Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PETUALANG SUNYI

Tamara, Janda Ingusan anaknya Pak RT.

Pak RT Doddy menggigil kedinginan di atas jok motor matiknya. Matanya mengawasi ratusan buruh pabrik yang kebanyakan perempuan itu berhamburan ke luar dari pintu gerbang. Seorang bocil memakai sweater biru tua berwajah imut khas sunda, melangkah di antara lautan manusia yang berlomba-lomba untuk secepatnya pulang.
"Rara, aku antar pulang ya." Seorang lelaki memakai jaket kulit yang mirip seperti tukang ojeg, mendekatinya.
"Eh, Kang Dadang. Enggak narik kang? Banyak muatan tuh." Jawab Tamara yang biasa dipanggil Rara ini.
"Aku sengaja ingin menjemput kamu." Katanya dengan nada sendu.
"Makasih, Kang. Aku sudah dijemput bapak, tuh... lagi nungguin... bapaakkk..." Kata Tamara sambil melambaikan tangannya.

Pak Doddy segera melajukan motor matiknya mendekati anaknya.
"Ayuk Ra, kita pulang." Kata Pak Dody. Kang Dadang menganggukkan kepalanya dengan sopan kepada Pak Dody, tapi orangtua yang pengalaman itu tidak mempedulikannya. Tamara segera menaiki jok motor matik itu dan duduk dengan nyaman.
"Ra, nanti bapak nganternya sampai mulut gang aja ya, bilangin sama emak, bapak ada rapat di rumah Pak RW."
"Rapat apa sih Pak koq malem-malem?"
"Tadi ada kejadian, tiga anak berandalan yang jadi biang kerok kekacauan di kampung kita ada yang ngeringkus. Kata Pak RW sih, si Alex yang ngeringkusnya dan membawa mereka ke polsek untuk diproses."
"Ya, udah kalo gitu mah, Pak.Yuk Jalan."
"Jangan lupa bilangin emak ya, soalnya dia suka nuduh bapak yang enggak-enggak." Kata Pak Dody.
"Iya iya, Rara enggak akan lupa." Jawab Rara dengan tidak sabar.

Beberapa menit kemudian motor matic itu pun meluncur dengan kecepatan cukup tinggi, menembus jalan raya yang semakin sunyi dari lalu lalang kendaraan.

***

Turun di mulut gang, Tamara langsung teringat kepada Manajer Ganteng itu. Dia akan melewati rumah kontrakannya. Namanya Aditya Raharja. Orangnya baik, ramah dan simpatik. Waktu melapor kepada bapaknya, satu bulan yang lalu, dia menyerahkan fotocopy KTP dan fotocopy penugasannya di Supermarket yang terkenal itu.

Waktu itu Tamara masih malu-malu kepada Kak Adit. Soalnya status di KTPnya Kak Adit itu Belum Kawin alias masih bujangan. Sedangkan dirinya sudah menjadi janda. Yang bikin Tamara malu setengah mati adalah ketika Kak Adit berbasa-basi mencoba bersikap ramah kepadanya.
"Adek Namanya siapa?" Tanya Kak Adit. Jantung Tamara merasa berdentam-dentum oleh pertanyaan sederhana itu.
"Tamara."
"Namanya bagus sekali. Sekolah di mana? Sekarang kelas berapa?" Tanya Kak Adit.

Waktu itu Tamara hanya diam saja. Bapaknya yang waktu itu ada di sampingnya, seperti pura-pura tidak peduli. Dia sibuk saja mengisi formulir pendaftaran warga baru. Tamara kesal mengapa bapaknya tidak menolongnya menjawab pertanyaan basa-basi yang sederhana itu.

"Koq diem?" Senyum sangat simpatik dan sepasang matanya lembut menatapnya. Tatapan itu seakan-akan menembus dadanya dan mengobrak-abrik lubuk hatinya.
"Saya sudah kerja, Kak." Jawab Tamara lirih.
"Ah masa sih? Kelihatannya kamu imut banget mirip bocil." Kata Adit polos.

Pipi Tamara kemerah-merahan karena jengah.
"Aku bukan bocil koq. Kemarin aku nyoblos waktu Pemilu." Jawab Tamara tak mau mengalah.
"Bo-ong. Kamu paling masih enam belas. Gak mungkin nyoblos lah belum cukup umur."
"Kak Adit ga percaya ya, nih lihat surat Panggilan Dari Panitia Pemilihan." Kata Tamara sambil mengaduk-aduk lemari kabinet plastik dan mengambil secarik kertas. "Nih, lihat."
"Mana coba lihat? Eh, iya ya. Koq bisa. Umur kamu berapa sih sebenernya? Masa mataku salah lihat."
"Nak, Adit enggak salah lihat. Rara memang masih kecil." Kata Pak RT Dody tibat-tiba. "Nah, ini surat keterangan serbagunanya sudah selesai. Tinggal dicap dan ditandatangan sama Pak RW."
"Apa tidak bisa sama Pak RT sekalian ke Pak RWnya."
"Enggak bisa, dia suka marah kalau saya yang ke sana. Pak RW yang satu ini sangat suka bergaul, kamu jangan khawatir, enggak ada pungutan biaya apa-apa koq."
"Baiklah." Jawab Adit. "Tadi maksud Pak Doddy apa? Saya enggak salah lihat kan?"

Pak RT tertawa pelahan.
"Ya, semuanya salah saya. Tapi semuanya sudah terlanjur. Saya yang maksa Rara nikah sama Joni, anaknya manajer pabrik. Biar dia bisa dimasukkan kerja di Pabrik. Waktu itu Rara masih 16 tahun... yah namanya juga jodoh, Joni mengalami kecelakaan di Rancaekek, meninggal seketika. Akhirnya Rara jadi janda. Padahal mereka baru menikah 2 bulan. Karena Janda, jadi Rara bisa menjadi pemilih."
"Oh, begitu ya Pak."
"Ya, begitulah, nak Adit. Namanya juga hidup, kita tidak tahu apa yang sesungguhnya akan menimpa kita." Katanya dengan wajah gegetun.

Tamara ingat waktu itu bagaimana ekspresi Kak Aditnya yang setengah kaget. Meskipun begitu, Rara merasa, tatapan Kak Adit demikian lembut seakan-akan ingin mengisi kekosongan hatinya yang sunyi.

"Ah, tapi itu cuma perasaanku saja." Bisik Rara dalam hatinya, waktu itu.

***

Tamara memasuki gang kecil itu sementara Bapaknya terus melajukan motornya ke rumah Pak RW. Setelah melewati beberapa rumah, Tamara kaget ketika melewati rumah kontrakan Kak Adit. Soalnya Kak Adit baru saja memasuki pintu gerbang teras dengan memakai kaos belel dan celana bokser. Tetapi celana bokser itu tampak mancung sekali. Mungkin karena burung yang ada di dalamnya sedang berdiri dan ingin terbang.

Aditya hendak menutupkan pintu pagar ketika suara merdu itu menyapanya.
"Kak Adit... udah dari mana?"
"Ah...eh.. Rara... maaf, Kakak enggak lihat."
"Kakak udah dari mana?" Tanya Tamara sekali lagi.
"Anu, itu, eh udah buang sampah." Jawab Adit gugup.
"Jangan boong." Kata Rara. "Itu, kakak, kenapa celana boksernya mancung begitu... hayooo... kakak mau coli ya... ha ha ha ketahuan." Kata Tamara dengan nada yang riang dan kekanak-kanakan.
"Enggak." Jawab Adit, dia menggelengkan wajahnya dengan ekpresi yang seperti merasa bersalah.

Tamara dengan wajah kekanak-kanakannya tiba-tiba menerobos masuk ke dalam teras rumah. Dia menerkam Adit dari depan dan memeluk pemuda itu.
"Mau dicoliin sama Rara enggak Kak?" Bisik Rara.
"Jangan Ra, kamu masih enam belas."
"Enggak, Kak. Hari ini aku persis berulang tahun yang ke 17." Jawab Tamara.
"Kalau begitu, Kakak mau." Jawab Aditya.
"Rara pulang dulu ya Kak, sebentar. Mandi dulu biar harum." Kata Tamara.
"Iya Ra, Kakak tungguin. Pintunya enggak akan Kakak kunci."
"Sip." Jawab Rara dengan senang. "Tapi... cium dulu dong Kak."

Aditya mencium bibir gadis imut berusia 17 tahun itu dengan lembut. Rara membalasnya dengan gairah yang membara. Bahkan, sambil memblas ciuman Adit, Rara dengan nakal meraih dan menggenggam batang kontol melalui pinggiran celana boksernya.

Wow! Gede banget.
"Pasti kenyang nih." Kata Tamara dalam hatinya.

Dia lalu cepat-cepat melepaskan diri dari pelukan Adit dan pulang ke rumah sambil bersenandung riang.
"Aku akan coliin dia dengan memekku yang kecil ini hi hi hi..." Kata Rara dalam hatinya dengan berbunga-bunga.

***
(Bersambung)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd