Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.

Aurel

07:40
Hembusan angin yang datang dari timur menerpa wajah cantiknya, sesekali ia mejamkan matanya sembari menikmati udara segar di pagi hari. Pemandangan danau yang terhampar luas di hadapannya sungguh sangat memanjakan mata, rasanya ia enggan untuk berpaling andai saja pemuda itu tidak memanggilnya.

"Aurel... Sini." Pemuda itu tersenyum, membuat hati Aurel berbunga-bunga.

Dengan langkah kecil ia berjalan mendekat, meminta temannya untuk sedikit bergeser agar ia bisa duduk di samping pujaan hatinya. "Minggir..." Ujarnya, sembari menepuk pundak sang pemuda.

"Ribet banget si kamu Rel." Rutuk Yogi yang tadi di minta bergeser. "Ayo mulai, udah gak sabar ni." Sambungnya dengan senyum sumringah.

Dedi mengambil sebotol Amer, hanya hitungan detik tutup botol itu terbuka. Aroma menyengat dari botol minuman tersebut membuat mereka bersemangat, kecuali Aurel yang tidak tertarik sama sekali. Gadis itu mencabut sebatang rokok.

"Kali ini kamu ikut minum ya." Pinta Dedi.

Aurel tampak salah tingkah. "Eum... Kalian aja ya." Tolak Aurel, ia menatap Dedi sembari mengangkat satu alisnya.

"Sesekali ikut kenapa Rel! Cuman Amer doang..." Ujar Tiwi, ia tampak kesal dengan Aurel yang selalu menolak ketika di ajak minum.

"Sedikit aja Rel, buat menghormati kita-kita." Celetuk Ferdi, sembari menguyah kacang duo kelinci.

"Puter... Puter..." Suruh Lidya.

Dedi segera meneguk minuman tersebut, dari raut wajahnya ia sangat menikmatinya. Kemudian Dedi menuangkan kembali minuman ke dalam gelas kecil tersebut dan memberikannya kepada Lidya.

Gelas tersebut terus berjalan, memutar, bergantian satu dengan yang lainnya, hingga akhirnya tiba giliran Aurel. Perempuan cantik itu tampak ragu ketika Dedi menuangkannya Amer kedalam gelasnya, ia menyodorkannya kepada Aurel.

"Sekali aja Rel, jangan khawatir kan ada aku." Bisik Dedi, membuat hati Aurel bergetar mendengarnya.

"Tapi..."

Tiba-tiba Dedi merangkul pundak Aurel, ia mendekatkan gelas tersebut tanpa melepaskan pandangannya kearah gadis lugu tersebut.

Seakan terhipnotis dengan tatapan Dedi, perlahan bibir tipisnya terbuka, menyentuh bibir gelas tersebut. Lalu dengan perlahan cairan haram itu masuk ke dalam mulutnya, mengalir ke tenggorokannya dan berhenti di lambungnya.

Aurel merenyitkan dahinya, Rasanya tidak enak.... Mendadak tenggorokannya terasa panas.

"Yeaaay...." Lidya bersorak.

Gio segera menyalimi Aurel, dan mengucapkan selamat untuk Aurel, lalu di susul oleh teman-temannya satu persatu membuatnya tertawa renyah. Baru kali ini ia melakukan sesuatu mendapatkan apresiasi oleh orang lain, walaupun ini hanya segelas Amer.

Aurel menatap Dedi yang tengah menenggak minumannya. "Untuk Aurel..." Ucap Dedi, membuat Aurel mengulum senyum.

"Untuk Aurel." Susul Lidya.

Kemudian yang lainpun mengucapkan hal yang sama, hingga akhirnya kini tiba gilirannya lagi.

Dedi kembali menuangkan minuman tersebut ke dalam gelas dan memberikannya kepada Aurel. Walaupun masih ada sedikit keraguan tapi Aurel kembali menerimanya, ia menegaknya dan kini ia merasa rasanya tidak begitu menyiksa tenggorokannya.

Untuk menghilangkan rasa Amer di mulutnya, Aurel ikut memakan kacang.

Gelas tersebut terus bergulir, tidak terasa sudah lima putaran dan Aurel tidak pernah absen untuk ikut meminumnya, membuatnya mulai merasakan perubahan yang terjadi kepada tubuhnya.

Kepalanya mulai terasa berat, dan tubuhnya terasa hangat, menandakan kalau Aurel mulai mabuk. Lidya yang sedari tadi memperhatikan Aurel tersenyum senang.

"Lagi Rel?" Tawar Dedi.

Aurel mengibaskan tangannya. "Aku sudahan... Kepalaku berat." Jelas Aurel, matanya tampak sayu,. menandakan tatapannya yang mulai kosong.

"Sekali lagi Rel." Dedi membantu Aurel meminumnya.

Dedi menuangkan kembali minuman tersebut ke dalam gelas, ia menyerahkannya kepada Lidya. Segera Lidya mengambil bungkusan kecil di saku depannya. Saat Lidya menaburkan bubuk tersebut, tampak para pria saling pandang sembari melempar senyum.

Sembari mendekap pundak Aurel, Dedi kembali menyodorkan minuman tersebut.

Saat melihat Aurel menelan habis minuman yang ada di dalam gelas, para pria tampak kegirangan, tidak terkecuali Tiwi dan Lidya.

"Pestanya sudah bisa di mulaikan?" Tanya Yogi.

"Tunggu sepuluh menit lagi..." Perintah Lidya, ia ingin memastikan kalau obat perangsang itu bekerja dengan baik.

Ferdi yang tidak tahan mencoba memeluk Tiwi, tapi di tepis olehnya. "Kalian fokus sama Aurel aja." Geram Tiwi, Ferdi tampak mayun.

Sembari menatap wajah Aurel, telapak tangan Dedi mulai bergerilya diatas payudata Aurel. Ia meremas pelan sembari melihat reaksi Aurel yang dalam keadaan setengah sadar setelah di buat mabuk oleh ketujuh temannya.

"Sssttt...." Aurel mendesis.

Dedi menatap temannya. "Aku yang pertama, ada yang mau protes?" Tanya Dedi, sembari menatap wajah keempat sahabatnya.

"Lanjut bos." Lirih Efran.

Selama beberapa detik Dedi menatap wajah cantik Aurel, akhirnya hari ini ia bisa menikmati perawan anak seorang Kiayi besar, anak dari salah satu pimpinan pondok pesantren Al-fatah.

Hembusan nafas Aurel menerpa wajah Dedi, ketika ia mendekatkan bibirnya dan memanggut lembut bibir Aurel yang terasa kenyal.

Dalam keadaan setengah sadar, Aurel juga bisa merasakan ciuman Dedi di bibirnya.

Dia menciumku... Ya Tuhan!

Remasan telapak tangan Daniel semakin kencang, membuat Aurel tampak gelisah, di tambah lagi lidah Dedi yang menyusup masuk ke dalam mulutnya, menjamah rongga mulutnya, membelit lidahnya, bahkan beberapakali Aurel menelan air liur Dedi.

"Kamu ngapain?" Tanya Aurel lemah.

Dedi tersenyum. "Aku menginginkanmu." Bisik Dedi, sembari meraih kancing seragam putih yang di kenakan Aurel.

"Jangan..." Melas Aurel.

"Sebentar saja." Bujuk Dedi.

Aurel mencoba menahan pergelangan tangan Dedi, tapi tanpa kesulitan berarti Dedi berhasil mempreteli kancing kemeja yang di kenakan Aurel. Tampak di balik kemejanya, payudaranya yang membulat indah terbungkus cup bra berwarna putih di hiasi dengan ukiran berwarna merah muda.

Ferdi, Efran, Gio dan Yogi tampak bersemangat, mereka sepertinya sudah tidak sabar menunggu giliran mereka.

"Jangan Ded..." Melas Aurel.

Dedi menyingkap keatas cup branya. "Indah sekali tetek kamu sayang." Bisik Dedi, membuat hati gadis polos itu bergetar.

Kembali telapak tangan Dedi menjamah buah dada ranum Aurel, ia meremasnya, mengusap-usap puting Aurel yang mulai membesar. Sentuhan jemari Dedi membuat Aurel mendesis nikmat.

Secara bergantian Dedi menjamah payudara Aurel, meremasnya dengan gemas.

Dedi membaringkan Aurel dengan kondisi kemeja yang kancingnya sudah terbuka, dan cup bra yang sudah tersibak keatas.

Aurel mencoba untuk berdiri, tetapi Lidya menahannya. "Nikmatin aja Rel! Ini hadiah dari kami untuk kamu." Ujar Lidya sambil menyunggingkan senyum penuh arti.

"Astaghfirullah..."

"Semenjak kapan kamu ingat Tuhan Rel!" Ledek Gio seraya tertawa.

Aurel menatap sayu kearah Dedi yang tengah menanggalkan pakaiannya hingga telanjang bulat, kemudian di susul oleh ke empat temannya. Aurel tampak panik melihat kontol mereka berlima yang tengah mengacung tegak.

Sekarang Aurel mengerti kenapa mereka terus mendesaknya untuk ikut minum. Aurel menyesali keputusannya yang termakan bujukan teman-temannya.

"Sekarang giliran kamu yang telanjang Rel." Bisik Tiwi.

Aurel menggelengkan kepalanya, ia mencoba menepis tangan Lidya dan Tiwi yang hendak melepas pakaiannya.

Walaupun Aurel berusaha sekeras mungkin, tapi pada kenyataannya, dirinya yang berada di bawah pengaruh alkohol tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan perbuatannya Lidya dan Tiwi, kedua sahabat yang ia kira tulus.

"Lidya... Jangan..."

Lidya menarik lepas kemeja Aurel. "Gak apa-apa Rel, kamu harus percaya sama aku ya." Bujuk Lidya yang tengah melepas bra Aurel.

"Kita sahabatkan? Kita satu rasa Rel... Kami juga pengen kamu merasakan apa yang kami rasalan Rel, percaya deh... Kamu pasti ketagihan." Rayu Tiwi.

"Aku gak mau... Gak..." Racau Aurel lemah.

Tiwi menarik lepas rok hijau yang di kenakan Aurel, tampak gundukan memek Aurel yang membukit di balik celana dalamnya yang sewarna dengan warna branya.

Belum selesai, Tiwi menarik lepas celana dalam Aurel. Tampak kue apem Aurel yang di tumbuhi rambut halus yang masih terlihat jarang-jarang dan agak lurus. Kelima pejantan yang tengah memandangi Aurel dengan tatapan takjub.

Terakhir Lidya melepas jilbab putih Aurel, dan menjadikannya alas di pantat Aurel.

"Silakan di nikmati teman-teman." Ujar Lidya.

Walaupun dalam keadaan mabuk, Aurel tetap bisa merasakan kekhawatirannya ketika Dedi dan kawan-kawannya berjalan mendekati Aurel. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Aurel kembali berdoa memohon pertolongan.

Ferdi mengangkat kepala Aurel ia meletakannya di paha kanannya, kontolnya yang ereksi menggesek pipi Aurel.

Yogi dan Efran mengambil posisi di kanan Aurel, sementara Gio di sisi kiri Aurel.

Dedi yang memang mendapat jatah pertama langsung mendapatkan jatah selangkangan Aurel. Aurel kembali mencoba meronta, tetapi dirinya yang berada dalam pengaruh alkohol tidak bisa berbuat apa-apa ketika Dedi mengangkangkan kedua kakinya.

Pemuda itu sampai tidak berkedip memandangi area kemaluan Aurel. Bibir kemaluannya yang tipis, berwarna merah muda terlihat sangat menggiurkan.

"Indah sekali Rel..." Bisik Dedi.

Aurel berusaha mendorong kepala Dedi yang semakin mendekat. Sanking dekatnya, Aurel dapat merasakan hembusan nafas Dedi di pori-pori vaginanya yang mulai basah.

Sejenak mata Aurel melotot, ia menahan nafasnya ketika merasakan sapuan lidah Dedi di bibir kemaluannya.

Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...


Dengan penuh semangat Dedi menjilati memek Aurel yang semakin basah. Ujung lidahnya menggelitik lembut clitoris Aurel yang dengan perlahan mulai membengkak.

Sementara Yogi, Ferdi, Efran dan Gio bergantian meremas-remas, menjamah payudara Aurel, sesekali mereka juga mengelus perut Aurel, membuat perutnya terasa keram. Sentuhan-sentuhan yang di berikan mereka membuat Aurel melayang ke nirwana.

"Oughk... aku keluar..." Desah Aurel.

Pinggulnya tersentak-sentak menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan.

Dedi dengan rakus menyeruput cairan cinta Aurel yang meleleh keluar, dan di akhiri kecupan lembut di bibir kemaluan Aurel.

"Enakkan Rel?" Tanya Lidya sembari merekam adegan mereka menggunakan hp Aurel.

"....." Aurel terlalu lemas untuk menjawab pertanyaan Lidya.

"Bantuin bro..." Pinta Dedi.

Efran menarik kaki kanan Aurel, dan Gio menarik kaki kiri Aurel.

Keringat sebesar biji jagung mengalir di dahi Aurel, ia menggeleng lemah ketika Dedi mendekat sembari mengurut batang kemaluannya, Aurel sadar kalau Dedi hendak merenggut kesuciannya, membuat Aurel kembali panik.

Ia meronta-ronta lemah, sembari menatap Lidya dengan tatapan memohon. Lidya menjawabnya dengan senyuman penuh arti.

"Tahan ya Rel... Agak sakit." Ujar Dedi.

Aurel menatap sayu kearah Dedi. "Jangan... Huh... Huh... Jangan Ded..." Mohon Aurel, ia merasakan gesekan batang krmaluan Dedi di bibir kemaluannya.

"Maaf Rel..." Bisik Dedi.

Tubuh Aurel menegang ketika merasakan kepala kontol Dedi menyeruak, memaksa masuk ke dalam memeknya. Kedua tangan Aurel terkepal, urat-urat lehernya tampak menyembul keluar menahan rasa sakit di selangkangannya.

Ferdi dan Yogi menstimulasi payudara Aurel, ia memainkan puting Aurel untuk mengurangi rasa sakit saat Dedi memperawaninya.

"Aduh sakit... Aaahkk... Sssttt..." Erang Aurel saat Dedi kembali mendorong pinggulnya ke depan.

"Sempit banget... Susah." Keluh Dedi.

Lidya yang tengah merekam kontol Dedi yang sedang menusuk memek Aurel ikut berkomentar. "Sedikit lagi Ded...." Jerit Lidya bersemangat.

"Dorong kuat-kuat Ded." Tiwi ikut antusias.

Dedi mengayunkan pinggulnya maju mundur perlahan, mengambil ancang-ancang. Lalu dengan dorongan kuat, ia menusuk memek Aurel dengan kontolnya. Bleeesss... Wajah Aurel mendongak keatas ketika ia merasakan ada yang robek di dalam sana.

"Aaaarrttt...." Aurel melolong panjang.

Dari raut wajah Dedi, tergambar kepuasan setelah berhasil merenggut kesucian Aurel. Yang notabenenya adalah anak seorang Kiayi yang sangat di hormati.

Sejenak Aurel merasa tidak mampu menggerakkan tubuhnya, rasa sakit yang dialaminya membuatnya sampai menahan nafas.

"Tarik Ded." Pinta Lidya.

Dengan perlahan Dedi menarik keluar kontolnya dari dalam memek Aurel. Bibir mayora Aurel tampak ikut tertarik keluar ketika Dedi menarik kontolnya yang baru saja merenggut keperawanan Aurel. Tampak bercak darah menempel di kulit kontol Dedi.

"Selamat Rel, kamu sudah gak perawan lagi." Ujar Tiwi senang.

Aurel sampai menitikkan air matanya, dirinya memang nakal, suka menggoda lawan jenis, bahkan menggoda saudara nya sendiri. Tapi Aurel tidak pernah berfikir akan kehilangan kesuciannya bukan di hari pernikahannya.

Dengan gerakan perlahan, Dedi mengayunkan pinggulnya maju mundur, maju mundur.

Sementara payudaranya kembali menjadi santapan keempat temannya yang lain. Aurel kini terlihat lebih pasrah, ia merasa sudah tidak ada gunanya melawan.

"Enak banget memek kamu Rel..." Racau Dedi.

Semakin lama hentakan kontol Dedi semakin cepat, menusuk-nusuk, mengobrak-abrik memek Aurel yang baru saja ia perawani.

Rasa sakit yang sempat di rasakan Aurelpun perlahan mulai di gantikan rasa nikmat. Setiap gesekan yang terjadi antara kulit kasar kontol Dedi dengan dinding vaginanya, membuatnya kembali melayang.

Tidak butuh waktu lama, Aurel kembali di buat orgasme oleh Dedi.

Ploooopsss...

Dedi mencabut kontolnya yang bermandikan lendir dan bercak darah perawan Aurel. "Nungging Rel." Pinta Dedi.

Dengan di bantu oleh teman-temannya, Aurel memutar tubuhnya sembari mengangkat pantatnya keatas. Dari belakang Dedi membelai, meremas-remas pantat Aurel.

Perlahan Dedi kembali menghujami kontolnya di dalam memek Aurel.

"Ougk... Enak sekali memek kamu Rel... Aahkk... Aahkk..." Racau Dedi, menikmati jepitan memek Aurel yang baru saja kehilangan perawannya.

"Aaahkk... Hah... Hah... Hah... Aahkk..."

Dedi mencengkram pantat Aurel. "Oughk... Memek kamu juara Rel... Anjiiiiiing... Enak banget... Aaahkk... Aahkk..." Jerit Dedi tak tahan.

"Pelan-pelan Ded... Aaahkk... Sstttt... Hah... Hah... Jangan kencaaang... Aaahk..." Erang Aurel, walaupun ia dalam keadaan di pengaruhi alkohol, Aurel masih dapat merasakan nikmatnya sodokan kontol Dedi.

Plaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Tanpa menurunkan kecepatannya, Dedi menampar-nampar pantat Aurel hingga meninggalkan bekas merah.

Gio berlutut di samping Aurel, ia menyodorkan kontolnya kepada Aurel.

"Hisap Rel..." Pinta Gio.

Walaupun sempat ragu, tapi pada akhirnya ia membuka mulutnya. Sembari memegangi kepala Aurel Gio mengayunkan kontolnya, menyodok-nyodok mulut Aurel, membuat Aurel beberapa kali tersedak.

Ferdi tidak mau ketinggalan, kepalanya menyusup kebawah dada Aurel yang menggantung, dengan rakusnya ia melahap payudara Aurel.

Tiba-tiba Aurel kembali merasakan denyutan di kemaluannya.

"Eeengkk..." Aurel mengeram, karena mulutnya yang tersumbat kontol Gio.

Kedutan memek Aurel seakan meremas-remas kemaluan Dedi, membuat pertahanan Dedi bobol juga. Buru-buru Dedi mencabut kontolnya, lalu memuntahkan spermanya di atas pinggul Aurel. "Oughk... Enak banget Rel memek kamu." Racau Dedi yang tampak puas.

Efran berbaring di lantai, kemudian ia meminta teman-temannya untuk menuntun Aurel menduduki selangkangannya.

Aurel yang masih berada di bawah pengaruh alkohol, hanya pasrah ketika tubuhnya di tutun naik keatas selangkangan Efran. Tiwi membantu memegangi kontol Efran, mengarahkannya di lobang memek Aurel.

"Gila... Jepitan memek kamu Rel." Racau Efran.

Aurel menatap sayu Efran. "Aahkk... Aaahkk... Pelan-pelan Fran." Mohon Aurel kepada sahabatnya itu.

Efran memeluk pinggal Aurel, ia menjatuhkannya ke dalam pelukannya. Sembari melumat bibir Aurel, Efran menghentak, mendorong keatas kontolnya, mengaduk-aduk memek Aurel yang hangat dan seret.

Tubuh indah Aurel telonjak-lonjak diatas tubuh Efran. Matanya merem melek keenakan merasakan setiap tusukan kontol Efran yang beberapa kali menabrak rahimnya.

Plooookss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss...

Plooookss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss...

Plooookss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss... Plooookkkss...

Gio yang belum puas menerima servis mulut Aurel kembali meminta Aurel mengulumnya. Aurel yang sempoyongan hanya membuka mulutnya, dan membiarkan Gio menyodok-nyodok mulutnya.

"Kenapa gak dari dulu! Kamu enak banget Rel..." Racau Gio.

"Belakangnya kosong tuh." Celetuk Lidya.

"Buat aku ya." Yogi mengangkat tangannya.
"Ambil." Jawab Dedi.

Aurel yang sudah terlalu lemah hanya pasrah ketika Yogi berlutut di belakangnya sembari menggesek-gesekkan kemaluannya di lobang anusnya yang masih perawan.

Melihat kondisinya saat ini, membuat Aurel teringat dengan adegan film yang biasa Aurel dan kedua temannya tonton, di mana seorang wanita di gangbang beramai-ramai. Mengingat adegan tersebut membuat adrenalin Aurel meningkat.

Yogi meludahi tangannya, dan melaburi ludahnya di batang kemaluannya.

"Rileks ya Rel..." Ujar Yogi.

Lidya merekam bagian belakang Aurel. "Akhirnya Aurel di sandwich juga, hihihi..." Ujar Lidya semangat.

"Jangan gerak dulu." Pinta Yogi.

Beberapakali Yogi mencoba membobol anus Aurel, tetapi ia selalu gagal.

Seakan tidak mau menyerah, Yogi terus berusaha memasukan kontolnya ke dalam lobang anus Aurel. Perlahan tapi pasti, kepala pionnya berhasil memaksa, membuka cincin anus Aurel yang tampak mekar.

"Eengk...." Lenguh Aurel.

Yogi mencengkram pantat Aurel. "Ngilu... Tapi enak..." Racau Yogi.

Sedikit demi sedikit kontol Yogi bersemayam di dalam lobang anus Aurel, hingga akhirnya masuk semua. Yogi merasakan kenikmatan yang amat sangat, ia merasa kontolnya seperti di pijit-pijit oleh dinding anus Aurel yang terasa hangat dan kenyal.

Sementara Aurel sendiri perlahan tapi pasti kian menikmati perzinahannya. Kondisinya yang tak berdaya malah kian membangkitkan syahwatnya.

Secara bersamaan, Yogi, Gio dan Efran memompa tubuh Aurel dari berbagai arah. Selang beberapa menit kemudian Aurel kembali mencapai puncaknya, tubuhnya menggelinjang nikmat, merasakan kedutan dahsyat di kemaluannya.

"Telan pejuku Rel..." Erang Gio tiba-tiba.

Sembari menahan kepala Aurel, Gio menembakkan lahar panasnya.

Dengan amat terpaksa Aurel menelan sperma Gio yang tumpah ke dalam mulutnya. Rasanya asin tapi gurih.

"Host... Host... Host..." Tampak nafas Aurel yang tersengal-sengal.

"Mantab Rel... Hehe..."

Dengan pandangan sayu Aurel menatap Gio yang baru saja menuntaskan hajatnya. Kini tinggal Yogi dan Efran. Aurel berharap mereka berdua segera menyusul.

Dan benar saja, tidak lama kemudian giliran Efran yang melolong.

"Aku keluar Rel."

Croooottss... Croooottss... Croooottss...

Tanpa bisa di tahan, Efran menembakkan spermanya ke dalam rahim Aurel yang mendadak terasa hangat.

Yogi yang tidak mau kalah, semakin gencar menyodok-nyodok lobang anus Aurel. Lima menit kemudian giliran Yogi mencapai klimaksnya, tubuh pemuda itu tampak gemetar hebat, menikmati ejakulasinya.

"Ughk... Enak banget..." Racau Yogi.

Saat ia menarik kontolnya dari lobang anus Aurel, tampak cincin anus Aurel juga ikut ketarik keluar, yang kemudian di susul sperma Yogi.

Belum sempat ia mengistirahatkan tubuhnya, Ferdi sudah bersiap di depan selangkangannya. Pemuda itu mengangkat kedua kaki Aurel keras pundaknya, sembari memandangi memek Aurel yang tampak memerah.

"Sedap ni..." Racau Ferdi.

Dengan tenaga seadanya Aurel menahan perut Ferdi yang hendak menusuk memeknya. "Aku capek... Tolong..." Lirih Aurel lemah.

"Sebentar aja Rel."

Ferdi menggesek-gesekkan batang kemaluannya di bibir kemaluan Aurel, lalu dengan perlahan kepala kontolnya yang di sunat menembus bibir kemaluan Aurel yang terasa hangat.

Wajah Ferdi mendongak keatas sembari mengayunkan pinggulnya maju mundur.

Dengan tatapan sayu Aurel menatap Ferdi yang tampak keenakan, begitu juga dengan Aurel, dirinya yang sebenarnya sudah sangat lelah dengan mudanya kembali terangsang.

"Aaahkk... Aaahkk... Aahkk..." Erang Aurel.

Tangan Ferdi terjulur kedepan, meraih buah dada Aurel. "Oughk... Rel... Aaahkk..." Erang Ferdi yang semakin cepat menyodok-nyodok memek Aurel.

Di bombardir terus menerus membuat Aurel semakin hanyut akan kenikmatan birahi, mata indahnya tampak merem melek sembari sesekali dari bibir manisnya ia mengeluarkan lenguhan manja, menikmati setiap hentakan Ferdi.

Ferdi yang merasa sudah hampir tiba semakin gencar menyodok-nyodok memek Aurel. Dan lima belas menit kemudian kontolnya meledak.

Croooottss... Croooottss... Croooottss...

Aurel dapat merasakan hangatnya sperma Ferdi di dalam liang senggamanya.

"Gantian bro..." Ujar Gio.

Gio yang tenaganya telah pulih, meminta Aurel berbaring di sisinya, mengangkat bagian atas tubuhnya pada siku, menekuk kakinya pada lutut dan menekuknya sedikit. Gio berbaring di belakang, seolah-olah tubuhnya mengulangi siluet, salah satu tangannya memegang pinggang dan satu kaki tergelincir di antara kakinya.

Posisi ini Gio bisa meremas payudara Aurel, dan mencium leher Aurel dan telinganya. Alhasil tubuh Aurel kembali melejat-lejat, menandakan ia kembali orgasme.

"Aarrtt... Hah... Hah..." Lenguh Aurel.

Kedua jari Gio memilin memainkan puting Aurel yang mengeras.

Orgasme barusan benar-benar menguras tenaganya, perlahan pandangannya semakin gelap. Tubuhnya yang kelelahan di tambah pengaruh alkohol membuat kesadarannya dengan perlahan mulai menghilang.

Terakhir sebelum kesadaran Aurel menghilang, ia melihat Yogi yang kembali memposisikannya terlentang sembari menindih tubuhnya.

*****


Mariska

09:00
Sementara itu di tempat berbeda, di dalam sebuah ruang tamu tampak sepasang Suami Istri tertunduk membisu di hadapan seorang pria tambun yang di jaga kedua algojonya.

Pria tersebut adalah Pak Sobri yang menagih hutang mereka.

"Saya tidak mau berbasa-basi lagi, bayar hutang kalian hari ini, atau masalah ini akan saya Bawak kerana hukum." Ancam Pak Sobri.

Wajah Reza tampak pucat pasih. "Tolong beri kami waktu Pak." Mohon Reza.

"Tidak bisa, saya sudah cukup bersabar selama ini! Bayar sekarang atau saya akan penjarakan anda." Ancam Pak Sobri, sembari tersenyum sinis kearah Reza.

Mariska yang duduk di samping Suaminya, tampak kesal melihat kesewenangan Pak Sobri. Padahal baru beberapa hari yang lalu ia memenuhi keinginan Pak Sobri, tetapi hari ini Pak Sobri malah kembali menekan keluarganya.

Sesekali Pak Sobri menatap Mariska sembari melempar senyum kearah Mariska.

"Saya rasa obrolan hari ini cukup sampai di sini! Terimakasih sudah menerima kami di sini." Pak Sobri beranjak dari tempat duduknya.

Reza berlutut di depan Pak Sobri. "Tolong Pak... Saya mohon." Melas Reza, ia tidak bisa membayangkan dirinya mendekam di penjara karena tidak bisa melunasi hutangnya.

Pria tambun itu menatap sinis Reza, lalu beranjak pergi meninggalkan kediaman mereka. Reza terus memohon hingga ke depan pintu rumah mereka, tetapi Pak Sobri tidak bergeming, ia terus melangkah menuju mobilnya.

Mariska sendiri tidak kalah paniknya, tentu ia tidak ingin Suaminya di penjara.

Tanpa berpikir panjang Kartika menyusul Pak Sobri yang telah memasuki mobil Alphard miliknya, dan tidak di sangka-sangka Pak Sobri membukakan pintunya untuk Mariska.

Sembari menyunggingkan senyuman, Pak Sobri mempersilahkan Mariska masuk.

Ada keraguan ketika Mariska ingin memasuki mobil Pak Sobri, ia sempat melihat kearah Suaminya yang tampak kehilangan semangatnya. Membuat tekadnya kian bulat untuk berbicara empat mata dengan Pak Sobri.

"Masuk atau saya pergi." Ancam Pak Sobri.

Kartika yang geram segera masuk ke dalam mobil Pak Sobri. "Apa maksud Bapak ingin memperkarakan Suami saya." Geram Kartika.

"Salahnya di mana?"

"Pak... Kemarin... Apa yang saya lakukan kemarin tidak cukup?" Mariska hampir menangis, mengingat apa yang sudah ia lakukan bersama Pak Sobri.

"Ckckck... Kamu lupa, atau pura-pura lupa."

"Maksud Bapak?" Tanya Mariska.

"Kemarin itu saya sudah membayar kamu 30 juta, bukan untuk pelunasan hutang suami kamu." Jawab Pak Sobri santai. "Hutang suami kamu itu cerita yang berbeda, dan salahnya kamu sendiri kenapa tidak meminta pelunasan hutang kalian kepada saya." Sambung Pak Sobri, sembari menatap Reza dari kaca depan mobilnya.

Tubuh Mariska terasa lemas mendengarnya. "Itu tidak benar Pak." Tegas Mariska.

Pak Sobri mengambil map dari dalam tasnya. "Silakan baca sendiri." Ujar Pak Sobri, menyerahkan draf kontrak mereka kemarin.

Segera Mariska membacanya, dan benar saja di sana hanya tertulis uang 30 juta sebagai mahar, tidak ada perjanjian tentang pelunasan hutang Suaminya. Mariska tampak menyesalkan kelalaiannya.

Pak Sobri melingkarkan tangannya di pinggang Mariska, tapi wanita Soleha itu menepisnya sembari menatap marah kearah Pak Sobri.

"Semoga kamu siap untuk menjadi janda." Sinis Pak Sobri.

Wajah Mariska tampak pucat pasi. "Tolong beri kami tambahan waktu, satu Minggu saja." Mohon Mariska.

"Bisa saja, tapi ada syaratnya."

"A-apa?" Tanya Mariska dengan bibir gemetar.

Pak Sobri membuka resleting celananya, sembari memamerkan terpedonya di hadapan Mariska yang tentunya sudah bisa menebak keinginan Pak Sobri.

Melihat kembali kontol Pak Sobri, membuat Mariska merasa muak dengan dirinya sendiri.

"Kamu hanya perlu melepas dalaman kamu dan duduk di pangkuan saya." Ujar Pak Sobri enteng sembari mengurut kemaluannya.

"Apa? Pak... Saya mohon."

"Saya tidak punya waktu Bu Ustadza, lakukan sekarang dan kamu mendapatkan waktu satu Minggu untuk melunasi hutang Suamimu, atau besok pihak berwajib akan menyeret Suamimu ke penjara." Ujar Pak Sobri mengancam. "Soal itu jangan khawatir, kaca mobil saya gelap." Sambung Pak Sobri setelah melihat raut wajah Mariska yang tampak khawatir.

Tubuh Mariska terasa lemas, Mariska tentu tau Pak Sobri tidak hanya sekedar mengancamnya, mengingat Pak Sobri orang yang cukup penting di negara ini.

Membayangkan Suaminya di dalam penjara membuat Mariska ketakutan.

"Pak..."

"Kita sudah pernah melakukannya, ini bukan masalah besar." Ujar Pak Sobri.

Mariska terdiam seribu bahasa, ia menatap Suaminya yang tengah berdiri di depan pintu, rasanya ia tidak bisa kalau harus kembali mengkhianati Suaminya, tetapi ia lebih tidak bisa kehilangan Suaminya.

Dengan kedua tangan yang gemetar, Mariska menarik gamisnya keatas, ia mengaitkan kedua jarinya di sisi karet celana dalamnya. Perlahan ia melepas celana dalamnya.

"Bagus... Ayo duduk di pangkuan saya." Suruh Pak Sobri.

Lagi ia melihat kearah Suaminya, dengan tatapan bersalah. Maafkan aku Mas... Maafkan aku... Gumam hati Mariska.

Mariska berpindah duduk keatas pangkuan Pak Sobri, dengan posisi memunggungi Pak Sobri, jemari halusnya menggenggam kontol Pak Sobri mengarahkan kontol Pak Sobri tepat di depan bibir kemaluannya.

Lakukan Mariska... Ini demi Suamimu.

Perlahan Mariska menurunkan pantatnya, merasakan kontol Pak Sobri yang berukuran besar itu memasuki rongga memeknya.

"Ughk... Enak sekali memek kamu." Desah Pak Sobri.

Wajah Mariska mendongak keatas, merasakan tusukan kontol Pak Sobri yang membuat memeknya terasa penuh. "Aahkk..." Desah manja Mariska merasakan gesekan batang kemaluan Pak Sobri dengan dinding vaginanya.

Kedua tangan Pak Sobri melingkar di perut Mariska. "Goyang Ustadza Mariska." Suruh Pak Sobri sembari melihat kearah Suami Mariska yang berdiri di depan pintu rumahnya.

Mariska mendekap mulutnya dengan tangan kanannya, mata indahnya sayu menatap sang Suaminya yang sedang menunggunya.

Perlahan pinggulnya mulai bergerak naik turun diatas pangkuan Pak Sobri.

Rasa bersalah dan nikmat menjadi satu, membuat adrenalinnya kian memacu. Ia tidak bisa membayangkan perasaan Suaminya, andai pria yang ada di luar mobil itu tau apa yang sedang ia lakukan dengan Pak Sobri di dalam mobil.

"Lebih cepat Ustadza! Kamu tentu tidak ingin suami kamu curiga?" Bisik Pak Sobri.

Mariska sadar kalau ia tidak bisa terlalu lama di dalam mobil bersama Pak Sobri. "Ehmm... Aaahkk... Aaahkk... Ssstt... Aaahkk..." Mata Mariska merem melek keenakan seiring dengan semakin cepatnya ia menggerakan pinggulnya.

Reza yang berada di luar mobil tampak merasa gelisah, ia sedikit merasa heran melihat mobil Alphard milik Pak Sobri sedikit bergoyang.

Sebenarnya Reza ingin menghampiri mobil Pak Sobri, tetapi ia khawatir kehadirannya hanya akan membuat negosiasi Istrinya menjadi berantakan. Di dalam hatinya ia berharap Istrinya bisa membujuk Pak Sobri agar memberi tambahan waktu.

Sementara itu di dalam mobil tanpa sepengetahuan Reza, Mariska Istrinya yang tengah memadu kasih dengan Pak Sobri.

"Memek kamu banjir banget Ustadza! Kamu menyukai kontol saya?" Goda Pak Sobri, membuat Mariska sangat malu.

"Eengk... Eenggkk... Aaahkk... Hah... Ougk... Aaahkk... Aaaaahkk..." Jerit Mariska seiring dengan goyangannya yang semakin hot.

Mariska hanya pasrah ketika Pak Sobri membuka kancing gamisnya, lalu menyingkap branya keatas. Kedua tangan Pak Sobri mendekap payudaranya, meremasnya dan memilin puttingnya yang telah membesar.

Sentuhan kedua tangan Pak Sobri semakin membangkitkan birahi Mariska.

Berselang beberapa menit kemudian, tiba-tiba tubuh Mariska telonjak-lonjak, bola matanya yang indah tampak memutih, seiring dengan ledakan orgasmenya yang hebat.

"Ougk...." Lenguh Mariska.

Pak Sobri dapat merasakan hangatnya cairan cinta Mariska yang tengah membanjiri batang kemaluannya.

Tubuh Mariska bergetar selama beberapa detik, menikmati orgasmenya.

"Sudah keluar Bu Ustadza, hehehe..." Ledek Pak Sobri.

Mariska yang merasa lemas seakan tidak memiliki tenaga lagi untuk menggerakkan pinggulnya. Sementara Pak Sobri belum juga keluar. Pak Sobri yang mengerti tidak memaksakan Mariska untuk melanjutkan tugasnya.

"Saya rasa sudah cukup Ustadza." Bisik Pak Sobri.

"Eh..."

"Masih mau di lanjutkan? Ustadza masih sanggup." Goda Pak Sobri.

Mariska buru-buru menarik memeknya dari tusukan kontol Pak Sobri. Ia kembali duduk di jok samping Pak Sobri. Walaupun merasa heran, tapi Mariska bersyukur dan berharap Pak Sobri benar-benar tidak berniat melanjutkannya.

Pak Sobri segera memasukan kembali kontolnya yang tampak berlinangan cairan cintanya Mariska.

Sementara Mariska dengan buru-buru merapikan kembali gamisnya. Saat ia hendak memakai dalamannya, Pak Sobri memgambil dalaman tersebut.

"Buat kenang-kenangan." Ucap Pak Sobri.

Mariska menatap kesal kearah Pak Sobri. "Saya sudah memberikan yang Pak Sobri mau, tolong pegang janjinya." Tegas Mariska.

"Tentu saja, satu Minggu waktu yang saya berikan." Ucapnya seraya tersenyum licik.

"Terimakasih."

Mariska bergegas keluar dari dalam mobil tanpa melihat kearah Pak Sobri yang tengah tersenyum puas. "Sebentar lagi, kamu akan menjadi milikku Ustadza Mariska." Gumam Pak Sobri.

Setelah hampir lima belas menit Reza menunggu Istrinya, akhirnya ia melihat Mariska keluar dari dalam mobil. Raut wajah Reza tampak khawatir saat melihat Mariska yang cukup lama berada di dalam mobil.

Mariska berusaha bersikap biasa saja saat menghampiri kembali Suaminya.

"Gimana sayang?" Tanya Reza.

Mariska tersenyum hangat. "Alhamdulillah Mas, Pak Sobri mau mengerti, dia memberi kita waktu tambahan selama satu Minggu." Ujar Mariska, membuat Reza merasa lega.

"Alhamdulillah ya Tuhan..."

"Bagaimanapun caranya kita harus bisa mencari uang untuk melunasi hutang-hutang kita Mas." Ujar Mariska.

"Iya sayang! Mas janji akan berusaha mendapatkan uangnya."

Mariska tersenyum mendengarnya, sebelum ia masuk ke dalam rumahnya, Mariska sempat melihat mobil Pak Sobri yang pergi meninggalkan halaman depan rumahnya.

Reza yang berada di belakang Istrinya tampak heran melihat gaya berjalan Mariska yang tidak biasanya. Dan seandainya saja, Reza bisa lebih jeli, tentu ia bisa melihat cairan yang mengalir di mata kaki Mariska.

*****


Zaskia

12:30
Cuaca hari ini cukup bersahabat, tidak terlalu panas, tapi juga tidak teduh, sangat pas untuk melakukan kegiatan di luar rumah, dan itulah yang di lakukan Zaskia saat ini. Ia sedang duduk santai di kantin pesantren sembari mengerjakan pekerjaannya, di temani oleh Haifa sahabatnya.

"Gimana kabar hubungan antum dengan Rayhan?" Tanya Haifa tiba-tiba.

Zaskia yang tengah meneguk minumannya hampir tersedak. "Ya begitula Mbak..." Ujar Zaskia.

"Begitu gimana?"

"Bingung Mbak..." Zaskia menghela nafas perlahan. "Ana merasa Rayhan makin berani, Ana khawatir Rayhan tidak bisa menahan diri." Aduh Zaskia mengingat beberapa kejadian belakangan ini bersama Rayhan.

"Makin berani? Maksudnya?"

"Selama ini Rayhan tidur selalu memakai celana pendek, tapi sudah dua hari ini Rayhan tidur telanjang Mbak! Ana merasa Rayhan sengaja tidur telanjang Mbak." Keluh Zaskia, Haifa yang mendengarnya hanya tersenyum.

"Ya ampun Rayhan, jadi antum setiap pagi melihat tongkolnya dia dong." Goda Haifa.

"Mbak... Jangan keras-keras." Tegur Zaskia.

Haifa tertawa renyah. "Hihihi... Beruntung banget kamu Za..." Goda Haifa membuat Zaskia tersipu malu.

"Beruntung apa Mbak! Dua hari ini gara-gara Rayhan aku gak shalat subuh." Aku Zaskia, sembari menggembungkan pipinya.

"Astaghfirullah... Serius? Kok bisa..."

"Akhir-akhir ini Rayhan susah sekali di bangunkan, belum lagi setiap pagi pasti ada dramanya. Ana merasa berdosa Mbak, karena melalaikan kewajiban." Keluh Zaskia.

Sejujurnya Zaskia memang benar-benar merasa berdosa, karena sudah dua hari ini ia tidak shalat subuh. Tapi di sisi lain, ia juga tidak bisa mengabaikan sosok Rayhan, ia selalu dilema antara menikmati drama yang terjadi diantara mereka, atau menunaikan kewajibannya.

Selama ini Haifa orang yang paling mengerti dirinya, dan biasanya setelah curhat dengan Haifa Zaskia sedikit merasa legah.

"Berdosa kenapa? Emang antum sengaja?"

Zaskia menundukkan kepalanya. "Gak taulah Mbak." Lirih Zaskia.

"Sekarang ana tanya? Tujuan Uhkti ke kamar Rayhan untuk apa? Melihat kontol Rayhan?" Tanya Haifa di selingi godaan.

Wajah Zaskia makin memerah mendengarnya. "Astaghfirullah Mbak... Aku kekamarnya untuk membangunkannya shalat Mbak." Bela Zaskia, walaupun hatinya ragu tentang ketulusannya membangunkan Rayhan.

"Berarti tujuan antum baik, jadi masalahnya apa?" Tanya Haifa lagi.

"Tapi gara-gara itu aku jadi gak shalat."

"Antum gak shalat bukan karena antum gak mau shalatkan?"

Zaskia menggelengkan kepalanya. "Ya enggaklah Mbak, ana gak shalat karena Rayhan susah sekali di bangunkan." Jawab Zaskia.

"Itu artinya antum gak shalat bukan atas kemauan antum sendiri, tapi karena keadaan! Antum tidak perlu merasa berdosa, karena menurut Mbak apa yang di lakukan antum sudah benar." Nasehat Haifa yang memang ingin di dengar Zaskia.

Raut wajah Zaskia terlihat lebih tenang. "Iya si Mbak, tapi masalahnya itu Rayhan kalau tidur suka telanjang Mbak, ana jadi bingung Mbak, serba salah pokoknya." Keluh Zaskia lagi.

"Bukannya Uhkti sudah biasa melihat Rayhan telanjang?" Sindir Haifa.

"Iya, tapikan itu gak sengaja."

"Kalau sekarang?" Pancing Haifa.

Zaskia menghela nafas perlahan, rasanya ia tidak punya alasan untuk mengatakan kalau kejadian dua hari ini karena tidak sengaja.

Zaskia yang canggung mengusap kelopak matanya dengan jari telunjuk. "Ya mau gimana Mbak, soalnyakan ana harus membangunkan Rayhan shalat." Ujar Zaskia memberikan pembelaan.

"Antum sayangkan sama Rayhan?"

"Iya Mbak..."

Haifa tersenyum kecil. "Uhkti pasti gak maukan Rayhan berdosa karena melalaikan kewajibannya? Kalau Uhkti memang sayang Rayhan, seharusnya perkara Rayhan tidur telanjang tidak bisa di jadikan alasan." Nasehat Haifa yang lagi-lagi bisa di terima oleh Zaskia.

"Iya Mbak."

Zaskia menghela nafas lega, rasa bersalahnya sedikit terobati dengan jawaban Haifa.

Melihat Zaskia yang tersenyum lebar membuat Haifa ikut senang. Tentu Haifa tau Zaskia bukanlah tidak tau tentang haram dan halal, ilmu agama Zaskia sudah cukup untuk mengetahui mana yang boleh di lakukan seorang muslimah dan yang tidak boleh mereka lakukan.

Hanya saja terkadang ada kalanya mereka ingin menembus batasan-batasan tersebut, dan Haifa hanya membantu Zaskia agar bisa menembus batasan tersebut.

"Terimakasih untuk nasehatnya Mbak."

Haifa tersenyum. "Sama-sama... Kapanpun kalau kamu butuh nasehat, Mbak pasti selalu ada untuk kamu." Jelas Haifa.

Tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka berdua.

"Ayo lagi ngerumpiin apa?" Tanya Ustadza Suci.

"Biasa, ngerumpiin santri yang makin lama kelakuannya makin berani." Jawab Haifa sembari melirik Zaskia yang tampak tersipu malu.

"Bener banget, ana sampe stres dengan kelakuan mereka." Jawab Suci.

Di saat Suci dan Haifa sibuk berbagi cerita tentang kelakuan para santri, Zaskia malah terdiam dengan sesekali tersenyum kecil. Entah kenapa Zaskia rasanya sudah tidak sabar untuk menunggu pagi.

*****


Aurel

14:30
Di dalam bangunan tua itu, Aurel tersadar dan mengedip-ngedipkan matanya melihat dirinya masih terbaring sendiri telanjang di lantai. Masih terasa sekali tubuhnya yang luluh lantak akibat perkosaan tadi, bekas ceceran sperma mengering dan aroma tajamnya pun masih ada.

Aurel menangisi kebodohannya yang mau saja di bujuk untuk minum.

Andai saja ia tidak minum, mungkin saja ia masih bisa mempertahankan kesuciannya. Aurel juga tidak menyangkah kalau sahabatnya bisa setega itu menjebaknya.

Dengan sisa-sisa tenaganya Aurel mencoba berdiri, ia merasa tenggorokannya, selangkangannya dan pantatnya masih terasa ngilu.

Segera ia mengenakan kembali pakaiannya yang berceceran di lantai. Saat hendak memakai jilbabnya, ia melihat bercak darah perawan yang menempel di sana.

Aurel menguatkan hatinya, mencoba tetap tegar dengan apa yang baru saja ia alami.

*****


Suci

Di kediamannya Suci tampak sibuk membuat minuman untuk kedua teman suaminya yang sedang berkunjung ke rumah mereka. Setelah minumannya siap, Suci segera mengantarkan minuman tersebut untuk mereka berdua.

Seraya tersenyum kearah kedua tamu tersebut, Suci meletakan minuman itu diatas meja.

"Silakan di minum." Ujarnya.

"Terimakasih Mbak." Jawab mereka serempak.

Suci duduk di samping Suaminya. "Kenalin sayang, ini Allex, yang satunya Budi, temanku waktu SMA dulu." Ujar Ardi memperkenalkan kedua temannya.

"Suci... Baru datang ya Mas."

"Iya, baru aja, kebetulan lagi ada urusan di sini jadi mampir dulu." Ujar Budi yang tengah menjabat tangan Suci yang terasa halus.

"Gak nyangka, Lo bisa mendapatkan Istri yang cantik!" Celetuk Allex.

"Siapa dulu dong." Ujar Ardi bangga, sembari menepuk dadanya.

Suci yang mendengarnya tersipu malu. "Kalian bisa aja." Ujar Suci seraya tersenyum.

"Kamu beruntung banget Ar, selain cantik, istri kamu juga wanita karir." Lagi-lagi Allex mengungkapkan kekagumannya terhadap Istri sahabatnya itu.

"Ngomong-ngomong sekarang kamu kerja di mana Ar?" Tanya Budi.

Ardi mendadak terdiam. "Masih nganggur! Cari kerja susah sekarang." Jawab Ardi tampak lesu, sebenarnya ia malu untuk mengakui dirinya seorang pengangguran.

"Jadi, yang menjadi tulang punggung keluarga Mbak Suci?" Tanya Allex terkejut.

"Parah lu, masak cewek yang ngebiayain hidup lu, tanggung jawab lu sebagai suami di mana?" Budi ikut menimpali, memojokan Ardi yang tampak terdiam.

Suci mencoba membela suaminya. "Gak apa-apa Mas, kan cuman untuk sementara!" Bela Suci kepada Suaminya.

"Tetap saja Mbak, tugas pria itu menafkahi, bukan di nafkahi." Nasehat Allex.

"Betul itu..." Tambah Budi. "Kamu beruntung banget Ar, kalau cewek lain, mungkin cewek itu sudah kabur dari dulu." Ucap Budi yang benar-benar menohok hati Ardi.

"Doain aja ya Mas, semoga suami saya segera mendapatkan pekerjaan." Suci mulai kesal karena suaminya terus di pojokan oleh mereka.

"Kita selalu mendoakan yang terbaik untuk sahabat-sahabat kita." Ujar Allex seraya menatap kagum kearah wajah cantik Suci.

"Ngomong-ngomong, dari tadi aku belum lihat keponakan kita ni." Celetuk Budi.

Ardi lagi-lagi merasa tertekan. "Anu... Kami belum punya momongan, tolong doanya aja agar kami segera mendapatkan momongan." Pinta Ardi, Budi dan Allex menatap Suci dengan tatapan kasihan.

"Mbaknya sabar banget, sudah punya suami pengangguran, mandul lagi." Ucap Budi merendahkan.

"Jangan terlalu jujur." Timpal Allex.

Suci sedikit tersinggung. "Tau dari mana Suami saya mandul." Sindir Suci, ia berusaha untuk tidak emosi.

Sebenarnya Suci cukup kesal dengan suaminya yang hanya diam saja, seharusnya Ardi marah karena teman-temannya yang sangat kurang ajar itu, seenaknya saja menghina suaminya mandul.

"Kami tau ukuran burung Suami Mbak, hahaha..." Tawa Budi tergelak.

"Tidak lebih besar dari jari kelingking kaki kami, hahaha..." Timpal Allex, Ardi hanya tertunduk menerima hinaan mereka.

Suci tampak menghela nafas, menahan amarah di dadanya.

"Maaf saya kekamar dulu ya, mau ganti baju dulu." Tanpa menunggu jawaban, Suci segera berlalu ke kamarnya.

Di dalam kamar Suci kembali mendumel kesal, ia tidak menyangkah kalau ada orang yang begitu berani menghina orang di depan Istrinya. Dan yang membuat Suci makin kesal, karena Suaminya tidak melawan sama sekali.

Untuk meredahkan emosinya, Suci memutuskan untuk mandi.

Sembari mengguyur tubuhnya dengan air dingin, Suci mencerna kembali ucapan mereka tentang Suaminya. Rasanya tidak ada yang salah dari ucapan mereka tentang Suaminya yang pengangguran dan ejakulasi dini.

Beberapa tahun belakangan ini Suci menjadi tulang punggung keluarga, ia yang membiayai semua kebutuhan keluarganya, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Suaminya.

Bahkan beberapakali orang tua Suci meminta Suci untuk menceraikan Suaminya yang pengangguran, yang membuat Suci sempat kepikiran.

Soal sex, tentu Suci sangat kecewa terhadap Suaminya, di tambah lagi dirinya yang biasa selalu mendapatkan kepuasan biologis dari mantan-mantannya terdahulu, kini sudah tidak bisa lagi merasakannya.

Alasan Suci bisa bertahan hingga saat ini, hanya karena melihat pengorbanan Suaminya selama ini.

Selesai menyabuni sekujur tubuhnya, Suci segera membilas tubuhnya dengan air, dan saat ia hampir selesai, tiba-tiba pintu kamar mandinya terbuka lebar.

"Aaaaaaarrrttt...." Suci menjerit keras.

Teriakan Suci ternyata di dengar oleh Ardi dan Budi, mereka berdua bergegas menuju ke bagian belakang rumah. Di sana tampak Allex berdiri mematung sembari memandangi bagian dalam kamar mandi.

Sesampainya di lokasi, Ardi dan Budi tidak kalah kagetnya melihat Suci dalam keadaan telanjang bulat.

"Maaf bro... Gue gak tau kalau bini Lo lagi mandi." Ucap Allex setibanya Ardi di sana.

Suci menatap panik kearah mereka sembari menutupi ketelanjangannya dengan kedua tangannya yang menyilang.

Suci berharap Ardi memarahi temannya itu, tapi yang terjadi malah sebaliknya.

"Iya gak apa-apa! Saya juga salah lupa ngasi tau kalau Istri saya lagi mandi." Ujar Ardi yang malah menyalahkan dirinya sendiri.

"Aduh maaf banget bro, gue jadi ngeliat bini Lo telanjang." Ujar Allex seraya melihat kearah Suci yang tertunduk.

"Anggap aja rezeki." Suci kaget bukan main mendengar jawaban Suaminya.

"Rejeki nomplok ini namanya." Budi ikut melihat kearah Suci, lalu ia tersenyum mesum membuat bulu kuduk Suci berdiri.

Suci terdiam seribu bahasa melihat Suaminya yang malah terlihat biasa saja setelah temannya melihat dirinya dalam keadaan telanjang, dan parahnya lagi Ardi tidak berusaha mengajak temannya untuk menjauh.

Lagi-lagi pandangan Suci bertemu dengan Allex, dari sorot mata Allex, pria itu seakan meminta izin untuk melihat bagian intim tubuhnya.

Entah kenapa insting eksibisionis Suci mendadak bangun, dirinya yang sempat tidak menyukai kedua sahabat suaminya itu mendadak terpikir ingin menggoda mereka berdua.

Jangan Suci... Jangan lakukan, ingat di sini juga ada suami kamu.

Kamu tidak perlu takut, suami kamu juga sepertinya tidak akan berani menegur kamu Suci, lihatlah... Suami lemahmu itu tidak berdaya di hadapan kedua temannya.


Seakan menjawab permintaan Allex, Suci menarik turun tangan kanannya dari atas payudaranya, hingga putingnya yang besar mencuat indah di hadapan mereka. Allex tersenyum penuh arti kearah Suci.

Tidak sampai di situ saja, tangan kiri yang ia gunakan menutupi pubik memeknya ia geser kesamping keatas pahanya.

Budi dan Allex sampai menelan air liurnya menatap gundukan memek Suci yang tidak begitu lebat dan tertata rapi. Pemandangan tersebut benar-benar membuat mereka berdua terangsang. Sementara Ardi, tampak kebingungan.

Ardi ingin mengajak kedua temannya untuk segera pergi, tetapi ia tidak tau bagaimana caranya mengusir mereka berdua.

"Kirain tadi ada apa? Mbak Suci bikin kita khawatir aja." Ujar Budi seakan tidak terjadi apa-apa.

"Maaf Mas, saya cuman kaget." Ucap Suci. "Mas Allex mau pake kamar mandi, ini saya sudah selesai." Kata Suci.

"Iya, udah kebelet ni."

Budi merangkul Ardi dan mengajaknya kembali ke ruang tamu. "Aman bro, yuk ngobrol lagi, tadi obrolan kita belum selesai." Ajak Budi, ia melihat kearah Suci sembari mengedipkan matanya tanpa sepengetahuan Ardi.

Selepas kepergian Ardi dan temannya, Suci segera melilitkan handuk ke tubuhnya. Ia segera keluar dari kamar mandi dan di gantikan oleh Allex yang masuk ke dalam kamar mandi. Saat Suci hendak pergi Allex mengatakan sesuatu yang membuat Suci terdiam.

"Tubuh Mbak bagus..." Bisik Allex.

Suci tersipu malu. "Husstt... Sembarangan, nanti di dengar Ardi." Rutuk Suci sembari mengulum senyum.

"Kalau denger, emang Ardi bisa apa?"

Suci menggelengkan kepalanya, dan tiba-tiba Allex membuka celananya memamerkan kontolnya yang besar dan panjang kearah Suci, membust Suci tampak shock melihatnya.

Dengan santainya Allex mengeluarkan air seninya di hadapan Suci.

Pancuran air kencing Allex terlihat begitu kencang dan deras, membuat degub jantung Suci berpacu hebat. Ia tidak menyangkah kalau Allex akan seberani itu di hadapannya. Tapi anehnya Suci sama sekali tidak marah, ia malah mengagumi kontol Allex yang belum di sunat itu.

Sementara itu di ruang tamu Ardi tidak bisa fokus dengan obrolan mereka. Ia terus melihat kearah ruang tengah, berharap Allex segera muncul.

"Bro... Gue ke kamar dulu ya." Pamit Ardi.

Budi mencoba mencegahnya. "Mau ngapain..." Tanya Budi.

"Gak apa-apa, mau ambil hp." Ujar Ardi beralasan.

Tanpa mengubris temannya Ardi segera menuju kamarnya, ia kaget karena tidak mendapatkan Istrinya berada di dalam kamar. Pikiran Ardi mulai berkecamuk, perasaannya mulai tidak tenang, mengingat bagaimana sahabatnya itu menatap Istrinya dengan tatapan tidak biasanya.

Ardi segera keluar dari kamar dan hendak ke kamar mandi, pada saat bersamaan Istrinya berjalan menuju kearahnya.

"Dari mana?" Tanya Ardi bingung.

Suci tersenyum. "Kan Mas tau kalau tadi aku lagi mandi, kok malah nanya." Jawab Suci seraya memandangi Suaminya.

"Oh iya, maaf."

"Mas kenapa? Kangen ya... Baru ilang sebentar Istrinya langsung di cari." Goda Suci sembari mencolek perut Suaminya.

"Tau aja kamu Dek."

"Dasar... Sudah sana, temennya pada nunggu tuh." Usir Suci. "Nanti kalau temannya sudah pulang baru boleh kangen-kangenan." Pancing Suci membuat Ardi makin gemas.

"Kamu dek, bikin gemes aja! Ya udah Mas balik ke ruang tamu dulu ya." Ujar Ardi yang sedikit merasa lega karena kecurigaannya tidak terbukti.

"Iya Mas, jangan lama-lama, hihihi..."

Lagi Ardi tersenyum melihat sikap manja Istrinya, kemudian ia segera kembali menemui temannya di ruang tamu, tampak di sana Allex sedang mengobrol serius dengan Budi, ketika mereka melihat Ardi, mendadak keduanya terdiam.

Mereka menyambut Ardi seperti biasanya, seakan tidak terjadi apa-apa.

"Dari mana Bro?" Tanya Allex.

Ardi duduk kembali di Sofanya. "Dari kamar." Jawab Ardi.

"Ngecek Istrinya, takut di culik, hahaha..." Ledek Budi, Ardi tampak salah tingkah.

"Bisa aja bro..."

"Punya bini cantik harus waspada bro, banyak yang incer, hahaha..." Tambah Allex sembari bertatapan dengan temannya Budi.

"Istri saya setia, aman." Ujar Ardi tenang.

"Yakin..." Goda Budi.

"Sudah bro, sakit perut gue... Hahaha... Eh kita harus balik ni, sudah sore soalnya." Ujar Allex, sembari melihat kearah jam tangannya.

"Mau pulang sekarang?"

"Iya bro, terimakasih sudah mau menerima kita, kapan-kapan kita mampir lagi." Allex menyodorkan tangannya yang di sambut Ardi.

"Istrinya mana Bro."

"Lagi sibuk kayaknya di kamar." Ujar Ardi, entah kenapa ia tidak ingin kedua sahabatnya berpamitan dengan Istrinya.

"Ya udah titip salam aja sama Istri Lo."

"Oke bro, nanti gue sampein."

Baru saja mereka berdua hendak pergi, tiba-tiba Suci muncul dengan gamis berwarna cream di padu dengan hijab itam.

"Mau pulang Mas?"

"Eh iya Mbak... Kita pulang dulu ya." Ujar Budi.

Ardi tampak tidak tenang ketika Istrinya mendekat dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman. "Terimakasih sudah main kerumah kami." Ujar Suci sembari bersalaman dengan Budi.

Kemudian ia beralih ke Allex. "Terimakasih..." Ujar Allex, ia menggelitik telapak tangan Suci dengan jari telunjuknya.

"Lain waktu mampir lagi Mas."

"Tentu saja."

"Ehmmm... Bro... Hati-hati di jalan ya." Potong Ardi, membuat Allex terpaksa melepaskan pegangannya di tangan Suci.

Setelah berbasa-basi akhirnya Ardi bisa bernafas lega melihat mereka pergi meninggalkan rumah kediamannya. Ketika mobil mereka menghilang dari pandangannya, Suci balik memandangi Suaminya.

"Mas cemburu ya..." Goda Suci.

Ardi tampak salah tingkah di todong langsung oleh Istrinya.

Tanpa banyak bicara Suci menarik Suaminya ke dalam kamar mereka. Sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang mengganggu Ardi, tapi ia tidak berani menanyakannya kepada sang Istri.

*****


Zaskia

20:00

Rayhan yang notabenenya suka dengan sepak bola, tidak pernah melewatkan pertandingan klub kebanggaannya yang berasal dari kota kelahirannya. Seperti saat ini, ia terlihat sangat serius menatap layar televisi, sesekali ia mengeram dan menggerutu.

Sanking seriusnya ia tidak sadar kalau seseorang sedang berjalan mendekatinya.

"Gooolll... Eh!"

Tiba-tiba layar televisi berubah menjadi tayangan sinetron, Rayhan melihat kearah Zaskia yang tengah tersenyum senang karena berhasil mengerjai adiknya yang tengah menonton tv.

"Kok di ganti Kak, sini remotnya." Protes Rayhan.

Zaskia yang malam ini terlihat anggun dengan gaun tidur berwarna putih tampak cuek. "Dari pada nonton bola, mending sinetron." Ujar Zaskia.

"Sssttt... Kakak." Kesal Rayhan.

"Apa?" Tantang Zaskia sembari menyembunyikan remotnya ke sisi kirinya.

Rayhan yang tidak mau kalah mencoba merebut remot tersebut dari Kakaknya, saat Rayhan hendak menggapainya, Zaskia memutar tubuhnya kesemping kirinya hingga terjadi perebutan diantara keduanya saat ini.

Sekilas posisi Rayhan saat ini terlihat seperti sedang memeluk Zaskia dari belakang.

"Adeeek... Kakak mau nonton sinetron!"

Rayhan yang tidak mau kalah bermaksud mengambil remot dari Kakaknya, tetapi tangannya malah tidak sengaja menekan payudara Zaskia yang terasa empuk. "Jangan ganggu Kak... Sebentar lagi habis." Ujar Rayhan.

"Kontol... Eh... Adeekk..." Jerit Zaskia.

Wanita cantik itu mulai tegang ketika lengan Rayhan tidak hanya menekan tapi menggesek buah dadanya, membuat putingnya terasa mengeras oleh perbuatan adiknya tersebut.

Rayhan yang menyadari ada kesempatan untuk melecehkan Kakaknya, tentu tidak mau menyia-nyiakan nya.

Tangan kanannya memegang punggung tangan Zaskia yang sedang memegang remot, sementara tangan kirinya yang terjepit diantara lengan kiri dan payudara Zaskia ia manfaatkan untuk menangkup payudara Kakaknya.

"Adeeek... Kontolnya eh... Remotnya jangan di ambil..." Jerit Zaskia, posisi Rayhan yang memepet tubuhnya, membuat Zaskia dapat merasakan kontol Rayhan yang menekan punggungnya.

"Siniin teteknya Kak! Eh... Remotnya." Ujar Rayhan sembari meremas payudara Zaskia.

"Aahkk... Adek... Ngalah kek sama Kakak sendiri." Omel Zaskia, sembari mendesah pelan, ketika Rayhan semakin intens meremas-remas payudaranya.

Dengan wajah menunduk Zaskia melihat telapak tangan Rayhan yang tengah meremas-remas payudaranya.

Ya Allah Dek... Tetek Kakak kamu apain...

Zaskia yang terangsang seakan tidak mampu menghentikan perbuatan cabul Rayhan.

"Siniin Kak..."

Zaskia menggigit bibirnya menahan gejolak birahi yang luar biasa. "Gak mau... Aaahkk... Adek... Jangan ambil tetek Kakak... Sstttt..." Desah Zaskia yang semakin tidak terkendali.

"Kakak siniin teteknya." Ucap Rayhan.

Sadar Zaskia... Sadar... Kalau di teruskan bisa-bisa akan keterusan... Jerit hati Zaskia.

Karena takut Adik iparnya menjadi khilaf, mengingat Rayhan yang kini di rasa terang-terangan meremas payudaranya. Zaskia secara tidak langsung menyerahkan remot yang ada di tangannya kepada Rayhan.

Melihat gerakan tangan Zaskia yang seakan ingin mengembalikan remotnya membuat Rayhan segera menghentikan perbuatannya, Rayhan yang tidak ingin membuat Kakaknya tidak nyaman, segera merebut remot tersebut.

"Yeeee... Dapat juga akhirnya." Girang Rayhan.

Dengan raut wajah tanpa dosa Rayhan memindahkan chanelnya kembali.

Sementara Zaskia yang duduk di sampingnya masih terdiam. Ia agak kaget dengan respon cepat Rayhan, yang lebih memilih mengambil remot di tangannya dari pada terus menjamah payudaranya, membuat Zaskia merasa tersanjung.

Ia tau kalau Rayhan melakukan itu semua karena adiknya itu tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman atas sikap cabul yang di lakukannya.

Tetapi bukannya bersyukur, Zaskia malah membuat dramanya kembali berlanjut. Ia mencoba merebut remot yang ada di tangan Rayhan, tapi dengan cepat Rayhan melindungi remotnya diatas pahanya.

"Kakaaaak..." Jerit Rayhan.

Zaskia tertawa senang mengerjai adiknya. "Siniin dek remotnya..." Pinta Zaskia, ia mencoba merebut remot yang di pegang Rayhan.

"Jangan ganggu Kak, ya Allah." Ujar Rayhan pura-pura kesal.

Entah sengaja atau tidak, tiba-tiba tangan Zaskia sudah berada di selangkangan Rayhan yang malam itu hanya memakai celana boxer tanpa dalaman. Zaskia sendiri kaget merasakan kontol Rayhan yang telah ireksi.

Jantung Zaskia kembali berdegup kencang, aliran darahnya mengalir deras, membuat adrenalinnya terpacu.

Kamu terangsang Dek?

Zaskia mentap diam kewajah Adiknya, entah kenapa hatinya berbunga-bunga mengetahui Adiknya terangsang kepadanya.

Sadar Zaskia... Dia adikmu, ingat dia adik iparmu. Jerit hati Zaskia.

Rayhan pura-pura memberontak, dan momen itu di manfaatkan Zaskia untuk meremas-remas batang kemaluan adiknya. Entahlah, ia suka sekali dengan tekstur keras kontol Rayhan yang kini ada di genggaman tangannya.

Seakan mendukung apa yang di lakukan Kakaknya, Rayhan meraih punggung tangan Zaskia, ia meremas lembut punggung tangan Zaskia yang tengah meremas kemaluannya.

Cukup lama mereka bergumul, hingga akhirnya Rayhan melepaskan remotnya.

Zaskia yang sebenarnya masih ingin melanjutkan drama diantara mereka, terpaksa mengambil remot yang ada di tangan adiknya.

Dengan raut wajah yang agak kesal Zaskia mengganti Chanel tvnya. Tanpa di sadari Zaskia, Rayhan tengah tersenyum memandanginya yang tengah merajuk.

"Kak... Siniin memeknya, eh remotnya." Pinta Rayhan sembari memasang wajah serius.

Zaskia menatap Rayhan dengan senyuman kecil. "Gak mau..." Buru-buru Zaskia melindungi remotnya diatas pangkuannya.

"Mau serahin memeknya eh remotnya baik-baik apa aku ambil paksa." Rayhan menggeser duduknya menjadi lebih dekat.

Saat Rayhan melingkarkan tangannya di pinggang ramping Kakaknya, Zaskia tidak bereaksi sama sekali untuk menjauh dari adiknya, yang ada ia malah membungkukkan tubuhnya ke depan, mempermuda aksi Rayhan.

Tangan kanan Rayhan menjulur kepangkuan Zaskia, hendak mengambil remot yang ada di tangan Kakaknya, dengan sekuat tenaga Zaskia mempertahankannya.

"Adeeek... Kakak juga mau nonton..." Protes Zaskia.

Tangan kiri Rayhan yang berada disisi kiri Zaskia berusaha menarik daster Kakaknya, sementara tangan kanannya seakan ingin merebut remot tersebut.

"Aku juga mau nonton Kak."

"Enggaaak... Ngalah kenapa si Dek." Rutuk Zaskia, sembari melihat kedua tangan Rayhan yang mulai beraksi.

Sedikit demi sedikit kain daster yang di kenakan Zaskia tersingkap, memperlihat paha mulusnya. Ketegangan semakin di rasakan Zaskia, ketika mengetahui sebentar lagi dalamannya akan terlihat oleh adik iparnya.

Tangan kanan Rayhan yang tadi berusaha mengambil remot dari kakaknya tampak berhasil mengambil remot dari tangan Kakaknya, tapi Rayhan tidak langsung menariknya, seakan-akan tangannya tertahan oleh tangan Kakaknya.

"Kakak tuh harusnya ngalah sama adik sendiri." Protes Rayhan.

Tangan kiri Zaskia yang tidak lagi memegang remot di tangannya, beralih memegang lengan Rayhan. "Adek... Jangan ambil memek Kakak..." Jerit Zaskia, tepat ketika Rayhan berhasil menyelipkan remot tersebut di kedua pahanya dengan posisi berdiri.

"Aku mau nonton Kak." Ujar Rayhan tepat ketia daster Zaskia ketarik hingga memperlihatkan dalamannya yang sedikit basah.

Zaskia merapatkan pahannya, menjepit remot yang ada di selangkangannya. Tiba-tiba tubuh Zaskia menegang ketika Rayhan menekan remot tersebut kearah memeknya.

"Aahkk... Memek Kakak..." Erang Zaskia.

Rayhan menekan-nekan remot tersebut ke selangkangan Zaskia. "Ini memek Aku Kak..." Ujar Rayhan sembari tersenyum menatap Kakaknya.

Zaskia menggigit bibirnya. "Uhmm... Dek... Jangan di ambil... Aaahkk... Kakak mau nonton." Desah Zaskia dengan nafas yang memburu menandakan birahinya yang sedang tinggi.

Dengan gerakan perlahan, Rayhan menggerakan remot tersebut turun naik, menggesek-gesek bibir kemaluan Zaskia dari balik celana dalamnya yang berwarna putih, gesekan yang terjadi antara remot dan selangkangannya menimbulkan rasa nikmat yang luar biasa.

Tidak sampai di situ saja, tangan kiri Rayhan yang melingkar di pinggang Zaskia, tiba-tiba naik keatas, ia meraih payudara Zaskia.

Adeeek... Aaahkk... Kamu nakal sayang...

Tubuh Zaskia terasa lemas di rangsang habis-habisan oleh Adik iparnya.

Rayhan sendiri sangat menikmati momen tersebut, ia tidak menyangkah bisa berbuat sejauh ini kepada Kakak Iparnya yang dulunya selalu berusaha menjauh darinya, tapi kini mereka berdua menjadi sangat dekat.

"Siniin memeknya Kak..." Lirih Rayhan dengan suara berat.

"Adeeek... Aaaaahkk... Memek Kakak... Aaahkk... Jangan ambil memek Kakak..." Erang Zaskia, yang semakin tidak tahan.

"Nyerah aja Kak..."

"Enggak... Aaahkk... Adek... Aaahkk..."

Rayhan makin cepat menggerakan remot tersebut, membuat memek Zaskia terasa makin gatal.

Bahkan Rayhan dapat melihat dalaman Kakaknya yang semakin basah.

Hampir sepuluh menit Rayhan menggesek-gesekkan remot tersebut di selangkangan Kakaknya, hingga akhirnya Zaskia yang sudah tidak tahan mendesis panjang seiring dengan celana dalamnya yang mendadak basah.

Kedua paha Zaskia tampak gemetar, menahan serangan orgasme yang ia dapatkan. Rayhan menarik wajah Zaskia bersandar di pundaknya, sementara itu Zaskia yang tidak tahan dengan rasa nikmat yang ia dapatkan terpaksa mengigit pundak Rayhan.

"Eeeengkk..." Erang Zaskia.

Kedua kakinya melejang-lejang, bergetar hebat dengan posisi mengangkang.

Rayhan sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari selangkangan Zaskia yang terhentak-hentak sembari menumpahkan cairannya di celana dalam Zaskia yang kini sudah benar-benar basah, bahkan sampai ke sofa mereka.

Selama dua menit Zaskia merasakan nikmatnya orgasme, sebuah orgasme yang belum pernah ia dapatkan dari Suaminya.

Perlahan tubuh Zaskia mulai tenang, sembari memejamkan matanya, ia menikmati sisa-sisa orgasmenya. Perlahan nafas Zaskia mulai teratur kembali.

Saat ia membuka matanya, yang pertama Zaskia lihat adalah senyuman Rayhan.

"Akhirnya aku dapat juga." Teriak girang Rayhan.

Zaskia menegakkan kembali posisi duduknya. "Adek... Isssh... Orang mau nonton." Protes Zaskia, tampak wajahnya berseri di balik keringat yang membsuh wajahnya.

"Ya habis..." Lirih Rayhan kecewa.

Zaskia tertawa puas melihat raut wajah kecewa adiknya. Sebelum berdiri dengan sengaja Zaskia menyelipkan ujung dasternya ke dalam celana dalamnya. "Sukur... Wekss..." Ledek Zaskia seraya menjulurkan lidahnya.

Rayhan menatap Kakak Iparnya yang kini tengah berdiri di depannya dengan posisi ujung daster yang terlipat diatas selamhkangannya.

Pemuda itu dapat melihat jelas hasil dari perbuatannya barusan, tidak hanya dalam Zaskia yang basah, tapi juga paha Zaskia terlihat sangat basah, seperti habis di guyur hujan.

"Awas ya Kak, nanti aku gangguin juga kalau Kakak nonton." Ancam Rayhan setengah merajuk.

"Gangguin aja kalau bisa, wekkss..." Lagi Zaskia menjulurkan lidahnya, membuatnya terlihat sangat menggemaskan.

Rayhan mengambil bantal dan melemparkannya kearah Zaskia. Buru-buru Zaskia berlari menuju kamarnya sembari tertawa. Ketika Zaskia hendak menutup pintu kamarnya, ia sempat tersenyum kearah Rayhan yang di balas senyuman juga oleh Rayhan.

Di dalam kamar Zaskia membanting tubuhnya diatas tempat tidur, dengan posisi telungkup ia membenamkan wajahnya diatas bantal.

"Adeeek..." Gumam Zaskia.

Kedua tungkai kakinya memukul-mukul tempat tidurnya, ia terlihat seperti anak kecil yang habis di jahilin oleh saudaranya.

Setelah puas meluapkan emosinya, Zaskia memutar kepalanya ke samping, tampak senyum bahagia terukir di wajah cantiknya.

*****


Laras

22:15
Seorang wanita tampak tengah memakai kembali pakaiannya setelah melakukan hubungan intim dengan seorang pemuda yang tengah duduk bersandar diatas tempat tidurnya sembari menikmati sebatang rokok.

Sulit sekali rasanya bagi Laras untuk percaya, kalau dirinya lagi-lagi ditaklukan oleh Daniel.

Daniel beranjak dari tempat tidurnya setelah mematikan api rokoknya. Ia berjalan mendekat kearah Laras dan memeluknya dari belakang.

Dengan mata terpejam Laras membiarkan Daniel memeluknya untuk yang kesekian kalinya. Laras merasa tidak memiliki alasan untuk menolak pelukan Daniel.

"Gimana dengan tawaran ku kemarin Amma?" Tanya Daniel.

Laras tampak bingung. "Tawaran apa?" Tanya Laras yang sudah melupakan ucapan Daniel beberapa hari yang lalu.

"Tawaran untuk menjadi budak sex."

"Apa?" Laras tersentak mendengarnya.

Laras berbalik menatap kesal kearah Daniel. Pemuda itu sudah mendapatkan apa yang dia mau, tetapi pemuda itu kini malah meminta lebih, membuat Laras merasa harga dirinya benar-benar di injak oleh Daniel.

Tanpa merasa bersalah sedikitpun Daniel mengecup bibir Laras.

"Rencananya nanti saya akan pindah dari rumah ini ke Makamah." Ujar Daniel, Laras tampak terkejut mendengarnya. "Apa KH Umar belum memberitahu Amma?" Laras menggelengkan kepalanya.

"Ba-bagus, kalau bisa secepatnya." Ujar Laras ragu.

Daniel kembali tersenyum. "Saat saya meninggalkan rumah ini, makan sejak saat itu saya tidak akan pernah lagi mengganggu Amma." Daniel diam sebentar. "Bisa di bilang Amma akan terbebas dari saya." Lanjutnya.

Laras kembali terdiam, entah kenapa dada terasa sesak mendengar kabar tersebut.

Sanking shocknya Laras tidak bisa berkata-kata, bibirnya terasa keluh. Padahal seharusnya ia senang karena akan terbebas dari belenggu dari siksaan birahi Daniel.

Tapi apakah benar ia akan merasa hidupnya lebih tenang tanpa ada gangguan dari Daniel? Sejujurnya hidup Laras sedikit berwarna karena Daniel.

"Amma bisa memikirkannya lagi sebelum aku benar-benar pergi." Daniel mengusap pipi Laras. "Datanglah ke kamarku kapan saja, kalau Amma bersedia menjadi budak sex." Daniel tersenyum penuh arti.

Laras masih terdiam membisu, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan.

Daniel mendekatkan bibirnya ke telinga Laras. "Akan saya pastikan memek Amma dower karena kontol saya." Bisik Daniel.

"....." Mulut Laras sampai menganga mendengarnya.

"Sekarang Amma boleh pergi."

Dengan perasaan yang tidak menentu dan sulit untuk di mengerti Laras pergi meninggalkan kamar Daniel.

*****
LANJUTKAN...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Akhirnya ada kemajuan significant antara Raihan ama Zaskia... Udah lama bangettt ane menantikan ini

Semoga ada part kusus Zaskia, atau next update bagian Zaskia nya dapet bagian yg panjang... Wkwkwk
 
Ga di yg lama dn ug baru
Siaya msh blm juga digarap πŸ˜‚πŸ˜‚ ntar yau2 macet aja hilanh dan tak brlsnjut
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd