Chapter 6-1: Defection.
There are four known sources of dream, that is:
1. External sensory stimulus.
2. Internal sensory stimulus.
3. Internal physical stimulus.
4. Psychic stimulus.
-----
"We meet again huh?" Said by a shadow right in front of me. Her voice is loud and familiar. Slowly, the shadow is materializing itself, becoming a familiar figure in front of me. Ah, she's Misty, my very first girlfriend. She looks exactly like her, but the difference is she got fire in her eyes, as If she's ready to burn me in any second.
"Hi, Mis, nice to see you, how are you?" I'm trying to be nice to her, hiding my sense of guilt away.
"Meh, you're still trying to hide your guilt huh? It doesnt change the fact that you're the one defecting me when we were together. Get lost asshole." Then her shadow vanishes before my very eyes.
Then, another shadow slowly comes from far away.
"Hey, Nick." I know whose voice sounded to me now.
"Oh hey Nina, how are you? I'm so--"
"Cut the crap, jerk. I'm coming here asking for your apology, oh great demon of lust." Shit, Nina's voice is still as smooth as water yet now it cuts deeper than a sword. She's Nina, another ex, our relationship went well, in fact all of my relationship went well... And then ended because of this demon mentioned by Nina.
"Look Nina, once again I'm asking for your forgiveness, it all happened because of my mistake." I was kneeling and starting to cry while asking for her forgiveness.
"Tch, get your hands away from my legs, sinner, gone!" She said that but it's her figure that is vanishing.
While I'm sitting with my guilt, there come another figure, but I can't even remember whose voice is that, and her body isn't made of shadow, but light.
"Hey Nick, having a bad day aren't you?" She smiled so faint but it warms my heart really much.
"Well yeah... Another past tripping me again..."
"Oh what is it? May I know?" She's sitting right beside me and looking at me gently.
"Well... It's like Nina said, my lust kills me, I groped them without their consent... I thought they'll be okay with it, but they aren't... What an asshole I am." I'm sighing out of my foolishness, ever since that mistake I always think that I never get myself another girlfriend again, afraid I might defect her like my past exes. The only girl friend I have is Bianca, and I almost fucked her back in the moment. Now I'm trying to control myself to any girl I met, hoping not to repeat the same mistake.
"Here here dear, you got a pretty bad past aren't you?" She then hug me softly, I feel like I could cry at any moment. "Hey, don't cry, it's okay, you already got your lesson right? Next time you ask for consent, and I think, you should never again refuse women who offer herself to you. All you need to do is accept them and be a gentleman, okay?"
"Okay." I'm hugging her tighter, but she just accepting me. Then I'm following my instinct to get closer to her breast.
"Well... Even though I told you to be a gentleman, you're being a child now, chasing after my boobies." She then laughing at me, as if laughing to a child who played with his favorite toy.
"Is it wrong?"
"No, but you have to do it softer, make sure she's comfortable with you, like you always said." She's patting my head as if trying to make me sleep. I'm now sucking her nipple as if I'm a child looking for a breast milk "Now wake up okay, wakey wakey dear." Then her figure is vanishing, along with me slowly getting sober.
-----
Gue kebangun perlahan dari mimpi gue, tapi sebelum gue buka mata, gue ngerasain ada sesuatu yang merangsang indera gue pertama kali. Gue nyium bau wanita, atau lebih tepatnya bau feromon, yang sukses bikin adrenalin gue mengalir deras. Begitu gue buka mata, yang gue liat adalah kaos barong, gue nyoba recalling apa yang terjadi sebelum gue tidur.
"Oh iya gue tidur sama Gita," batin gue. Entah gimana ceritanya tadi, yang pasti posisi tidur gue sekarang udah beda, sekarang Gita yang sedang meluk gue di dadanya, dan di depan gue jelas terlihat kedua buah dada sedang milik wanita yang sedang bertumbuh ini. Dadanya kembang kempis perlahan seiring dengan nafasnya yang terlihat tenang. Karena disuguhi pemandangan yang gue suka, rasa penasaran mengambil alih dan perlahan-lahan tangan gue menjamah pemandangan di depan gue ini. Mengejutkannya, gue nggak ngerasain pembatas lain di balik kaos barong tipis ini. Gue yang makin penasaranpun memijat-mijat buah dada kanan Gita dengan tangan kiri gue yang bebas, masih dari luar kaosnya.
"Mmh aah..." Desah pelan Gita membuat gue menghentikan aktivitas gue sesaat. Setelah gue memastikan kalo dia tidur lagi gue melanjutkan kembali aktivitas gue di dadanya, bedanya, kali ini gue nyelipin tangan gue ke bagian bawah kaos Gita, berusaha nyari tonjolan kecil di dada Gita. Setelah ketemu, gue perlahan-lahan mulai meremas dada Gita yang sedang itu, badannya tersentak karena sensasi yang asing ke badannya. Karena nggak tahan, gue singkap kaosnya sampe ke bagian dadanya, dan ngeliat dua buah dada sedang di depan gue. Insting gue mendorong gue perlahan-lahan ke bagian puting dadanya yang belum begitu menonjol, lalu gue sedot pelan puting kiri Gita sambil tangan gue mainin puting dia yang satunya lagi. Gita nggak bersuara lagi kaya tadi tapi tangan dia meluk gue lebih erat, entah karena keenakan atau gimana, gue gak ambil peduli soal itu. Gue sekarang ngadepin payudara sedang di depan gue, yang mana adalah favorit gue. Seluruh tubuh gue berfokus buat nyusu ke dada Gita, tanpa sadar kalo sebenernya si Gita udah mulai bangun dan tubuh bagian bawahnya ngerasain sensasi gatel yang luar biasa. Beberapa menit gue mainin kedua payudara Gita, gue masih belum bosen, malahan tambah nafsu ngeliatin putingnya yang berlumuran liur gue. Karena gemes, gue gigit kecil puting kanan payudara Gita yang membuat dia mengaduh agak keras.
"Eh udah bangun? Sorry ya ngebangunin kamu..." Kata gue dengan sedikit rasa bersalah karena bikin dia kaget.
"Nggak kak..."
"Sakit ya tadi? Sorry deh nggak lagi kok gitu," kata gue sambil mengelus lembut pipinya.
"Eng-enggak kak gapapa... Asal jangan kenceng-kenceng kalo gigit..." Muka Gita memerah karena malu.
"Masih mau lanjut?" Gue tanyakan hal itu sambil menatap mata dia penuh arti.
"Iya kak." Dua kata itu dikatakan Gita dengan lugas, bahkan tatapan matanya nggak menyiratkan keraguan sedikitpun. Kalo sudah gini, yang harus gue lakukan tentunya memperlakukan dia sebaik mungkin.
"Yaudah, ntar kalo sakit bilang ya." Kata gue lalu mencium bibir Gita lembut. Dia kelihatan agak gagap membalas ciuman gue, mungkin gue ciuman pertamanya, mungkin udah lama dia nggak dicium di bibir, entahlah, I don't really want to know.
"Buka ya bajunya?" Kata gue sambil pelan-pelan narik baju Gita ke atas lagi. Tapi tangan gue ditahan sama dia.
"Kenapa?"
"Malu kak... Dadaku kecil..." Kata Gita malu-malu sambil tetap menahan tangan gue yang berusaha buka bajunya.
"Gini deh, aku bakalan buka baju juga kok," gue duduk dan buka kaos yang gue pake, lalu menarik Gita agar duduk berhadapan dengan gue.
"Dan kamu tau nggak satu istilah di bahasa Inggris yang ditarik dari Jepang dari tahun 2004?",
"Apa kak?" Gita terlihat penasaran, dan gue mendekatkan wajah gue ke Gita, sampe hidung kita bertemu, lalu gue berbisik
"Flat is justice." Gue katakan itu dengan yakin lalu kembali mencium bibirnya yang sedang itu. Sementars itu tangan gue kembali ke bagian bawah kaosnya dan berusaha menanggalkan kembali kaosnya, tapi kali ini tidak ada perlawanan dari Gita, karena dia masih menghayati ciuman gue yang makin lama makin liar. Setelah gue berhasil melepaskan bajunya gue melepaskan bajunya gue melepaskan ciuman gue dan ngeliat Gita yang sudah setengah polos.
"Jangan ngeliatin kak... Malu..." Kata Gita sambil menutupi kedua belah payudaranya.
"Kenapa? Badanmu bagus kok, aku suka." guepun langsung memeluk dia lagi dan menindih dia perlahan. "I'll make this an unforgettable experience for you." Dan gue nyium dia sekali lagi.
Di ciuman gue kali ini Gita sudah mulai bisa merespon dengan baik, ditambah lagi dia mulai mainin lidahnya di rongga mulut gue, sesuatu yang gue paling nikmati dari dia. Dari bibirnya ciuman gue berpindah ke telinga Gita, gue emut telinga dia sambil sesekali jilatin lubang telinganya, dia ngerasa kegelian tapi responnya nggak begitu heboh, lalu gue pindahin ciuman gue ke leher Gita yang lumayan jenjang ini, dari semua bagian cewek yang gue suka leher adalah bagian kedua setelah payudara yang gue suka entah kenapa. Pas gue nyiumin lehernya, tangan Gita yang meluk kepala gue berusaha ngarahin kepala gue ke bawah, ke bagian favorit gue, yaitu payudara. Pas gue sampe di payudaranya, tangan gue yang sedari tadi gue pake buat meluk Gita gue pindahin buat mainin putingnya Gita. Pas gue emutin puting kanannya gue sesekali memilin puting kirinya.
"Ah ah ka....k mmmh kak kak." Suara desahan Gita berubah jadi panggilan ke gue.
"Kenapa Git?" Gue menghentikan aktivitas gue.
" Hah hah hah........ Emut yang satunya kak..." Kata Gita sambil menata nafasnya. Tanpa buang waktu gue langsung Emut puting kirinya dengan ganas. Tangan Gita yang dari tadi cuma meluk lembut sekarang menahan gue agar nggak lepas dari payudara kirinya. "Ah iya kak! Ah enak kak... Mmmh terusin hah hah hah iya itu... Agak digigit dikit." Gue langsung gigit kecil payudara kirinya sambil tangan gue perlahan-lahan ke bawah, mengelus-elus perutnya. "Ah iya kak gitu! Enak kak... Ah... Ah kak aku mau... Ah kak aku mau pipis kak!" Tapi gue tetep melanjutkan perlakuan gue ke payudaranya, "ah kak aku pipis kak ah... Ah kaaak..." Pelukan erat Gita perlahan mengendur setelah teriakannya mulai melemah, Gita menata nafas setelah beberapa saat mengejang karena orgasme pertamanya.
"Ah kak aku... Pipis hah hah hah hah..." Kata Gita sambil terengah-engah.
"Itu bukan pipis sayang, itu orgasme, gimana rasanya?"
"Bener kata kak Anin, orgasme enak, haaah..." Nafas Gita mulai teratur setelah orgasme tadi.
"Ini masih belum selesai kok, malam masih panjang, oke?" Tanpa menunggu balasan dari Gita gue langsung Emut payudara kirinya, yang kelihatannya adalah titik sensitifnya.
"Ah kak! Ah iya gitu kak... Aduh enak kak..." Suara desahan Gita menggema di seluruh ruangan, kelihatannya dia sudah nggak malu lagi buat mengekspresikan nafsunya. Masih dengan terbaring gue menyelipkan tangan gue ke dalam hotpants Bianca yang dia pake. Di dalamnya terasa masih ada celana dalam yang sudah agak lembab karena sisa orgasmenya tadi. Gue berusaha ngelepasin celananya, yang dibantu oleh punggungnya yang agak naik, beberapa saat kemudian, tubuh polos Gita sudah terpampang sepenuhnya. Ciuman guepun turun perlahan ke perut Gita, sambil tangan gue masih ngremesin payudara Gita. Sampe akhirnya gue ada di depan kemaluan Gita. Kemaluannya terlihat mengkilat karena sisa orgasmenya tadi. Perlahan gue masukin jari tengah gue ke vagina Gita, sesaat Gita bergetar karena rangsangan gue di vaginanya, kedua tangannya sekarang megang tangan gue, entah pingin nahan gue atau gimana. Gue tetep ngocokin vagina Gita, yang bikin dia mengerang keenakan.
"Kak... Peluk..." Kata Gita beberapa saat setelah gue mainin vaginanya. Padahal gue sebenernya pingin ngoral dia, tapi karena dia manja gini gue jadi nggak punya kekuatan buat nolak. Langsung gue pindah posisi jadi tidur di samping dia, tangan kanan gue jadiin bantalan buat dia tidur dan tangan kanan gue ngelusin pipi Gita.
"Lanjutin lagi gapapa..." Bisik Gita ke gue, yang gue bales senyum dan mindahin tangan kiri balik ke vaginanya dia. Pas gue mainin vaginanya, gue juga nyium Gita, yang membuat dia kewalahan buat ngendaliin ciumannya. Sekarang ciumannya bener-bener nggak beraturan tapi itu malah bikin dia jadi keliatan sexy di depan gue. Selain nyium gue dia juga melampiaskan keenakannya dengan nyiumin dada gue, yang bikin gue makin sange dan bikin penis pingin segera keluar dari sarang.
"Eh git, gue buka celana ya? Nggak kuat gue..." Kata gue sambil buka celana. Pas penis gue keluar, mata Gita ngeliatin kemaluan gue dengan tatapan yang... Heran? Yang pasti mukanya keliatan bingung.
"Itu ntar... Masuk punya aku?" Tanya dengan sedikit ragu, gue ngeliat ada sedikit ketakutan dari nada bicaranya.
"Iya, but I'll make sure I'll do it as softly as possible, ntar kalo sakit bilang aja, oke?"
"Oke kak." Kini mata terlihat Gita lebih rileks dari sebelumnya.
Gue langsung pasang posisi nindih Gita lagi, dengan tangan kanan gue mainin payudara kirinya dan tangan kiri ngarahin penis gue ke vagina Gita. Gue langsung serang Gita dengan tiga rangsang kuat dari payudara, vagina, dan ciuman gue, yang sukses bikin Gita kelojotan.
"Ah mmmh kak!" Gita teriak lagi, badannya sedikit mengejang dan pelukannya mengencang, kepala penis gue disembur cairan cinta dari vagina Gita lagi. Sambil nungguin dia agak tenang, gue mainin penis gue biar makin tegang. Setelah gue rasa cukup, gue masukin perlahan penis gue ke vagina dia.
"Mmmph..." Gita menggigit bagian bawah bibirnya seiring dengan gue yang masukin penis gue ke vaginanya. Gue terus ngelakuin kontak mata ke dia biar tau apa yang dia rasain. Ketika penis gue menemukan sebuah penghalang, Gita ngeliat gue dalam-dalam, karena tau apa yang kita lakuin setelah ini nggak akan bisa diulang lagi. Karena kepalang tanggung, gue tetep mainin vagina dan payudaranya agar dia lebih rileks. Desahannya lembut bikin gue gak tahan buat nembus selaput daranya, tapi gue sadar kalo dia harus diperlakukan selembut mungkin.
"Hh... Mmhh... Kakh..." Ucap Gita di sela-sela desahannya. Matanya ngeliat ke gue berkata kalo dia udah siap buat langkah selanjutnya.
"Ntar bakalan sakit dikit, tapi kalo nggak kuat bilang ya?" Kata gue yang dibalas anggukan oleh Gita, lalu gue cium lembut bibir Gita yang dibalasnya ganas karena nafsu yang sudah tinggi. Perlahan gue pasang ancang-ancang buat nembus selaput daranya, dan dengan sekali tarikan nafas, gue sodok vagina Gita keras-keras.
"Kak!" Gita kembali berteriak dengan keras sambil meluk gue erat lagi. Pas gue liat ke bawah, ada sedikit darah mengucur dari vagina Gita.
"Sorry ya sakit, habis ini aku pelan-pelan kok." Gue elus-elus pipi Gita sambil sesekali menyeka air mata yang keluar darinya, entah karena kesakitan atau karena dia tau gue udah ambil perawannya.
"Lanjutin lagi kak, tapi jangan keras-keras kaya tadi ya..." Ucap Gita manja, nafasnya sudah mulai stabil dan dia udah bisa senyum ketika gue ngeliat dia. Gue mulai main pelan dan ngeliat dia merem melek keenakan, sesekali dia mendesah bikin gue bergidik karena sange, tapi gue inget lagi gue harus main lembut karena ini pengalaman pertama Gita. Setelah beberapa saat tangan gue mulai gabisa diem, tangan gue mulai pindah dari punggung Gita ke depan lagi, ya apalagi kalo bukan payudara sedangnya itu, gue mulai remes-remes payudara Gita yang bikin dia makin blingsatan, "ahh iya kak enak kak... Terusin mmh Iyah itu kak aah Iyah..." Suara nikmat Gita bergema ke seluruh rumah, untung gue sendirian di rumah, gue baru tau kalo Gita ternyata rame banget kalo lagi hs, tapi gapapa sih, enak juga dengerinnya.
Bosen dengan posisi misionaris, gue tarik dia buat duduk, Gita sempet kaya linglung karena gue tiba-tiba berhenti, tapi gue langsung posisiin dia buat duduk di atas paha gue, dan dari bawah gue langsung tancep lagi sambil meluk dia agar nggak jatuh ke belakang sambil ngemutin kedua puting payudaranya yang bikin Gita mendesah lagi dan lagi. Bagian bawah Gita sekarang lebih aktif dengan sesekali nyamain irama permainan gue, sambil kedua tangannya terus nahan kepala gue agar nggak pergi dari dadanya. Peluh kita berdua sudah menjadi satu di kulit, nafas permainan kita bener-bener seirama, gue gapaham gimana ceritanya tapi yang pasti permainan gue dan Gita saat ini udah bener-bener sinkron, dan ini bikin gue segera sampe klimaks.
"Sayang aku udah mau keluar..." Bisik gue di tengah-tengah permainan kami.
"Ahh iya sayang... Aku juga..."
"Ntar aku keluarin di luar ini," kata gue yang masih ingin main aman sama dia.
"Ahh iya deh serahh... Mmhh..." Kata Gita yang tampaknya masih terlalu menghayati permainan kami. Beberapa saat kemudian gue ngerasa gue udah mau keluar jadi gue agak kendorin biar nggak lupa buat nyabut penis gue. Di luar dugaan pas gue ngendorin kecepatan gue, si Gita malah nyepetin permainannya dengan permainan vaginanya yang malah bikin gue cepet mau keluar. "Ah cepetin aja kak terus aku mau mmh kaaak enaaak aaah iya kaaak..." Suara Gita makin gak beraturan seiring dengan nafsunya yang makin ke puncak, pas gue mau cabut penis gue, si Gita malah terus meluk gue erat, biar nggak kecolongan gue langsung balik ke posisi misionaris dan nyepetin permainan gue.
"Ahh iya cepet gitu kak benerrr ah kaaak aku mau... Ah kaaaak...." Cairan cinta Gita mengalir deras. Gita kembali mengerang panjang dan mengejang lebih hebat dari sebelumnya. Sementara gue? Untungnya gue berhasil ngeluarin penis gue tepat waktu dan ngeluarin sperma gue di bawah perut Gita.
"Shit hampir sukses gue bikin anak," Batin gue ngeliat sperma gue yang banyak di perut Gita.
Setelah permainan hebat itu kita berdua berpelukan, lalu gue nyuruh dia mandi dan gue mau mandi di kamar Bianca. Awalnya dia nggak mau gue tinggal, tapi setelah gue kasih tau kalo gue nggak ke mana-mana akhirnya dia mau mandi. Pas gue mandi gue liat kemaluan gue ada bercak darah. Iya, darah perawan Gita, ngeliat itu gue ngerasa bersalah dan memutuskan buat minta maaf ke Gita.
Selesai mandi gue kembali tiduran di kamar gue, nggak lupa gue masukin bed cover gue yang jadi saksi permainan kami ke mesin cuci. Beberapa menit kemudian Gita juga udah selesai mandi, kembali menggunakan pakaian yang tadi dia pinjam.
"Eh kamu pake baju itu lagi?" Tanya gue agak heran.
"Iya kak, kan nggak bau... Cuma dalemannya aja sih yang aku lepas... Basah soalnya..." Gita kembali malu-malu ngomongin itu ke gue. Lucu juga padahal kita barusan menelanjangi diri kita, dalam arti literal.
"Oh iya gapapa kok, sini, mau aku peluk?" Gita tidak membalas pertanyaan gue tapi dia langsung tidur di pelukan gue. "Maaf ya Git."
"Kenapa maaf kak?"
"Itu... Aku udah ngambil keperawanan kamu..." Gue bener-bener bingung gimana cara ngomong ini dengan lebih lembut.
"Oh... Iya kak, gimana lagi, awalnya aku juga mikir apa ada yang bakal mau sama seorang idol yang udah nggak perawan... Tapi setelah aku pikir lagi, aku ngerasa udah ngasihin keperawanan aku ke orang yang tepat. Bukan ke orang yang memperlakukan aku sebagai idol, tapi sebagai wanita." Gita lalu memeluk gue erat, sedangkan gue ngerasa bingung harus merespon apa.
"Makasih ya kak," kata Gita dalam pelukannya.
"Aku tau yang makasih." Gue kecup keningnya dan kita berdua tidur lagi.
-----
Sekarang jam 8.23 dan gue nganterin Gita pulang, sekalian mau meeting sama staf lain. Gue tadi baru ngecek hape ternyata meeting-nya jam 10. Untung gue nggak kesiangan walaupun tadi malem (atau dini hari lebih tepatnya, karena setelah gue cek ternyata gue main jam 2 pagi) gue HS sama Gita.
"Eh git ini beneran gapapa aku yang anter pulang?" Kata gue saat mendekati daerah rumahnya.
"Iya kak gapapa, aku kemarin bilang orang tuaku kalo aku nginep di rumah Eli hehehe."
"Nakal ya boong sama orang tua, jangan diulangi lagi." Gue nyubit pipinya kecil, dia cuma ketawa-ketawa aja sama perlakuan gue.
"Tapi kalo handshake-nya boleh lagi?" Tanya Gita dengan tatapan menggoda.
"Ya... Kalo itu... Boleh kok..." Gue gapaham kenapa gue salting ngeliat dia sekarang. "Yang pasti kalo kamu mau ngelakuin itu pastiin sama orang yang kamu percaya ya, oke?"
"Iya kak." Gita lalu tersenyum manis ke gue. "Eh itu kak rumah aku di depan, udah turun sini aja ya, makasih buat pengalamannya ya kak." Gita lalu nyium bibir gue cepat.
"E--eh iya s--sama-ssama.." gue shock karena serangan mendadak Gita. Lalu sejenak kemudian Gita menuju rumahnya dan gue tancap gas ke rumah latihan.
-----
09.57 A.M.
"Ah untung gue gak telat" batin gue setelah masuk ke rumah latihan. Gue baru tau tadi kalo rumah Gita dan tempat latihan jaraknya lumayan jauh, ditambah lagi macet di jalan yang agak nggak masuk akal padahal udah bukan jam masuk kerja.
"Ah ini Nick dateng, udah ayo mulai." Kata Beby sambil masuk ke ruang meeting diikuti semuanya. Ternyata walaupun nggak telat, gue adalah orang terakhir yang Dateng. Banyak orang-orang yang gue kenal dan banyak juga sosok baru seperti GM Melody yang keberadaanya cuma sering didenger doang, karena perbedaan sektor kerja.
"Nah temen-temen, hari ini kita mau ngomongin tentang tim T yang baru," kata Bu GM membuka meeting hari ini.