Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
yg episode terakhir ngga ada rayhan x zaskia, tp suci kayanya menarik nih mulai eksib
 
Mantap hu suka bgt ma cerita.
Gw slalu skip ke cerita hj fatimah, eliza dan salma. Mantap buat hamil mreka hu
 

Laras

Selepas kepergian KH Umar, Laras lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersantai. Ia meletakan kedua kakinya diatas meja, sementara tangannya berulang kali mengganti channel televisi berukuran 41 inc. Entah kenapa, ia merasa tidak tenang.

Sebelum KH Umar pamit pergi, Laras sempat membaca pesan dari Istri muda KH Umar di hpnya. Di mana sang Istri muda meminta KH Umar untuk segera pulang ke rumahnya.

Sebagai seorang wanita sudah sewajarnya kalau Laras merasa cemburu. Apa lagi KH Umar terkesan lebih mementingkan Istri mudanya dari pada dirinya.

Melihat mangsanya kini sendirian, tentu saja Daniel tidak akan membuang kesempatan yang ada. Ia membuatkan segelas jus jeruk yang sudah ia campur dengan obat perangsang yang baru saja ia dapatkan dari KH Sahal. Menurut KH Sahal, obat tersebut lebih kuat dari yang sebelumnya.

Daniel segera menghampiri Laras dan meletakan segelas jus di samping kaki Laras.

Laras yang baru sadar dengan kehadiran Daniel, buru-buru menurunkan kakinya. Ia merasa tidak sopan, menaikan kedua kakinya diatas meja, sementara di dekatnya ada seorang pria. Apa lagi dirinya adalah seorang Ahkwat yang harus menjaga sopan santunnya.

"Silakan di minum Amma." Ujar Daniel.

Laras melihat senang kearah jus yang baru saja di berikan Daniel untuknya. "Tau aja kamu Dan, kalau Amma lagi haus." Ujar Laras.

Laras mengambil gelas tersebut dan tanpa merasa curiga ia meminum jus tersebut cukup banyak.

"Ahkk... Lega sekali rasanya." Gumam Laras.

"Sudah gak sedih lagikan Amma?" Ujar Daniel, membuat Laras keheranan. Bagaimana Daniel bisa tau kalau dia lagi sedih.

"Tau dari mana kamu?"

Daniel tersenyum hangat. "Dari tadi aku perhatikan Amma melamun aja, sejak kepergian KH Umar ke rumah Istri mudanya." Ujar Daniel, ia sengaja menekankan kata Istri muda untuk menyentil hati Laras.

"......" Laras tak mampu berkata-kata.

"Kalau Amma butuh teman cerita, aku siap kok untuk menjadi pendengar yang baik." Ujar Daniel. "Oh ya Amma, gimana kakinya? Apa masih sakit?" Tanya Daniel, membuat Laras terdiam sejenak

Wanita berusia 36 tersebut sempat melupakan kejadian kemarin, di mana ia di buat orgasme oleh pemuda yang ada di sampingnya, dan parahnya ia orgasme di dekat putranya. Sebagai seorang wanita, ia merasa malu setiap kali mengingat kejadian sore itu, untunglah Azril tidak memberitahu Suaminya atas kejadian sore itu ke KH Umar.

Tetapi ia juga tidak bisa memungkiri kalau beberapa kali ia terangsang setiap kali mengingatnya. Bahkan jauh di dalam dirinya ia ingin kembali mengulanginya.

"Sepertinya sudah agak mendingan Dan!" Jawab Laras pelan, ia sangat malu sekali.

Daniel mengangguk pelan. "Biar aku periksa Amma!" Daniel berlutut di depan Laras, lalu memegangi pergelangan kaki Laras yang memang sudah tidak bengkak lagi seperti saat pertama kali ia terjatuh.

"Eh..." Laras tersentak kaget.

"Iya, ini sudah agak mendingan Amma!" Lirih Daniel, sembari memijit lembut pergelangan kaki Laras.

Sentuhan jemari Daniel, membuat tubuh Laras merinding. Ia merasakan sensasi yang sebelumnya juga pernah ia rasakan, hanya saja kali ini terasa berkali-kali lipat dari sebelumnya. Bahkan belum apa-apa, vaginanya sudah terasa basah.

Laras yang tadinya hendak menghentikan aksi Daniel, mendadak diam seribu bahasa, ia membiarkan pemuda itu menyentuh pergelangan kakinya.

"Astaghfirullah! Ada apa denganku?"Gumam Laras di dalam hati, sembari menggigit bibir bawahnya.

Pijitan Daniel naik keatas, sedikit menyingkap gamis Laras hingga ke betisnya. Dengan lincahnya, jemari Daniel yang kasar memijit betis Laras, sembari melirik wajah Laras, melihat perubahan ekspresi wajah Laras yang mulai tidak tenang, karena obat perangsang yang mulai bekerja, membangkitkan birahi Istri dari salah satu pimpinan pesantren.

Daniel semakin berani, ia menyingkap labih banyak gamis berwarna merah yang di kenakan oleh Laras hingga melewati lututnya.

"Dan!"

"Tahan ya Amma! Biar kakinya sembuh total." Ujar Daniel beralasan, sementara tangannya masuk semakin dalam menyentuh paha mulusnya. "Kenapa Amma mau di madu sama KH Umar?" Tanya Daniel, seraya memijit kaki Laras.

"Tidak ada wanita di dunia ini yang mau di madu Daniel." Jawab Laras.

"Jadi apa alasan Amma mau di madu."

Laras mendesah pelan. "Amma hanya mau berbakti terhadap Suami." Jawab Laras, sembari sesekali meringis menahan geli.

"Walaupun harus mengorbankan perasaan Amma?" Pancing Daniel. "Maaf Amma, bukankah seorang Suami harus berlaku adil terhadap istri-istrinya?" Sambung Daniel.

"Kenapa kamu bilang begitu?"

"Saya merasa KH Umar tidak bisa bersikap adil, buktinya KH Umar lebih suka tinggal di rumah Istri mudanya, ketimbang tinggal bersama Amma, padahal Amma yang membesarkan dan merawat anak-anaknya dari mendiang Istri pertamanya." Jawab Daniel, membuat sakit hati Laras kembali kambu.

Lagi-lagi Laras terdiam, mencerna setiap ucapan dari Daniel. Apa yang di katakan Daniel memang benar, ia sudah terlalu banyak bekorban, dari merawat anak-anaknya KH Umar, hingga rela berbagi ranjang dengan wanita lain. Tapi sayangnya KH Umar sama sekali tidak bisa menghargainya, bahkan untuk berbuat adilpun sepertinya tidak bisa.

Seperti yang di katakan Daniel, Laras tidak hanya sekedar membutuhkan lahirnya terpenuhi, tapi Laras juga butuh batinnya terpenuhi.

Tubuh Laras menggeliat, merasakan geli di sekujur tubuhnya. "Daniel! Aaahkk... Amma gak tahan!" Lirih Laras, ia sudah tidak sanggup menahan gejolak birahinya yang semakin terbakar.

"Nanti juga enak kok Amma!" Ujar Daniel penuh arti.

Laras menatap sayu kearah Daniel, dan nafasnya terdengar makin memburu ketika jemari Daniel menyentuh selangkangannya. Ia yakin sekali, kalau Daniel juga menyadari kalau dirinya saat ini sudah sangat terangsang karena sentuhan Daniel.

Dadanya naik turun mengikuti irama nafasnya, tatkala jari Daniel menyentuh tepat di bagian gundukan vaginanya. Tidak ingin hanyut akan kenikmatan semu yang di berikan keponakannya, Laras berusaha menahan pergelangan tangan Daniel.

Bukannya berhenti, Daniel malah menyingkap gamis Laras lebih tinggi lagi, dan tampaklah kain segitiga berwarna putih berenda yang di kenakan Laras.

"Daniel! Kamu..." Lirih Laras.

Daniel tersenyum tipis, ia dengan sengaja membelai gundukan vagina Laras. "Saya tau, kalau Bu Haja juga menginginkannya. Kalau KH Umar tidak bisa, biar saya yang membantu Amma." Ujar Daniel, sembari membuka kedua kaki Laras.

"Jangaaaaan Dan! Astaghfirullah."

Daniel menangkap tangan Laras yang mencoba menghalangi aksinya. Sementara tangan kirinya, mengusap-usap kemaluan Laras.

Tubuh Laras menggelinjang, seiring dengan celana dalamnya semakin membanjir. Pinggulnya tersentak-sentak seiring dengan orgasme yang tiba-tiba saja datang tanpa di harapkan.

"Oughkk..." Lenguh Laras.

Seeeeeeeeeerrrr....

Daniel tersenyum puas melihat tubuh Laras yang terkulai lemas setelah orgasmenya barusan.

Ia berdiri dan membuka celananya, mengeluarkan senjata andalannya di hadapan Laras, Istri dari seorang Kiayi yang sangat di hormati di lingkungan pesantren itu. Laras bergidik ngeri melihat penis Daniel yang berukuran sangat besar. Kepala penisnya yang berbentuk jamur terlihat sangat lebar sekali.

"A-apa-apaan kamu Dan!" Protes Laras.

"Saya tau Amma, kalau KH Umar sangat jarang menyentuh Amma! Saya hanya ingin membantu Amma, menggantikan peran KH Umar." Ucap Daniel.

"Astaghfirullah Daniel..."

Daniel naik keatas sofa, dia menyodorkan penisnya kearah Laras. "Amma berhak bahagia, Hisap kontol saya Nyonya Haja Laras Umar." Ujar Daniel, menyebut gelar dan nama suami Laras.

"Jangan gila kamu Daniel." Bentak Laras.

"Saya tau Amma sakit hati dengan kelakuan KH Umar, saya hanya ingin membantu Amma, membalaskan sakit hati Amma."

Daniel memegangi kepala Laras, dan memaksanya menghisap penisnya. Laras menggerakan kepalanya, menghindari kemaluan Daniel yang berulang kali menempel di bibir merahnya.

Tidak kehabisan akal, Daniel memencet hidung Laras hingga Istri dari KH Umar itu tak bisa bernafas.

Dengan satu dorongan, penis Daniel masuk kedalam mulut Laras. "Hmmmpss..." Daniel menekan kepala Laras hingga penisnya masuk hingga ke dalam tenggorokan Laras.

Wajah cantik Ustadza Laras memerah, karena kesulitan bernafas. Apa lagi rambut kemaluan Daniel menusuk hidungnya. Tapi anehnya, Laras malah merasakan sensasi nikmat didalam dirinya.

Setelah yakin kalau mangsanya semakin tidak berdaya, barulah Daniel menggerakan pinggulnya maju mundur menyodok mulut Ustadza Laras, yang biasanya selalu mengucapkan Kalam Tuhan. Tapi kali ini di gunakan untuk memuaskan hasrat birahinya.

"Nikmat sekali Haja Laras! Oughkk... Bodoh sekali KH Umar, meninggalkan wanita secantik Amma, demi wanita lain." Erang Daniel.

Dia membelai kepala Laras yang tertutup jilbab berwarna merah, sewarna dengan gamisnya.

Semakin lama, Laras mulai melemah, ia semakin pasrah menerima kemaluan Daniel di dalam mulutnya. Laras sendiri juga tidak mengerti kenapa ia begitu mudah menyerah menghadapi syahwatnya. Dan jujur saja, wanita alim itu mulai menikmati penis Daniel.

Daging kemaluan Daniel terasa begitu keras dan asin. Ada sensasi yang sulit di gambarkan ketika kepala penis Daniel menyodok tenggorokannya.

Selain itu, ada kebanggan di dalam dirinya, setelah Daniel mengakui kalau dirinya lebih baik ketimbang Istri muda Suaminya, yang membuat Laras mulai berfikir ingin membalas dendam.

Plooopss...

Daniel mencabut kemaluannya dari dalam mulut Laras. "Oughkk... Nikmat sekali!" Racau Daniel.

"Houks... Houks... Houks..." Berulang kali Laras batuk.

"Buka pakaiannya Bu Haja!" Suruh Daniel.

Laras menggelengkan kepalanya ketika Daniel memaksa membuka pakaiannya. Dengan sedikit harga diri dan iman yang masih menempel di hatinya, ia berusaha meronta minta di lepaskan.

Tetapi Daniel tidak kalah cekatannya, ia merobek gamis yang di kenakan Laras, hingga bagian depan gamisnya terbuka dan memperlihatkan sepasang gunung kembar yang berukuran 36E, bersembunyi di balik bra-nya. Sangat besar untuk ukuran wanita normal pada umumnya.

"Besar sekali Bu Haja! Jauh lebih besar dan indah di bandingkan payudara Istri muda KH Umar." Ujar Daniel, lagi-lagi membandingkan dirinya dengan Istri muda KH Umar yang membuat hatinya makin dilema.

Laras menggelengkan kepala. "Jangan Dan! Amma mohooon, Amma malu Dan." Melas Laras. Ia merasa malu di lihat Daniel dalam keadaan setengah telanjang, walaupun ini bukan kali pertama Daniel melihat dirinya dalam keadaan seperti ini, tapi tetap saja Laras merasa malu, apa lagi Daniel berulang kali memanggilnya dengan nama gelarnya.

"Kenapa harus malu! Tubuh Amma Haja sangat indah, dasar pria tua bangka itu saja yang tidak tau diri. Sudah memiliki Istri yang sempurna, masih saja melirik wanita lain." Ujar Danie, entah Laras harus merasa senang atau marah mendengar perkataan Daniel.

Wajah Laras merona merah, ia merasa sangat berdosa, tapi ia mengakui apa yang di katakan Daniel memang benar. Apa kurangnya dirinya? Hingga Suaminya tega berpoligami. Laras menggigit bibirnya, menahan gemuruh di dadanya.

Daniel menangkap payudara Laras, dan merobek behanya hingga putus.

"Auuuww..." Laras terpekik kencang.

Kedua tangan Daniel mengepal payudara Laras. Dia meremasnya dengan sangat kasar, hingga meninggalkan bekas merah di kedua payudara Laras.

Sembari mendekap tubuh Laras, dia melumat bibir Laras. Memaksa wanita berusia 36 tahun itu untuk membalas lumatan bibirnya. Dengan setengah terpaksa Laras membalas lumatan Daniel, dan harus diakui, ciuman Daniel membuat Laras terasa melayang.

Sejenak Laras lupa kalau dirinya saat ini tengah di perkosa oleh keponakannya sendiri. Sentuhan Daniel terlalu nikmat untuk di abaikan.

"Gimana Amma Haja, enak?" Goda Daniel.

Laras diam sejenak tak tau harus mengatakan apa. "Ini dosa Dan! Oughkk..." Tubuh Laras tersentak ketika ia merasakan jari tengah Daniel menyusup masuk ke dalam celana dalamnya, lalu menyeruak masuk ke dalam vaginanya.

"Apa Bu Haja, saya tidak dengar." Ledek Daniel.

"Danieeeel.... Aahkk... Ini dosa..." Jerit Laras ketika Daniel semakin cepat mengocok kemaluannya.

Tubuh indah Laras melinting seperti ikan yang kehabisan air. Nafasnya tersengal-sengal, sembari mengeluarkan suara erangan erotis dari bibir seksinya.

Sementara di bawah sana, Tidak hanya satu jari, melainkan ada dua jari yang tengah mengobok-obok vaginanya, dan tampak cairan pelumas milik Laras keluar semakin tidak terbendung.

"Ulangi Bu Haja! Saya tidak dengar."

Pinggul Laras tersentak-sentak menyambut kedua jari Daniel. "Ini dosa Dan... Dosaaa... Aahkk... Aaahkk... Daniel! Hentikaaaan..." Melas Laras, kepalanya terbanting ke kiri dan kanan.

Sloookss... Sloookss... Sloookss... Sloookksss.... Plooookss.... Sloookksss... Sloookksss....

"Aaaarrrttt...." Jerit Laras.

Creeetsss....

Creeetsss....

Creeetsss....

Daniel mencabut jarinya dari dalam selangkangan Laras. Lalu mengangkatnya dan memperlihatkannya kepada Laras yang menatap sayu kearah jari Daniel yang bermandikan lendir cintanya. Ia tidak menyangkah, kalau rasanya akan senikmat itu.

"Ulangi lagi." Bisik Daniel.

Dengan nafas terengah-engah Laras berucap. "Ini dosa Dan! Dosa." Bisik Laras, nafasnya terputus-putus, seakan ia saat ini tengah terjebak oleh kepulan asap yang membuatnya sulit bernafas.

Daniel tersenyum puas mendengarnya. Dia kembali turun dari atas sofa, lalu menarik lepas celana dalam yang di kenakan Laras. Tanpa sadar Laras mengangkat pinggulnya, membantu Daniel melepas celana dalamnya yang telah sangat basah. Daniel sempat menjilati kemaluan Laras selama beberapa detik.

Setelah di rasa cukup, Daniel kembali mengangkangkan kedua kaki Laras. Dia memposisikan kemaluannya di depan bibir kemaluan Laras yang telah becek.

"Dan!" Lirih Laras.

Daniel menggesek-gesek kemaluannya di bibir vagina Laras. "Nikmati saja Bu Haja! Buang jauh-jauh iman Bu Haja untuk beberapa waktu kedepan." Ujar Daniel, seraya tersenyum manis yang memabukan.

"Pelan-pelan." Kata Laras pasrah.

Daniel sangat senang mendengarnya, dia menekan penisnya menerobos masuk ke dalam senggama milik Istri KH Umar, salah satu pimpinan Ma'had Al-fatah. Wajah Daniel mengeras, merasakan jepitan dinding vagina Laras yang memeluk ketat batang kemaluannya yang berukuran jumbo.

Hal yang hampir sama juga di rasakan Laras. Ia merasa, kemaluan Danial sangat keras dan hangat.

"Oughkk... Dan! Aaahkk..."

"Memek Bu Haja nikmat sekali! Sempit..." Komentar Daniel.

Dengan gerakan perlahan Daniel menggerakan pinggulnya maju mundur, menyodok vagina Laras. Wajah cantik Laras yang merona merah, menambah suasana menjadi lebih erotis. Daniel menundukkan wajahnya, dan menjilati payudara Laras yang membusung ke depan.

Gesekan kedua kelamin mereka, di tambah dengan hisapan di payudaranya, membuat Laras kembali bergairah. Ia mendesah-desah random, menikmati perzinahannya.

Sejenak Laras benar-benar melepaskan imannya, melupakan pelajaran agama yang pernah ia pelajari, demi mendapatkan kenikmatan duniawi yang hanya sementara, kenikmatan sesat yang hanya akan mengantarkan dirinya menuju jurang neraka.

"Bu Haja keluaaaar Daan...." Teriak Laras, tanpa sadar memanggil dirinya sendiri dengan gelar yang ia dapat beberapa tahun yang lalu.

Daniel mencabut penisnya, dan membiarkan wanita alim itu melepaskan dahaga yang sudah lama terpendam di dalam dirinya. Ia menata Laras yang menggeliat keenakan.

Seeeeeeeeeerrrrr.....

"Oughk... Ya Tuhan!" Erang Laras.

Daniel mencium kening Laras, lalu ia memutar tubuh Laras hingga menungging.

Dari belakang ia menusukan batang kemaluannya ke dalam memek Laras yang kini terasa lebih licin, hingga mempermudahnya melakukan penetrasi. Sementara Laras hanya pasrah, membiarkan pemuda itu menyalurkan hasrat binatangnya.

Sembari membelai punggung Laras yang bermandikan keringat, Daniel menggoyang pinggulnya, menyodok-nyodok memek Laras.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Suara benturan antara selangkangan Daniel dengan memek Laras terdengar nyaring, menambah suasana menjadi semakin erotis.

Hampir dua puluh menit mereka bercinta, hingga akhirnya mereka berdua secara bersamaan mencapai puncaknya.

******


Nadia

Suasana pagi yang cerah, memang paling pas untuk menjemur pakaian. Dan itulah yang sedang di lakukan oleh Nadia. Seorang Ustadza berparas cantik, dengan bentuk tubuh yang sempurna. Beberapa kali ia menjadikan tangannya sebagai topi, untuk mengurangi hawa panas yang menerpa wajahnya.

Sialnya ketika ia hampir selesai menjemur seluruh pakaiannya, tiba-tiba tali jemurannya putus, alhasil semua pakaiannya jatuh ke tanah.

"Astaghfirullah...." Keluh Nadia.

Sejenak ia menghela nafas, dari raut wajahnya terpancar kelelahan.

Dan pada saat bersamaan Pak Eddi yang biasa melewati rumah Nadia, melintas di depan rumahnya. Ia melihat kearah Nadia yang sedang mengambil kembali pakaiannya.

"Assalamualaikum Bu Ustadza."

Nadia tersenyum kecil. "Waalaikumsalam Pak! Baru mau pergi?" Tanya Nadia hanya sekedar berbasa-basi, sama halnya dengan Pak Eddi.

"Iya Bu." Jawab Pak Eddi. "Itu kenapa Bu Ustadzah?" Tunjuk Pak Eddi.

Wajah Nadia tampak cemburut. "Tali jemuran saya putus Pak! Padahal hampir selesai tadi jemurnya." Keluh Nadia tampak kesal.

"Oalah... Biar saya bantu perbaiki ya Bu."

"Gak usah Pak! Takut merepotkan." Tolak Nadia halus, walaupun sebenarnya ia sangat membutuhkan bantuan dari Pak Eddi.

Pria tersebut tetap saja menghampiri Nadia. "Ngerepotin gimana Bu? Namanya tetangga ya harus saling membantu." Ujar Pak Eddi seraya tersenyum, memamerkan giginya yang tidak rata.

"Kalau begitu terimakasih ya Pak!"

"Sama-sama Bu Ustadza!" Jawab Pak Eddi senang. "Bu Ustadza punya tali cadangan?" Tanya Pak Eddi lagi sembari melepas ikatan tali yang ada di tiang jemuran.

"Ada Pak, sebentar ya."

Nadia segera beranjak pergi hendak mengambil tali cadangan yang ada di rumahnya.

Sejujurnya Nadia merasa sangat beruntung memiliki teman seperti Pak Eddi, karena beliau selalu ada untuk membantunya melakukan pekerjaan yang memang seharusnya di lakukan kaum Adam. Sayangnya Suaminya yang terlalu sibuk bekerja tidak dapat ia andalkan, dan selama ini ia selalu mengandalkan Pak Eddi.

Setelah menemukan talinya, Nadia kembali menemui Pak Eddi yang sedang memungut pakaiannya yang tadi jatuh ke tanah ketika tali jemurannya putus.

Tanpa sadar Pak Eddi malah memungut dalaman Ustadza Nadia yang berwarna hitam dengan renda di atasnya dan sebuah pita kecil di bagian tengah atasnya.

Diam-diam Pak Eddi memandangi celana dalam Nadia, sembari membayangkan Nadia yang sedang mengenakan dalaman tersebut. Tanpa Pak Eddi sadari, Nadia sudah berada di belakangnya.

"Ehem..."

Pak Eddi melompat kaget melihat kehadiran Ustadza Nadia yang berada di dekatnya. "Ayo, Pak Eddi mikir apa?" Goda Ustadza Nadia, membuat Pak Eddi salah tingkah.

"Enggak ada kok Bu Ustadza." Jawab Pak Eddi cepat.

Nadia menatap Pak Eddi curiga. "Yang bener? Gak lagi mikir jorokkan?" Tembak Nadia, membuat Pak Eddi tak lagi bisa lagi bisa berbohong.

"Hehehe... Maaf Bu Ustadza."

"Dasar... Dalaman itu sudah ada yang punya." Goda Nadia, membuat Pak Eddi makin salah tingkah.

"I-ini Bu Ustadza." Pak Eddi menyerahkan dalaman tersebut kepada Nadia. "Aku pasangkan dulu ya, tali jemuran ya." Sambung Pak Eddi, Nadia memberikan tali yang ada di tangannya.

Di saat Pak Eddi memperbaiki tali jemurannya, diam-diam Nadia memperhatikannya dari jauh. Wajah Pak Eddi memang kalah tampan di bandingkan dengan Suaminya, hanya saja Pak Eddi sangat baik kepadanya, dan sangat perhatian, tidak hanya kepada dirinya tapi juga terhadap anaknya Helena.

Andai ia mengenal Pak Eddi lebih dulu, mungkin ia akan memilih Pak Eddi menjadi Suaminya.

"Astaghfirullah... Apa ku pikirkan." Gumam Nadia merasa bersalah.

Segera Nadia kembali masuk ke dalam rumahnya, untuk membuatkan segelas kopi untuk Pak Eddi yang sudah mau membantunya.

*****

Menjelang Dzuhur, saat matahari sedang panas-panasnya. Tampak sebuah mobil SUV berjalan perlahan menelusuri jalan pesantren, menuju gerbang pesantren al-fatah. Kemudian mobil tersebut melintir ke kiri dan berhenti di rumah kediaman KH Shamir.

Tampak KH Shamir tengah menyirami tanaman di depan rumahnya.

Seorang sopir keluar dari dalam mobil, dan membukakan pintu belakang mobil. Tampak KH Umar keluar dari dalam mobilnya

"Kamu tunggu di sini ya."

"Iya kiayai."

KH Umar memasuki pekarangan rumah tersebut tampak KH Shamir yang sedang merawat tanaman bunganya, melihat kearah KH Umar.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam, Mau pergi lagi Mas?" Tanya KH Shamir.

KH Umar tersenyum, lalu mereka berdua duduk di depan perkarangan rumah KH Shamir. "Rasanya capek sekali bolak balik seperti ini." Keluh KH Umar.

"Namanya juga berjuang demi Agama Mas."

"Iya kamu benar."

KH Umar dan KH Shamir memang bukanlah saudara, seperti KH Hasyim dengan KH Sahal. Tetapi KH Shamir salah satu orang yang berjasa, bersama KH Umar dalam membesarkan nama pondok pesantren Al-fatah, sehingga wajar kalau mereka berdua sudah dianggap seperti saudara sendiri oleh KH Hasyim. Ketika kita membicarakan Al-fatah, maka kita akan membicarakan keempat tokoh penting tersebut.

Selama ini KH Umar memang sering main ke rumah KH Shamir untuk bertukar pikiran, dan tempat ia meminta pendapat. Terutama ketika KH Hasyim mulai sibuk dengan urusan politik.

Dan tentunya KH Shamir dengan senang hati membantu KH Umar dalam menyampaikan ide-idenya, atau dalam memberi nasehat.

"Ngomong-ngomong ada apa Mas kemari?"

KH Umar menghela nafas perlahan. "Ini masalah Daniel Mas." Jawab KH Umar kepada KH Shamir. "Entah kenapa saya merasa berdosa Mas! Seperti yang Mas tau, Daniel itu buronan polisi, dan saya malah menyembunyikannya di rumah saya." Jawab KH Umar yang tampak gelisah.

"Ehmmm...." Giliran KH Shamir yang tampak menghela nafas. "Kalau tidak salah kasusnya human trafficking dan narkotika." Ujar KH Shamir.

"Sebenarnya saya merasa khawatir Mas, saya takut santri kita akan menjadi korban. Walaupun Daniel itu adalah keponakan saya sendiri, tapi penjahat tetaplah penjahat Mas."

"Apa alasan Mas Sahal meminta Mas Umar menyembunyikan Daniel?" Heran KH Shamir.

"Katanya karena Daniel sudah berjanji ingin bertaubat." Jawab KH Umar dengan suara yang terdengar meragukan.

"Kalau benar-benar ingin bertaubat seharusnya ia bersedia menerima hukuman atas perbuatannya, bukan malah bersembunyi." Heran KH Shamir, dengan keputusan KH Sahal.

"Bagusnya saya bagaimana Mas?"

KH Shamir diam sebentar sembari berfikir. "Memang benar kita tidak boleh menilai seseorang itu dari masa lalu, tetapi tidak ada salahnya kalau kita berhati-hati. Menurut saya lebih baik Daniel jangan tinggal di rumah Mas Umar, apa lagi di rumah ada Mbak Laras dan Aurel." Ujar KH Shamir.

"Aku juga agak khawatir, jadi menurut Mas enaknya Daniel tinggal di mana?"

"Tempatkan saja Daniel di kantor Makamah! Di sanakan ada ruangan yang tidak terpakai. Saya pikir Daniel tidak akan keberatan."

"Akan saya pertimbangkan Mas. Apa perlu saya bicara dengan Mas Sahal tentang masalah ini."

KH Shamir menggelengkan kepalanya. "Mas Sahal akhir-akhir ini agak aneh! Aku merasa ada yang tidak beres dengan beliau." Saran KH Shamir, KH Umar tampak manggut-manggut.

Tiba-tiba seorang wanita keluar dari dalam rumah sembari membawa nampan minuman. Ia meletakan minuman tersebut diatas meja.

"Silakan di minum kiaya." Ujar Farah.

"Terimakasih ya."

Selepas kepergian Farah menantu KH Shamir, mereka berdua kembali melanjutkan obrolan mereka. Tidak hanya membahas tentang Daniel, tapi mereka juga membahas tentang permasalahan di pesantren yang sepertinya krisis ke pemimpinan semenjak KH Hasyim sibuk berpolitik.

Sementara KH Sahal yang di beri amanah untuk menggantikan KH Hasyim, terlihat tidak begitu serius dalam menangani setiap masalah yang ada di pesantren, khususnya dalam menangani kenakalan santri, terkesan ada pembiaran oleh KH Sahal.

Bahkan kasus pemerkosaan yang di alami seorang santri dan Ustadza, berusaha ia tutupi dari publik, yang membuat orang tua santri murka.

Sementara itu di balik dinding rumah, tampak Farah diam-diam menguping pembicaraan mereka, smebari sibuk mengirimkan sebuah pesan ke KH Sahal.

*****


Salma

"Mas yakin kita mau ke sana?" Tanya seorang wanita yang duduk di samping seorang yang sedang mengendarai sebuah mobil SUV berwarna metalik.

"Tentu saja Dek! Siapa tau kali ini berhasil."

"Kalau kali ini tetap gagal, aku berharap Mas Furqon tidak lagi memaksaku pergi ke dukun." Tegas Salma, karena sejujurnya ia sama sekali tidak percaya dengan hal-hal berhubungan dengan gaib.

"Mas janji, tidak akan memaksamu lagi." Jawab Furqon berjanji.

Salma menyenderkan kepalanya di kaca mobil, sembari memandangi pepohonnan yang berjejer di sepanjang jalan. Entah kenapa Salma merasa ada yang mengganjal di hatinya, sejak dari rumah ketika mereka belum berangkat.

Hampir satu jam lamanya mereka menempuh perjalanan, akhirnya mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah yang terlihat sederhana.

Di depan rumah tersebut di jaga oleh dua ekor anjing yang cukup besar, membuat Salma ketakutan.

Tok... Tok... Tok...

"Assalamualaikum..."

"Masuk." Terdengar suara berat seorang pria.

Segera Furqon mengajak Istrinya masuk ke dalam rumah tersebut. Tampak seorang pria tua duduk bersila di depan meja kecil yang terdapat dua dupa yang sedang terbakar.

Saat pertama kali masuk, Salma dapat mencium aroma melati yang begitu kental, dan aroma kemenyan yang membuat hidung Salma tidak nyaman.

"Silakan duduk." Suruhnya.

Mereka berdua duduk bersila di depan sang dukun yang sedang memainkan kerisnya diatas asap dupa. "Siapa nama kalian berdua?" Tanya sang Dukun.

"Saya Furqon, ini Istri saya Salma Mbah." Jawab Furqon agak gugup.

Sembari mengelus-elus janggutnya, ia menatap Furqon dan Salma secara bergantian, membuat Salma merasa tidak nyaman.

"Apa tujuan kalian kemari karena ingin memiliki momongan?" Tanya sang Dukun. Furqon tampak terkejut mendengar ucapan sang Dukun.

"Bener Mbah, bagaimana Mbah bisa tau."

Sang dukun kembali menatap Salma. "Saya bisa melihat adanya aura jahat di wajah Istrimu. Sepertinya ada yang dendam dengan Istrimu, hingga membuatnya sulit untuk hamil." Jelas sang Dukun meyakinkan, membuat Furqon makin percaya.

"A-apakah Mbah bisa membantu kami?"

Dukun tersebut mengangguk. "Tentu saja bisa, hanya saja ada syaratnya." Jelas sang Dukun tenang.

"Apa syaratnya Mbah."

"Yang pertama harus percaya? Saya lihat Istri kamu sepertinya meragukan kemampuan saya, tapi saya bisa memakluminya, karena kebanyakan orang berfikir kalau pergi ke dukun itu sesat." Ujar sang Dukun yang tampak bisa membaca isi hati seseorang.

Furqon menyikut lengan Istrinya, sembari memandangnya marah. "Istri saya percaya kok Mbah, iyakan sayang?" Ujar Furqon.

Dengan terpaksa Salma mengiyakan. "I-iya Mbah, awalnya saya memang ragu, tapi sekarang saya sangat percaya dengan kemampuan Mbah." Jawab Salma.

"Bagus... Bagus... Bagus..."

"Syarat kedua apa Mbah?" Tanya Furqon tidak sabar.

"Yang kedua Nak Salma harus mengikuti ritual sampai selesai, satu saja tidak di ikuti maka bukan hanya kalian tidak dapat keturunan, tetapi keluarga kalian akan tertimpa sial seumur hidup." Jelas sang Dukun, membuat Furqon terkejut mendengarnya.

"Kami setuju Mbah, dan siap melakukan semua ritualnya." Jawab Furqon yakin.

Sang dukun beralih ke Salma. "Bagaimana Nak Salma Apa kamu sanggup? Karena yang akan menjalani ini semua adalah Nak Salma." Ujar Sang dukun lagi.

"Kalau boleh tau, ritual apa saja yang harus saya kerjakan Mbah?" Tanya Salma.

"Yang pertama kalian harus mengucap sumpah, yang ke dua saya akan mensucikan tubuh Nak Salma terlebih dahulu, yang ketiga saya akan menanamkan sukma saya ke tubuh Nak Salma sampai Nak Salma hamil." Jelas sang Dukun.

"Dek... Please..." Mohon Furqon.

Salma yang awalnya hendak meminta penjelasan lebih detail lagi, akhirnya terpaksa menyetujuinya. "Iya Mbah, saya siap." Jawab Salma.

"Bagus! Mbah akan mempersiapkannya terlebih dahulu."

Kemudian sang Dukun tampak mulai membaca mantra di dalam gelas berisi air, kemudian ia memercikkan air tersebut ke dalam wadah kemenyan, hingga asap kemenyan tersebut semakin banyak.

Terakhir ia menyembelih ayam hitam dan menumpahkan darahnya ke dalam wadah kemenyan, lalu menaburkan bunga warna warni.

"Sekarang semuanya sudah siap! Sekali lagi Mbah tanya, apakah kalian sudah siap mengikuti semua prosesnya" Tanya sang Dukun.

Dengan mantab keduanya menganggukkan kepala, kemudian sang dukun meminta mereka berdua untuk mengucapkan sumpah, sembari mengibaskan asap kemenyan kearah wajah mereka berdua.

Setelah ritual pertama selesai, sang dukun berdiri sembari memberikan Salma kain jarit. "Lepas semua pakaian Nak Salma, termasuk dalamannya. Nak Salma hanya boleh memakai kerudung dan kain jarit itu." Ujar sang Dukun membuat Salma terkejut.

"Apa?"

"Saya tunggu di belakang." Kata Sang Dukun tanpa mengubris protes Salma.

Alhasil Salma dan Suaminya terlibat pertengkaran kecil. Salma menolak melepas semua pakaian nya dan hanya memakai kain jarit, sementara Furqon ingin Istrinya menuruti perintah sang dukun, dengan alasan mereka sudah menyetujui syarat yang di berikan sang Dukun.

Hingga akhirnya Salma lagi-lagi menuruti keinginan Suaminya. Ia menanggalkan pakaiannya di depan suaminya, lalu ia memakai kain tersebut.

Bersama Suaminya, mereka berdua menemui sang Dukun yang sedang berada di perkarangan belakang rumahnya. Sang dukun terlihat serius membaca mantra sembari menaburkan bunga ke dalam gentong yang berisi air.

"Silakan duduk di sini." Suruh sang dukun.

Dengan langkah gontai Salma mendekat lalu duduk di bangku kecil yang ada di samping gentong.

Walaupun Salma merasa risih dengan penampilannya saat ini, tetapi Salma masih merasa tenang karena ada sang Suami di dekatnya.

Sang dukun kembali membaca mantra sembari menjulurkan tangannya diatas kepala Salma. Lalu dengan menggunakan gayung, ia menyiram tubuh Salma dengan air yang ada di dalam gentong.

Seumur hidupnya baru kali ini ia di mandikan oleh seorang pria, walaupun masih mengenakan pakaian. Dan sebagai seorang muslimah, Salma merasa tidak nyaman, tetapi karena tidak ingin berdebat dengan Suaminya, akhirnya Salma tetap mengikuti ritual mandi bunga hingga selesai.

Setelah selesai Mbah Dukun meminta mereka kembali ke dalam rumah.

Selagi Mbah dukun menyiapkan ritual ketiga, mereka berdua menunggu di tempat sebelumnya. Tampak keduanya tidak bicara satu sama lainnya.

"Silakan gunakan kain kafan ini Mbak, saya tunggu di dalam ruangan sebelah." Perintah sang dukun. Lalu tanpa menunggu jawaban, sang dukun masuk ke dalam sebuah ruangan meninggalkan mereka.

"Mas..." Salma kembali hendak protes.

Tampak Furqon menghela nafas. "Kita sudah setengah jalan, masak harus mundur." Melas Furqon, yang membuat Salma tidak bisa berkata-kata lagi.

Dengan terpaksa ia mengganti kain jarit dengan dua potong kain kafan pemberian sang Dukun. Potongan yang kecil ia jadikan jilbab untuk menutupi rambutnya, sementara potongan yang agak besar ia gunakan untuk menutupi tubuh telanjangnya.

Lagi-lagi Salma di antar oleh suaminya masuk ke dalam ruangan tersebut.

Diatas ranjang yang terbuat dari potongan bambu yang di lapisi tikar, tampak sang dukun sedang membaca mantra di depan kemenyan. Cukup lama mereka menunggu, hingga akhirnya sang Dukun membuka mata dan meletakan kemenyan tersebut diatas meja kecil.

"Maaf Nak Furqon, untuk sementara saya persilakan menunggu di luar? Mungkin upacara pengobatan ini akan memakan waktu sekitar 2 jam, begitulah," itulah langkah lanjutan dari sang dukun.

Tiba-tiba Furqon dihinggapi perasaan khawatir. Atau mungkin cemburu. Dia mesti melepaskan istrinya yang ayu itu berduaan dengan orang lain di kamar tertutup. Walaupun sang Dukun sudah berusia tua, tapi tetap saja sang dukun adalah seorang pria.

Kekhawatiran juga di rasakan Salma, selama ini ia tidak pernah berdua-duan dengan pria lain di dalam satu ruangan, kecuali dengan Suaminya.

"Baik Mbah!" Jawab Furqon yang membuat mata Salma terbelalak tak percaya.

"Oo ya, nanti apabila ada penampakkan atau suara apapun Nak Furqon tidak boleh masuk ke dalam ruangan ini, percayakan semuanya kepada saya. tidak boleh bereaksi. Itu adalah godaan yang harus dihadapi. Nak Furqon harus tetap tenang. Ruang Bale Semadi itu dijaga oleh jin Anubis yang mampu membuat lumpuh, buta dan tuli seketika bagi siapapun yang mengusik ketenangannya," begitu Mbah Dukun memberikan uraiannya.

Dan bodohnya Furqon percaya begitu saja. "Baik Mbah, saya akan mematuhinya." Sahut Furqon yang justru semakin percaya dengan kesaktian sang Dukun.

Berbeda dengan Salma, perasaannya semakin sebal akan sikap suaminya yang kurang menghargai keberadaan dirinya. Dia merasa sepertinya tak punya hak bicara. Dengan rasa kesal itulah dia berdiri dan berjalan menuju Bale Semadinya sang dukun yang berada di balik pintu kiri ruang praktek dukunnya ini.

Mbah dukun mempersilakan Furqon keluar, dan sekali lagi dia berpesan agar tidak melakukan reaksi apapun atas apa yang dia dengar dan saksikan nanti. Jangan sampai memancing kemarahan jin Anubis.

Kepada Salma, Mbah dukun menyuruhnya untuk naik ke bale-bale dan duduk bersila. Sementara Mbah dukun juga naik dan duduk bersila tepat dibelakang Salma. Dia mengeluarkan sebuah botol kecil.

"Nak Salma, ini adalah minyak zaitun yang khusus didatangkan jin Anubis dari Mesir. Minyak ini akan saya oleskan pada seluruh pori-pori tubuh Nak Salma agar tak ada satu lubang kecilpun yang mampu ditembusi segala teluh atau santet buatan manusia. Saya harap Nak Salma tenang dan memusatkan pikiran agar segala kotoran yang memasuki tubuh Nak Salma larut bersama minyak ini," Ujar sang dukun menjelaskan.

"Iya Mbah."

"Sekarang kamu minum air suci ini dulu." Mbah Dukun memberinya segelas minuman yang sudah ia siapkan.

Segera Salma meminumnya hingga tidak bersisa, rasanya agak pait tapi Salma tidak mengubrisnya. Ia hanya ingin prosesi ini cepat selesai.

Dari arah belakang punggung Salma Mbah Dukun menuangkan sedikit minyak itu ketangannya. Kemudian dengan didahului mulutnya berkomat-kamit tangan Mbah Dukun mulai mengoleskan minyaknya ke leher Salma. Dia memijitnya pelan, layaknya tukang urut yang langsung membuat Salma menggeliatkan leher dan kepalanya mengimbangi arah urutan tangan Mbah Dukun.

Nampak Salma mulai menikmati enaknya diurut. Mungkin perjalanan dari pesantren ke rumah sang dukun ini memang membuat lelah tubuh Salma, sehingga urutan tangan Mbah Dukun ini terasa nikmat.

"Kalau pijatan Mbah membuat sakit Nak Salma boleh mengaduh atau merintih agar Mbah bisa mengurangi kekuatannya," pesan tambahan Mbah Dukun yang bertolak belakang dengan wanti-wantinya kepada Furqon agar tidak mengeluarkan gaduh yang akan membuat jin Anubis marah.

Dari leher tangan dukun itu turun ke bahunya. Tangan-tangannya yang berusaha menggapai bagian bahunya menyingkirkan sedikit demi sedikit kain putih penutup kepala dan sebagian pundaknya. Salma terilihat mulai merasa gelisah.

Kini tangan Mbah Dukun dengan leluasa mengoleskan minyak zaitun itu ke bahu dan punggung Salma. Olesan itu merata dan turun hingga ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun nampak terampil mengurut ataupun mengelus bagian-bagian tubuh Salma. Tak luput pula sisi kanan dan kiri hingga ketiak istri Furqon ini diolesinya dengan minyak dari Mesir ini.

Sementara itu dari balik dinding ruangan sang Dukun, tampak Furqon terlihat mondar-mandir, ia terlihat gelisah padahal baru beberapa menit yang lalu Istrinya masuk ke dalam ruangan tersebut.

Rasanya Furqon ingin sekali melihat apa yang di lakukan sang dukun di dalam kamar bersama Istrinya, tetapi ia takut akan akibat buruknya.

Tangan Mbah dukun mulai menjamah iga samping dan ketiak kanan kiri Salma. Dan nampaknya Salma mulai merasa merinding. Kecuali tukang pijat perempuan di kampungnya selama ini tak satupun lelaki pernah menjamah tubuhnya macam ini. Dia merasakan elusan tangan Mbah Dukun dengan cepat membuat hangat tubuhnya. Terkadang jari-jarinya bermain dengan menekan dan mengelus sehingga membuat saraf-saraf pekanya terangsang.

"Maafkan hambamu ini ya Allah, apa yang kulakukan hari ini demi memenuhi permintaan Suamiku." Jerit hati Salma yang merasa berdosa karena membiarkan pria yang bukan muhrimnya, menyentuh tubuhnya.

"Naikkan lengannya Nak Salma, biar Mbah bisa mengolesi ketiak Nak Salma," perintahnya yang langsung dipenuhi Salma.

Terus terang rabaan tangan Mbah dukun ini semakin menghanyutkan sanubarinya. Membuat rasa bersalah di hati Salma terhadap suaminya, tapi setelah di pikir-pikir, ini semua gara-gara kemauan Suaminya. Dan dia tak pernah minta pertimbangannya. Jadi ini bukan salahnya.

"Ahh... Mbah..." Desah Salma.

Tetap dari arah belakang punggung Salma, kini tangan Mbah Dukun meluncur ke wilayah dadanya, membuat Salma terkejut. Jari-jari itu menggosok atau mengelus berputar tepat di bawah gundukkan payudaranya. Terus berputar dan berpilin jari-jari itu benar-benar membuat dada Ayu berdegup kencang.

Ia ingin protes, tapi entah kenapa mulutnya terasa keluh untuk menyampaikan ketidak sukaannya.

Muka Salma terasa memerah. Perasaan tak sabar menunggu tangan sang dukun merambah buah dadanya terasa menggebu. Tanpa malu dia mendesah. Ada semacam hasrat yang mulai merambati saraf-sarafnya. Salma terus mendesah atau terkadang merintih. Hasrat birahinya-lah yang telah membuat kehangatan tubuhnya. Bahkan sekarang mulai terasa kegerahan.

"Astaghfirullah... Ada apa denganku?"

Mbah Dukun tahu bahwa suhu syahwat Salma mulai panas dan menaik. Ini memang telah menjadi perhitungannya. Tangannya juga merasakan degup jantung pasiennya yang yang semakin keras memukul-mukul dadanya. Dan Mbah Dukun yakin pasiennya kini semakin menunggu jamahan tangannya terus bergerak. Dan memang kini saatnya tangannya memasuki wilayah yang sangat peka.

Dengan menambahi lumuran minyak zaitun di telapak tangannya dia mulai menyusupkan jari-jarinya ke bawah payudara Salma, untuk menyentuh puting susunya, tangan Mbah Dukun mulai mengoles-olesi gundukkan payudara Salma.

Mengelus, menggosok, memilin secara bergantian dalam irama yang sangat sistematis dari tangan Mbah Dukun pada kedua payudaranya membuat hasrat birahi Salma langsung terbakar. Kembali tanpa ragu kini dia melepaskan desahan dan rintihan nikmatnya. Posisi Mbah Dukun yang memeluknya dari belakang, membuat tubuh depan Mbak Dukun menempel dengan erat di bagian punggungnya.

"Aaahkk... Mbah! Aaahk... Oughk..." Erang Salma.

Kedua tangan Salma mencoba menahan pergerakan tangan sang Dukun, tetapi anehnya Salma seakan kehilangan tenaga nya.

Wajahnya mendongak keatas, hingga kepalanya bersandar di dada sang Dukun.

Cukup lama sang Dukun bermain diatas payudara sang ahkwat, setelah di rasa cukup sang Dukun semakin menyingkap kain yang di kenakan Salma, hingga memek Salma kini terlihat jelas di mata tuanya. Sorot mata sang Dukun tampak tajam, menatap nanar kearah gundukan memek Salma yang terlihat bersih.

Perlahan sang Dukun membaringkan tubuh Salma, dan lagi-lagi Salma hanya pasrah membiarkan tubuhnya yang dalam keadaan telanjang menjadi santapan mata sang Dukun.

"Sudah Mbah!" Rintih Salma saat merasakan usapan di pahanya.

Mbah Dukun tidak mengubris ucapan Salma, telapak tangannya mengelus semakin jauh hingga ke pangkal pahanya, menuju lembah surgawi Salma."Pori-pori Nak Salma harus di tutup semua, agar tidak ada telu, atau santet yang bisa masuk." Ujar Mbah Dukun, meyakinkan Salma yang terlihat frustasi.

"Ughk... Mbah! Aaahkk... Aaahkk..." Desahan Salma terdengar semakin keras.

Sementara itu di luar ruangan, Furqon dapat mendengar jelas suara desahan sang Istri, membuat pria tersebut bertanya-tanya. Andai saja ia sedikit berani untuk mengintip perbuatan sang Dukun, tentu Furqon akan mengamuk sejadi-jadinya.

Tapi sayang Furqon terlalu takut untuk mengetahui apa yang di lakukan Istrinya bersama sang dukun di dalam ruangan tersebut.

Tangan Salma reflek menahan pergelangan tangan Mbah Dukun, ketika ia merasakan jemari Mbah Dukun menyeruak masuk ke dalam lobang peranakannya yang sudah sangat basah.

"Mbaaaaah... Aaaahkk..." Jerit Salma.

Mbah Dukun tampak senang mengetahui pasiennya yang sudah sangat terangsang. Sembari mengorek-ngorek lobang peranakan Salma, jemari jempol menggosok-gosok clitoris Salma, alhasil Salma semakin belingsattan.

Tubuhnya yang berkeringat tampak meliuk-liuk seperti cacing kepanasan.

"Mbaaaaah...." Jerit Salma.

Pinggulnya terangkat cukup tinggi, sembari menahan nafas ia melepaskan dahaganya.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Sanking nikmatnya Salma sampai terkencing-kencing, untuk pertama kali di dalam hidupnya, Salma bisa merasakan orgasme.

Perlahan badai orgasme itu mulai meradah, nafas Salma tampak terengah-engah, ia tidak menyangkah kalau hanya dengan jari sang Dukun ia bisa merasakan kenikmatan yang tiada tara.

Selagi Salma mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, Mbah Dukun melepaskan celana lusuhnya, hingga menampakkan terpedonya yang memiliki panjang 23cm, berbeda jauh di banding milik Suaminya yang berukuran 10cm.

Saat melihat kontol Mbah Dukun, Salma tampak ketakutan sekaligus meras takjub.

"Hah... Hah... Hah..." Dengus nafas Salma.

"Sekarang saatnya saya menanamkan benih sukma saya yang pertama di tubuh Nak Salma, memalui mulut atas." Kata Mbah Dukun sembari mendekati wajah Salma.

"Astaghfirullah..." Lirih Salma.

"Buka mulutnya Nak! Kita harus segera memulai penanaman sukma." Ujar Mbah Duku, seraya membelai wajah Salma dengan kontolnya.

Salma menggelengkan kepalanya. "Saya belum pernah Mbah!" Tolak Salma.

"Saya belum pernah Mbah."

"Nanti Mbah ajarkan, sekarang kamu berlutut di depan Mbah." Bagai kerbau yang di cocok hidungnya, Salma hanya menurut saja.

Sejenak ia terdiam memandangi tekstur kontol Mbah Dukun yang terlihat besar dan kokoh berwarna coklat tua. Salma mulai berfikir bagaimana caranya ia memasukan kontol besar itu ke dalam mulutnya.

"Coba kamu pegang kontol Mbah, terus di kocok-kocok sambil di ciumi. Ingat ini demi Nak Furqon, Suami Nak Salma." Bujuk sang Dukun.

Mendengar nama Suaminya, membuat Salma akhirnya menuruti perintah sang Dukun. "Seperti ini Mbah?" Tanya Salma sembari menggenggam kontol sang Dukun sembari mengurutnya.

"Coba kamu cium! Anggap saja ini kontol Suamimu." Ujar Mbah Dukun.

Walaupun sempat ragu, tapi pada akhirnya Salma menuruti ucapan sang dukun. Ia mengecup kepala kontol sang dukun dengan bibir merahnya beberapa kali, lalu kemudian ia melahap kontol sang Dukun, seperti saat ia memakan pisang.

Dengan gerakan perlahan kepala Salma bergerak maju mundur, maju mundur menghisap kontol sang Dukun yang ternyata nikmat.

Tangan kanan sang Dukun terjulur kebawah, ia membelai kepala Salma yang terutup hijab dari kain kafan.

Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss...

Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss...

"Aaahkk... Ya begitu! Kamu harus mengambil sukmanya sendiri." Ujar sang Dukun sembari ikut menggoyangkan pantatnya maju mundur.

Kuluman Salma yang begitu nikmat, membuat sang Dukun tidak tahan. Ia menahan kepala Salma sembari menyodok-nyodok mulut alim Salma. Alhasil kontolnya masuk semakin dalam.

Wajah Salma memerah karena ia kesulitan bernafas, membuat Salma merasa tersiksa oleh sodokan sang Dukun di dalam mulutnya

"Terima Sukma saya..." Jerit sang Dukun.

Ia memasukan sedalam mungkin kontolnya, di dalam mulut Salma, sembari menahan kepala bagian belakang Salma agar tidak menghindar ketika ia orgasme.

Croootss... Croootss... Croootss...

"Telan Sukma Mbah Nak, jangan di buang." Perintah sang Dukun.

Alhasil Salma menelan sebagian besar sperma sang Dukun. Rasanya asin tapi gurih, membuat Salma sama sekali tidak merasa jijik menelan sperma seorang pria yang baru saja ia kenal.

Fuaaahh...

"Hah... Hah... Hah...." Nafas Salma ngos-ngosan, seperti habis lari ratusan meter.

Setelah Salma merasa cukup tenang, Mbah Dukun membaringkan kembali Salma, sementara dirinya sudah siap merasakan jepitan hangat memek Salma yang selama ini hanya di masuki oleh kontol Suaminya yang lebih kecil.

Mbah Dukun membuka kedua kaki Salma selebar mungkin, hingga ia dapat melihat bagian dalam memek sang Ustadza yang terlibat bercela sempit, dengan bibir kemaluan yang berwarna merah muda, sangat menggiurkan.

Salma mencoba menutupi kemaluannya dari pandangan sang Dukun. "Jangan di lihat Mbah, saya malu." Melas Salma.

"Kenapa malu, memek kamu indah sekali." Puji sang Dukun.

Kemudian Mbah Dukun mendekatkan wajahnya, ia mencium kedua paha mulus berisi Salma, menghisap lembut, menjilatinya dengan perlahan hingga semakin mendekati memek Salma.

Dirinya yang sudah di landa birahi, tanpa sadar menyingkirkan tangannya, memberi akses untuk Mbah dukun mencicipi memeknya.

"Oughk... Mbah! Aaahkk... Aaahkk..." Erang Salma.

Kepalanya terbanting kekiri dan kanan, ia terlihat begitu gelisah menerima rangsangan dari sang Dukun yang semakin intens menggelitik bibir kemaluannya yang merekah indah.

Sembari menjilati memek Salma, telapak tangan Mbah Dukun juga aktif menyentuh, menstimulasi payudara Salma dengan remasan telapak tangannya.

"Ampuuuun... Mbah! Aaahkk... Saya gak kuat." Erang Salma terlihat hampir menangis.

Dengan lihdanya Mbah Dukun mengorek-ngorek lobang memek Salma, dan sesekali menjilati clitorisnya, hingga akhirnya untuk kedua kalinya Salma meraih orgasmenya.

Creeettss... Creetss.... Creet....

"Oughk Mbah!" Lenguh Salma.

Mbah Dukun segera menindih tubuh telanjang Salma, dengan tangan kanannya ia menuntun kontol besarnya berada didepan gerbang bibir kemaluan Salma yang terlihat sudah sangat basah.

Salma yang sadar bawah dirinya akan di setubuhi mendadak panik.

"Mau apa Mbah?" Tanya Salma panik.

Mbah Dukun mencoba menenangkan Salma dengan mengusap kepala Salma. "Mbah mau menstransfer Sukma Mbah, jangan cara bersetubuh." Jawab Mbah Dukun tenang.

"Jangan Mbah, ini zina." Tolak Salma.

"Suamimu sangat ingin memiliki anak, kamu pasti tidak ingin mengecewakan nya." Bujuk Mbah Dukun sembari mendorong masuk kontolnya.

"Gak muat Mbah! Gak muat..."

"Pasti muat."

Perlahan kepala kontol Mbah Dukun masuk ke dalam memeknya, semakin lama semakin dalam hingga akhirnya mentok di dalam rahimnya. Mbah Dukun tampak menikmati jepitan ketat dinding kemaluan Salma yang terasa sangat nikmat.

"Oughk... Ya Tuhan, Aku berzina!" Erang Salma.

"Demi suamimu." Bisik Mbah dukun.

Pinggul pria paru baya itu mulai bergerak maju mundur menyodok-nyodok memek Salma yang semakin lama semakin licin, karena campuran dari air liur Mbah Dukun dan lendir cintanya.

Walaupun memeknya terasa penuh, tapi Salma merasa takjub karena kontol sebesar itu bisa masuk ke dalam memeknya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Dreeett.... Dreeett... Dreeett... Dreeett... Dreeett... Dress... Dreeett... Dreeett... Dreett....

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Pelan-pelan Mbah! Oughk... Aaahkk... Aaahkk... Di luar sana ada Suami saya..." Erang Salma, ia tampak ketakutan.

Tangan kanan Mbah Dukun mendekap kepala Salma, lalu berbisik. "Tenang! Suami kamu tidak akan berani masuk ke dalam ruangan ini." Ujar Mbah Dukun, kemudian ia melumat bibir Salma dengan rakus.

"Eehmmmppss... Ehmmmppss... Eeehmmppsss..." Tanpa sadar Salma membalas lumatan bibir Mbah dukun. Ia sendiri tidak mengerti, itu semua terjadi begitu saja.

Hujaman kontol Mbah Dukun semakin kencang dan makin kencang, mengaduk-aduk liang terdalam memek Salma. Sehingga wajar saja kalau wanita cantik yang kesehariannya itu selalu memakai pakaian syar'i tampak gelajotan menerima serangan dari Mbah dukun yang tiada henti tanpa jeda.

Tangan kirinya terjulur, meremas kasar payudara Salma yang terasa empuk dan menggemaskan. Sesekali ia memilin putingnya, menariknya seakan ingin mencabut pentil itu dari permukaan payudara Salma.

"Saya dapaaat Mbah! Aaaahkk..." Erang Salma.

Kedua kakinya reflek memeluk pinggul Mbah Dukun hingga kontol Mbah Dukun semakin dalam menusuk lobanh memeknya.

Nafas Salma terengah-engah, setelah orgasmenya perlahan mulai meredah.

Permainan tentu saja belum selesai, Mbah dukun menggantikan posisi Salma, ia berbaring di bale-bale sembari mengurut kontolnya yang begitu besar dan panjang. Salma yang melihatnya tampak mengerutkan dahinya. Ia bertanya bagaimana bisa kontol sebesar itu bisa masuk ke dalam memeknya.

"Ayok Nak Salma, kamu belum mendapatkan Sukmanya." Panggil Mbah Dukun yang sudah tidak sabar ingin kembali merasakan jepitan memek Salma.

Salma naik keatas selangkangan Mbah Dukun, ia agak ragu untuk melakukannya. Tetapi rasa nikmat yang sebelumnya ia dapatkan dari Mbah dukun, membuatnya sedikit ketagihan. Sejenak ia melupakan statusnya sebagai wanita Soleha, melupakan statusnya sebagai seorang Istri.

Perlahan ia menduduki kontol Mbah Dukun, membiarkan kontol Mbah Dukun bersemayam di dalam rahimnya.

"Di goyang Nak Salma." Ujar Mbah Dukun.

Salma meletakan kedua tangannya di sisi kiri dan kanan paha Mbah Dukun, sehingga tubuhnya sedikit condong kebelakang. Lalu dengan sangat hati-hati ia menggerakan pinggulnya naik turun, naik turun, dengan tempo perlahan.

Mbah Dukun mendengus birahi, menatap memek Salma yang tengah memakan batang kemaluannya, membuatnya semakin terbakar birahi.

Begitu juga dengan Salma, lama kelamaan ia semakin mempercepat goyangan pinggulnya, naik turun, naik turun, membuat payudaranya ikut bergoyang, berayun-ayun indah di hadapan Mbah Dukun.

"Ya begitu, terus, lebih cepat lagi..." Mbah Dukun memberi semangat untuk Salma.

Dan benar saja, Salma semakin mempercepat goyangannya. Pinggulnya terhentak-hentak kebawah. Pantat bahenolnya bertubrukan cukup keras dengan selangkangan Mbah Dukun.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Mbaaaaah... Aaahkk... Aaahkk...."

Tidak mau diam saja, Mbah Dukun meraih payudara Salma, ia meremas-remas Payudara Salma yang tengah mantul-mantul seperti bola basket.

Alhasil Salma semakin gelajotan, goyangan pinggulnya juga semakin hot bervariasi, tidak hanya naik turun, tapi juga maju mundur dan sesekali ia melakukan gerakan mengebor, membuat Mbah Dukun merasa kontol seperti di ulek-ulek oleh memek Salma.

Mbah dukun yang merasa spermanya sudah berada di ujung kepala kontolnya, mulai ikut menggoyangkan pinggulnya, menyambut setiap hentakan Salma.

Saat Salma menurunkan pinggulnya, maka Mbah Dukun mendorong pantatnya keatas. Kerja sama yang apik menjadikan permainan mereka semakin panas. Hingga akhirnya Mbah Dukun merasa sudah benar-benar berada di ujung.

"Terima Sukma saya Nak Salma." Jerit Mbah Dukun.

Croootss... Croootss... Croootss...

Spermanya meledak di dalam rahim Salma, berbarengan dengan Salma yang juga orgasme.

"Oughk... Pak!" Lenguh Salma.

Salma terkapar, ia merasa tenaganya sudah benar-benar habis. Dengan nafas terengah-engah ia memandangi Mbah Dukun yang yang tengah memandangi sekujur tubuhnya yang telah bermandikan keringat.

Sebenarnya Mbah Dukun ingin kembali melanjutkan ke ronde selanjutnya, tetapi melihat Salma yang sudah sangat kelelahan terpaksa ia menundanya. Dan lagi dirinya juga sudah merasa sangat puas setelah membombardir memek sang Ahkwat.

*****

Furqon benar-benar panik setelah mendengar suara teriakan demi teriakan dari dalam kamar yang di tempati oleh Mbah Dukun bersama Istrinya. Andai saja ia memberanikan diri untuk mengintip, tentu ia akan shock bahkan sampai jatuh pingsan melihat Istrinya di gauli oleh sang Dukun.

Setelah hampir dua jam Furqon mendengar suara gaduh dari dalam ruangan tersebut, tiba-tiba ruangan itu mendadak sunyi, membuat Furqon bertanya-tanya.

Tidak lama kemudian Mbah Dukun keluar dari dalam ruangan, yang kemudian di susul oleh Salma yang terlihat pucat dan sangat lemas.

"Sudah selesai Mbah?" Tanya Furqon.

Mbah Dukun menggelengkan kepalanya. "Saya hanya berhasil memasukan dua Sukma ke dalam tubuh Istri kamu, masih satu lagi yang belum bisa saya tanamkan." Jelas sang Dukun.

"Kenapa Mbah!"

"Ilmu orang itu sangat kuat, tubuh Istri kamu tidak akan sanggup kalau saya paksakan." Jawab Mbah Dukun, seraya melihat kearah Salma.

"Jadi kami harus bagaimana Mbah?"

Mbah dukun tampak menghela nafas. "Sepertinya kamu harus kembali lagi ke sini, untuk menyelesaikan ritual kita."

"Baik Mbah, bagusnya kapan!"

"Terserah dengan kalian, tapi saran Mbah secepatnya." Jelas Mbah Dukun.

"Baik Mbah! Terimakasih banyak."

"Oh ya satu lagi, untuk sementara waktu kalian di larang melakukan hubungan intim, kalau tidak bisa-bisa Sukma saya jadi rusak."

"Sampai kapan?"

"Sampai Istri kamu benar-benar bersih." Jawab Mbah Dukun.

"Kalau begitu terimakasih banyak Mbah, ini maharnya." Ujar Furqon seraya menyerahkan amplop berisi uang.

"Sama-sama, sekarang kalian berdua boleh pulang."

Furqon segera mengajak Istrinya keluar dari rumah Mbah Dukun. Salma yang kelelahan terpaksa dipapah oleh Furqon. Andai saja Furqon lebih teliti, ia bisa melihat gaya jalan Istrinya yang dediki mengangkang. Seperti pengantin baru yang baru saja melakukan ritual malam pertama.

Sepanjang perjalanan pulang, Salma terlihat diam dan murung. Beberapakali Suaminya mengajak bicara tapi Salma malah mengabaikannya.

*****


Suci

Lagi-lagi Suci di buat kecewa oleh sahabatnya Novi, padahal kemarin Novi berjanji akan mengajarinya memasak. Tetapi lagi-lagi ia ingkar janji, membuat Suci tampak kesal.

"Berarti hari ini batal lagi." Keluh Suci.

Novi ikut duduk di samping Suci. "Aku janji, lain waktu akan mengajarimu cara memasak yang enak! Dan aku jamin Suamimu pasti suka." Ujar Novi, menghibur sahabatnya yang terlihat kecewa.

"Ya sudahlah, aku pulang aja."

"Eh jangan pulang dulu, gimana kalau kamu temenin aku ke mall." Bujuk Novi, seraya memasang wajah memelas agar sahabatnya mau menemaninya ke mall.

"Maksud kamu ke kota?"

"Iya... Mau ya."

"Ngapain?" Heran Suci.

Novi berbisik di telinga sahabatnya. "Aku mau beli dalaman." Jawab Novi, membuat Suci merenyitkan dahinya.

"Di pasarkan ada!"

Novi mendesah pelan. "Iya ada, tapi modelnya ketinggalan jaman. Hihihi..."

"Astaghfirullah..."

"Temenin ya..."

"Gak ah, kamu gak liat apa aku pake baju biasa kayak gini." Ujar Suci. Padahal pakaian yang di kenakan cukup bagus untuk ia pakai ke kota.

Novi tersenyum misterius. "Kalau masalah itu gampang, kamu pake aja bajuku." Usul Novi, Suci tergelak mendengarnya. Mana mungkin pakaian Novi cocok untuk dirinya yang kini telah berhijrah.

"Emang gak ada sih, tapi cukup tertutup kok! Kamu coba aja dulu ya." Bujuk Novi.

Suci hanya pasrah ketika sahabatnya itu membawanya ke kamar. Ia di pinjamkan t-shirt lengan panjang berwarna putih yang cukup ketat dan rok jeans panjang yang juga cukup ketat, hingga lekuk tubuhnya terlihat sangat jelas.

Tentu saja Suci protes, tetapi sahabatnya meyakinkan dirinya kalau pakaian tersebut cocok untuk Suci.

"Kalau sampai ada yang tau aku make baju kayak gini, bisa gempar satu pesantren." Protes Suci, sembari memperhatikan pakaiannya yang jauh dari kata muslimah.

Kalau dirinya yang dulu mungkin tidak jadi masalah, tapi dirinya yang sekarang tentu akan jadi masalah kalau sampai ada yang melihatnya mengenakan pakaian yang ia kenakan saat ini.

"Gampang, tinggal pake masker."

"Ini terlalu ketat Nov!"

Novi tidak mengubris ucapan Suci, ia mendorong sahabatnya keluar kamar.

Kemudian mereka berdua menaiki sebuah angkutan umum yang natinya akan berhenti di terminal pasar dan di lanjutkan dengan menaiki bus umum.

Singkat cerita akhirnya mereka berdua tiba di mall, mengelilingi mall sembari mencuci mata. Sejak awal mereka memasuki mall, Suci merasa heran karena semua pria yang berlintasan dengannya pasti memandangnya dengan tatapan aneh.

"Apa mungkin karena pakaianku yang terlalu ketat?" Pikir Suci.

Ia mencoba mengabaikan setiap pandangan kaum Adam kepadanya. Walaupun ada sedikit rasa risih yang membuat Suci gelisah.

"Kamu kenapa say? Dari tadi kayaknya gelisah banget." Tanya Novi yang sedari tadi memperhatikan tingkah sahabatnya yang tidak seperti biasanya.

"Kamu lihat gak, dari tadi cowok-cowok tuh pada ngeliatin aku! Ada yang aneh gak si dari pakaianku?" Bisik Suci sembari memperbaiki maskernya, khawatir nanti ada yang mengenalinya.

Suci mengamati tubuh sahabatnya dari atas hingga kebawah. Kaos yang di kenakan Suci terlihat seperti kekecilan, bahkan membuat garis bra-nya menjiplak, begitu juga dengan rok yang di kenakan Suci, terlihat sangat ketat, membuat bulatan pantat Suci terlihat semakin menungging.

"Sempurna." Jawab Novi, seraya tersenyum.

Suci menghela nafas sembari menggelengkan kepalanya.

Mereka kembali berkeliling mall, kemudian Novi mengajak Suci ke toko pakaian dalam khusus wanita. Di sana terpajang beberapa jenis pakaian dalam wanita, dari yang biasa hingga yang terseksi. Melihat jenis-jenis pakaian dalam yang ada di dalam toko tersebut, mengingatkan Suci akan masa lalunya.

Dulu Suci tidak jauh berbeda dengan Novi, suka berpakaian seksi, menonjolkan lekuk tubuh mereka. Bahkan sex bebas makanan sehari-hari mereka.

Hingga suatu hari Suci hamil, ia benar-benar shock, ingin meminta pertanggungjawaban, ia sendiri juga bingung pria mana yang menghamilinya. Dengan sangat terpaksa Suci mencoba untuk menggugurkan kandungannya, dari memakan makanan yang katanya bisa menggugurkan kandungan, hingga meminum obat. Tetapi semua usahanya gagal. Di tengah keputus asaannya, Ardi sahabatnya datang mengulurkan tangannya, dan bersedia bertanggung jawab atas anak yang ada di dalam kandungan suci.

Singkat cerita merekapun menikah, dan baru beberapa Minggu mereka menikah Suci malah ke guguran. Dan lagi-lagi Ardi menjadi penyemangat hidupnya, tidak sampai di situ saja, Suci di nyatakan tidak akan bisa hamil lagi, karena akibat usahanya dulu untuk menggugurkan kandungan yang membuat rahimnya terluka, hingga ia di vonis terkena kanker rahim.

Dengan amat terpaksa rahim Suci harus di angkat demi keselamatannya nyawanya. Dalam kondisi terpuruknya itu Ardi lagi-lagi ada untuknya.

Perjuangan Ardi tidak sampai di situ saja, ketika Istrinya di nyatakan lulus PNS yang membuat mereka harus pindah rumah. Alhasil Ardi mengalah demi karier sang Istri, ia memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya, dan mengikuti Istrinya yang kebetulan di tempatkan di salah satu sekolah swasta, pesantren Al-fatah.

Melihat pengorbanan suaminya itulah yang membuat Suci perlahan mulai berubah, dan akhirnya benar-benar memutuskan hijrah ketika ia mulai mengajar di pesantren.

Tetapi terkadang sisi liar Suci suka datang menggodanya, terutama ketika ia mengajar santri di kelasnya. Dulu ia sering membayangkan dirinya menjadi guru yang berpenampilan seksi, dan ketika ia benar-benar menjadi guru, penampilannya malah berubah 100% dari khayalannya dulu.

"Kamu kenapa? Suka... Beli aja." Usul Novi.

Suci menggelengkan kepalanya. "Buat apa Nov." Ujar Suci, kalau dirinya yang dulu tentu ia akan membelinya dengan senang hati.

"Untuk suami kamulah! Atau untuk cowok lain juga boleh." Goda Novi.

"Astaghfirullah..."

"Hihihi... Udah ah, aku yang teraktir." Novi mengambil satu set pakaian dalam seksi berwarna merah.

Selesai memilih pakaian dalam, mereka segera kekasir untuk membayar pakaian yang mereka beli. Novi meminta Suci yang membayarkannya karena ia beralasan ingin ke toilet, dan kebetulan yang menjadi kasirnya adalah seorang pemuda.

Setelah menerima uang dari Novi, Suci segera menuju kasir yang ada di dekat pintu keluar.

"Ini mas..." Suci meletakan pakaian yang ingin di beli Novi keatas meja kasir.

Sang kasir terpaku memandangi Suci, membuat wanita cantik itu tampak keheranan dengan sikap kasir yang tampak bengong memandangnya. Bahkan mulut sang Kasir tampak terbuka lebar.

"Mas... Halo..." Panggil Suci yang mulai risih.

Pemuda kasir itu tergagap. "Eh iya Mbak, Sa... Saya scan dulu ya..." Jawab si pemuda yang tampak canggung. Saat sang pemuda menghitung total belanjaan mereka, terlihat sesekali ia memandangi Suci dengan penuh nafsu.

"Buruan Mas, saya mau cepat." Tegur Suci.

"I-iya Mbak."

Setelah selesai menghitung total yang harus ia bayar, Suci bergegas meninggalkan tokoh tersebut dan menunggu sahabatnya di depan tokoh tersebut. Saat ia berdiri di depan tokoh tersebut, lagi-lagi ia mendapatkan mata para lelaki memandangnya dengan tatapan cabul.

Tidak lama kemudian sahabatnya menyusul dan mereka kembali berjalan-jalan mengelilingi Mall, melihat-lihat barang yang ada di mall tersebut.

Saat melewati kaca yang cukup besar, langkah Suci terhenti. Ia memutar tubuhnya ke samping menghadap kearah kaca tersebut. Dan di situlah Suci sadar apa yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang. Dari pantulan cermin Suci memperhatikan rok yang ia kenakan, dan ternyata resleting bagian depan roknya rusak hingga dalamannya terlihat cukup jelas.

"Astaghfirullah..."

Suci bergegas menyusul temannya yang sudah ada di depan sembari menutupi selangkangannya dengan tas jinjing yang ia bawak.

"Nov... Kamu taukan kalau resleting rok ini rusak?" Todong Suci, ia tampak kesal terhadap sahabatnya itu.

"Hihihi... Baru sadar."

"Astaghfirullah... Novi!" Kesal Suci.

Novi melingkarkan tangannya di lengan Suci. "Gak apa-apa Say, anggap saja mengulang masa lalu. Ingat gak kalau dulu kita sering ngelakuin kayak gini. Masak si kamu gak kangen." Ucap Novi mengingatkan masa lalu mereka, ketika mereka sama-sama masih kuliah.

"Enggak Nov! Aku sudah tobat." Kesal Suci.

Novi tampak manyun. "Bukannya dulu kamu yang paling suka menjadi pusat perhatian orang." Sindir Novi, mengingat masa lalu Suci.

"Itu dulu Nov."

"Apa bedanya dengan sekarang."

"Jauh... Sudah ah, aku capek ngejelasinnya ke kamu." Keluh Suci. "Sekarang temani aku nyari pakaian." Paksa Suci, mau tidak mau ia harus membeli pakaian untuk menggantikan roknya.

Novi mengajak Suci ke toko pakaian wanita, setibanya di toko tersebut, Suci tidak menemukan pakaian yang ia inginkan. Alhasil Suci akhirnya memilih membeli celana jeans berwarna biru muda.

Di temani Novi, mereka masuk ke dalam ruang ganti pakaian. "Ini semua gara-gara kamu Nov!" Protes Suci, sahabatnya hanya tertawa renyah.

"Sudah baruan ganti! Habis ini kita pulang."

Dengan kesalnya Suci melepaskan rok pemberian sahabatnya itu, saat hendak mengenakan celana yang baru ia beli, tiba-tiba Novi membuka pintu ruang ganti tersebut, dan kebetulan di depan pintu ruangan itu ada segerombolan anak muda yang sedang menunggu untuk mencoba pakaian mereka.

Suci sangat terkejut dan panik. Apa lagi saat ini ia sudah menanggalkan roknya, dan hanya mengenakan celana dalam berbahan katun berwarna hijau lumut.

"Novi, tutup..." Pinta Suci.

Novi malah melihat kearah ketiga pemuda tersebut sembari memberi tanda untuk diam dengan meletakan jadi telunjuknya di depan bibir.

Sadar kalau sahabatnya sengaja mengerjainya, Suci buru-buru mengenakan celana jeans yang baru ia beli. Dan sialnya ia agak kesulitan saat memakai celananya karena terlalu sempit, membuat Suci semakin panik.

Ia melihat kearah ketiga pemuda tersebut yang tampak terdiam membisu, dengan mata melotot yang seakan ingin keluar dari kelopak matanya, bahkan salah satu dari mereka sampai mengusap air liurnya. Rasanya, sudah lama sekali Suci tidak melihat tatapan liar seperti itu sejak ia memutuskan berhijrah.

Jauh dari dalam dirinya ada rasa bangga, melihat bagaimana ketiga pemuda itu yang takjub melihat keindahan tubuhnya.

Setelah hampir lima menit ia berusaha mengenakan celananya, akhirnya ia berhasil. Dan dengan buru-buru ia menarik tangan sahabatnya untuk pergi dari sana. Novi tampak tertawa puas melihat sahabatnya yang menjadi tontonan untuk ketiga pemuda tanggung tersebut.

*****



"Zril... Katanya ada yang mau kamu omongin, kok kamu dari tadi diam aja." Protes Clara.

"Anu... Itu, aku mau ngomongin Dedi."

"Kenapa Dedi..."

Azril terdiam sebentar. "Ra... Aku mau bilang sesuatu, terserah kamu mau percaya apa tidak." Ucap Azril. Clara tampak kesal, karena Azril terlalu bertele-tele, membuatnya penasaran.

"Zril... Mau ngomong atau aku pergi." Kesal Clara.

Gara-gara Azril yang ingin mengajaknya bicara, ia sampai berbohong ke teman-temannya. Tetapi bukannya segera bicara hal yang penting. Azril malah membuatnya kesal.

"Iya iya, ini aku ngomong."

"Apa?"

"Kemarin aku ngeliat Dedi sama cewek lain Ra." Ujar Azril, pemuda itu awalnya berfikir kalau Clara akan kaget dan berterimakasih kepadanya karena sudah memberitahu kelakuan bejat Dedi, tapi yang terjadi malah kebalikannya.

Clara tersenyum sinis memandang Azril kesal. "Jadi kamu mau ngajakin aku ngomong, cuman buat fitnah pacar aku, gitu..." Ujar Clara geram.

"Aku serius Ra, aku beneran...." Plaaak... Clara menampar Azril.

Gadis cantik itu berdiri menatap marah kearah Azril. "Aku tau kamu suka sama aku, tapi gak kayak gini caranya Zril! Mulai detik ini aku gak mau lagi ngomong sama kamu." Bentak Clara, yang kemudian beralih pergi meninggalkan Azril.

Pemuda itu berusaha memanggil Clara, bermaksud ingin menjelaskan kalau apa yang ia katakan memang benar, tapi Clara tidak mau mendengarkannya.

Azril tertunduk lesu, memandangi Clara pergi meninggalkannya, hingga menghilang dari pandangannya. Jujur Azril sangat kecewa, ia tidak menyangkah kalau orang yang begitu ia sayangi, tidak mau mempercayai ucapannya.

*****

Kira-kira mau di bikinkan profil pemeran pesantren series atau gak?
Ni ceRiTa mengandung narkoba yg bikin ketagihan. Moga sampe tamat ni. Ustadzah na ane bayangin mirip ma binor profil ane gan
 
salah satu cerita dg genre syari yg favorit pada masanya, dibikin ulang oleh penulis :papi:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd