Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)

Bidadari pendamping Yas favorit suhu di sini?

  • Inne

  • Dita

  • Ojay


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
19

Esoknya, sore. Setelah aku pulang ngantor. Aku kembali ke RS untuk menemui Ibu. Aku mendapatkan kabar bahwa Ibu telah siuman dari Teh Ola. Itu pun membuatku tak sabar ingin segara menemuinya. Namun, karena pekerjaan yang masih menumpuk, mau tak mau aku harus menyelesaikannya terlebih dahulu. Suasana di kantor seperti biasanya. Komunikasiku dengan Ojay perlahan kembali normal. Ia pun sempat menanyakan keadaanku karena terlihat tidak seperti biasanya.

“Mas, lagi kurang enak badan? Mukanya sepet gitu,” ucapnya di tengah keheningan.

“Hoaammm... nggak, Jay. Cuman kurang tidur aja.”

“Dih kebiasaan ngulet, nguap nggak ditutup mulutnya.”

“Hehe...”

“Mas, lagi ada apa sih? Berantem ya sama Bu Inne?” tanyanya penasaran.

“Nggak, aman kok. Ini... semalem ibuku masuk RS jadi ya gak tidur semaleman...”

“Innalillahi... kenapa, Mas? Kok gak bilang dari tadi sih?”

Ia kemudian bangkit dari kursinya dan menghampiri mejaku.

“Hehe... ibu serangan jantung semalem dan harus operasi juga. Doain ya biar cepet membaik...”

“Syafākallāhu saqamaka, wa ghafara dzanbaka, wa 'āfāka fī dīnika wa jismika ilā muddati ajalika,” ucap Ojay.

“Terus sekarang gimana keadaan ibunya, Mas?” sambungnya.

“Alhamdulillah membaik, udah siuman tadi dapet kabar. Tinggal nunggu jadwal operasinya aja.”

“Ya Allah, Mas. Kenapa nggak ngabarin dari kemaren coba, Mas...”

“Hehe maaf, nggak sempet. Panik juga sih. Hehe...”

“Ya udah, gih sana cepetan ke RS, Mas. Kerjaan biarin aja dulu. Nanti aku kasih tau mama...”

“Iya nanggung ini dikit lagi, Jay. Makasih ya cantiiikkk...” ucapku.

“Hilih...” ucapnya seraya melempar tisu ke arahku.

Setelah itu kemudian aku bergegas merapikan barangku. Kerjaanku cukup selesai untuk hari ini. Ojay pun sempat membantuku agar lebih cepat. Aromanya, iya aroma tubuhnya yang membuatku selalu sulit fokus. Sungguh menggoda, menyeruak ke dalam hidung. Ia membantuku dengan cekatan.

“Yap beres juga, makasih ya cantiiikk...” ucapku nyengir.

“Apa sih, Mas! Ish...” balasnya seraya mencubit lenganku.

“Sampein ya salamku ke ibunya Mas Yassar...” sambungnya.

“Siap laksanakan Mbak Bos!”

“Ya udah sana... hati-hati di jalannya,”

Aku tersenyum dan langsung hendak melangkahkan kaki menuju pintu.

“Mas...” ucapnya kemudian saat tanganku memegang gagang pintu.

Aku membalikan badan.

“Yaaa...???”

“Kalo ada waktu luang, kabari yaaa...”

Aku diam sejenak.

“Siap!” balasku yang kemudian membukakan pintu.

Kulihat ia masih berdiri mematung memandangiku.

Aku pun langsung gaspol menuju RS, tapi mampir dulu kantor A Ogoy untuk menjemputnya. Karena motornya ditinggalkan di RS. Otakku kemudian secara reflek mengingat kembali kejadian saat Ojay membantuku di kantor. Aromanya memenuhi otakku, awet sekali menari-nari di kepalaku. Wajahnya yang manis, wangi tubuhnya, bibirnya, bahkan aroma bibirnya pun tak bisa membuatku untuk cepat-cepat melupakannya. Apa amalanmu Chyntia Jayanti sehingga membuatku seperti ini.

Tak cukup lama, aku sampai di kantor A Ogoy. Kulihat ia sedang menikmati rokok di pos satpam, sepertinya telah menungguku dari tadi.

*tintin...*

Kubunyikan klakson mobil untuk memberitahunya. Ia pun sadar atas kedatanganku. Ia kemudian beranjak dari duduknya dan berbincang-bincang sedikit dengan satpam.

“Yas beli dulu rokok euy, abis rokok...” ucapnya ketika memasuki mobilku.

“Nih rokok nih...” jawabku yang kemudian memberikan sebungkus rokok dari tasku.

“Anjiirrr... si eta tumben euy...” seraya menjitak kepalaku.

“Bangke, bilang makasih napa malah jitak.”

“Hahaha...”

“Gini nih, yang oroknya ngisep peler mah...”

“Goblog! Ngisep tt atuh.”

“Teteh-teteh?”

“Tt teteh?”

“Nya ceuk aingge...”

“Astaghfirullah...”

“Himinasyaitonnirojimm...”

Setelah fafifu dulu dengan A Ogoy akhirnya kami sampai di tujuan dan langsung menuju ke ruangan Ibu.

“Assalamu’alaikum...” ucapku berbarengan dengan A Ogoy.

“Wa’alaikumussalam...” ucap Ibu, Teh Ola dan Bibi bersamaam.

“Iiii Ogooyyy...” ucap Teh Ola yang langsung memeluk suaminya.

Sedangkan aku langsung menuju Ibu.

“Buuu... gimana, enakan?” tanyaku dengan nada lembut.

“Alhamdulillah, A. Ibu tos tiasa mirasa ayeuna mah,” jawab Ibu sembari mengelus rambutku dengan tersenyum.

Aku langsung mencium kening Ibu setelah salim.

“Ibu jangan dulu banyak pikiran ya, Bu. Yang terpenting mah sekarang Ibu sehat dulu. Biar bisa cepet-cepet pulang ke rumah ya, Bu.”

“Iya, A. Ibu teh meni sono ka Aa ti kamari tos hoyong pendak.”

“Muhun kan ieu aya Aa di dieu, Bu,’ balasku tersenyum.

“Bu, gimana udah bisa ketawa?” kemudian tanya A Ogoy menghampiri.

“Alhamdulillah kasep...” jawab Ibu pada A Ogoy yang kemudian mengelus rambutnya.

Kami bercengkrama waktu itu, lumayan berhaha-hihi lah. Wajah Ibu sedikit demi sedikit mulai nampak berseri-seri. Suasana itu begitu haru. Ketika kemarin rasanya hati ini tak karuan dibuat luluhlantak, langsung hilang begitu saja ketika melihat wajah Ibu yang tersenyum, memberikan kasih sayang kepada semua anak-anaknya.

“Eh, Inne, A. Inne vc coba...” tetiba ucap Teh Ola padaku.

Kemudian aku memberikan ponselku padanya, karena diriku masih ingin menggenggam jemari Ibu yang dingin.

“Ibu udah makan?” tanyaku.

“Udah, A. Barusan disuapin ku Teteh. Baru banget Ibu baru beres makan, ya, Bi?” jawab Ibu.

“Iya, A. Lumayan gede makannya Ibu...” Ucap Bibi.

“Iya atuh alhamdulillah...” jawabku tersenyum.

“Hai sayaaanggg... lagi di mana? Oh iyaaa... iyaaa... Ini Iyas udah di sini, lagi sama Ibu, tuuhh...”

“Ah manaaa pengen Ibuuu...” ucap Inne dalam sambungan telepon.

Kemudian Teh Ola memberikan ponsel padaku.

“Lagi apa?” tanyaku.

“Lagi di perpus ini sayang... mana Ibuuu?”

Kemudian Ibu mengarahkan mukanya ke ponsel sembari melambaikan tangan.

“Aaa Ibuuu... cepet sembuh yaaa... maaf Neng gak bisa nemenin Ibu di sanaaa...” ucap Inne dengan ciri khasnya.

“Euleuuhhh... engga apa-apa atuh geulisss... masya allah... betah di sana, Neng?”

“Alhamdulillah Ibu betah, lancar semuanya alhamdulillah...”

“Ibu gimana udah baikan? Apa yang masih kerasa, Bu?” tanya Inne kemudian.

“Udah rada mendingan, Neng. Abis baru makan tadi disupain sama Teteh, terus sekarang ketemu Aa dan A Ogoy. Lagian di sini juga Bibi ngikut, Neng ngumpul semua. Jadi tenang ke Ibunya juga.”

“Aaaaa pengen ikut di sanaaa...”

Ibu tersenyum melihat tingkah Inne di video call.

“Iya nanti yaaa kalo Neng udah beres, kita kumpul-kumpul di Bandung yaaa... nanti Aa jemput Neng ke Jogja yaa...” jawab Ibu.

“Udah ah udah jangan ogoan... lanjutin sana aktivitasnyaaa...” ucap Teh Ola yang tiba-tiba merebut ponsel di tanganku.

“Aaaa Teteh maahhh... masih pengen liat Ibuuu...” rengek Inne.

“Udah ah! Ibunya harus istirahat ini waktunya minum obat...”

“Hmmm iyaaa atuuhhh... kabarin terus yaaa...”

“Iyaaaa sayang iyaaaa...” jawab Teteh.

“Ya udah atuuuhhh... Ibuu cepet sembuhhh... Love u semuanyaaa yang ada di sanaaa... sun jauh dari aku...” ucap Inne.

“Ke ini juga nggak love u nyaaa?” tanya Teteh sembari mengarahkan ponsel ke arahku.

“Ih iya atuuhhh... itu mah harus... bay sayaaanggg... sehat-sehat yaaa... jangan kecapean kerjanya sayaaanggg...”

“Iyaaa Inn. Kamu juga...” ucapku seraya tersenyum.

“Sekalian sun jauh juga nggak?” Tanya Teteh kemudian.

“Iyaaa lah hehehehe...” jawab Inne seraya mengepalkan tangannya seperti memberikan simbol cium.

“Hahaha... udah yaaa... babayyy sayaaanggg...” ucap Teteh menutup telepon.

Semuanya tersenyum di ruangan itu.

“Aa... ku Ibu didoakeun sing manjang kasep sareng si Neng teh. Gening sakitu nya’ahna ka Ibu teh...” ucap Ibu berkaca-kaca.

“Iya, Bu. Aaamiin,” balasku seraya mengecup kening Ibu dan mengelus rambutnya.

“Ibu na sing sembuh heula atuh, Bu. Biar Aa nya tenang kerja...” Kata A Ogoy kemudian yang mengecup kening Ibu juga.

Ibu tersenyum sembari memeluk anak-anaknya dan Bibi.

“Bibi udah makan belum?” tanyaku pada Bibi.

“Udah, A. Teteh tuh yang belum mah...” jawab Bibi.

“Eeuuhh atuh...” jawabku.

“A! Sikat!” ucapku kemudian ke A Ogoy.

“Siappp...” jawab A Ogoy yang langsung mengajak makan Teh Ola.

“Sengaja nungguin Bebeb biar makan bareng...” ucap Teh ola kemudian padaku.

“Hilih rujiddd...”

“Hahahaha...”

Semua tertawa di ruangan itu. Tak lama kemudian kemudian suster datang untuk mengecek kondisi Ibu.

“Wahhh... Ibu udah ketawa-ketawa ya, Bu,” ucap Suster sambil tersenyum.

“Alhamdulillah, Sus. Itu anak-anak biasa jarogol wae...” jawab Ibu tersenyum.

“Rame ya, Bu. Anak-anaknya pada kompak, hihi.”

“Ibu gimana makannya tadi abis?” tanya Suster kemudian.

“Habis, Sus. Alhamdulillah,” jawab Bibi.

“Wahhh... bagus Ibu, ini mah berarti harus disuapin terus sama Teteh ya, Bu?” ucap Suster.

“Eh! Siiiaapp atuh, Sus. Kami mah selalu ada santai...” ucap Teh Ola dengan gaya khasnya.

Suster pun tertawa karena itu. Ia masih terlihat muda, ya kira-kira di atas usia Teteh lah dikit-dikit.

A Ogoy dan Teh Ola pun pamit keluar sebentar untuk mencari makan. Di ruangan itu tinggal ada aku dan Bibi saja. Menyaksikan Ibu mendapatkan perawatan yang kuharapkan dari Suster yang sangat telaten. Sesekali aku membantu untuk membangunkan Ibu dan tetap mengusap-ngusap punggungnya.

“Senengnya ya, Bu. Meskipun anaknya udah gede gini masih sayang sama Ibu, sampe gak mau lepas dari tadi dari Ibu...” ucap Suster itu seraya menatapku tersenyum.

“Makluuummm... bungsu, Sus. Paling manja si Aa mah. Alhamdulillah...” jawab Ibu tersenyum menatapku.

“Segalanya pokoknya, Sus. Si Ibu mah. Ibu negara pisaaannn...” jawabku nyeplos.

“Takutnya teh tuh sama itu, Sus. Sama si Bibi,” ucap Ibu kemudian.

“Ah ti orok merah juga udah sama Bibi si Aa mah...” jawab Bibi tersenyum.

Perbincangan itu begitu hangat. Entah kenapa mendengarkan dan berbincang dengan Ibu seperti masih saja menjadi anak kecilnya. Perlakuannya masih tetap saja sama meskipun aku sudah 26 tahun wkwk. Kasih Ibu dan perlakuannya masih sama, baik kepadaku, Teteh, maupun A Ogoy. Bagi Ibu, kami adalah tetap anak-anak kecilnya.

Setelah beberapa saat, obat yang diminum Ibu sudah bereaksi. Kulihat beberapa kali Ibu menguap.

“Bu... tidur atuh... sok isitirahatin lagi... Aa di sini da sama Bibi,” ucapku.

Ibu hanya mengangguk dan tersenyum kepadaku seraya memejamkan mata. Tangannya masih di genggamanku hingga ia terlelap tidur.

“Bi, nanti kalo Teteh udah ke sini, balik dulu ya sama Teteh, kasian Mamang bisi kangen,” ucapku pada Bibi.

“Iya, A. Bibi juga meni udah kangen atuh da ini teh... hahaha,” jawab Bibi tertawa pelan.

“Sayang nggak, Bi, sama Mamang?”

“Ya sayang atuh...”

“Seberapa sayangnya coba pengen tau Aa...”

“Sayangnya dua, tuh yang satu SD yang satu SMP...”

“Ooohhh gituuu... jadi kalo sayang harus bikin anak ya, Bi?”

“Wadul siah!” ucap Bibi memukul kepalaku.

“Eh! Eh! Ai Aa salah kitu?”

“Lain kitu maksudna atuh ah!”

“Cieee cieee yang kangen Mamang cieee...”

“Hahaha gandeng, Aa! Awas siah!” ucapnya mengepalkan tangan padaku yang menjauh karena takut dikeplak lagi.

*tring...*

Suara ponselku berbunyi. Kulihat ada pesan dari Ojay.

“Mas, gimana, Ibu?”

“Baik, udah mendingan, Jay,” balasku.

“Aku pengen jenguk, boleh gak?”

*bledug...*

Suara kakiku yang reflek terbentur meja.

“Heehhh... kenapa ai Aa?” tanya Bibi kaget.

“Hehe... nggak, Bi. Ini liat hp ada yang bikin kaget. Hehe...”

“Hih! Dasar...”

Aku agak bingung saat itu, memang sih Teteh udah mengetahui Ojay. Tapi Bibi dan Ibu belum. Mungkin karena masih terbawa suasana momen Inne hingga membuatku menjadi sedikit gugup waktu itu ketika membaca chat dari Ojay. Aku cukup lama untuk membalasnya. Pikiranku terlalu jauh memikirkan bagaimana dan seterusnya.

“Boleh, Jay...”

“Di RS mana?”

“RS X.”

“Oke deh, aku siap-siap dulu nanti otw ke sana.”

“Pake ojol?”

“Iya.”

Oke, mari kita lihat nanti bagaimana semesta akan memainkan alurnya ketika Ojay datang ke sini. Mataku kembali tertuju lagi kepada Ibu. Kulihat ia sedang tertidur lelap. Betapa berpengaruhnya pesona Inne, sampai-sampai membuatmu luluh, Bu. Apa mungkin Inne adalah orang yang ditakdirkan untukku? Bagaimana jika keluarganya tak menyukaiku, Bu? Ah... aku pasrahkan saja pada semesta. Usahaku pasti ada ujungnya, entah itu hasil ataupun nihil.

(bersambung).
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd