194946060113
Semprot Lover
Ch 1: Pursuing My True Self.
"Nick, betul?" Suara wanita di depanku memecah kesunyian sejak aku duduk di sini.
"Iya, mbak"
"Eits jangan panggil mbak, panggil aja Hilda, people don't like being called 'mbak' here, kaya manggil pembantu soalnya hahaha." Oh begitu rupanya, pantesan cewek-cewek pada sensi pas ngomong sama gue.
"Uh sorry then mbak... I mean miss Hilda"
"Ah, sounds better, thank you Nick. Jadi kamu tau kan kamu sekarang ngapain?"
"Interview kerja" ucapku sambil agak bingung
"Good, di CV kamu ditulis kalo kamu lancar berbahasa Inggris pasif dan aktif, ditambah lagi kamu adalah sarjana bahasa Inggris di universitas Y. Bukannya nggak percaya, tapi..."
"Tapi?"
"You wouldn't mind doing the interview in English, would you?"
"... No I wouldn't mind, miss." Kata gue sambil berusaha senyum seringan mungkin. Gue sebenernya nggak begitu suka kalo disuruh ngomong bahasa Inggris sama orang lain. Bukannya sok iye atau gimana, tapi gue gak pede aja dengan aksen ngomong Inggris gue yang kalo kelepasan bisa mirip kaya orang Jawa baru belajar bahasa Inggris. Aneh banget didengerinnya. I guess I'll have to pay extra attention to accent in this interview, biar gak dikira bocah baru bisa bahasa Inggris
Kelanjutan interview ini nggak begitu penting sih, lebih banyak Miss Hilda nanya tentang masa kuliah gue yang sebenernya kalo dipikir-pikir gak penting juga ditanyain, kayanya Miss Hilda curiga kalo gue nembak ijasah karena muka gue yang gada potongan anak Sastra Inggris sama sekali. Ya yaudah lah ya emang dari bawaan jadi persetan, setelah beberapa pertanyaan gak penting lain baru dia tanya yang penting lagi nih, kayanya dia baru percaya gue bisa bahasa Inggris beneran.
"Jadi kamu tau kan perusahaan kita bergerak di bidang apa?"
"Agensi periklanan"
"Right, pernah ada pengalaman di bidang advertising sebelumnya?"
"Belum ada sih... Tapi saya bisa dan mau belajar dari nol kok, Miss"
"Hmm... Okay..." Kata Miss Hilda, kayanya dia bingung kenapa ada orang yang gak tau apa-apa tentang periklanan tiba-tiba ngelamar di agensi periklanan gede begini.
"Kamu di sini ngelamar jadi production assistant, kan? Apa yang bikin kamu pede milih itu?" Ternyata masih nanya lagi, tapi mukanya ngga keliatan gak yakin kaya tadi, lebih kaya penasaran dengan keunikan gue (yuck).
"Saya memilih bidang tersebut karena saya punya skill penunjang di bidang production assistant" ucap gue dengan pedenya, karena gue liat Miss Hilda udah percaya sama gue.
"Oh really? What is it?"
"Bu... Berbicara di depan umum maksudnya, Miss. I have a good public speaking skill" hampir aja gue bercanda dengan bilang skill gue adalah bullshitting. Ya emang sih kata orang gue pinter bullshitting, apalagi ke cewek, tapi sekarang bukan saat yang tepat buat nunjukin itu, apalagi ke Miss Hilda.
"Oh I see, dulu kamu pengalaman jadi MC?" Langsung gue agak bingung karena keanehan pertanyaannya.
"Maksudnya Miss?"
"Kamu bilang punya skill public speaking yang bagus, emang dulu seneng MC apa gimana gitu maksudnya" kata Miss Hilda sambil agak bete
"Oh itu... Nggak, Miss, dulu background saya di klub drama" kataku berusaha sejelas mungkin, sambil berusaha bikin dia mikir kalo gak cuma MC yang pinter public speaking.
"Wow, it's rare to see that here" kata Miss Hilda, gue cuma senyum bangga doang sambil ketawa kecil.
"Pengalaman apa aja di bidang drama?"
"Ya... Macem-macem sih Miss, pernah jadi aktor, sutradara, beberapa kali di bidang artistik gitu, publikasi juga, sama ngajar."
"Ngajar?"
"Iya, Miss, ngajar anak kecil gitu buat ekstrakulikuler"
"Tell me more about it" lah anjir ngapain dah kok nanya gapenting lagi? Eh apa jangan-jangan penting ya? Yaudah lah turutin aja pertanyaannya.
"Ya, saya beberapa kali diminta buat ngajar drama gitu di sekolah, biasa lah sampingan gitu Miss, kebanyakan saya ngajar anak SMA, tapi kadang juga ngajar anak SMP sama SD."
"Oh gitu... Susah gak sih ngajar akting gitu?"
"Ya kalo dibilang susah sih ya lumayan lah, apalagi kalo di tingkat SD sama SMP, karena nggak cuma ngajar akting tapi juga ngajar public speaking juga, bangkitin kepercayaan diri anak di depan panggung itu yang agak susah."
"Tapi berhasil?"
"Ya... Namanya juga anak2 pasti banyak kurangnya sih Miss, tapi banyak dari mereka malah ketagihan buat tampil di depan panggung, dan itu sudah bikin saya berhasil ngajar anak-anak"
"Bagus dong, kenapa nggak lanjut jadi pengajar aja?"
"Ya... Saya nggak ngerasa kalo dunia pendidikan adalah dunia saya aja sih Miss, I mean... It's fun, but I don't have that much courage in being an educator, belum lagi kalo mau jadi guru saya harus ambil kuliah lagi."
"Ah gitu... Okedeh, nanti kalo misal ada kelanjutannya I'll call you"
"So the interview is over, Miss?"
It's already over when we talk about your skill" fuck, ternyata Miss Hilda beneran cuma kepo sama gue. yaudahlah, untung gue memelas pas cerita tadi, semoga orangnya kasian terus gue diterima.
---
"Samlekom"
"Waalaikumsalam eh Nick cepet banget pulangnya"
"Iya, Bi, nggak diputer-puterin gojek lagi tadi"
"Hahaha bagus dong, kalo nggak disasarin lagi berarti udah sah jadi orang Jakarta"
"Anjir harus banget ya gitu, gila emang Jakarta"
"Nggak gila sih, tapi agak gak ramah buat orang baru" kata gue terus ke teras rumah, cari angin
Bi yang gue ajak omong dari tadi ini namanya Bianca, temen kuliah gue. Bedanya dia udah lebih dulu lulus dan pergi ke Jakarta, sedangkan gue baru dua Minggu di Jakarta. Gue tinggal di rumah dia, eh bukan sih, rumah papanya, gue ditawarin sama si Bianca karena dia gada temen di rumah, sedangkan papanya sendiri jarang di rumah. Gue iyain aja karena lumayan juga gausah mikirin tempat tinggal lagi selama di Jakarta. Anehnya, pas gue minta ijin ke papanya, dia oke-oke aja dan welcome ke gue dan malah semacam mempercayakan Bianca ke gue, padahal kata Bianca papanya jarang banget welcome ke cowok. Tapi yah... In the end gue di sini juga nggak nemenin dia karena dia lebih banyak main sama temen-temennya, nonton konser dan Hedon, sedangkan gue lebih fokus cari kerjaan dulu, dan gak suka Hedon sih pada dasarnya.
"Nih, you need cold drink in this hot weather" kata Bianca sambil bawain es sirup.
"Wah thanks loh, tumben baik, pasti ada apa-apa nih" kata gue setelah minum es sirup yang dibawain Bianca
"Ih apaan sih nggak lah, kan emang aku baek" kata dia sambil pura-pura nggak bersalah, tapi gue tau pasti dia ada sesuatu
"Iyasih baik, tapi tetep keliatan kali, mau keluar malem lagi ya? Sama si... Simba itu bukan si?"
"Ih namanya tuh Sambadha!"
"Nah kan bener kan berarti keluar kan?" Tembak gue, gue udah paham kebiasaan dia keluar sama si cowok satu ini setiap Kamis.
"Hehehehehehehe iya boleh ya Nick, jangan bilangin papa yah Nick" dia berusaha keliatan kek anak kecil minta mainan gitu, gue jadi gak tega(dan emang gabisa tega sama Bianca)
"Hm... Iyadeh keluar sana, tiati kalo ngewe pake caps" kata gue santai.
"Ih jangan keras-keras ntar tetangga tau gimana!" Si bianca masang muka kesel dan gue cuma ketawa aja liat ekspresi dia takut ketauan kalo suka main cowok.
"Hahaha iya iya iya sorry sorry'
"Huft... Eh Nick btw gimana interview tadi, lancar nggak?"
"Ya... Lancar si, tapi gue cerita banyak hal gapenting tadi"
"Hal gak penting apaan dah?"
"Tadi si interviewer suka dipanggil Miss, terus dia penasaran gitu sama kehidupan gue pas era drama"
"Terus terus?"
"Yaudah gue cerita, tapi gak banyak sih"
"Terus dia gimana responnya?"
"Ya... Biasa, dia tertarik sama hal yang jarang dilakuin orang"
"Tuh kan, mending kamu terusin deh kerjaan di seni pertunjukan gitu, banyak kan lowongannya"
"Haduh nggak feel gue bi buat kerja di bidang itu lagi"
"Come on, kamu dulu inget kan, you were once a nightingale Nick"
"The nightingale has lost its vocal cord bi," kata gue sambil mau masuk rumah.
"Eh tunggu!" Si Bianca nahan gue buat masuk rumah.
"Kenapa sih?"
"Aku tau kamu gak akan bisa jauh-jauh dari panggung, I know it from your eyes." Gue ngelepasin tangan gue dan ke kamar. Di dalem kamar gue cuma mikirin kata Bianca tadi.
"Iya, bi, aku pingin ketemu panggung lagi, I wanna have fun on the stage" kata gue lalu tidur.
---
2 weeks later
Total udah sebulan gue di Jakarta, dan gak ada kerjaan yang tembus sama sekali, cuma beberapa lamaran yang berlanjut interview, itupun gaada kelanjutannya, gue sampe coba buat ngelamar di kantor bursa efek tempat kerja Bianca, tapi juga gada kelanjutannya. Bahkan sampe kerjaan buat jadi satpam atau OB gue juga gak diterima entah kenapa. Gue udah hampir frustrasi karena perantauan gue gak membuahkan hasil terlepas dari semua usaha yang udah gue lakuin. Rasanya kaya gue gak pantes buat merantau ke Jakarta.
*Tok tok tok
"Heh makan, ini udah kupesenin mie ayam"
"Iya taruh aja depan pintu Bi," gue gaada mood buat pergi keluar kamar sama sekali, rasanya malu sama dunia, ngeliat gue yang kaya gini
"Ayok lah, kamu udah gak makan dari kemarin loh, cepetan makan"
"Iya, ntar"
"Nick, kalo kamu gak makan dan sakit, kamu kira cuma kamu yang susah? Aku gamasalah kamu sedih tapi jangan nyusahin orang lain lah at least." Begitu selesai ngomong gitu
Akhirnya... Gue nyerah, gue keluar dan ngikutin dia ke ruang makan. Omongannya tentang nyusahin tadi ngena banget ke gue, karena gue juga numpang di rumah dia.
"Nah gitu dong, nih, mie ayam is your soul food right?"
"I'm so..."
"If you have time to talk you better shove that noodle into your mouth"
"Okay, sorry" ternyata dia masih kesel karena gue nggak makan dari kemarin... Daripada nambah masalah gue abisin mie ayamnya dulu, yang ternyata habisnya sangat cepat, entah karena porsinya yang kecil atau gue yang kelaperan banget.
"Sorry ya bi, gue down banget gara-gara nggak nemu kerjaan" buka gue setelah mie kita berdua habis.
"Gausah diomongin, udah keliatan" katanya tajem tapi dia ngomong pake senyum yang bikin gue makin rileks.
"Apa jangan-jangan gue gak pantes ada di Jakarta ya? Nasib gue begini amat..." Kata gue sambil ke sofa di ruang tamu buat rebahan.
"Mikir lu kejauhan, nih," kata Bianca sambil ngasih air minum ke gue, lalu dia nyuruh gue duduk dan dia duduk di depan gue.
"Lu pikir cuma lu doang yang kaya gitu? Ada ribuan orang di Jakarta yang nasibnya sama kaya lu, tapi apa yang mereka lakuin? Mereka gak nyerah, dan mereka mau berusaha. Lu mau usaha nggak?" Tambah dia, jujur gue kaget ngeliat perubahan gaya omong dia, tapi gue inget kalo dia adalah orang yang straightforward. Tapi ngeliat perubahan gaya omong dia (dan anehnya logat dia yang ngomong Lu gue) gue cuma bisa melongo saking anehnya dia kalo ngomong pake lo gue.
"Heh malah bengong" tiba-tiba dia bikin gue sadar dari lamunan tentang anehnya logat Bianca
"Eh sorry, lu aneh kalo ngomong gitu," ucap gue spontan.
"Anjing! Orang serius juga, iya emang logat aku aneh, udah puas?" Kata Bianca sambil pura-pura kesel.
"Bukan gue yang ngomong ya, gue ngiyain doang"
"Iiiiih ngeselin kan"
"Hahaha iya iya sorry Bi."
"Terus gimana pertanyaan gue?"
"Iya, gue mau usaha."
"Gitu dong, jangan omongan doang niru orang sini, mental juga. Jakarta keras bos!" Kata dia sambil ngajak gue fist bump, dan gue menyambut ajakannya.
"Sumpah kalo misal ada kerjaan yang tembus, jadi apaan aja deh, bakalan gue terima sekalipun jadi tukang sampah." Ucap gue sambil minum lagi.
"Beneran nih? Ntar aku bilangin RT sini ah biar ngerekrut kamu jadi hansip, hihihi."
"Yee gak gitu juga dong, muka kaya gini masa..."
*DRRT DRRT*
Tiba-tiba hape gue geter. Pas gue cek, ada telpon tapi gue gatau siapa.
"Halo?"
"Ini Nick kan? Ini Miss Hilda." Gue kaget, ini pertama kali ada yang nelpon setelah interview, langsung gue loudspeaker biar si Bianca denger juga
"Oh Miss Hilda? Kenapa Miss? Saya diterima kerjaan ya?" Kata gue saking excited-nya, si Bianca ikut excited sambil nutup mulut dia biar gak teriak.
"Oh nggak sih Nick, kamu nggak diterima di Dentsu." Lah anjing? Miss Hilda nelpon cuma buat ngabarin gue gak diterima? Anjing banget. Gue mulai emosi tapi Bianca nenangin gue dengan ngelus tangan gue pelan.
"Oh gitu Miss... Oke deh makasih ya buat infonya." Gue udah gak tahan pingin nutup telponnya daripada tambah emosi.
"Eh tunggu! Saya nelpon karena mau nawarin kamu, Ada anak perusahaannya Dentsu yang butuh bantuan kamu, tertarik nggak?"
"Maksudnya bantuan saya Miss?" Gue masih bingung memproses semua info dari Miss Hilda
"Aduh lemot banget deh, ini ada kerjaan, mau nggak?" Tembak Miss Hilda. Gue tatap-tatapan sama Bianca, dan dari tatapan mata kita, gue tau mau jawab apa.
"Mau, Miss!" Kata gue sambil agak teriak karena excited (lagi).
"Nah gitu dong, nanti jam dua kita meeting ya, tempatnya aku shareloc ke kamu habis ini, udah ya, bye" Miss Bianca langsung nutup telponnya.
"Loh Miss, makasih Miss... Halo? Halo?? Halooo??? Lah udah ditutup... Bi... Tadi itu.... Pekerjaan! Biiiiii gue diterima kerja! Yeaaaay!!!" Gue lompat-lompat mirip bocah play group main lompat tali saking senengnya, akhirnya setelah sebulan gue di sini semua ada hasilnya. Gue tarik tangan Bianca dan gue ajak dia loncat-loncat sama gue. Setelah kita berdua agak tenang, gue ngecek pesan dari Miss Hilda dan ngeliat lokasi meeting kita.
Ntar kita ketemu di Cafe xxxxxxxx di FX Sudirman.
*Location received*
"Bi, lu tau FX Sudirman?"
"Tau lah, deket tempat kerja gue kok, meeting di sana? Bareng aja, ntar gue dijemput kok."
"Ah iya ini meeting di cafe sana. Ini gapapa gue bareng? Gue gaenak sama si Samba..."
"Udahlah gausah sungkan, dan namanya Sambadha, bukan Samba. Emang joget apa..." Kata Bianca sambil agak cemberut karena gue becandain pacarnya (lagi).
"Lah bukannya emang sering dijogetin lu sama dia?"
"Ih ngeseliiiiiiiiin."
---
1.50 P.M. di sebuah kafe di FX Sudirman
"Hmm mana ya orang-orangnya ini..." Gue nyeruput affogato yang udah gue pesen 10 menit sebelumnya. Saking gue nervous-nya gue dateng jauh sebelum waktu ketemuan, selain biar gak telat dan malu-maluin. Setelah duduk-duduk dan nunggu, baru 5 menit kemudian Miss Hilda Dateng dengan dua orang cewek, yang satu keliatan lebih tua dari gue sedangkan yang satunya keliatan seumuran sama gue.
"Eh Nick udah dateng aja kirain masih otw, udah lama kah?" Buka Miss Hilda setelah pesen minum dan duduk di meja gue.
"Nggak kok Miss, barusan banget kok "
"Gausah bohong deh, es di affogato-mu udah cair gitu," sahut Miss Hilda dengan ringan dan disambut tawa kedua cewek di sampingnya.
"Ohiya jadi lupa ngenalin. Nick, ini Kinal sama Beby. Nah guys, ini Nick, orang yang gue bicarain kemarin." Sambung Miss Hilda dan dilanjutkan gue yang salaman sama mereka.
"Jadi Nick, mereka berdua ini..."
"Nick, apa yang kamu pikirin kalo denger kata idola?"
"Nick, betul?" Suara wanita di depanku memecah kesunyian sejak aku duduk di sini.
"Iya, mbak"
"Eits jangan panggil mbak, panggil aja Hilda, people don't like being called 'mbak' here, kaya manggil pembantu soalnya hahaha." Oh begitu rupanya, pantesan cewek-cewek pada sensi pas ngomong sama gue.
"Uh sorry then mbak... I mean miss Hilda"
"Ah, sounds better, thank you Nick. Jadi kamu tau kan kamu sekarang ngapain?"
"Interview kerja" ucapku sambil agak bingung
"Good, di CV kamu ditulis kalo kamu lancar berbahasa Inggris pasif dan aktif, ditambah lagi kamu adalah sarjana bahasa Inggris di universitas Y. Bukannya nggak percaya, tapi..."
"Tapi?"
"You wouldn't mind doing the interview in English, would you?"
"... No I wouldn't mind, miss." Kata gue sambil berusaha senyum seringan mungkin. Gue sebenernya nggak begitu suka kalo disuruh ngomong bahasa Inggris sama orang lain. Bukannya sok iye atau gimana, tapi gue gak pede aja dengan aksen ngomong Inggris gue yang kalo kelepasan bisa mirip kaya orang Jawa baru belajar bahasa Inggris. Aneh banget didengerinnya. I guess I'll have to pay extra attention to accent in this interview, biar gak dikira bocah baru bisa bahasa Inggris
Kelanjutan interview ini nggak begitu penting sih, lebih banyak Miss Hilda nanya tentang masa kuliah gue yang sebenernya kalo dipikir-pikir gak penting juga ditanyain, kayanya Miss Hilda curiga kalo gue nembak ijasah karena muka gue yang gada potongan anak Sastra Inggris sama sekali. Ya yaudah lah ya emang dari bawaan jadi persetan, setelah beberapa pertanyaan gak penting lain baru dia tanya yang penting lagi nih, kayanya dia baru percaya gue bisa bahasa Inggris beneran.
"Jadi kamu tau kan perusahaan kita bergerak di bidang apa?"
"Agensi periklanan"
"Right, pernah ada pengalaman di bidang advertising sebelumnya?"
"Belum ada sih... Tapi saya bisa dan mau belajar dari nol kok, Miss"
"Hmm... Okay..." Kata Miss Hilda, kayanya dia bingung kenapa ada orang yang gak tau apa-apa tentang periklanan tiba-tiba ngelamar di agensi periklanan gede begini.
"Kamu di sini ngelamar jadi production assistant, kan? Apa yang bikin kamu pede milih itu?" Ternyata masih nanya lagi, tapi mukanya ngga keliatan gak yakin kaya tadi, lebih kaya penasaran dengan keunikan gue (yuck).
"Saya memilih bidang tersebut karena saya punya skill penunjang di bidang production assistant" ucap gue dengan pedenya, karena gue liat Miss Hilda udah percaya sama gue.
"Oh really? What is it?"
"Bu... Berbicara di depan umum maksudnya, Miss. I have a good public speaking skill" hampir aja gue bercanda dengan bilang skill gue adalah bullshitting. Ya emang sih kata orang gue pinter bullshitting, apalagi ke cewek, tapi sekarang bukan saat yang tepat buat nunjukin itu, apalagi ke Miss Hilda.
"Oh I see, dulu kamu pengalaman jadi MC?" Langsung gue agak bingung karena keanehan pertanyaannya.
"Maksudnya Miss?"
"Kamu bilang punya skill public speaking yang bagus, emang dulu seneng MC apa gimana gitu maksudnya" kata Miss Hilda sambil agak bete
"Oh itu... Nggak, Miss, dulu background saya di klub drama" kataku berusaha sejelas mungkin, sambil berusaha bikin dia mikir kalo gak cuma MC yang pinter public speaking.
"Wow, it's rare to see that here" kata Miss Hilda, gue cuma senyum bangga doang sambil ketawa kecil.
"Pengalaman apa aja di bidang drama?"
"Ya... Macem-macem sih Miss, pernah jadi aktor, sutradara, beberapa kali di bidang artistik gitu, publikasi juga, sama ngajar."
"Ngajar?"
"Iya, Miss, ngajar anak kecil gitu buat ekstrakulikuler"
"Tell me more about it" lah anjir ngapain dah kok nanya gapenting lagi? Eh apa jangan-jangan penting ya? Yaudah lah turutin aja pertanyaannya.
"Ya, saya beberapa kali diminta buat ngajar drama gitu di sekolah, biasa lah sampingan gitu Miss, kebanyakan saya ngajar anak SMA, tapi kadang juga ngajar anak SMP sama SD."
"Oh gitu... Susah gak sih ngajar akting gitu?"
"Ya kalo dibilang susah sih ya lumayan lah, apalagi kalo di tingkat SD sama SMP, karena nggak cuma ngajar akting tapi juga ngajar public speaking juga, bangkitin kepercayaan diri anak di depan panggung itu yang agak susah."
"Tapi berhasil?"
"Ya... Namanya juga anak2 pasti banyak kurangnya sih Miss, tapi banyak dari mereka malah ketagihan buat tampil di depan panggung, dan itu sudah bikin saya berhasil ngajar anak-anak"
"Bagus dong, kenapa nggak lanjut jadi pengajar aja?"
"Ya... Saya nggak ngerasa kalo dunia pendidikan adalah dunia saya aja sih Miss, I mean... It's fun, but I don't have that much courage in being an educator, belum lagi kalo mau jadi guru saya harus ambil kuliah lagi."
"Ah gitu... Okedeh, nanti kalo misal ada kelanjutannya I'll call you"
"So the interview is over, Miss?"
It's already over when we talk about your skill" fuck, ternyata Miss Hilda beneran cuma kepo sama gue. yaudahlah, untung gue memelas pas cerita tadi, semoga orangnya kasian terus gue diterima.
---
"Samlekom"
"Waalaikumsalam eh Nick cepet banget pulangnya"
"Iya, Bi, nggak diputer-puterin gojek lagi tadi"
"Hahaha bagus dong, kalo nggak disasarin lagi berarti udah sah jadi orang Jakarta"
"Anjir harus banget ya gitu, gila emang Jakarta"
"Nggak gila sih, tapi agak gak ramah buat orang baru" kata gue terus ke teras rumah, cari angin
Bi yang gue ajak omong dari tadi ini namanya Bianca, temen kuliah gue. Bedanya dia udah lebih dulu lulus dan pergi ke Jakarta, sedangkan gue baru dua Minggu di Jakarta. Gue tinggal di rumah dia, eh bukan sih, rumah papanya, gue ditawarin sama si Bianca karena dia gada temen di rumah, sedangkan papanya sendiri jarang di rumah. Gue iyain aja karena lumayan juga gausah mikirin tempat tinggal lagi selama di Jakarta. Anehnya, pas gue minta ijin ke papanya, dia oke-oke aja dan welcome ke gue dan malah semacam mempercayakan Bianca ke gue, padahal kata Bianca papanya jarang banget welcome ke cowok. Tapi yah... In the end gue di sini juga nggak nemenin dia karena dia lebih banyak main sama temen-temennya, nonton konser dan Hedon, sedangkan gue lebih fokus cari kerjaan dulu, dan gak suka Hedon sih pada dasarnya.
Bianca
Jakarta masih terasa asing buat gue, banyak hal-hal yang ternyata baru gue rasain di sini. Yang pertama jelas hawanya yang panas mampus, ditambah polusi udara yang bikin pengap. Terus ada lagi yang gue heranin, yaitu para pengguna kendaraan yang pada gak sante, hampir di setiap perempatan pasti ada orang klakson2 gajelas. Terus ditambah lagi banyak orang yang iseng banget ke para perantau. Seperti yang gue omongin tadi, gue diputer-puterin sama tukang ojek pas pertama kali sampe di sini, dibilangnya emang jalannya gini, tapi gue heran juga kok lama banget sampe setengah jam dan diputer-puterin Mulu, ternyata setelah sampe dan liat di google map ternyata kalo jalan kaki cuma butuh waktu 10 menit. Terus baru kemarin juga, abis interview di salah satu tempat gue pesen gojek buat balik, dan diputer-puterin lagi, sampe akhirnya gue marahin si supir gojek dan akhirnya dipulangkan. Pas gue cerita ke Bianca malah diketawain doang, dan dia cerita kalo dia juga pernah disasarin pas pertama ke Jakarta. Gue jadi heran apa jangan2 orang2 pada apal muka pendatang ya?????? Terus ada lagi hal yang gue bingungin di sini, eh tapi lebih ke gue yang belum belajar sih, tentang bahasa di Jakarta, dan ini banyak banget sih, kaya penggunaan aku-kamu dan lo-gue. Di Jakarta gue baru tau kalo aku-kamu seringnya dipake kalo ke cewek yang deket sama kita doang, kalo misal kita pake aku-kamu kemungkinan paling besar si cewek salting, atau risih sama kita. Akhirnya gue ngebiasain pake lo gue, walaupun agak gatel di lidah karena nggak biasa. Pas nulis inipun jari gue gatel2 saking anehnya nulis pake lo gue. Penggunaan bahasa kedua udah disinggung pas gue ngomong sama Miss Hilda, tentang gimana orang-orang di Jakarta risih kalo dipanggil mbak. Tapi buat yang kedua ini masih random sih, kadang iya, kadang nggak, makanya gue juga agak bingung mau manggil orang dengan sebutan apa."Nih, you need cold drink in this hot weather" kata Bianca sambil bawain es sirup.
"Wah thanks loh, tumben baik, pasti ada apa-apa nih" kata gue setelah minum es sirup yang dibawain Bianca
"Ih apaan sih nggak lah, kan emang aku baek" kata dia sambil pura-pura nggak bersalah, tapi gue tau pasti dia ada sesuatu
"Iyasih baik, tapi tetep keliatan kali, mau keluar malem lagi ya? Sama si... Simba itu bukan si?"
"Ih namanya tuh Sambadha!"
"Nah kan bener kan berarti keluar kan?" Tembak gue, gue udah paham kebiasaan dia keluar sama si cowok satu ini setiap Kamis.
"Hehehehehehehe iya boleh ya Nick, jangan bilangin papa yah Nick" dia berusaha keliatan kek anak kecil minta mainan gitu, gue jadi gak tega(dan emang gabisa tega sama Bianca)
"Hm... Iyadeh keluar sana, tiati kalo ngewe pake caps" kata gue santai.
"Ih jangan keras-keras ntar tetangga tau gimana!" Si bianca masang muka kesel dan gue cuma ketawa aja liat ekspresi dia takut ketauan kalo suka main cowok.
"Hahaha iya iya iya sorry sorry'
"Huft... Eh Nick btw gimana interview tadi, lancar nggak?"
"Ya... Lancar si, tapi gue cerita banyak hal gapenting tadi"
"Hal gak penting apaan dah?"
"Tadi si interviewer suka dipanggil Miss, terus dia penasaran gitu sama kehidupan gue pas era drama"
"Terus terus?"
"Yaudah gue cerita, tapi gak banyak sih"
"Terus dia gimana responnya?"
"Ya... Biasa, dia tertarik sama hal yang jarang dilakuin orang"
"Tuh kan, mending kamu terusin deh kerjaan di seni pertunjukan gitu, banyak kan lowongannya"
"Haduh nggak feel gue bi buat kerja di bidang itu lagi"
"Come on, kamu dulu inget kan, you were once a nightingale Nick"
"The nightingale has lost its vocal cord bi," kata gue sambil mau masuk rumah.
"Eh tunggu!" Si Bianca nahan gue buat masuk rumah.
"Kenapa sih?"
"Aku tau kamu gak akan bisa jauh-jauh dari panggung, I know it from your eyes." Gue ngelepasin tangan gue dan ke kamar. Di dalem kamar gue cuma mikirin kata Bianca tadi.
"Iya, bi, aku pingin ketemu panggung lagi, I wanna have fun on the stage" kata gue lalu tidur.
---
2 weeks later
Total udah sebulan gue di Jakarta, dan gak ada kerjaan yang tembus sama sekali, cuma beberapa lamaran yang berlanjut interview, itupun gaada kelanjutannya, gue sampe coba buat ngelamar di kantor bursa efek tempat kerja Bianca, tapi juga gada kelanjutannya. Bahkan sampe kerjaan buat jadi satpam atau OB gue juga gak diterima entah kenapa. Gue udah hampir frustrasi karena perantauan gue gak membuahkan hasil terlepas dari semua usaha yang udah gue lakuin. Rasanya kaya gue gak pantes buat merantau ke Jakarta.
*Tok tok tok
"Heh makan, ini udah kupesenin mie ayam"
"Iya taruh aja depan pintu Bi," gue gaada mood buat pergi keluar kamar sama sekali, rasanya malu sama dunia, ngeliat gue yang kaya gini
"Ayok lah, kamu udah gak makan dari kemarin loh, cepetan makan"
"Iya, ntar"
"Nick, kalo kamu gak makan dan sakit, kamu kira cuma kamu yang susah? Aku gamasalah kamu sedih tapi jangan nyusahin orang lain lah at least." Begitu selesai ngomong gitu
Akhirnya... Gue nyerah, gue keluar dan ngikutin dia ke ruang makan. Omongannya tentang nyusahin tadi ngena banget ke gue, karena gue juga numpang di rumah dia.
"Nah gitu dong, nih, mie ayam is your soul food right?"
"I'm so..."
"If you have time to talk you better shove that noodle into your mouth"
"Okay, sorry" ternyata dia masih kesel karena gue nggak makan dari kemarin... Daripada nambah masalah gue abisin mie ayamnya dulu, yang ternyata habisnya sangat cepat, entah karena porsinya yang kecil atau gue yang kelaperan banget.
"Sorry ya bi, gue down banget gara-gara nggak nemu kerjaan" buka gue setelah mie kita berdua habis.
"Gausah diomongin, udah keliatan" katanya tajem tapi dia ngomong pake senyum yang bikin gue makin rileks.
"Apa jangan-jangan gue gak pantes ada di Jakarta ya? Nasib gue begini amat..." Kata gue sambil ke sofa di ruang tamu buat rebahan.
"Mikir lu kejauhan, nih," kata Bianca sambil ngasih air minum ke gue, lalu dia nyuruh gue duduk dan dia duduk di depan gue.
"Lu pikir cuma lu doang yang kaya gitu? Ada ribuan orang di Jakarta yang nasibnya sama kaya lu, tapi apa yang mereka lakuin? Mereka gak nyerah, dan mereka mau berusaha. Lu mau usaha nggak?" Tambah dia, jujur gue kaget ngeliat perubahan gaya omong dia, tapi gue inget kalo dia adalah orang yang straightforward. Tapi ngeliat perubahan gaya omong dia (dan anehnya logat dia yang ngomong Lu gue) gue cuma bisa melongo saking anehnya dia kalo ngomong pake lo gue.
"Heh malah bengong" tiba-tiba dia bikin gue sadar dari lamunan tentang anehnya logat Bianca
"Eh sorry, lu aneh kalo ngomong gitu," ucap gue spontan.
"Anjing! Orang serius juga, iya emang logat aku aneh, udah puas?" Kata Bianca sambil pura-pura kesel.
"Bukan gue yang ngomong ya, gue ngiyain doang"
"Iiiiih ngeselin kan"
"Hahaha iya iya sorry Bi."
"Terus gimana pertanyaan gue?"
"Iya, gue mau usaha."
"Gitu dong, jangan omongan doang niru orang sini, mental juga. Jakarta keras bos!" Kata dia sambil ngajak gue fist bump, dan gue menyambut ajakannya.
"Sumpah kalo misal ada kerjaan yang tembus, jadi apaan aja deh, bakalan gue terima sekalipun jadi tukang sampah." Ucap gue sambil minum lagi.
"Beneran nih? Ntar aku bilangin RT sini ah biar ngerekrut kamu jadi hansip, hihihi."
"Yee gak gitu juga dong, muka kaya gini masa..."
*DRRT DRRT*
Tiba-tiba hape gue geter. Pas gue cek, ada telpon tapi gue gatau siapa.
"Halo?"
"Ini Nick kan? Ini Miss Hilda." Gue kaget, ini pertama kali ada yang nelpon setelah interview, langsung gue loudspeaker biar si Bianca denger juga
"Oh Miss Hilda? Kenapa Miss? Saya diterima kerjaan ya?" Kata gue saking excited-nya, si Bianca ikut excited sambil nutup mulut dia biar gak teriak.
"Oh nggak sih Nick, kamu nggak diterima di Dentsu." Lah anjing? Miss Hilda nelpon cuma buat ngabarin gue gak diterima? Anjing banget. Gue mulai emosi tapi Bianca nenangin gue dengan ngelus tangan gue pelan.
"Oh gitu Miss... Oke deh makasih ya buat infonya." Gue udah gak tahan pingin nutup telponnya daripada tambah emosi.
"Eh tunggu! Saya nelpon karena mau nawarin kamu, Ada anak perusahaannya Dentsu yang butuh bantuan kamu, tertarik nggak?"
"Maksudnya bantuan saya Miss?" Gue masih bingung memproses semua info dari Miss Hilda
"Aduh lemot banget deh, ini ada kerjaan, mau nggak?" Tembak Miss Hilda. Gue tatap-tatapan sama Bianca, dan dari tatapan mata kita, gue tau mau jawab apa.
"Mau, Miss!" Kata gue sambil agak teriak karena excited (lagi).
"Nah gitu dong, nanti jam dua kita meeting ya, tempatnya aku shareloc ke kamu habis ini, udah ya, bye" Miss Bianca langsung nutup telponnya.
"Loh Miss, makasih Miss... Halo? Halo?? Halooo??? Lah udah ditutup... Bi... Tadi itu.... Pekerjaan! Biiiiii gue diterima kerja! Yeaaaay!!!" Gue lompat-lompat mirip bocah play group main lompat tali saking senengnya, akhirnya setelah sebulan gue di sini semua ada hasilnya. Gue tarik tangan Bianca dan gue ajak dia loncat-loncat sama gue. Setelah kita berdua agak tenang, gue ngecek pesan dari Miss Hilda dan ngeliat lokasi meeting kita.
Ntar kita ketemu di Cafe xxxxxxxx di FX Sudirman.
*Location received*
"Bi, lu tau FX Sudirman?"
"Tau lah, deket tempat kerja gue kok, meeting di sana? Bareng aja, ntar gue dijemput kok."
"Ah iya ini meeting di cafe sana. Ini gapapa gue bareng? Gue gaenak sama si Samba..."
"Udahlah gausah sungkan, dan namanya Sambadha, bukan Samba. Emang joget apa..." Kata Bianca sambil agak cemberut karena gue becandain pacarnya (lagi).
"Lah bukannya emang sering dijogetin lu sama dia?"
"Ih ngeseliiiiiiiiin."
---
1.50 P.M. di sebuah kafe di FX Sudirman
"Hmm mana ya orang-orangnya ini..." Gue nyeruput affogato yang udah gue pesen 10 menit sebelumnya. Saking gue nervous-nya gue dateng jauh sebelum waktu ketemuan, selain biar gak telat dan malu-maluin. Setelah duduk-duduk dan nunggu, baru 5 menit kemudian Miss Hilda Dateng dengan dua orang cewek, yang satu keliatan lebih tua dari gue sedangkan yang satunya keliatan seumuran sama gue.
"Eh Nick udah dateng aja kirain masih otw, udah lama kah?" Buka Miss Hilda setelah pesen minum dan duduk di meja gue.
"Nggak kok Miss, barusan banget kok "
"Gausah bohong deh, es di affogato-mu udah cair gitu," sahut Miss Hilda dengan ringan dan disambut tawa kedua cewek di sampingnya.
"Ohiya jadi lupa ngenalin. Nick, ini Kinal sama Beby. Nah guys, ini Nick, orang yang gue bicarain kemarin." Sambung Miss Hilda dan dilanjutkan gue yang salaman sama mereka.
"Jadi Nick, mereka berdua ini..."
"Nick, apa yang kamu pikirin kalo denger kata idola?"
Terakhir diubah: