Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

PERJUMPAAN – 3

--------------------
--------------------

messy-10.jpg

“Sayang….”
“Ehh… Aah…”

Suara tepukan antar badan bergema di kamar ini. Tubuh istriku berguncang-guncang di atas tubuhku. Rambut panjangnya tergerai, hampir menutupi buah dadanya yang tidak ditutupi oleh sehelai benang pun.

Aku berbaring di atas ranjang, hanya mengenakan t-shirt yang biasa kupakai ketika tidur. Listya tampak sedang fokus kepada gerakannya. Aku mencoba fokus kepada usaha kami malam ini. Usaha untuk menambah keturunan. Usaha untuk memperpanjang garis keluarga.

Kugenggam tangan Listya, sambil memperhatikan ekspresinya. Dia menggigit bibirnya sendiri sambil mencoba menikmati diriku.

Tapi, entah mengapa fokus kami pada seks hanya berputar masalah anak saja. Terlalu fokus kepada hasil, tanpa memperhatikan prosesnya. Kami menjadwalkannya dengan baik, dan teratur. Hingga entah bagaimana, ini semua menjadi rutinitas.

Membosankan? Kuharap tidak.

Stagnan? Ya, aku sudah menganggapnya seperti latihan sepakbola. Semakin sering dan rutin kita berlatih, gelar juara pasti akan bisa kita raih. Betul kan? Logikanya masuk, jelas. Tapi soal anak, katanya tidak semuanya terkait dengan logika.

“Sayang… Nnnhh… Sebentar lagi aku keluar…” bisik Listya. Dia masih menggigit bibirnya. Ekspresi khas dirinya. Aku memandang badannya yang curvy dan kencang, kulitnya yang kuning langsat, serta rambutnya yang panjang. Rambutnya tergerai dengan indahnya, sebenarnya. Buah dadanya yang bisa dibilang cukup besar itu tampak berguncang-guncang di tubuhnya.

Wajahnya tampak fokus, mencoba merasakan getaran yang ada di area kewanitaannya. Wajahnya yang syahdu, hidungnya yang indah dan bibirnya yang terlihat menggemaskan itu adalah pemandangan rutin di kamar ini.

“Aaah…” Listya mendadak bergetar. Dia menggenggam tanganku, sambil menegang di atas badanku. Dia lantas menjatuhkan dirinya di atas pelukanku. Aku memeluknya dan mencium rambutnya.

“Giliranku”
“…” Listya menjawab pertanyaanku dengan anggukan. Kami bertukar pandang sebentar. Aku berputar dan dia sekarang berada di bawah tubuhku.

Ya, sekarang giliranku di skenario yang sudah matang ini. Skenario yang matang karena dilatih berulang kali.

Baiklah. Mari kita tuntaskan malam ini.

--------------------

desain10.jpg

Aku meregangkan badanku di kursi yang terletak di balkon rumah sederhana kami ini. Rumah dua lantai yang cukup mungil, terletak di sebuah perumahan yang ada di pinggir selatan Jakarta. Aku menatap suasana yang masih baru dimulai. Matahari masih baru, dan dia malu-malu muncul. Untung hari ini adalah hari libur.

Sabtu, dan aku harus menikmati hari ini. Suasana seminggu ini sudah cukup melelahkan. Terutama masalah pekerjaan. Aku sedang memainkan handphoneku, sambil menikmati segelas kopi yang baru saja kubuat. Aku menyalakan sebatang rokok putih yang selalu menemaniku disaat aku membutuhkannya.

Kugenggam handphoneku sambil menghilangkan satu persatu notifikasi yang memenuhi alat komunikasi modern ini. Aku melihat ribuan kata dan ratusan foto yang cukup biasa-biasa saja, membosankan, bahkan ada yang menarik.

Mendadak, aku iseng mengetik sebuah nama yang kuingat, karena baru saja kemarin atasannya menyetujui konsep yang dibuat oleh anak-anak creative dengan aku sebagai ujung tombaknya.

Stephanie Hartanto. Kuketikkan nama itu di kolom pencarian sosial media.

Oh, digembok ternyata akunnya. Aku tidak bisa melihatnya sama sekali. Tak apa lah, tak penting juga. Yang penting adalah pada hari Senin besok, timnya akan memberikan budget produksi kepada kami. Budget inilah yang harus kami presentasikan kepada klien, sebagai keberlanjutan project iklan yang kupegang.

Aku sekarang mengecek beberapa akun instagram yang dipegang oleh kantor kami. Beberapa produk kecantikan, lalu ada juga produk elektronik, dan aja juga akun resmi sebuah film horor yang lumayan fenomenal, Lelawah. Kenapa fenomenal, karena di film itu, horornya bukan karena hantu atau supernatural.

Dan juga ada adegan-adegan ranjang yang lumayan panas di film tersebut. Not to mention nama film itu juga terangkat karena Hantaman mengisi lagu tema Lelawah. Waktu mengkonsepnya seru, karena selain dikonsep ketika sedang pandemi, beberapa kampanyenya pun out of the box. Terus terang aku tidak sabar bulan depan, ketika film itu akan rilis.

“Pagi”
“Eh hei”

“Mnnn… Kamu bangun pagi amat” istriku menguap dan dia duduk di kursi sebrangku. Dia melihat pemandangan biasa pagi ini. Pemandangan aku bercelana pendek dan berkaus belel sedang duduk melipat kaki di teras.

“Sayang soalnya, hari libur, kalo bangun siang gak berasa liburnya”

“Eh kamu semalem enak banget lho tidurnya, ngorok dikit-dikit gitu” sambarnya tanpa mengindahkan alasanku, kenapa aku bangun begitu pagi hari ini.

“Hari ini kamu mau jalan keluar apa mau santai di rumah aja?” lanjutnya, sambil mencoba mengumpulkan nyawanya yang mungkin tercecer pada saat perjalanan dari kamar tidur ke teras balkon ini.

“Belom tahu, sekarang jam 7 aja belum” jawabku sambil tertawa kecil, memperhatikan langit yang mulai berubah warna.

“Hmmm….” Istriku meregangkan badannya. “Kalau aku test pack sekarang gimana sayang?” mendadak dia bertanya satu hal yang rutin juga.
“Entar kali ya, nunggu kamu telat dulu” balasku dengan template yang sama, setiap dia bertanya soal hal tersebut di luar waktu yang lumrah.

“Aku udah telat sehari sih”
“Baru sehari, coba ntar tesnya pas seminggu”
“Hmmm…” jawabnya, sambil menatap ke arah gelas kopiku yang masih terisi setengah penuh. “Aku gak dibikinin nih?” tanyanya sambil menunjuk gelas itu dengan dagunya.

“Eh? Kamu kan belum bangun tadi… Masa iya aku bangunin buat Cuma nanya mau kopi apa engga? Entar kalo aku bikinin tanpa nanya sayang, keburu dingin pas kamu udah bangun….” Balasku.

“Hmmmm….” Dia kembali meregangkan badannya sambil berdiri malas. “Yaudah aku bikin dulu ya… Mendadak jadi pinginnya teh”
“Aneh, tadi ngomongin kopi sekarang jadi teh” tawaku kecil, sambil merasakan sedikit demi sedikit kesadaranku kembali persen demi persen.

Akhirnya, sambil menunggu istriku kembali dari petualangannya di dapur, aku melihat handphoneku lagi. Sekarang kau berpindah sosial media. Dari yang tadinya berkutat di sebuah platform membagikan foto-foto estetik -walau sekarang berubah jadi seperti aplikasi video pendek tetangga- aku sekarang sedang melihat-lihat media sosial yang katanya tidak norak sama sekali.

Ya, linkedin. Media sosial nan profesional yang isinya penuh dengan foto-foto pekerjaan, quote-quote penting yang penuh motivasi, dan foto profil dengan senyum lebar, seakan-akan hari esok pasti lebih baik daripada hari ini.

Aku melihat sebuah postingan yang membuatku memberhentikan jariku. Aku melihat sebuah artikel di posting.

“A study in changes within changes” atau dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti, “Mempelajari perubahan di dalam perubahan”.

Aku membuka artikel tersebut dan membacanya pelan-pelan. Haha, persis seperti yang tadi kupikirkan. Tentang perubahan yang dilakukan oleh beberapa platform social media yang membuat kami, para agency yang tugasnya melemparkan produk ke masyarakat, harus berpikir ulang tentang strategi yang baik dan benar untuk digunakan.

Artikel yang bagus. Yang nulis pun bukan sekedar akademisi. Tapi seorang praktisi advertising legendaris. Entah orang mana. Namanya susah, kayak huruf konsonan banyak gitu dirangkai jadi satu. Mungkin orang eropa timur, atau orang asia yang orang tuanya nyentrik. Entahlah. Yang penting, isi artikelnya luar biasa.

“Baca apaan?” mendadak istriku sudah kembai lagi.
“Oh… Ini, bagus deh” balasku.
“Artikel ya?”
“Iya, aku liat di linkedin…. Bagus banget”
“Tentang?”

“Sekarang kan medsos-medsos kayak yutub, instagram dan semacamnya kan ada menu khusus untuk upload video pendek…”
“Instagram reels gitu ya?” tanya istriku.
“Iya, yang mirip tiktok itu… Yang dimana emang si IG itu pengen gerak kesitu platformnya…. Nah, ini yang nulis artikel ngebahas gimana strategi kita untuk convey messages ke audience yang behaviournya berubah…”

“Aduh, bahasanya susah banget” tawa istriku.
“Yah, gitu deh, ngerti kan tapi?” balasku.
“Iya, tau-tau..” dia menarik nafas dan menyeruput teh dengan satu gerakan yang simpel. “Eh tapi kamu bukannya ga pernah buka linkedin?”

“Emang, sekali-kali ini aja” aku menjawab dengan mata yang masih terpaku. Istriku penasaran lalu dia sedikit beranjak dan mengintip layar handphoneku.

“Siapa yang share?”
“Temen kantor”
“Cakep amat fotonya” komentar istriku dengan nada penasaran.
“Oh, ini… si Stephanie yang share”

“Kayaknya aku pernah denger nama itu…. hmmm…. Kalo ga salah itu anak tim poduksi, produser ya? Yang baru masuk pas pandemi kemaren?” tanyanya sambil tetap melihat handphoneku.

“Iya, dia”
“Cakep ya ini anak… Cakep banget menurut aku”
“Masa?” jawabku cuek.

“Coba liat fotonya”
“Nih”

Aku menekan icon yang menggambarkan muka Stephanie. Istriku tampak kagum mendadak. Di foto itu, seorang perempuan yang memang good loking, memakai sebuah playsuit asimetris dengan warna yang unik. Senyumnya terlihat dingin, dengan tatapan tajam yang membuatnya terlihat pintar. Lipsticknya berwarna merah menyala, kontras dengan bajunya, tapi sangat cocok. Rambutnya disisir belah samping, seakan-akan rambut pendek selehernya itu panjangnya asimetris.

“Liat IG nya dong, kayaknya fashionable anaknya…” sambung istriku.
“Aku gak temenan di IG ama dia” balasku.
“Lah, katanya sekantor”

“Aku gak sedeket itu sama dia, lagian creepy gak sih kalo aku mendadak follow dia”
“Aduh, Cuma follow ig doang…..”
“Ha…” aku menyerah.

Kualihkan aplikasi linkedin ke instagram di depan muka istriku. Aku mengetik namanya kembali di kolom pencarian instagram.

Stephanie Hartanto. Kedua kalinya di pagi ini.

“Klik follow” bisik Listya.
“iya, aku juga tau”

Dengan dibawah permintaan sang istri, aku mulai mengirimkan permintaan follow pada akun tergembok milik Stephanie.

“Eh?”

Hanya butuh waktu beberapa detik untuk ia menerima permintaan tersebut.

“Bangun kayaknya anaknya” istriku tampak menang karena dia bisa melihat foto-foto yang di post oleh Stephanie. Aku hanya bisa tersenyum, melihat dia menikmati kemenangan kecilnya.

“Makanya nurut sama istri, instingnya kuat” sambung Listya. “Liat gih fotonya”
“Bentar ah”

Mendadak, aku melihat ada tanda merah di notifikasi pesan instagram. Aku melihat dan membuka pesan dengan otomatis. Dan aku melihat sebuah kalimat tertulis dengan sebuah typo error di dalamnya. Pesan dari Stephanie. Baru masuk detik itu juga.

“Pagi amat bangun Bang? Bary bangun lgsg follow nih?”

--------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd