Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)

Bidadari pendamping Yas favorit suhu di sini?

  • Inne

  • Dita

  • Ojay


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
bagus euy, marathon dari page 1, numpang nancep pasak dulu, semangat hu lanjutinnya
*team inne
 
jangan dipanggil hu... nanti tim cipeng & tim aldi ikutan nonggol. jadi susah semua 😁
 
PENGIKUT ALUR BAGIAN V

A LITTLE PIECE OF HEAVEN

Kejadian-kejadian yang tak dibayangkan sebelumnya sungguh mengejutkan, bagaimana tidak, semuanya di luar kendali Yassar yang hanya seorang hamba. Sedangkan, semuanya sudah diatur oleh sang Maha Pencipta dengan sedemikian rupa. Kita selaku hamba hanya bisa menjalaninya saja dengan penuh kehati-hatian dan hati yang merendah. Tak semua yang dikira buruk akan bermakna buruk, begitupun juga dengan hal-hal yang baik belum tentu bermaksud baik. Semuanya seakan seperti klise, rasanya menebak dan menampik suatu hal sama saja dengan meragukan keagungan semesta dengan beribu-ribu misteri yang menyelimutinya.

Begitulah kehidupan kiranya, semuanya penuh dengan teka-teki dan misteri. Tugas kita hanya perlu tabah dan menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Begitupun dengan Yassar, dari awal hidupnya yang serba bingung dan buntu, siapa yang mengira ia kini menjelma jadi seseorang yang penuh dengan tanggungjawab yang menumpuk di pundaknya.

Oke, kiranya cukup untuk prolog pada bagian ini wkwk. Balik lagi ke cerita. Kini, Yassar sudah kembali lagi ke Jogja, kota di mana ia berkembang dan menjelma menjadi seseorang yang penuh dengan wibawa. Seiring berjalannya waktu, kehidupannya semakin matang dan cukup dari segi mental dan financial. Ya! Salahsatu dari sekian banyaknya manusia yang bisa membuatnya seperti sekarang ini adalah orang-orang terdekatnya, khususnya perempuan dengan tinggi semampai, Inne Ingwie Lestari.

Mereka berdua semakin matang, masing-masing mempunyai prinsip yang kuat. Bukan rahasia umum lagi bahwa Inne sudah mapan terlebih dahulu ketimbang Yassar. Pertama, memang Inne berasal dari keluarga yang mempunyai privilege, meskipun semuanya Inne memegang kendali penuh untuk memilih hidupnya mau seperti apa. Tapi, selama ini ia berhasil mewujudkan kehidupan yang ia maui dan ia dambakan. Kedua, Inne adalah wanita karir yang cerdik untuk mengambil kesempatan dan benefit untuk kebaikan dirinya. Ia adalah tipe manusia workaholic, lebih disiplin dan tegas daripada Yassar kalau masalah pekerjaan. Jadi, ya Inne lebih unggul tentang integritas.

Yassar, ia berkembang dengan pesat setelah membulatkan tekadnya untuk merantau lagi. Hanya butuh beberapa tahun ia sukses mengubah hidupnya dengan usaha dan tekad yang gigih. Awalnya ia hanyalah seorang pemuda yang tak tahu arah dan tujuan hidup setelah berbagai hal menimpa dirinya. Bahkan, setelah kelulusan S1 nya ia menganggur selama 2 tahun. Selama itu juga ia menjadi “beban” untuk keluarga dan teman-temannya, Cipeng dan Aldi. Tapi, kedua temannya itu selalu berada di sampingnya atas dasar kesetiaan.

Kini, Yassar berubah jadi spiderman, tidak-tidak. Ia berhasil dengan apa yang ia pertaruhkan dalam hidupnya. Pertemuannya dengan Inne sungguh membawanya menjadi manusia yang jauh lebih baik. Inne seperti sosok penyelamat yang menarik tangan Yassar saat ia terjatuh untuk bangkit kembali dan memapahnya berjalan lagi dengan pelan, hingga akhirnya ia bisa berlari dengan sendiri.

Yassar bukanlah orang yang lupa dengan kebaikan yang telah diterimanya. Ia manusia yang mempunyai rasa balas budi yang baik. Kini ia membuat cafe dan distro clothing bersama dua orang sahabatnya di Bandung dan dikelola oleh Cipeng dan Aldi. Yassar juga membantu mensponsori biaya pendidikan Inne di Inggris sampai lulus.

Oh iya, keinginan Inne untuk mempunyai rumah pun itu adalah sumbangsih Yassar membantu mewujudkan keinginan kekasihnya. Meskipun pada saat itu, hubungan Yassar dan orang tua Inne masih terbilang abu-abu, tapi Yassar mempertimbangkannya atas dasar rasa percaya dan balas budi. Entah bagaimana akhirnya, bagi Yassar itu adalah sesuatu yang harus ia tuntaskan demi membalas semua kebaikan Inne padanya selama ini.

Pada bagian ini kita akan melihat perjalanan Yassar yang lebih next level, bagaimana perjuangannya kali ini? Bagaimana semesta akan menggiringnya kali ini? Sebuah misteri, dengan segala resiko yang telah Yassar ambil, mampukah ia mendapatkan apa yang selama ini telah ia tuai?

--oOo--​

(Dari sini kita akan memakai perspektif orang ke tiga, agar lebih leluasa menjelaskan setiap karakternya.)

1

Pagi itu Yassar sedang memilih bajunya di lemari untuk ia pakai ke tempat kerja.

“Heleh, tinggal milih baju aja pusingnya minta ampun, Yasss... Yasss...” ucapnya berkata sendiri.

Ia melanjutkan memilih baju, setelah beberapa menit akhirnya ia menemukan baju yang cocok dengan moodnya hari ini. Celana bahan abu-abu dipadukan dengan kemeja lengan panjang hitam bercorak putih abstrak.

“Lama-lama milih baju, ujungnya item-item juga yang diambil, hwasuuu...” umpatnya.

Ia kemudian menyisir dan merapikan rambutnya setelah menyemprotkan parfum.

“Mas, mau sarapan dulu? Bude siapin kalo mau, sebelum pulang...” ucap Bude Ijah.

“Oh, nggak usah, Bude. Nanti aja di kantor. Bude bawa aja itu makanan yang ada di kulkas buat di rumah,” balas Yassar.

“Aihhh... udah bilang ke Non Inne tapi kan, Mas?” tanya Bude Ijah.

“Udaaahhh... santai aja. Sok aja itu ambil buat Bibi, buat Gono, buat Pakde mah ini nih...” ucap Yassar sembari memberikan satu bungkus rokok.

Bude Ijah adalah orang yang mengurusi rumah Inne, eh, rumah Yassar juga sih... Ya pokoknya itu lah, selama Yassar di Bandung dan Inne di Inggris, keluarga Bude Ijah lah yang merawat dan mengurusi rumah itu. Pas awal pindahan pun, Pakde Hendrik lah tetangga pertama yang berinisiatif membantu mengurusi perihal keadministrasian kepada RT setempat. Kocaknya, ketika Pakde membantu mengurusi itu, ia tetiba nyeplos bahwa Yassar dan Inne sudah menikah. Tapi, keduanya baik Inne atau Yassar hanya tersenyum saja tak berusaha mengoreksinya.

Padahal sebelumnya tak pernah ada ucapan dari Inne ataupun Yassar kepada Pakde bahwa mereka sudah menikah, mungkin itu adalah tebakan dari Pakde saja yang melihat kekompakan Yas dan Inne, sehingga membuat Pakde berspekulasi seperti itu.

Alhasil, sampai sekarang pun, anehnya Pak RT tak curiga dan tak meminta kartu nikah atau semacamnya kepada mereka. Yas dan Inne hanya tertawa saja menanggapinya. Mereka tertawa dengan mengamiinkan itu semua di dalam hati kecilnya masing-masing.

Jadi, semenjak Inne membeli rumah, Yassar pun ikut mengemas barangnya dan meninggalkan kosannya, juga meninggalkan Dita di sana. Itupun dengan permintaan Inne yang sudah tidak diplomatis, karena Inne merasa itu adalah rumah Yassar juga. Memang dalam pembeliannya mereka membagi 60/40. 60% dari Inne dan 40% dari Yassar, meskipun pada awalnya Inne menolak, karena ini keinginannya, dan tak mau membebani Yassar. Tapi, Yassar berhasil meyakinkan Inne. Itulah kenapa alasan Yas dan Inne tinggal serumah sebelum perpisahan mereka, Bandung-Inggris.

“Pakde... rokok ada di Bude...” ujar Yassar pada Pakde yang sedang memotong rumput bagian depan rumah.

“Pancen iki... muantappp... Esuk-esuk wes ngganteng, rapih...” balas Pakde.

Sementara Yassar mengeluarkan motornya dari garasi.

“Lhoh, motoran tah, Mas?” tanya Pakde.

“Iyo, Pakde. Macet lah, ora apik kanggo kesehatan jantung...” balas Yassar yang mulai menyalakan mesin motornya.

“Yo wes, kapan balike Non Inne, Mas?” tanyanya.

“Semingguan lagi Pakde... Nopo toh? Kangen tah karo rabiku?”

“Yooo... sopo sing ra kangen karo Non Ayu sing Ayune sak jagat Jogja, Masss... Masss...” ucap Pakde tertawa.

“Iyo tho? Yo wis mengko kulo sampaikan...”

“Hahaha guyon tho Masss... sing penting Non Ayu e sehat, ojo berantem terus karo sampeyan... Ojo nggawe masalah...”

“Ora... seng awit kapan Inne perang karo aku weeehhh...???”

“Hwalahhh... krungu loh aku Mas bokat Non Ayu nangis gara-gara cemburu karo sampeyan...”

“Su... mengada-ngada wong tua iki, ndagel...”

“Mana ada kulo seng sholeh iki menyakiti hati seorang perempuan Pakdeee...” sambung Yassar.

“Uwis tho Paaakkk... Mas Yassar e arep mangkat kerja lhoh, malah digodain terus ikiii...” ucap Bude nimbrung seraya memberikan kunci rumah padaku.

“Iki, Mas. Kunci e, bokat klalen...” sambung Bude.

“Yo wes... aku berangkat dulu yaaa... Bukdeee... Pakdeee...” ucap Yassar menunggangi motor.

“Iyooo, hati-hati...”

“Oh iyooo... sek Masss... waktu itu Non Dita ke sini, kebetulan Pakde dan Bude lagi ada tamu, jadi engga bisa njamu...” ucap Pakde.

“Ya rapopo tho Pakde, karo sapa Pak mene e?” tanya Yassar.

“Dewe’an, Mas. Biasa e karo sapa, Bu?” tanya Pakde ke Bude.

“Iku lho, Mas. Sapa sih jeneng e, Tar-tar opo ya...”

“Oh iya... Atar...” jawab Yassar.

“Nah iku... tapi waktu itu dewe’an mene e...” ucap Bude.

“Oalah... ya wis, mengko kulo tanyakan karo Dita e...”

“Mangkat ya Budeee...” sambung Yassar yang langsung tancap gas.

Ya sedikitnya, seperti itulah gambaran keakraban Yassar dengan Pakde dan Bude. Obrolan mereka biasanya campur antara Jawa-Indo. Ya, meskipun Yassar lebih cenderung memakai bahasa Jawa Cirebon sih.

2

“Pagi, Pak...” ucap seorang karyawan menyapa Yassar.

“Pagi...” jawabnya dengan ramah.

Ia terus melangkahkan kaki menuju ruangannya, berkali-kali manggut dan tersenyum kepada setiap orang yang menyapanya itu cukup membuat lelah. Bagaimana tidak, semua karyawan tahu siapa Yassar di kantor itu. Ia cukup memiliki peran penting di perusahaan, selain menjadi tangan kanan Bu Ratna, ia pun terbilang luar biasanya atas kontribusinya. Wajar, jika semua orang menaruh respek kepadanya.

Ruangan Yassar berada di lantai 6, dimana itu adalah lantai para petinggi perusahaan. Satu lantai dengan para CEO dan jajarannya. Setelah menaiki lantai 6 melalui lift, ia langsung berbelok ke arah kiri untuk ke toilet terlebih dahulu.

“Pak...” sapa OB padanya.

Yassar tersenyum padanya dan langsung masuk ke toilet untuk menuntaskan hajatnya, buang air kecil.

*kringgg... kringgg...*

Ponsel Yassar berdering, menandakan ada video call masuk. Yassar tersenyum memandangi layar ponselnya.

“Hallo...”

“Sayang... udah berangkat kerja?”

“Udah, ini lagi di toilet dulu hehe...”

“Ngapain kamu?”

“Pipis...”

“Sayang maaf aku gak bangunin, aku juga kesiangan ini ngampus...”

“Iyaaa... gak papa, pasti bangun kok dengan otomatis.”

“Apanya yang bangun? Hihi...”

“Dua-duanya, hahaha...”

“Sekarang bangun nggak?”

“Bangun, kan nahan pipis...”

“Aaa... liat...”

“Ngaco ah! Kan semalem udah sayang...”

“Hehe iya-iyaaa... ini aku juga kesiangan gara-gara semalem deh sayang...”

“Hahaha, lagian kamunya sayang malah pengen lagi... jadinya kecapean terus kesiangan kan...”

“Hehe abis kangen banget siii... gak sabar pengen ke sanaaa... pengen berduaan sama kamu di rumah...”

“Iyaaa sayang... nanti yaaa... kalo udah di rumah kita quality time berdua...”

“Ajak si Neng, nggak?” sambung Yassar.

“Jangan ah, sama aku dulu khususon. Hahaha...”

“Haha... iya-iya sayang... aku juga maunya sama kamu berdua tanpa ada yang ganggu...”

“Hihi... sayang kamu makan dulu nggak?”

“Nggak sayang.”

“Kenapa? Bude masak kan?”

“Iya masak, nawarin juga, tapi aku bilang makannya di kantor aja...”

“Oh ya udah kalo gitu... have a nice day sayang... i love you...”

“You too honey, i love you more...”

“Eh sayang! Jadi ketemu Codot?”

“Jadi sayang, nanti pulang kerja, udah janjian juga...”

“Oke... titipin salam aku buat Codot yaaa... salamin juga nanti salam pukulku buat si bajingan Novian!”

“Hahahaha... siap laksanakan komandan!”

“Inget ya! Hati-hati sayang... jangan bahayain diri kamu sendiri sayang... aku gak mau!”

“Iyaaa sayang...”

“Ya udah, aku bentar lagi nyampe kampus ini. Bay sayang...”

“Bay sayang...”

“Muach...”

“Muach...”

Setelah mengakhiri perbincangan di video call. Inne mengirim foto selfie padanya. Bibir Yassar langsung merekah seketika. Inne begitu cantik di foto itu, mengenakan pashmina abu yang dibaluti ciput, tak lupa kacamatanya yang membuat manis dan tindik di hidungnya yang membuat Yassar tergila-gila karena penampilan edgy kekasihnya.

Yassar mengingat kejadian semalam, ketika Inne melampiaskan nafsunya, begitupun Yassar, melalui video call. Mau gimana lagi, cara paling mutakhir ketika LDR ya vcs. Hahaha... tapi, Yassar tak mengizinkan Inne menggunakan sex toys selama mereka melakukan itu. Inne pun setuju, dan ia tak mau.

Pikiran Yassar teringat kembali kepada wajah bajingan yang telah melakui kekasihnya, si bajingan Novian. Sebenarnya, Inne sudah mencegah Yassar untuk memperpanjangnya. Tapi, Yassar hanya ingin menyapanya saja dengan lembut setelah kejadian waktu itu.

“Aaahhh... Novian... semoga kau masih hidup...” ucap Yassar sembari menghirup napas dalam-dalam dan memejamkan mata.

Kemudian, ia pergi menuju ruangannya.

3

“Pagiii Pak Yassarrr...” ucap Dhea yang sedang duduk berbincang bersama seorang perempuan.

Sedangkan perempuan yang di sebelah Dhea hanya tersenyum manis ke arah Yassar tanpa bersuara.

“Pagi Dheaaa... ceria amat nih kayaknya hari ini Dhea...”

“Ah nggak ah! Biasa aja seperti hari-hari sebelumnya...”

“Dia lagi ekhm-ekhm, Mas... hahaha...” ucap perempuan di sebelahnya.

Kemudian Dhea pun bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangan padaku untuk bersalaman. Tatapan Yassar justru ke arah perempuan di sebelahnya yang masih tersenyum manis memandanginya. Kini justru perempuan itu yang bangkit dan bergilirian salaman dengan Yassar.

“Halo, Mas... gimana rasanya di kantor gak ada aku seminggu?” ucapnya seraya salim dan cipika-cipiki pada Yassar.

Yassar sedikit kaku waktu itu, karena Dhea tak melakukan cipika-cipiki dengannya. Ya, meskipun Yassar sudah tahu bahwa Dhea sudah mengetahui kedekatan antara dirinya dan perempuan itu. Tapi tetap saja Yassar tak menyangka ia akan melakukan itu.

Hidung Yassar mencium aroma parfum yang menyeruak memenuhi rongga hidungnya. Aroma yang selama ini ia rindukan setelah seminggu tak menghiasi harum ruangannya. Ya, siapalagi kalau bukan Chyntia Jayanti.

“Mas, kamu sehat?” ucap Ojay seraya memegang-megang lengan Yassar.

“Sehat lah, segar gini wajahku...” jawab Yassar.

“Emang iya Mbak Dhea?” tanya Ojay yang masih memegang lenganku.

“Hahaha iya-iya...” jawab Dhea yang tertawa karena melihat tingkah kikuk Yassar.

“Eh... mmm sebaiknya aku kembali ke tempat asalku deh... hehe. Pak Yassar laporan udah di meja Bapak ya... tinggal checking terus approve aja. Kalo butuh apa-apa hubungi saya ya, Pak... permisi...” ucap Dhea yang langsung meninggalkan Yassar dan Ojay.

Dhea Swarasvati. Karyawan yang cukup lama di sini. Secara strukturual ia satu divisi denganku. Tapi karena aku jadi assisten orang nomor satu di perusahaan ini, jadinya aku di luar struktural dan jabatan di divisi. Hahaha. Jika berbicara jabatan, aku hanya seorang General Manager. Lhoh kok bisa? Yassar kan lulusan filsafat. Apa hubungannya dengan pekerjaan di kantoran? Jadi, awalnya ia sebelum bekerja di perusahaan Bu Ratna (di kantor yang ada si Novian nya itu lhoh) ia mengawali karir sebagai marketing, lalu naik ke divisi research. Ada kaitannya lah dikit sama filsafat yang suka riset wkwk. Kemudian ia kuliah S2 mengambil management (management trainee) selama masa pengangguran.

Singkat cerita, ketemulah dengan Bu Ratna. Itupun gara-gara ia menolong Bu Ratna yang mengalami tindak kriminal di jalan pada saat Yassar pulang kuliah. Bu Ratna dibegal, diberhentikan mobilnya oleh beberapa motor, lalu Yas menolongnya. Ya begitulah singkat ceritanya. Setelah mengantarkan Bu Ratna ku rumah sakit, Bu Ratna banyak menanyai tentang Yassar, dan tertarik untuk merekrutnya ke perusahaan sebagai tanda terima kasih. Tapi waktu itu Yassar masih menimbang karena dirinya belum lulus. Sampai pada pertemuan di bagian pertama di awal cerita dengan Ojay, semenjak itu karena kedekatan Yassar dan Ojay memberikan pengaruh baik kepada anaknya, Bu Ratna menawari lagi Yassar untuk bekerja. Rumit ya? Hahaha, memang.

Balik ke Ojay dan Yassar.

“Mas... ya ampun... kamu kurusan loh, Mas...”

“Hah? Nggak ah, tetep kok.”

“Ya Mas gak bakalan ngerasa, orang lain yang ngeliat...”

“Tapi... kamu masih manis, Jay...”

“Hahaha... Mas... Mas... inget itu lho, Bu Inne bentar lagi balik... kurang-kurangin genit ke akunya...”

“Haha siappp...”

“Selamat ya, Mas. Kamu udah bisa dan kuat jalanin semua ini walau pasti terasa berat... aku bangga sama kamu, Mas. Masih tetep bisa mertahanin hubungan kalian yang bikin banyak orang iri itu, haha...”

“Haha iya, Jay. Makasih juga ya, udah selalu nguatin aku, selalu jadi tempat pulang aku walau sementara...” ucap Yassar merasa tak enak.

“Hush... jangan gitu, Mas. Insya Allah aku tulus, Mas. Kan aku udah berapa kali bilang sama kamu, Mas. Segimanapun aku sayang sama kamu, tapi aku tetep lebih sayang sama hubungan Mas Yassar dan Bu Inne...” jawab Ojay yang kini memeluk pinggang Yassar.

“Tapi nggak ya kalo buat adekmu itu!” sambungnya sewot.

“Hahaha... iya-iya, Jay, iyaaa...” balas Yassar yang kini mengunyel-ngunyel pipi Ojay.

“Hhhmmpphhh... abisnya ngeselin, kalo ngeliat aku kayak ngeliat setan aja segala disinisin...”

“Haha... iya udah, nggak apa-apa... katanya udah ngerti...” jawab Yassar mengelus kepala Ojay.

“Yaahhh... ngerti sih, tapi gedek!”

Yas semakin mengunyel pipinya karena gemas dan memeluknya.

Kini Yassar menatap wajah Ojay yang berada di dadanya dengan tersenyum. Ojay pun tersenyum ke arahnya.

“Mas... kalo butuh aku, bilang yaaa... jangan sungkan. Meskipun nanti di harimu penuh dengan Bu Inne, aku harap aku masih bisa menjadi tempat pulang untukmu meskipun sementara. Pintu ini gak usah diketuk lagi, Mas. Udah aku buka selebar mungkin untuk menunggumu di tempat di kala kamu gundah.”

Yassar pun memegang kedua pipi Ojay dan menatap matanya dalam-dalam.

“Jay... perasaan ini, hati ini... masih sama saat pertama kali kamu memelukku dari belakang saat sedang bercermin di kamar apartmu... masih selalu berdegup kencang saat mata ini melihat senyum indah di wajahmu.”

Ojay tersenyum sembari menatapnya, ia perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Yassar hingga hidung mereka bersentuhan.

“Mas... janjilah kepadaku, mau?”

“Aku usahakan, apa itu?”

“Aku tetap percaya, laki-laki itu harus bertanggungjawab dengan apa yang ia ucapkan...”

“Aku rasa begitu...”

“Mas Yassar, kamu harus janji padaku.”

Yassar menarik napas dalam-dalam, sedangkan Ojay masih menatapnya dengan senyum.

“Mas... kamu harus janji padaku kamu tidak akan menyakiti Bu Inne, kamu harus janji padaku kamu akan selalu menjaganya dan membahagiakannya.”

Yassar semakin lekat memandang mata Ojay.

“Mas, kamu harus ingat kata-kataku ini,” sambung Ojay.

“Akan aku ingat, Jay...”

“Jika kamu menyakiti atau tak menjaga Bu Inne dengan baik, kamu bukan hanya kehilangan Bu Inne...”

Yassar mengkerutkan kening.

“Jika kamu menyakiti Bu Inne dan menyia-nyiakannya, kamu juga menghilangkan rasa kepercayaanku padamu.”

*Deggg...* Yassar tercekat mendengar ucapan Ojay.

“Jika kamu tak menjaga Bu Inne dengan baik, kamu bukan hanya akan kehilangan Bu Inne, Mas... tapi kamu juga akan kehilangan aku...”

Dada Yassar sesak mendengar ucapan demi ucapan yang keluar dari mulut Ojay yang begitu halus. Halus tapi mampu mengoyak hati Yassar sampai bibirnya kelu bergetar.

“Berjanjilah padaku Mas Yassar...” ucap Ojay yang kini memegang kedua pipi Yassar.

“A-aku janji...” jawab Yassar memegangi bagian samping kepala Ojay dengan kedua tangannya.

Ojay tersenyum lega mendengar ucapan dari mulut Yassar.

“Aku sayang kamu, Mas...”

“Aku pun, Jay... bantu aku untuk bisa tetap menjaga kepercayaanmu dan menjaga ketulusan hatimu...”

“Aku di sini sayang...” balas Ojay tersenyum.

Beberapa menit mereka saling meluapkan perasaan dengan berpelukan, bahkan air mata Yas menetes mengalir melewati pipinya. Ojay menghapusnya dengan senyuman dan menguatkan hati Yassar sembari mengelus-ngelus punggungnya. Sampai akhirnya Yassar mencium kening Ojay dengan perasaan yang begitu mendalam atas ketulusan hatinya untuk Yassar.

“Iniii... nggak?” protes Ojay menunjuk pipinya setelah Yas mengecup keningnya.

“Mwah... mwah...” Yassar pun mencium kedua pipinya.

Kemudian Ojay memanyunkan bibirnya, Yassar tersenyum gemas.

“Mwahhh... sslllrrpppp... mwaahhh... hhmmmpphhh... ssllrrpppp...” Yassar langsung melumat bibir manis Ojay.

Mereka hanyut dalam pagutan yang mewakilkan perasaannya masing-masing.

Sosok Ojay yang begitu tulus mencintai Yassar tanpa pamrih, ia tak meminta Yassar memilihnya, tapi ia mendukung dan membantu membulatkan hati Yassar pada Inne. Dengan keluasan hatinya, ia mempersilahkan laki-laki yang begitu ia cintai untuk bersanding dengan perempuan yang ia kagumi. Baginya, menjadi tempat pulang sementara bagi Yassar adalah sebuah cara terbaik jika memang semesta merestui. Air mata yang mengalir di pelupuk mata Yassar seakan menjadi penanda bahwa tak semua perempuan memiliki keluasan dan ketulusan hati seperti Ojay.

Sedangkan Yassar, ia terguncang ketika mendengar semua ucapan Ojay. Perasaannya campur aduk, di saat hatinya tengah terombang-ambing karena perempuan ini, namun justru oleh perempuan ini lah hatinya diluruskan kembali kepada yang seharusnya. Sungguh, kini ia harus memenuhi janjinya.

Bagi Yassar, Ojay bukan hanya seorang tempat pulang sementara, lebih dalam daripada itu. Banyak hal telah dilalui oleh mereka. Mungkin, mereka sempat terjebak kerena buaian nafsu birahi satu sama lain. Tapi, mereka mampu membatasi itu semua dengan landasan yang sama. Di saat Ojay dalam kondisi irasional, Yassar sama sekali tak ragu untuk menolak dan menyadarkannya. Hal itu, membuat Ojay yakin bahwa Yassar bukanlah lelaki yang sebajingan itu.

Balik ke keadaan ruangan.

“Aaahhh... mmmhhhppp... aahhhh...” Ojay mendesah pelan saat jemari Yas memainkan vaginanya yang masih terbungkus rok plisket.

Sedangkan tangan Ojay meremas-remas penis Yas yang sudah mengeras di balik celananya.

Keduanya sudah sangat bernafsu, melampiaskan rasa rindu masing-masing setelah Ojay kelar training yang memakan waktu satu minggu.

“Mwahhh... hmmmpphhh... mmmhhh... ssllrrppp...” bibir mereka kembali saling menghisap dan melumat.

Badan Ojay menggeliat-geliat karena permainan jari Yas di vaginanya yang semakin basah.

“Mas... we should stop this... aahhh...” ucap Ojay.

“Hmm really?”

“I guess, aaahhhh... Masss...”

“Should i stop right now?” ucap Yassar yang masih memainkan jarinya di klitoris Ojay.

“Hold my beer, i’ll cum honey... aahhhh...” tubuh Ojay semakin menggelinjang.

Yassar semakin cepat memainkan jemarinya mengelusi klitoris Ojay.

“Aaaahhhh... haarrrhhhh... hhhmmmm... I cum honeeyyy... aaahhhh... aaahhhh...” Ojay mengejang-ngejang, matanya putih semua, bibirnya menganga.

Yassar menahan tubuh Ojay yang sedang menikmati orgasmenya itu. Beberapa cairan cintanya muncrat membasahi lantai, untung saja dengan cekatan Yassar mengangkat rok Ojay sampai pinggang, jadi cairannya tidak mengenai rok yang dikenakannya.

Sekitar 1 menit tubuh Ojay masih berkontraksi, selama itu juga Yas memegangi roknya agar tak terkena cipratan orgasmenya yang kadang-kadang masih muncrat.

Kepala Ojay menegadah ke atas berusaha memandangi Yassar yang sedang tersenyum. Dengan tatapan sayu dan wajah yang horny Ojay berucap.

“You save my dress, but not with my underwear...” ucap Ojay dengan sisa nafas yang masih tersenggal.

Ya meskipun Yassar mengangkat roknya tinggi-tinggi, tapi tetap saja celana dalam Ojay basah kuyup karena squirt yang ojay alami, wkwkwkwk.

Yassar nyengir kuda menyadari kebegoannya.

“Dasarrr...” ucap Ojay gemas mencubit hidung Yassar.

“Ya maaf, daripada roknya juga ikutan basah...” jawab Yassar nyengir.

“Iyaaa.... iyaaa... makasih... iyaaa... tapi, masa gak pake cd lagi, Mas?” protes Ojay.

“Lhah bukannya kamu selalu bawa ganti?”

“Hari ini nggak! Karena ga expect bakalan kayak gini!” ucap Ojay sewot.

“Siapa suruh...” jawab Yas lempeng.

“Hih! Aarrgghhh! Kesel! Nyebelin!”

“Hahaha, mwahhh... mwahhh... mwahhh... mwahhh...” Yas mencium beberapa kali bibir Ojay dan wajahnya.

Itu biasanya membuat Ojay lebih tenang. Dan benar, kini ia mulai jinak dan merapikan pakaiannya yang acak-acakan dan membuka cd nya yang sudah basah kuyup.

“Nyebelin!” ucapnya pada Yassar dengan ekspresi menggemaskan.

Kemudian ia berjalan menuju mejanya mencari kantong plastik untuk membungkusnya. Sedangkan Yassar masih memperhatikan tingkahnya yang menggemaskan.

“Apa liat-liat?”

“Mau nambah koleksi lagi?” sambungnya.

“Hahaha...”

“Udah berapa banyak coba Mas cd aku yang disimpen kamu gara-gara gini doang...” ucap Ojay.

“Hmm berapa ya...” jawab Yas sok mikir.

“Coba ayo berapa...”

“7 maybe...???”

“Dikali 450 ribu!” jawab Ojay galak.

“Waw!” ucap Yassar terkejut dan masih tertawa.

“Ga mau tau sekarang beliin!”

“Iyaaa... siap sayang...” jawab Yas dengan lembut.

“Hihi... makasih sayang...” ucap Ojay sembari menghampiri Yas.

“Mwahhh...” kecupan Ojay mendarat di bibir Yas.

“Selamat bekerja Pak Yassar...” ucap Ojay sembari merapikan kerah baju Yassar.

Yas tersenyum, dan mencium pipi Ojay.

“Selamat bekerja juga, Bu Chytnia, Komisaris tapi pengennya jadi Assitent GM...”

“Ish! Kata mama jadi Assist GM dulu!” jawabnya sewot.

“Hahaha siap, Bu Bos!”

Ia tersenyum dan kembali menuju mejanya untuk fokus kembali dengan pekerjaannya, begitupun dengan Yassar.

Dibalik fokusnya menatap layar laptop, sebenarnya mereka sama-sama masih terbuai suasana yang melankolis. Hatinya masih membuncah, masing-masing meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap tegar menjalani semuanya walaupun masih misteri. Ucapan dan perlakuan tulus Ojay masih membenam di benak Yassar. Beribu-ribu ucapan syukur ia ucapkan dalam hati.

“Mas...” tiba-tiba Ojay berkata setelah masing-masing tenggelam ke kesibukannya.

“Yaaa?”

“Soal ucapan aku yang tadi...” Kata Ojay.

“Iya, Jay, gimana?”

“Inget ya, itu tentang aku, kamu dan Bu Inne.”

“Iyaaa, sayang...” balas Yas tersenyum.

“Adekmu nggak diajak!”

“Nggak urusan!”

“Sekarep e!” sambungnya.

“Woy!” ucapku frustasi.

“Keselnya ke siapa, lampiasinnya ke siapa,” protesku.

“Bodo, kan adekmu! Wle!”

Aku hanya menggelengkan kepala, kenapa semua ini bisa terjadi antara Dita dan Ojay.

“Hwaallaahhh... kerja kerja kerja... Ra ngurusi, asyuuu...” ucapku.

“Hahahaha... Mas ih! Siapa yang ngajarin? Kasar tau! Hahaha...” respons Ojay tertawa.

(bersambung)
 
Nice update hu, tapi kok ada yg ganjil ya sepertinya? Inne sm yas kan lagi beda negara jauh, masa waktu jamnya bersamaan sih? Atau ane yg lagi kurang fokus bacanya?? Makasih deh udh inget sm cerbungnya, moga lancar updatenya
 
Nice update hu, tapi kok ada yg ganjil ya sepertinya? Inne sm yas kan lagi beda negara jauh, masa waktu jamnya bersamaan sih? Atau ane yg lagi kurang fokus bacanya?? Makasih deh udh inget sm cerbungnya, moga lancar updatenya
Nah, untuk itu maklumi saja, emang lupa ngedit ga dicek lagi. Ya sudah selamat menikmati saja lah, hahaha.🤣
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd