRING
"Sayuuuuur.. "
"Dek, masih ada nih.. "
Sesiang ini masih keliling juga si bapak.
"Nggak pak, saya ga masak dulu nih.. "
Bapak penjual sayur melompat turun dari sepeda onthelnya, menyandarkannya di rumah kosong sebelah.
"Tomat sama jeruk nipisnya baru nih dek.. " Ucap si bapak sambil menata dan merapikannya di belakang sepedanya.
Bapak itu masih ingat, saya suka beli jeruk nipis sama tomatnya, untuk dijus atau diminum dengan madu.
"Iya deh pak.. Kasih saya 10rb ya campur aja.. "
Dibungkusnya dengan gesit ke dalam kresek garis-garis.
"Nih bapak tambahin beberapa, buat langganan setia. " Balasnya bersamaan dengan senyum yang tidak dibuat-buat.
"Makasih pak"
"Ayuk dek.. " Sejurus kemudian si bapak sudah mengayuh sepedanya menjauh.
Begitulah, di kota pinggiran yang kecil ini, seapertinya paling tidak separuh kota saling kenal, atau paling tidak, saling tahu.
Oh si itu tinggal di jalan itu.
Oh si anu anaknya toko anu.
Oh itu yang kemarin baru meninggal bapaknya.
Dan sebagainya.
Dan terpikir olehku, apa mungkin terhadapku, kelompok pemulung itu membicarakan hal yang serupa.
Oh itu, enci-enci bohay yang suatu pagi cuma pakai celdam dan kutang dan kelihatan kulit putih mulusnya.
Oh, mengapa ada sensasi aneh kurasakan, ketika memikirkan hal ini.
Jantungku berdebar hanya dengan memikirkan kalimat tadi.
Aku masih berdiri terdiam, dengan kresek garis-garis tadi menggantung di tanganku yang mungil jari-jarinya.
"Sst... " Lamunanku terganggu oleh suara di depanku.
Dalam siang yang panas menyengat dan terang benderang ini, sosok yang kukenal tadi, berhenti.
Kami hanya terpaut sekitar 2 meter, dibatasi pagar.
Aku terpaku, kakiku seperti mau berbalik segera, namun..
"Ada kardus bekas ga ci? " Suaranya kembali memecah keterpakuanku.
"A.. Ada. " Sedikit gemetar suaraku.
"Ditaruh depan pagar aja ci, ntar saya ambil. "
Lalu bapak itu kembali berlalu.
Kutumpuk kardus-kardus bekas setinggi lutut di depan pagar.
Tak lama bapak tadi kembali, lalu dengan cepat mengambil kardus-kardus dan memasukkannya ke dalam gerobak.
"Makasih ci.. "
"Iya pak.. "
Saat aku berbalik, dipanggilnya lagi.
"Cik.. "
"Pagi-pagi koq gak buang sampah lagi? "
Aku tak memperdulikannya dan melanjutkan masuk ke rumah.
Perasaanku tak jelas.
Aku semestinya terganggu, dilecehkan demikian, walaupun tidak terang-terangan.
Tapi, kejadian pagi itu akan mengungkap sisi eksibisionisku.
Aku memang seorang eksibisionis.
Di sebuah forum bernama forum semprot, aku suka memamerkan tubuhku, tentunya dengan wajah dan latar yang kusensor.
Tapi ini sesuatu yang jauh berbeda.
Kuakui, sisi tersebut menginginkan aku untuk memamerkan tubuhku ke bapak tadi, pada pagi itu.
Namun sisi logis dari diriku melarangnya.
Bisa panjang perkaranya.
Apa jadinya kalau satu kampung pemulung itu tahu tentang adanya diriku?
Ini kan kota kecil.
Sebuah ironi.
Semakin besar ketegangan yang kupikirkan, semakin terangsang pula diriku.
Dan, kebulatan tekad itu akhirnya kurumuskan dalam sebuah rencana kecil.

KLEK
Pintu besi kubuka pada suatu pagi, lebih dini dari pagi yang lampau itu.
Kresek hitam tergantung di tanganku, lampu teras menyala dengan baik.
Kulirik, penonton setiaku sudah di balik pagar samping rumahku.
Jantungku memukul-mukul dari balik dadaku.
Seirama dengan goyangan tetekku yang hanya terbungkus lingerie biru tua berenda hitam, yang kontras dengan kulit Tionghoa ku.
Berjalan pelan ke samping, mendekati pagar itu, kulirik sedikit.
Kontol bapak pemulung sudah menggantung gagah kecoklatan.
Dikocoknya pelan dari balik teralis pagar.
Aku menggantung kresek di pagar depan perlahan.
Bisa kurasakan si bapak pemulung juga bergeser mendekatiku ke arah depan.
Kuraih sapu dan pengki, dan mulai menyapu halaman, walaupun tidak ada dedaunan disana.
Aku membelakangi bapak tadi, sambil sedikit membungkuk terus menyapu.
Dan, finalnya pun tiba.
Selesai menyapu separuh halaman, aku berbalik dan menyapu separuh lagi, semakin mendekat ke arah bapak tadi berdiri.
Ah, aku horny sekali.
Aku berusaha tetap berdiri tenang, walau sebenarnya kakiku agak gemetaran.
Selangkah demi selangkah, aku mendekati tempat bapak pemulung mengocok kontolnya.
Bapak pemulung diam saja sembari mengocok, sepertinya dia paham permainan ini.
Dan, tibalah ketika aku hanya berjarak kurang 1 meter dari pagar.
Nikmatilah pak, belahan tetekku ini, yang menggantung bebas hanya tertutup sehelai kain tipis.
Nikmati aroma tubuh dan rambutku.
Dan kini saatnya kunikmati pemandangan kontolmu, yang sedang menunggu dimuntahkan.
Aku kini melihat dengan jelas di depanku, kontol tua dari bapak pemulung.
Kepalanya masih keras mengkilat, sedang dikocok pelan.
Bapak pemulung hanya diam, matanya bergerilya, sesekali melihat wajahku yang pagi ini ber make-up tipis, berpindah ke tetekku, lalu pahaku, dan seterusnya.
Aku berjongkok dari balik pagar, tepat berhadapan dengan kontolnya yang offside dari teralis pagar.
Nafas bapak pemulung mulai berat.
Mulai memburu.
Dan..
"Oohhhh" Lolongan parau kaluar dari kerongkongannya.

CROT CROT..
CROT..

CROT..

semprotan demi semprotan putih kental mendarat di belahan tetekku, bahuku, dan yang terakhir jatuh di pahaku.
 
Terakhir diubah:
-bahagian 2-
Christina my old friend

Bapak pemulung sigap menarik kontolnya yang offside dari teralis pagar.
Dengan tergesa-gesa menaikkan retsletingnya lalu berlari-lari kecil menuju sepeda gerobaknya.
Aku, yang masih setengah terbuai kenikmatan, segera pula tersadar.
"Semoga ga ada yang liat tadi " Aku membatin cemas.
Aku berkaca di kamarku, masih melihat sisa-sisa cairan kental bapak pemulung tadi.

Kukumpulkan dengan jariku perlahan, kurasakan dengan lidahku, tekstur licin nan kentalnya, rasa asin, rasa kaporit dan rasa pesing yang menjadi satu.
"Ouhh i want more.. " Aku mendesah sambil tangan satuku meraih celah di selangkanganku.
"Ahhh... Mmmhhh.. " Aku meracau nikmat bersama jari tengah dan manisku membuai liang memekku yang sudah berlendir.
Tak lama, aku mengejang, tubuhku mengencang setiap jengkalnya.
"Oooohhk... " Hanya sebentar aku mendapatkan orgasmeku.
Kuhempaskan tubuhku ke belakang, terlentang di ranjangku.
Dengan rakus, kucari lagi sisa-sisa cairan kental bapak pemulung tadi, lalu kuhisap dari jari-jariku tanpa bersisa.
"Shit.. "
"I ain't a whore.. Am i? " Aku berbisik pada plafon kamarku.



"Tin, kapan terakhir kita jalan bareng sejak lulus kuliah dulu ya? " Tanyaku pada Christina, atau lebih akrab kupanggil Tina.
Badannya tidak setinggi aku, tapi langsing dan padat, dengan kulit kecoklatan namun bersih, rambut sebahu ikal ala polwan.
"Hmm, entah ya, dah lama banget sih, terakhir di nikahannya Ocha kayaknya. " Jawabnya ringan sambil menyekop es krim di depannya.

Tina, teman kuliahku di akuntansi dulu, kami sama-sama ke ibukota, kuliah sampai selesai, dan sama-sama pula berakhir di kota kecil ini.
Bedanya, dia sudah berkeluarga, sedangkan aku tidak.

"Jadi, gimana Mes? Masih enjoying hidup sendiri? "
"Hmm.. Perlu dijawab sekarang? "
"Iya" Jawabnya sambil kembali menyekop es krim.
"Hmm.. Ya.. Kalau butuh jawaban jujur, sebenarnya sih, iya. "
"Well, lu ada benarnya juga sih Mes. "
"Gimana? "
"Yes, lu tau kan family life. Hectic dan nyaris ga ada lagi 'me time'
" Hmm.. Lanjut. "
"Anak juga masih kecil-kecil. Mungkin iya kali kalau dah pada gede, lebih ada waktu luang nantinya. "
"Tapi Tin, lu kan masih bisa olahraga pagi-pagi? Itu kan 'me time' lo juga. "
"Yes, that's the only 'me time' i have now, i think."
"Oh ya, btw.. "
"Hmm? " Jawab Tina singkat sambil menyekop sisa-sisa es krim dalam cupnya.
"Btw, gimana, lu masih biasa ketemu eksibsioner yang lu ceritain itu? "
"Hmmm.. Perlu dijawab sekarang? " Jawabnya, meniru perkataanku tadi.
"Hahaha.. Ya, perlu dijawab kemarin mestinya! "
"Well, jujur ya.. "
"Ya? " Lanjutku tak sabaran.
"Entah ya Mes, bingung ceritanya.. " Ia terhenti beberapa saat.
"Gua rasa ada yang salah ama gua, ya bukan berarti yang orang itu lakuin bener ya.. " Lanjut Tina lagi.
"Kejadian itu awalnya bikin gua jijik Mes, tapi.. "
"Tapi lama kelamaan koq, gua yang berharap ketemu orang itu lagi, aneh kan? "
"Hmm mulai menarik nih.. Trus trus? "
"Yes, gua yang awalnya sopan bajunya pakai baselayer serba panjang didobel celana bawahan malah, eh belakangan malah gua cuma pakai short pendek en atasan u can see"
"Itu artinya virus orang itu nular ke lu Tin, tapi anyway you enjoy it kan? "
"Nah ini yang gua mau cerita Mes.. Actually, lu yang pertama gua share tentang ini. "
"C mon Tin, ceritakan semua xixixi.. "
"Well, entah ya, ini masuk kategori selingkuh apa nggak. Faktanya sih hubungan gua sama misua baik-baik aja. "
"Ada tapinya? "
"Yes, tapinya, gua menikmati melihat cowok lain nyemprotin maninya sambil menikmati tubuh gua, meski sebatas melihat aja Mes."
"Bahkan.. " Sambungnya sambil menenggak air mineral kemasan.
"Belakangan semakin parah, karena gua semakin kreatif. "
"Terakhir, gua pernah berhenti di depan dia. Kan gua dah liat dia dari kejauhan di balik pohon ngocok itunya tuh.. Nah pas gua depannya, gua pura-pura ngiket tali sepatu, deket banget depannya Mes, lu coba bayangin. "
"Trus trus? "
"Ya sengaja gue Tin, gua deg-deg an banget, sengaja posisi gua ngeliatin belahan toket gua ke dia... Eh ga lama dia nyeletuk Tin. "
"Apa katanya? "
"Dia bilang, mbak tolong kocokin donk. "
"Woooow"
"Iya Tin, gua serasa kesambar petir siang bolong. "
"Trus, lu gimana? "
"Ya gua spontan ngeraih kontol dia Mes, sambil liat kiri kanan, bukannya gua kocokin, malah gua sepong. "
"Waaaw.. Lu gak takut diliat orang? "
"Entah Mes, udah kalap gua, hahaha.. Gua dorong dia ke semak di pinggir trotoar, trus gua sepong abis-abisan, ga lama langsung crot dia. "
Aku masih terdiam, tak tahu mau komentar apa.
Seorang sahabatku semasa kuliah, ternyata seorang ekesibisionis juga, atau mirip-mirip lah.
"Hoi.. Koq bengong lu? "
"Hah? Nggak.. Gua lagi meresapi cerita elu barusan. "
Lalu kami tertawa bersama, dan melanjutkan cerita-cerita normal lainnya, seakan ingin melupakan cerita barusan.


Tapi tidak.
Kami tidak melupakannya.


TAP TAP TAP TAP
Aku berusaha mengatur, antara irama nafas, dan irama langkahku, agar tidak terlalu jauh di belakang Tina.
Ya, pagi yang lumayan sejuk itu, aku ikut berlari bersama Tina.

Aku memakai legging panjang dan atasan u can see berwarna tosca, dan rambutku kuikat ekor kuda seperti biasanya.

"Tin, huf... Pelandikit, huf.. "
Aku mempercepat sedikit langkahku bersama nafasu juga mengejarku.
"Gimana Mes, lari pagi enak kan? " Ucapnya santai sambil berlari pelan.
Tidak sepertiku yang kehabisan nafas.
"Btw, huf.. Lu.. Belumcerita, huf.. Cowok itu, huf.. Kayak apa orangnyah, huf... "
"Kayaknya sih masih abege Mes, sekitar 20-25 an sih kayaknya. "
"Ouh.. Huf... Berondongdong, huf... "
"Yup.. Tapi sepertinya lu kurang beruntung Mes, pagi ini dia nggak ada. "
"Tuh, biasanya disana, di pohon itu" Tina menunjukkan padaku.
Pohon tua berumur puluhan tahun di tepi jalan utama yang lumayan lebar, namun sepi sekali sepagi ini.
Jalanan ini penuh dengan pohon tua seperti itu.
"Ok Tin, huf.. Thanksya, huf.. Dahngajakgue.. "
"Gue belok disitu.. Huf.. "
"Anytime Mes.. Take care ya.. "

Kami berpisah di sebuah perempatan, aku kembali ke arah rumahku yang sudah dekat dari situ, sedangkan Tina melanjutkan lari paginya.
I feel better.
Yang semula niatnya penasaran akan cerita Tina dan ingin melihatnya sendiri, sekarang menjadi perasaan positif, setelah ikut berlari walau hanya sekitar 20 menitan.

Rumahku hanya berjarak 100 meter lagi, ketika dari kejauhan, aku melihatnya lagi.
Sebuah sepeda gerobak.
Bapak pemulung yang sama, seperti beberapa hari yang lalu.
Sepertinya dia sudah melihatku keluar berlari subuh tadi, dan menungguku pulang.
Sepeda gerobaknya diparkir rapat dengan rumah tua yang depannya tidak beratap itu.
Aku cuek saja.
Aku tidak melihatnya, namun aku tahu, dia sedang mengocok kontolnya sambil melihatku mendekat.
Aku buka gembok pagar rumahku dengan cepat, lalu masuk segera.
Aku merasakan sosoknya tepat di posisi yang dulu, di pagar teralis samping, dengan kontolnya di offside kan dari teralis.
Bapak pemulung memakai kupluk coklat yang ditutupkan di wajahnya sehingga hanya mata dan hidungnya yang nampak.
Berjaket abu-abu kumal dan celana pendek yang sudah dipelorotkan sepetiga paha.
"Ci... "
"Sst.. Apaan sih? " Hardikku.
"Ci... "
Aku menoleh ke arahnya.
"Ci.. Lagi dong, kayak waktu itu. "
Tanganku masih memegang kunci, hendak masuk ke pintu besi rumahku.
Tapi aku tak bisa berpaling.
Kutatap wajahnya di balik kupluk coklat.
Lalu turun, dan memandangi kontolnya yang bergoyang-goyang sedang dikocoknya pelan, yang dikelilingi bulu-bulu yang rimbun.
Aku bisa mencium bau nafasnya dari sini, meski tertutup kupluk.
"Ci... Ayo donk ci.. Gue udah keras nih, gara-gara liat bodi lu..uhuk" Bapak pemulung memohon dengan suara serak.
Kulirik jam, sudah 6:02.
Kulirik kiri kanan, masih sepi.
Iblis eksibisonis kembali menguasaiku.

"Oohh... " Suara serak bapak pemulung sedikit bergema, di bagian belakang rumah tua yang masih beratap seng yang sudah bocor sana sini.
Bapak pemulung sedang duduk di bagian jendela yang tak lagi berkosen.
Di hadapannya, dengan baju u can see ku yang sudah tersingkap ke atas, kujepit kontol baunya, dan kugesekkan naik turun, bersama sisa-sisa keringatku hasil berlari tadi.
"Ooohhh ci... Mimpi apa gue sayang.. " Ia mencoba meraba tetekku.
Kutepis tangannya dengan cepat.
"Pak, kalau mau enak diem aja ya, tangan jangan kemana-mana, kan gua udah bilang tadi. "
"I.. Iya ci... Ooooh.. "
Tetekku memang kurang pantas untuk titjob, karena ukurannya tidak seberapa.
Tapi, pernahkah hal ini terjadi dalam hidupnya bapak pemulung ini.
Seorang amoy bertubuh semampai montok bak model, sedang berlutut di hadapannya, men titjob kontolnya yang bau ini.
"Ci... Ci... "
"Mau rasain mulut lu juga ci... "
"Jangan ah gua geli.. Diem aja pak, nikmatin aja jepitan tete gua. "
"Ooo oouh... Lu cantik banget ci, kayak Bella Safira tapi lu versi amoynya.. Oooh"
Aku yang tadinya berpeluh karena lari, kini tambah berpeluh, karena horny plus olahraga titjob ini.
"Owk.. Owwhhhhh... "

CROTCROT.. CROTTT..
"Ah shit!.. " Aku mundur segera.
"Kenapa lu gak bilang-bilang mau keluar?"
"Hoh.. Hoooh.. Hahaha.. " Bapak pemulung duduk lemas sambil tertawa puas.
"Dulu juga kan gak apa-apa gua crot di toket lu ci.. "
"Ya gua malas ngebersihinnya"
"Sini gua yang bersihin ci.. "
"Nggak nggak.. Alesan aja lu.. Udah ah.. "
Aku berbalik dengan cepat keluar dari rumah kosong itu sambil membetulkan atasan u can see ku kembali ke posisinya, namun ceceran mani bapak pemulung masih memenuhi toket dan leherku.
Betapa kagetnya, ketika di depan, aku melihat Jack.
Dia hanya tertegun, dengan baju yang basah dan bersepatu, sepertinya habis berolahraga pagi juga.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
-bahagian 3-
Bagaimana dengan Jack?

Celaka 13.
Aku dan Jack sama bingungnya.
Aku bingung mau basa-basi apa, sedangkan Jack yang gempal itu bingung, apa yang sebenarnya sedang berlangsung.
Dalam detik-detik mendebarkan ini, aku mencoba berpikir cepat.
Belum sempat ku menyelesaikan 'berpikir cepatku', dari belakang keluar si bapak pemulung sambil membetulkan celananya.
"Shit lah, si bego itu juga ikutan keluar", pikirku gemas.
" Ko Jack, lari pagi juga ya? Saya baru aja selesai tadi, lewat alun-alun. " Kata-kata itu meluncur begitu saja.
"Yuk ya, mau mandi dulu. "
"O.. Ok ci.. Iya.. " Jack menjawab canggung.
Aku tidak peduli lagi, kubelakangi saja mereka tanpa rasa bersalah.
Aku bisa melirik dari sudut mataku, Jack melanjutkan jalannya dan bapak pemulung juga mengayuh pergi sepeda-gerobaknya.

"Sue bener tadi, memang ya, cowok itu mikirin enaknya sendiri aja" Gumamku sambil mengoles mentega di rotiku.
Aku hanya handukan, sehabis mandi membersihkan peluh dan pejuh.
Rumahku masih sepi, liburan panjang ini benar-benar kuhabiskan sendirian.
Apa yang dipikirkan Jack tadi ya, sebagai seorang pria waras, pasti ceceran pejuh di dadaku tadi tidak luput dari pandangannya.
Fuck lah, terlalu riskan melakukan hal tadi di sebelah rumah sendiri.
Dan kalimat barusan menjadi inspirasi segar bagiku.
Bagaimana kalau di daerah mereka, setidaknya lebih dekat perkampungan mereka, asal bukan disini.
Disini, semua orang saling kenal, apa jadinya kalau aku dicap lonte, atau maniak seks, atau apalah.
Jack orangnya baik, tapi apa jadinya kalau dia cerita ke satu teman dan menyebar ke banyak orang?
Meski dia sudah berkeluarga, tetap saja hal langka tadi merupakan bahan cerita yang menarik buat teman-temannya.
Benar-benar sial, seandainya pemulung dekil tadi ga cepat-cepat keluar, bisa saja pandangan Jack lain.
Persoalan Jack ini harus diselesaikan duluan.
Dan segera!

TINGTONGTINGTONG

"Ya tunggu, lagi turun! " Teriakku sambil berlari menuruni tanga.
"Ko Jack, thanks dah dateng segera, langsung ke atas aja dilihat. "
Jack pun naik dengan tas kecil berisi peralatannya, aku mengekor tak lama setelahnya.

TIT
"Tunggu aja ko, biasa sekitar 15-20 menitan baru netes AC nya dari situ" Aku menerangkan sambil menunjukkan letaknya.
"Minum dulu nggak ko? Dingin atau panas?"
"Jangan repot-repot ci, air putih aja yang biasa, kalau harus"
"Ok bentar ya ko"
Jack ikut keluar, duduk di ruang makan, mungkin dia sungkan sendirian di kamar orang lain, kamar cewek pula.
"Gimana anak ko? Lagi libur juga ya.. Sory ngerepotin manggil kemari, siapa tau udah rencana mau keluar sama keluarga. "
"Gak papa ci.. Kemarin udah dibawa jalan, hari ini pada di rumah aja, anggota saya aja yang saya liburin."
Dan memang sesuai harapanku, agar Jack datang sendiri.
15-30 menit berlalu, dan kami hanya bercerita tentang hal-hal biasa.
Tidak sekalipun Jack menyinggung kejadian kemarin.
"Coba saya lihat, siapa tau udah netes. " Jack berdiri kembali ke kamarku.
"Masih aman ci! " Terdengar suaranya dari dalam.
Akupun bergegas masuk.
"Gak netes ini ci, siapa tau kemarin ada sisa kotoran dikit tapi udah kedorong keluar. "
"Hmm.. I, iya ya ko.. Semoga udah aman betul. "
Semuanya hanya akal-akalanku saja memang. Tidak ada tetesan apapun.
Hanya tetesan pejuh bapak pemulung tempo hari.
"Ko.. "
"Ya? " Jack terhenti sejenak di ambang pintu kamarku saat hendak keluar.
"Ko, yang kemarin pagi, jangan cerita ke siapa-siapa ya? "
Jack terdiam beberapa saat.
"Cerita kenapa ci? Apa ada yang salah enci habis lari pagi? " Jawab Jack kikuk.
Aku tak kalah kikuknya, bingung mau melanjutkan bagaimana percakapan ini.
"Ya.. Kemarin yang saya abis ngocokin pemulung itu"
DERRR
Kenapa kalimat itu tiba-tiba meluncur tanpa persetujuan otakku?
"O.. Oh gitu kah ci? S.. Saya ga mikir kesana. " Jack menjadi kikuk kuadrat.
"Engko mau? "
DERRR lagi.
"Ma.. Mau gimana ci? "
"Mau diituin juga, asal jangan cerita siapa-siapa.. "
"N.. Nggak ci. AC nya udah ga apa-apa kan? Saya masih ada belanjaan dititipin istri beli.. "
Jack bergegas turun.
Aku juga bergegas mengikutinya, lalu membuka pintu mendahuluinya.
"Ko, maaf ya? Udah repotin datang. " Kali ini aku yang kikuk pangkat tiga.
"Anytime ci, udah gak usah dipikirin. " Seutas senyum tulus tampak di bibirnya.
Ternyata aku yang overthinking.
Jack bukan orang seperti itu, padahal dia bisa saja manfaatin kejadian kemarin untuk ikut icip-icip.

Ok then, kalau begitu rencana selanjutnya.

Aku sekarang di balik setir mobil Honda Brio putihku.
Aku berkendara di daerah yang berjualan barang bekas, lebih tepatnya barang curian dan rampasan.
Di sisi kiri jalan bagian yang berjualan sepatu dan aksesoris bekas, kebanyakan sepatu boot konstruksi.
Sisi kanan banyak kayu-kayu bekas, pintu dan teralis bekas.
Daerah ini sebenarnya hanya berjarak 15 menit berkendara dengan mobil, bahkan pada hari biasa.
Hari libur gini, 5-10 menit saja.
Sambil berjalan pelan di dekat pasar yang selalu macet, aku berpikir.
Lu mau eksib disini sama aja bosen idup.
Yang ada malah dirampok atau dibegal.
Paling nggak ditemenin seseorang lah.
Hahaha dasar gila.
But wait..
Bukankah ada Christina?
That's it!
Lamunanku pecah ketika di sisi kiri ada hal yang menarik perhatianku.
Bagian jalan sebelah sini sudah mulai lengang, setelah melewati pasar tadi.
Pasar berganti deretan gubuk-gubuk liar yang membelakangi kali kecil.
Perhaitianku tertuju pada sebuah sepeda gerobak yang bercat kuning, yang ada stiker PDI perjuangan dan PKS sebelah-sebelahan.
Di bagian yang agak kosong dirindangi pohon ceri, ada beberapa orang nampak sedang bermain kartu di atas bale-bale tak beratap.
Disini rupanya sebagian besar pemulung dan pencuri itu tinggal, termasuk yang kemarin sudah menumpahkan pejuhnya ke kulitku.
Dua kali !


"Jadi? Lu mau ngajak gua eksib disitu? " Christina setengah terbelalak sambil menyekop nasi padangnya.

"Hmm.. Iya"

"Gua sih seneng, sahabat gua ternyata sepemikiran ma gua, tapi... "
"Kali ini lu terlalu berani Mes.. "

Aku diam saja, menunggu lanjutannya.
"Mereka itu penjahat, Mes.. Tau, apa yang mereka lebih perlukan? Duit! "
"Apalagi mereka dah tau rumah lu.. Lu mau, dirampok? Atau, lu mau diperkosa rame-rame? "

Lalu hening.

"Gua bilang apa barusan? " Sambung Christina
"Diperkosa rame-rame.. " Balasku tersenyum.
"Hmm.. Gua atau lu yang bilang itu? "
"Ya elu lah Tin.. "
"Koq kayaknya gua dari kuatir malah jadi horny ya? Diperkosa rame-rame. "
"Yep.. Malah gua yang kuatir sekarang, lu mau hamil atau kena sipilis? " Balasku cepat.
"Betul juga.. Dan lu juga tetap ga boleh kesana Tin, karena rumah lu udah ketahuan. "
"Besok, kita bareng aja kesana, pake mobil gua, baru kita liat siapa tau lu punya ide briliant. " Usulku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd