Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

JUARA LOMBA PENARI DARI DESA PENARI[2019]

Status
Please reply by conversation.

bapang

Semprot Lover
UG-FR
Daftar
30 May 2013
Post
219
Like diterima
119
Lokasi
dibelakang lo
Bimabet
27719100f59e7c8cfad5da335bebdd31300f8ca3.png





PENARI DARI DESA PENARI



Kata Pengantar

Dengan ini izinkan saya mengikuti Lomba Karya Tulis Cerita Panas 2019.

Sebenarnya saya bingung harus memberi judul apa di karya tulis yang jauh dari kata sempurna ini, jadi saya memilih plesetan dari judul cerita horror yang lagi nge-hits di kalangan netizen negara +62.

Sebelum nya saya meminta maaf kepada para pembaca apabila ada kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Semua tokoh, wilayah, serta apapun yang ada di dalam cerita ini adalah fiksi belaka, jadi sekali lagi saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada para pembaca kalau ada kekurangan pada karya saya kali ini.

Selamat membaca.

Bapang


Prolog


Wulandari terbaring di tanah. Ia hanya bisa mengeram karena merasakan seluruh tubuhnya tidak bisa bergerak akibat tubuhnya terkena totokan. Dihadapannya berdiri empat orang laki-laki yang dengan wajah cabul sambil menatap Wulandari. Mereka asyik menyaksikan mangsa yang tidak berdaya dihadapan mereka. Seorang dari mereka membungkuk dan mulai menarik kain yang menutupi tubuh Wulandari, kemudian mereka mulai mencabik-cabik pakaian yang menempel di tubuh gadis itu sehingga gadis itu kini tergeletak telanjang bulat.

Wulandari tidak bisa bergerak bahkan berteriak, Ia hanya bisa memperhatikan komplotan yang berdiri menatap tubuh telanjang nya yang tergolek kaku di pinggir telaga. Ia hanya bisa menangis ketika tangan-tangan para lelaki itu mulai meremasi buah dadanya, dan menjilati putting susunya serta membelai bagian selangkangannya yang sudah terbuka bebas. Salah seorang dari mereka berlutut membuka celananya dan menunjukkan kontol nya yang sudah tegang. Wulandari segera tahu apa yang akan terjadi berikutnya.

SATU

Suasana keraton Kertadwipa sore itu tampak tenang. Beberapa orang penjaga berdiri di depan pintu gerbang. Sebagian terlihat mondar mandir di menara pengawas di benteng dalam keraton kertadwipa. Kertadwipa adalah sebuah kerajaan kecil di pesisir pantai utara Jawa Tengah dan masuk dalam wilayah waktu WIB, yang kalau di jaman now sudah including dalam kawasan +62. Kertadwipa dipimpin seorang raja bernama Prabu Waranggana bergelar Diwangkara Citraswara. Walaupun kecil, Kertadwipa memiliki tanah yang subur sehingga hasil panen padi selalu melimpah. Belum lagi hasil laut yang melimpah bagi rakyatnya sejak kapal-kapal penangkap ikan asing di tangkap dan di bakar oleh menteri perikanan Kertadwipa.

Prabu Waranggana memiliki seorang permaisuri bernama Kanjeng Sri Ratu Mahaeswari yang merupakan keturunan dari selir raja kerajaan Tarumanagara (bukan Tarumanagara yang di Grogol Jakarta ya). Itulah sebabnya Kertadwipa menjalin hubungan baik dengan kerajaan Tarumanagara dan bisa dibilang adalah negara bawahan dari kerajaan Tarumanagara daripada Kalingga yang bersebelahan wilayahnya. Walaupun sebenarnya sang Prabu Waranggana enggan kalau dibilang sebagai negara bawahan. iyalah gengsi gitu looh, masa udah punya kerajaan masih mau di bilang bawahan, dimana mau di taroh muka sang Prabu, belum lagi nanti ditambah nyinyiran dari netizen Kertadwipa.

Sang Prabu juga memiliki tiga orang putri yaitu Jayastri, Kamiswari dan Candramaya. Ketiganya terkenal karena kecantikannya yang bisa membuat semua pangeran ngaceng atau coli di tempat, kalau berkunjung ke istana kerajaan Kertadwipa. Bahkan kalau salah satu putri nya jalan-jalan ke Pasar Pagi cuma buat sekedar beli buah mangga dua, maka akan banyak laki-laki muda dan tua yang modus di sekitar tuan putri, karena siapa tau kanjeng tuan putri tertarik, bisa deh jadi penerus raja atau minimal diangkat jadi menteri atau gaberner karena berhubung Sang Prabu nggak punya anak lelaki. Prabu Warangga memang tidak memiliki anak lelaki namun ia memiliki anak angkat yaitu Raden Pradipa dengan gelar Pangeran Sarung karena suka pakai sarung kemana-mana.

DUA



Rasa canggung menyelimuti Wulandari ketika ia berjalan memasuki halaman Keraton Kertadwipa. Wulandari bersama rombongan gadis-gadis sebayanya berjalan mengikuti Ning Luwuh.

Ning Luwuh, Seorang wanita separuh baya bertubuh gempal yang bertugas sebagai kepala pengasuh tarian kerajaan. Ia berjalan memimpin para gadis dengan tatapan tajam berwibawa, dan aura langkahnya yang tegas terdengar ketika menginjak jalan menuju pendopo agung yang dilapisi batu merah, suara langkahnya seakan hendak memberitahu kalau ia bisa saja menghajar para tentara penjaga istana yang sejak tadi pada jelalatan matanya dan mulai cabul pikirannya.

Wah boleh donk seremas-dua remas atau siapa tahu bisa di semprot atau di gebeh, kalau tuan putri sih kejauhan derajatnya. Ya, begitulah isi pikiran para tentara penjaga istana ketika melihat para gadis-gadis muda yang baru datang ke istana tersebut. Mereka melihat dengan tatapan melongo sambil garuk-garuk selangkangan.

Wulandari tidak pernah membayangkan bahwa gadis penari desa seperti dirinya akan terpilih untuk menari di hadapan raja. Wulandari yang pandai menari dipilih oleh Lurah desanya untuk dikirim ke pada Raja sebagai penari di festival panen tahun ini. sudah suatu kebiasaan kalau setiap tahun, seluruh desa di wilayah kerajaan Kertadwipa harus mengirimkan salah satu warga perempuan dan sudah beranjak dewasa untuk menjadi penari dalam festival musim panen. Festival nya sendiri masih akan digelar tiga purnama kemudian, namun para calon penari tersebut kelak akan digembleng supaya bisa tampil sempurna untuk menghibur Raja, tamu-tamu undangan dan pejabat Kertadwipa.

Wulandari sendiri sudah tidak muda untuk ukuran gadis jaman old. Usianya sekitar 20 tahun, kulitnya putih dengan rambut panjang sepunggung yang selalu di sanggul, tinggi semampai dengan betisnya yang bunting padi, serta body nya yang aduhai. Ia berstatus janda sejak berumur 15 tahun. Suaminya meninggal 2 hari setelah pesta pernikahan, gara-gara jatuh karena terpeleset cipratan spermanya sendiri yang belepetan di lantai sehabis menyetubuhi Wulandari. Maka jadilah Wulandari sebagai janda kembang dan tidak ada lagi yang mau mempersuntingnya, karena menurut kabar hoax yang beredar di masyarakat di desa yaitu apabila suami meninggal sebelum genap 40 hari usia pernikahan maka kemungkinan istri nya terkena kutukan dewa dan akan membawa sial bagi suami berikutnya. Maka dari itu orang tua Wulandari mencarikan guru menari supaya anaknya kelak bisa dilepas dari orang tuanya dan pergi dari desanya. Orang tuanya Wulandari juga tidak tahan dengan nyinyiran netizen di desa nya karena punya anak yang konon bawa sial. ya biarlah setelah merantau kelak anaknya nanti punya bekal dan nggak hidup susah-susah amat, minimal bisa jadi striper di Classic atau jadi sexy dancer di diskotik lain di daerah Kota Indah.

Mereka memasuki pendopo agung tempat dimana biasanya Sang Prabu menerima tamu. Sore itu Sang Prabu duduk di atas tahtanya dengan diapit oleh dayang-dayang nya yang mengipasi sang Prabu, karena cuaca panas sekali hari itu, ditambah token listrik habis, sehingga AC nggak bisa nyala, maka terpaksa Sang Prabu menyuruh para dayang untuk mengipas-ngipas dirinya dengan menggunakan kipas-kipas besar yang terbuat dari anyaman rotan. Di samping kiri dan kanan prabu tampak dua orang pengawal pribadi sang Prabu yang terkenal karena kesaktiannya yaitu Suryomaguno dan Madapati.

Madapati seorang pemuda yang tampan tubuhnya tegap dan otot-nya kencang, rambutnya pendek, wajahnya di hiasi janggut tipis menambah ketampanannya. Sedangkan Suryomaguno bertubuh tambun tapi terlihat gagah, dengan rambut nya yang memutih di ikat rapi. Tampak di pinggang mereka keris panjang terselip yang sewaktu-waktu bisa di hunus kalau sang Raja menghadapi ancaman.

Sang Prabu sendiri adalah seorang pria berusia 50 tahun. Wajahnya tampak kerutan disana-sini karena hasil dari mikirin nasib kerajaan tiap hari. Rambut nya tampak hitam karena sering ke salon untuk di semir. Tubuhnya agak tambun namun dari bentuk badannya mungkin sewaktu muda Sang Prabu suka fitness jadi masih tersisa sedikit saja kegagahannya. Mahkota kecil melingkar di atas kepalanya.

Rombongan para gadis desa itu menjura dan bersimpuh dihadapan raja mengikuti gerak Ning Luwuh yang sudah bersimpuh terlebih dahulu.

“Paduka yang mulia, saya membawa rombongan gadis-gadis yang akan menari di festival panen nanti.” Ucap Ning Luwuh masih dengan posisinya yang bersimpuh.

“Oh bagus-bagus. Cantik-cantik dan muda-muda.” Kata Sang Raja sambil memperhatikan mereka satu persatu dengan tatapan yang nggak kalah mesum dengan para prajuritnya. “Berapa DC-nya, Hu?”

Ning Luwuh jadi bingung dengan perkataan Sang Prabu.

“Eh sorry salah, soalnya tadi baru lihat postingan thread di forum 46.” Kata Sang Prabu. “Baiklah, latihlah mereka persiapkan dengan sebaik-baiknya. Jangan lupa ajarin BJ dan FJ, biar ane nanti bisa bikin FR bagus di UG regional Kertadwipa.”

Ning Luwuh tambah bingung dengan gaya bahasa Sang Prabu.

“Hamba mohon izin untuk membawa mereka ke padepokan Sukosari.” Kata Ning Luwuh sambil bersimpuh di hadapan sang Prabu tanpa mempedulikan perkataan Sang Prabu tadi.

Sang Prabu hanya mengibas-ngibaskan tangannya tanda supaya mereka segera pergi, karena sepertinya Sang Prabu kembali asyik posting di UG dengan iphone X terbarunya.

TIGA


Singkat cerita, Wulandari dan para gadis penari itu di tinggal di padepokan Sukosari, yang masih masuk dalam komplek keraton Kertadwipa, hanya saja letaknya di belakang dan agak jauh dari bangunan-bangunan utama. Serta dipisahkan oleh sebuah sungai kecil dengan tebing yang curam. Tampak sebuah jembatan gantung menghubungkan komplek keraton dengan komplek padepokan.

Wulandari menempati satu kamar bersama teman barunya yaitu Cayasari , Kumala, Nirwana ,Mayasari. Kamar tersebut berbentuk barak berisi 6 dipan dan masing-masing memiliki lemari kecil untuk menyimpan barang-barang pribadi.

Setiap hari para penari mulai latihan tarian khusus kerajaan, dengan bimbingan dari Ning Luwuh. Wulandari bahkan tak menyangka kalau Ning Luwuh yang bertubuh gempal itu ternyata pandai menari, gerakannya luwes dan berenergi, gak kalah dengan gerakan artis-artis Kpop yang sering kita lihat di yutub.
Tiga minggu berlatih tarian membuat Wulandari mulai merasa bosan. Ia berasa seperti dalam penjara. Mereka menari 12 jam sehari. Bangun tidur, sarapan latihan, makan siang, latihan sampai sore. Pegal rasanya badan Wulandari karena capai tetapi untungnya teman sekamarnya yaitu Kumala pintar memijat, dan mau saja kalau di minta memijat teman-teman sekamarnya. Maklum saja Kumala pernah jadi therapist spa di daerah Mangga Besar dan pastinya pijatannya professional. Selain itu Wulandari jadi belajar memijat juga dari Kumala. Yah, siapa tahu kalau lulus dari padepokan bisa ikut sama Kumala yang ingin balik kerja jadi therapist di spa.

“Dua hari lagi, kalian akan mementaskan tarian untuk para tamu kerajaan.” Kata Ning Luwuh. “kalian harus siap dan jangan membuat malu.”
Para penari itu hanya bisa mengangguk ketika mendengar pengumuman dari pelatih mereka. Siap atau tidak siap mereka harus bisa mempraktekkan tarian yang sudah dilatih setiap hari selama tiga minggu.

Wulandari hanya menghela nafas. Berarti mereka harus latihan extra hari ini. benar-benar membosankan.

EMPAT


Hari itu, halaman keraton dihiasi dengan indah dan megah dalam rangka menyambut tamu-tamu Negara. Menjelang festival tahunan, memang tamu-tamu undangan dari kerajaan lain dari luar pulau Jawa mulai berdatangan, karena jaman old masih pakai kapal laut tentu saja jadwal kedatangan tamu dari luar pulau menjadi tidak menentu, karena tergantung cuaca di laut. Sang Prabu Waranggana memerlukan juga untuk menarik investor dari negara tetangga demi pembangunan Kertadwipa, untuk itulah walau kerajaan kecil tetap harus jaga hubungan baik sama negara tetangga.

Hari ini Kertadwipa kedatangan utusan kerajaan China dan kerajaan Joseon.

Prabu Waranggana berdiri di halaman Pendopo Agung dengan baju kebesaran yang selalu digunakan untuk menyambut tamu. Walaupun baju kebesaran tapi tetap saja masih dipakai Sang Prabu, katanya biar adem, alasan untuk menyembunyikan perut buncit nya yang mulai menonjol. Sang Prabu tidak sendirian ia di temani sang permaisuri Mahaeswari dan kedua pengawal setia-nya, para menteri, dan para sekar kedaton (julukan untuk putri-putri raja), lengkap dengan dayang-dayangnya.

“Utusan kerajaan China tiba.” Teriak MC acara dengan menggunakan TOA yang terbuat dari cangkang kerang yang sangat besar bentuknya.

Suara gendang langsung bertalu-talu mengiringi masuknya rombongan utusan kerajaan China.

“Selamat datang di Kertadwipa.” Sang Prabu memberi ucapan selamat.

“Terima kasih, perkenalkan saya Wong Shin Ting utusan kaisar Kubilai Khan, saya membawa pesan dari paduka yang mulia kaisar untuk anda.” Kata utusan China tersebut dengan bahasa jawa yang sangat fasih.

“Selamat datang tuan Wong.” Kata Prabu. “Tapi saya ingin bertanya, anda siapanya Wong Fei Hung?”

“Oh, saya anak angkat Wong Fei Hung.” Kata Wong menanggapi.

“Bahasa jawa anda juga fasih sekali. belajar dimana?” Sang Ratu Mahaeswari tiba-tiba ikut bertanya, karena ia juga heran dengan utusan kaisar China tapi jago bahasa jawa.

“Dulu saya tinggal di Jawa. Nama asli saya Bandung Bondowoso. Karena saya lahir di Bandung, tapi besar di Bondowoso.” Kata Wong “Ingat legenda Roro Jonggrang? Nah itu saya pelakunya. Setelah itu saya lari ke China karena mau di tuntut sama pemerintah kerajaan Pengging gara-gara penistaan candi. Kemudian diangkat anak sama guru Wong Fei Hung dan terus ganti nama deh.”

“Oh begitu.” Sang Ratu manggut-manggut bingung mendengar kisah hidup singkat dari Wong Shin Ting.

“Kaisar Kubilai Khan itu siapanya Sha Rukh Khan ya?” Tanya sang Prabu.

“Kubilai Khan itu kakek buyut dari buyut-buyut-nya Sha Rukh Khan.” Kata Wong menjelaskan. “Kog anda bisa tahu bintang film India di jaman future?”

“Maklum setiap malam jumat sebelum menjalankan ritual sakral, saya dan istri suka semedi di bawah pohon besar itu. Suka dapet wangsit dari jaman future.” Kata sang prabu sambil menunjuk pohon besar yang sudah tua di halaman istana.

Setelah mempersilahkan sang tamu untuk memasuki Aula Agung untuk makan siang bersama, Sang prabu kembali ke halaman menyambut tamu dari Joseon.

“Annyeonghaseyo.” Kata Sang Prabu dengan bahasa Joseon yang fasih ketika menyambut Kedua tamu dari Joseon.

Maklum Sang Prabu suka menemani Sang Permaisuri dan ketiga putrinya yang hobi nonton drakor, jadi mau tidak mau Sang Prabu belajar bahasa Joseon.

Kedua tamu itu memperkenalkan diri. yang satu bertubuh tinggi langsing bernama, Park Bo Woo dan Yang satu bertubuh gempal pendek bernama, Joo Kho Wie

Setelah menerima hadiah CD K-pop dan DVD Drakor terbaru yang diberikan oleh kedua tamu Joseon, sang Prabu mempersilahkan para tamunya dari Joseon untuk bergabung dengan utusan dari China di Aula Agung.

-------------

Wulandari terus berkonsentrasi melakukan gerakan-gerakan tari. Bagaimana tidak ini pertama kalinya mereka mementaskan tarian di hadapan raja dan para tamu dari luar negeri yang bertempat di Aula Agung. Sebuah aula yang luas yang digunakan raja untuk mengadakan acara dan beramah-tamah dengan tamu-tamu nya.

Para tamu dari luar negeri itu sangat takjub melihat tari-tarian yang di bawakan oleh gadis-gadis muda yang cantik-cantik. Apalagi tamu dari negeri Joseon yang sedari tadi tampak nggak tenang duduknya karena “salah orbit” (jangan tanya apa itu “salah orbit”!) karena melihat kecantikan dan keanggunan para penari.

Tepukan tangan bergema ketika para penari menyelesaikan tarian terakhirnya. Para pejabat istana dan para tamu undangan tampak kagum dengan keindahan tarian mereka. Ning Luwuh mendapat kehormatan dari Sang Prabu ketika di perkenalkan kepada para tamu-tamu nya.

--------------

Wulandari merebahkan tubuhnya di dipan kamarnya.

“Selesai juga.” Gumam Wulandari.

“Tegang juga ya.” Kata Nirwana yang sedang berganti pakaian.

“Iya. Capai banget.” Kata Wulandari. “Kamu sudah mandi?”

“Nanti saja, masih ramai kamar mandi.” Kata Nirwana.

Memang kamar mandi di astrama mereka adalah kamar mandi sharing.

“Pijitin dong.” Pinta Mayasari yang baru masuk kamar. Ia langsung merengek duduk di samping ranjang Wulandari.

“Gue aja masih pegel. Baru pengen minta pijit.” Kata Wulandari.

“Dih gitu deh, kalo kan lo udah belajar pijit sama si Kumala.” Rengek Mayasari.

“Sini gue yang pijitin.” Kata Nirwana.

“Dih, males ah. Lo kan lesbi. Ntar gue di colmek lagi.” Kata Mayasari.

“Aman kog nggak bakal macem-macem deh.” Kata Nirwana. “Lagian udah sering kan gue liat lo telanjang kalau ganti baju.”

“Ah tampang lo udah mesum gitu.” kata Mayasari. “Ogah!”

Nirwana malah tertawa terbahak-bahak.

“Mending lo tunggu si Kumala.” Kata Wulandari. “Pijetan master pastinya lebih paten.”

“Eh iya, Kumala sama Cayasari kemana?” Tanya Nirwana.

“Iya dari tadi belum lihat sejak dari aula.” Kata Wulandari.

Tiba-tiba Ning Luwuh memasuki kamar. Ketiga gadis itu kaget melihat pelatihnya memasuki kamar mereka. Ning Luwuh menatap tajam ketiganya satu-persatu.

“Ternyata kalian disini?” Ucap Ning Luwuh.



Catatan penulis :

Gue skip ya dialog dari Ning Luwuh dengan ketiga anak asuhnya. Sekarang kita akan segera mulai untuk masuk ke sex scene. Iyalah, gue kan lagi nggak menulis cerita silat atau scenario O Ve Je, kelesss! Ini kan Lomba Karya Tulis Cerita Panas, kelesss! Masa nggak ada sex scene nya? Lagi pula pasti pembaca menunggu-nunggu nggak sabar karena mau tau sex scene nya kayak apa. Ibarat kalau pada nonton film semi pasti pada suka di cepetin player timebar nya biar langsung ke sex scene. Tapi pembaca mohon jangan senang dulu, karena gue bakal jelasin dimana sex scene nya bakal berlangsung.

LIMA


Nirwana, Mayasari dan Wulandari mengikuti Ning Luwuh ke sebuah bangunan. Tampak penjagaan ketat di pintu masuk bangunan itu. Di dalamnya tampak sebuah taman di tengahnya. Dan tampak kamar-kamar di sisi timur, barat dan utara di dalam bangunan itu. Mereka mengikuti Ning Luwuh berjalan menuju pintu kamar di sebelah barat. Kemudian Ning Luwuh berhenti, ia membalikkan badan dan melihat mereka. Kemudian ia menggamit tangan Mayasari dan menarik gadis itu.

“Kalian tunggu disini!” kata Ning Luwuh kepada Nirwana dan Wulandari.

Ning Luwuh mengetuk pintu kamar itu. “sillyehabnida” Ning Luwuh berkata sambil mengetuk pintu.

Tidak lama kemudian pintu terbuka, dan keluarlah salah seorang tamu yang tinggi kurus dari Joseon. Ning Luwuh memperkenalkan Mayasari kepada tamu dari Joseon yang menginap di ruangan tersebut. Mayasari kemudian masuk ke kamar itu.

Ning Luwuh menatap Wulandari dan Nirwana setelah pintu ruangan tempat tamu dari Joseon itu tertutup.

--------------

Ning Luwuh menutup pintu di belakang Wulandari dan Nirwana.

Keduanya berada dalam sebuah lorong sempit. Di ujung lorong tersebut tampak sebuah ruangan yang di tutupi oleh kain putih tipis dengan logo kerajaan. Cahaya kuning samar membias di kain tersebut dan menerangi lorong yang temaram tersebut.

Rupanya bukan gossip belaka di kalangan para penari soal cerita mengenai Ning Luwuh yang beberapa malam terakhir sering mengajak beberapa gadis keluar dari padepokan. Namun apa yang terjadi dan kemana mereka diajak pergi tidak ada satu penari pun yang menceritakannya. Wulandari sendiri mendengar cerita itu dari Cayasari dan Mayasari yang beberapa kali sempat memergoki Ning Luwuh membawa beberapa orang pergi keluar dari padepokan tempat mereka tinggal.

Wulandari dan Nirwana berbalik menggedor pintu tempat mereka masuk yang kini tertutup. Berharap Ning Luwuh membukakan pintu tersebut. Keduanya ketakutan karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Keduanya terdiam ketika mendengar gema suara lelaki tertawa cekikikan dari ruang di ujung. Keduanya saling memandang. Nirwana menggamit tangan Wulandari yang wajahnya mulai pucat pasi.

Dari ujung ruangan tersibaklah kain penutup, dan dari balik tirai tersebut muncullah seorang lelaki tegap berbaju hitam. Wulandari dan Nirwana mulai ketakutan dengan sosok itu, ketika sosok lelaki itu menghampiri mereka. Tangan keduanya saling menggenggam dengan erat. Kini lelaki tersebut sudah berdiri sejarak satu tombak di hadapan mereka berdua.

“Jangan takut.” Kata sosok lelaki itu.

Lelaki itu berdiri di hadapan mereka. Dibawah cahaya samar-samar akhirnya Wulandari dan Nirwana mulai menyadari kalau lelaki itu adalah Madapati. Nirwana dan Wulandari mulai tenang sedikit.

“Ayo ikuti aku!” kata Madapati.

Wulandari dan Nirwana berjalan pelan mengikuti langkah madapati. Lelaki itu menyibakkan tirai menyuruh mereka masuk ke ruangan di balik tirai.
Ternyata di balik tirai tersebut terdapat sebuah lorong pendek dengan tirai merah di ujungnya. Di kiri dan kanan lorong pendek tersebut terdapat sebuah bilik terbuka. Masing-masing bilik di terangi cahaya lilin.

Wulandari dan Nirwana terkejut ketika melangkah di lorong pendek tersebut. Di bilik sebelah kanan yang terbuka mereka melihat pemandangan yang belum pernah mereka saksikan. Mereka menyaksikan Lasmini, salah seorang teman mereka, sedang menduduki bagian selangkangan Suryomaguno di dalam bilik tersebut. Suryomaguno tampak terlentang telanjang bulat di pembaringan yang ada di bilik tersebut demikian juga dengan Lasmini. Lasmini terlihat sedang memaju mundurkan bagian pinggangnya, kemudian tangan gadis itu menyentuh putting Suryomaguno sambil memilinkan jemari-jemarinya, sehingga membuat lelaki setengah baya itu tertawa cekikikan. Tampaknya mereka cuek saja dengan kehadiran Wulandari dan Nirwana, dan malah asyik dengan perbuatannya.

“Ayo cepat jalan!.” Perintah Madapati.

Nirwana dan Wulandari membuang muka dan meneruskan perjalanan mereka menghampiri Madapati yang sudah berdiri di ujung lorong pendek itu, kemudian Madapati menyibak tirai yang menutupi ruangan di baliknya.

Ketika tirai disibak tampaklah Sebuah gua kecil. Di sekeliling dinding-dinding gua tersebut tergantung obor yang menerangi ruangan gua tersebut. Sebuah kolam terdapat di tengah-tengah gua. Air kolam itu menyemburkan uap panas, karena air yang di alirkan langsung dari mata air belerang. Bau belerang yang bercampur bau wewangian dupa dan harum berbagai bunga menyelimuti seluruh ruangan tersebut.

Di kolam tersebut tampak Sang Prabu sedang berendam telanjang bulat. Sang Prabu bersandar di sebuah batu besar menjulang di pinggir kolam. Di samping sisi kiri terlihat Cayasari dan di kanan Sang Prabu terlihat Kumala, kedua gadis itu sedang bertelanjang bulat. Kumala memijat-mijat bahu Sang Prabu, sedangkan Cayasari sedang menggenggam sambil mengocok kontol Sang Prabu yang bagian kepalanya dan sebatas batang tampak menonjol di permukaan air.

Wulandari dan Nirwana kaget melihat pemandangan tersebut. Rupanya Cayasari dan Kumala sudah berada di sini, pantas saja tadi tidak langsung ke padepokan. Mereka berdua terdiam saling berpandangan , dan menengok ke belakang tampak Madapati berdiri di belakang keduanya dengan sikap dingin. Tampaknya Madapati sudah terbiasa menyaksikan hal tersebut.

Cayasari dan Kumala menyingkir ketika Sang Prabu bangkit berdiri. Rupanya kolam tersebut cetek sebatas paha lelaki itu, sehingga kontol lelaki itu terlihat hitam, panjang dan besar, bagaikan sebilah pisau yang mengacung kepada Wulandari dan Nirwana. Dengan senyum mesum nya Sang Prabu menjulurkan tangan kepada keduanya.

“Ayo sini sama Om.” Kata Sang Prabu.

Nirwana memandang Wulandari sejenak, sejurus kemudian ia melangkah menghampiri pinggiran kolam. Nirwana mulai membuka satu persatu kain kemben serta kain jarik yang menyelubungi tubuhnya, sehingga dalam sekejap Nirwana sudah bugil total di hadapan Sang Prabu.

Sang Prabu terpesona melihat keindahan tubuh Nirwana. Tubuh ramping nya ramping dengan buah dadanya besar bergantung bagai buah papaya, kulitnya kuning langsat yang bertambah kilauannya di terpa cahaya obor di sekeliling ruangan.

Nirwana tampak meringis sebentar ketika kakinya di celupkan ke kolam, karena panas nya air kolam tersebut. Namun sejurus kemudian setelah terbiasa, gadis itu menghampiri Sang Prabu.

Sang Prabu langsung memeluk tubuh Nirwana. Kedua tangannya meremas buah pantat sekal gadis itu dan menggerayangi tubuh molek gadis itu. Sang Prabu menyerbu buah dada mengkal milik Nirwana yang sedari tadi tampak putting susunya sangat menantang untuk di hisap. Cayasari dan Kumala tidak berdiam diri mereka juga menghampiri Sang Prabu dan mengelus-elus lengan serta punggung sang raja.

Walaupun lesbi tetapi nampaknya Nirwana menikmati jilatan Sang Prabu, nafsunya perlahan-lahan bangkit. Nirwana mendesah kegelian ketika lidah serta mulut Sang Prabu makin rakus dalam menjilat dan menyedot seperti akan melahap toket mengkal dan sekal itu. Ditambah melihat Cayasari dan Kumala yang dalam kondisi bugil, sehingga membuat Nirwana yang lesbi malah bernafsu dan ingin membelai-belai tubuh kedua temannya itu.

Kumala yang berada di sebelah kiri, meraih kontol Sang Prabu yang sudah sangat konak itu, kemudian ia berlutut dan memasukkan batang kontol konak itu kedalam mulutnya. Mantan therapist spa itu dengan sangat professional menjilati sambil menghisap kepala batang hitam keras dan panjang milik Sang Prabu. Batang hitam keras dan panjang yang jadi kebanggaan Sang Prabu serta seluruh rakyat Kertadwipa.

Lidah kumala menjilati sekujur batang kontol itu kemudian sampai di kepala kontol dimasukkan ke dalam mulutnya sambil menghisap sehingga pipinya terlihat kempot, diulanginya terus gerakan itu, sehingga membuat Sang Prabu blingsatan.

Sementara dari sebelah kanan, Cayasari menjilati putting Sang Prabu, membuat pria itu bergetar kegelian. Lidah Cayasari menjilati putting kiri, sedangkan tangan kanannya memainkan putting kanan.

Dalam posisi itu tangan Nirwana meremas toket bergantung milik Cayasari yang berada tepat di pergelangan tangannya. Cayasari tidak menolak di remas-remas Nirwana dan menikmati permainan jemari lentik Nirwana di putting susunya.

Tangan kanan Sang Prabu menyelinap ke balik bebuluan jembut rimbun di selangkangan Nirwana. Jarinya membelah belahan memek Nirwana, mencari klitoris gadis itu. Di mainkan nya jemari Sang Prabu di daerah Klitoris Nirwana. Sedangkan serbuan tangan kirinya serta lidah Sang Prabu masih asyik di buah dada Nirwana. Gadis itu mendesah-desah tidak keruan mendapat serbuan dari Sang Prabu.

Wulandari hanya terdiam mematung menyaksikan pertempuran itu. Ia segera sadar dan ingin melarikan diri. Maka Wulandari memutar tubuhnya namun belum sempat melangkah, tangan kiri Madapati langsung terentang menghalangi jalannya.

“Kalau tidak mau ikutan, kamu nonton saja!” Kata Madapati. “Jangan coba-coba lari!”

Wulandari mengurungkan niatnya. Kedua mata teduh Madapati menatap Wulandari dan kemudian ia mengangguk kepadanya seakan memberi isyarat kalau semua akan baik-baik saja selama menuruti perintah. Gadis itu kemudian menengok dan membalikkan badannya untuk menyaksikan adegan penuh birahi itu.

Kumala sudah dalam keadaan menungging, kedua tangannya di letakkan di pinggir kolam, sedangkan Sang Prabu sudah memasukkan batang keras-nya ke dalam tubuh Kumala, sehingga kini pantat Kumala menempel ketat dengan perut gendut Sang Prabu. Kemudian, Sang Prabu memaju mundurkan pinggangnya untuk menikmati memek Kumala, sambil kedua tangannya memegangi pinggang kedua gadis di kanan dan kirinya, serta meremasi pantat mulus keduanya. Cayasari dan Nirwana menjilati putting susu Sang Prabu. Sedangkan Kumala membuat gerakan maju mundur membantu kocokan kontol Sang Prabu yang sedang memberinya rasa gatal dan nikmat di sekujur tubuhnya. Tangan Sang Prabu kembali menyelinap di selangkangan kedua gadis di kanan dan kirinya. Tangan pria itu memainkan klitoris Cayasari dan Nirwana, membuat pinggang kedua gadis itu meliuk-liuk sambil lidah mereka bermain di putting sang Prabu.

Nirwana menghentikan permainan lidah nya di putting Sang Prabu. Kedua tangannya meraih toket Cayasari yang sedari tadi menggoda untuk diremas. Cayasari kaget, ia juga menghentikan permainan lidah di putting Sang Prabu, dibiarkannya Nirwana meremas-remas kedua payudaranya yang besar dan sekal itu. Cayasari mendekatkan tubuhnya sehingga dari posisinya Nirwana bisa dengan bebas memainkan kedua buah dada miliknya. Cayasari mendesah ditambah permainan jari Sang Prabu di klitorisnya.
Kumala mengeram sambil berteriak-teriak. Gerakan tubuhnya makin maju mundur tidak teratur dan sejurus kemudian tubuh kurus itu menggeliat-geliat. Otot-otot perutnya terlihat berkontraksi, dan nafas gadis itu tersenggal-sengal tidak beraturan, menyambut orgasmenya. Namun kocokan kontol Sang Prabu tetap tidak berhenti ketika merasakan siraman cairan panas dari bagian paling dalam liang vagina Kumala. Kocokan Sang Prabu makin menggila sehingga membuat gadis itu merintih-rintih, perutnya yang ramping terlihat kembang-kempis menahan gejolak kenikmatan yang sedang diberikan oleh sang prabu.

Kedua tangan Sang Prabu dengan segera berpindah ke pinggang Kumala. Pria itu menarik tubuh Kumala sambil membenamkan kontolnya dalam-dalam. Kedua matanya terpejam sambil mulutnya meringis, pantat nya terlihat berkedut-kedut. Rupanya Sang Prabu sedang membuang air mani di dalam liang kemaluan Kumala. Keduanya kemudian terdiam beberapa saat, sampai kemudian Sang Prabu mengeluarkan kontol panjangnya dari dalam kemaluan Kumala.

Setelah menikmati Kumala, kemudian Sang Prabu duduk kembali bersandar di ujung kolam, di sandaran batu besar yang tampaknya menjadi tempat favoritnya. Kumala duduk disamping Sang Prabu sambil mengelus dan menjilati badan Sang Prabu. Kini giliran Cayasari yang bersimpuh sambil menyepong kontol Sang Prabu. Sementara Nirwana memeluk Cayasari dari belakang, ia menciumi punggung Cayasari sambil kedua tangannya meremas-remas toket gadis itu.

“Eh ini kog nggak telanjang juga?”

Sebuah suara dan tepokan tangan di bahu Wulandari mengagetkan gadis itu. Wulandari segera berbalik melihat sosok yang menepuk bahu nya. Terlihat Suryomaguno yang tadi ada di ruangan sebelah kini berdiri telanjang bulat di belakangnya. Kontol Suryomaguno yang pendek tapi dalam keadaan ngaceng itu terlihat manggut-manggut seperti ingin menusuk Wulandari yang masih berpakaian lengkap itu.

Suryomaguno menarik pinggang Wulandari dan mencoba untuk menelanjangi gadis itu. Wulandari meronta karena tidak mau disentuh oleh kakek-kakek tua itu. Madapati hanya berdiri terdiam melihat mereka.

“Hei Suryomaguno!” Suara Sang Prabu dengan lantang menegor pengawalnya itu. “Kesini gabunglah. Anak baru semua ini. Biar dia urusannya Madapati.”

Suryomaguno melepaskan Wulandari. Sambil berjalan ke kolam, ia mengengok dengan tatapan iri ke arah Madapati. Bangsat nih dapat barang fresh nih, gue dari tadi disuruh pake bekas si Prabu, begitulah kata hati Suryomaguno.

Namun Madapati hanya diam berdiri dengan tatapan dingin tidak menggubris tatapan Suryomaguno.

Sang Prabu menyuruh Kumala menghampiri Suryomaguno yang sedang berjalan memasuki kolam.

“Madapati!” kata Sang Prabu. “Telanjangi gadis itu!”

Bagaimanapun titah Sang Prabu adalah perintah dan hukum. Madapati kemudian menatap Wulandari. rasa takut terlukis di wajah Wulandari. Madapati memandang Wulandari dengan mata teduhnya, tanpa berbicara namun membuat gadis itu merasa kalau semua akan baik-baik saja.
Wulandari sendiri belum pernah disentuh lelaki lain selain almarhum suaminya. Namun melihat apa yang baru saja terjadi di dalam kolam air panas itu, terus terang sudah membuat nafsunya bergejolak.

Tidak ada pilihan lain bagi Wulandari ketika Madapati memeluk pinggangnya. Ia hanya membalas dengan meletakkan kedua telapak tangannya di dada bidang Madapati seakan mencoba menghalangi Madapati berbuat lebih jauh.

Namun sia-sia bagi Wulandari, menolak pun ia tidak bisa, karena semua adalah perintah Raja yang harus di laksanakan. Maka Wulandari membiarkan saja ketika tangan-tangan madapati membuka pengikat kemben dan melepaskan satu persatu benang yang menutupi tubuhnya, sehingga Wulandari kini sudah dalam keadaan telanjang bulat di hadapan Madapati, pengawal raja yang tampan itu.

Wulandari mencoba menutupi buah dada dan bagian selangkangannya dengan kedua tangannya. Melihat bulatnya buah dada Wulandari yang bulat seperti bakpao, dengan putingnya yang coklat dan kecil, serta lekuk tubuh yang indah itu membuat Madapati bangkit nafsunya. Bibirnya menyunggingkan senyum mesum. Madapati mulai membuka baju yang dipakainya.

Wulandari melihat ke arah kolam, keadaan di sana juga sudah berubah liar.

Suryomaguno tampak sedang menyenggamai Kumala. Kumala nungging di luar kolam, sedangkan Suryomaguno menyodokan alat kelaminnya dari belakang. Demikian juga dengan Sang Prabu yang menyenggamai Nirwana. Nirwana terlentang di luar pinggiran kolam, sedangkan Sang Prabu di dalam kolam sedang dalam posisi kuda-kuda asyik menusuk-nusuk memek Nirwana. Kepala Nirwana berada di bawah kedua buah dada Kumala, dan gadis itu asyik menjilati putting dan toket Kumala yang bergoyang-goyang akibat sodokan Suryomaguno dari belakang. Kumala tampaknya menikmati permainan Nirwana apalagi ditambah sodokan kontol Suryomaguno membuat orgasme demi orgasme dengan cepat diraihnya. Cayasari berada di dalam kolam berdiri di antara Sang Prabu dan Suryomaguno. Kedua tangan lelaki itu berada di selangkangan Cayasari ,seakan berebutan menggesekkan jari-jari mereka di memek Cayasari. Cayasari mendesah-desah akibat perlakuan kedua lelaki tersebut. Selain desahan terdengar pula suara kecipakan air kolam dan suara beceknya memek gadis-gadis yang sedang di gesek oleh kedua pria itu, suara yang saling menggema bersahutan di dalam gua kecil.


277138685226a5704eec6c9dddf7bb1b170a0a51.png



Madapati telanjang bulat di hadapan Wulandari. Di dada Madapati terlihat tattoo angka 021. Pemuda itu langsung menghampiri dan memeluk tubuh Wulandari. Wulandari merasakan kontol Madapati yang sudah tegak dan keras menyentuh bagian perut nya. Wulandari terpesona dengan kegagahan tubuh Madapati yang kekar dengan perut six pack nya, sehingga tanpa ragu Wulandari membelai dada bidang Madapati. Melihat tubuh kekar berotot itu langsung membuat rahim Wulandari hangat. Selain itu karena pemuda itu ganteng, wajar saja kalau Wulandari mau di setubuhi Madapati.

Daripada di entot sama om-om gendut di dalam kolam, mendinganlah kalau di entot sama yang ini. Wulandari berkata dalam hati. Tangan Wulandari mulai meremasi kontol Madapati yang berukuran sedang dengan urat-urat menonjol. Jari-jemarinya bermain di dada bidang pemuda itu.

Kini Wulandari terlentang di lantai gua yang beralaskan bebatuan, terasa pasir dan kerikil kecil di punggung Wulandari, namun gadis itu sudah tidak peduli. Nafsunya sudah di ubun-ubun. Buah dadanya yang bulat seperti bakpao itu di hisap dan putingnya dijilati dan di permainkan oleh lidah Madapati. Madapati menjilati sekujur tubuh seksi Wulandari, sehingga gadis itu menggeliat-geliat. Kemudian kepala Madapati berada di selangkangan Wulandari, terasa jari-jemari Madapati membuka bibir memek tembemnya yang di hiasi jembut lebat itu. Wulandari mendesah, merintih karena merasa kegelian ketika Madapati mulai menjilati bibir memeknya dan memainkan klitorisnya dengan lidah. Kenikmatan dirasakan Wulandari, hingga suatu dorongan muncul dan bergejolak dari bagian bawah perutnya. Wulandari mendesah-desah ketika lidah Madapati makin liar meliuk-liuk mempermainkan bagian kewanitaannya.

“Minggir!” Kata Sang Prabu.

Lagi asyik-asyiknya Madapati menjilati memek sempit Wulandari, tiba-tiba Sang Prabu menyela.

Madapati berdiri dan berjalan ke kolam. Di kolam tampak Suryomaguno sudah duduk di pinggir kolam, sedangkan Kumala tampak sedang mengemut kontol pria tua itu. Sedangkan terlihat Nirwana terlentang lemas di pinggir kolam. Cayasari hanya berdiri terpaku di pinggir kolam, mungkin karena merasa kentang.

Wulandari melihat Sang Prabu berdiri di hadapannya dengan kontol yang masih ngaceng kencang. Kemudian Sang Prabu menindih tubuh seksi Wulandari. Tentu saja gadis itu tidak menolak karena ditindih Sang Raja, apalagi nafsunya sudah berada di ubun-ubun. Sang Prabu langsung memasukkan batang kontolnya ke dalam memek sempit Wulandari yang sudah basah akibat rangsangan yang tadi diberikan oleh Madapati. Wulandari terpejam sambil mendesah ketika kontol panjang Sang Prabu sudah masuk mentok di dalam liang kewanitaannya.

“Sempit, Njirr.” Kata Sang Prabu sambil tertawa dan memalingkan muka ke arah kolam. Entah dia berbicara kepada siapa, mungkin sedang meledek Madapati.

Wulandari mencengkeram tubuh Sang Prabu ketika pria itu memulai goyangan pinggangnya untuk menggesek alat kelaminnya yang sudah tertanam di dalam tubuh Wulandari. Mata Sang Prabu tampak merem melek karena menikmati kegiatan mengocok benda kebesarannya di memek enak itu.

Wulandari mulai melawan dengan memutar-mutar pinggulnya karena kocokan kontol Sang Prabu semakin membuat nafsunya tinggi. Tentu saja akibat perbuatan perempuan itu terasa kepala penis Sang Prabu seperti di betot-betot oleh daging-daging vagina sempit itu. Memek itu terasa makin basah, tapi makin terasa enak bagi lelaki itu karena lebih berasa menjepit erat dan geli di sekeliling batang kontolnya.

Geli dirasakan oleh tubuh Wulandari setiap ia menggoyangkan pinggulnya melawan sodokan ganas Sang Prabu. Wulandari merasakan kenikmatan geli di sekujur tubuhnya seperti di sambar petir, tanda orgasme dengan cepat diraihnya. Wulandari menggeliat-geliat kegelian sambil memutar-mutar pinggangnya, sehingga membuat Sang Prabu mempercepat kocokan batang kontolnya. Sejurus kemudian, dengan satu hentakan kasar, Sang Prabu mendorong kontol nya sampai mentok, lelaki itu mengeram. Sang Prabu tidak sanggup lagi menahan cairan yang sedari tadi sudah berkumpul di ujung kepala kontolnya.

Wulandari menggeliat ketika merasakan rasa panas di sekitar perutnya. Sang Prabu sedang membuang air mani nya di rahim Wulandari. Rupanya Sang Prabu sedari tadi belum orgasme sewaktu menyenggamai Nirwana.

Didalam kolam Madapati sedang menyenggamai Cayasari dalam posisi doggy style. Pandangan Madapati melihat ke arah Wulandari yang tubuh seksi nya sedang menggelinjang-gelinjang ketika di semprot oleh Sang Prabu, sehingga membuat Madapati mulai mempercepat kocokan kontolnya di dalam liang kemaluan Cayasari.

ENAM


Wulandari masih merasa badannya lemas dan selangkangannya masih sedikit perih akibat peristiwa semalam. Bagaimana tidak semalam suntuk ia akhirnya harus melayani nafsu Sang Prabu sampai tiga ronde dengan berbagai macam gaya, sampai pria itu tergeletak lemas dengan senyum kepuasan. Mereka baru boleh keluar dari goa itu setelah terdengar samar-samar suara ayam berkokok di luar goa.

Ada ketakutan dalam diri Wulandari, bagaimana kalau dia hamil anak Sang Prabu? Namun ketakutannya sirna ketika mereka tiba di padepokan, Ning Luwuh memberikan jamu untuk mencegah kehamilan kepada anak-anak didiknya itu dan mulai mewajibkan mereka minum jamu tersebut setiap hari.

Wulandari tidak bisa berkonsentrasi ketika berlatih menari hari itu. Bukan hanya karena badannya lemas, selangkangannya perih dan tenaganya seperti habis tersedot, melainkan hari itu Sasana tempat mereka latihan menari sedang di kunjungi oleh Raden Pradipa, anak angkat Sang Prabu. Bukan hanya Wulandari yang risih melihat gelagat Raden Pradipa, namun sebagian penari tampaknya juga agak risih dengan tatapan dan senyuman mesum Sang Raden. Sehingga, Ning Luwuh sedari tadi membentak-bentak dengan keras anak-anak didiknya itu karena salah dalam melakukan gerakan, atau mungkin saja Ning Luwuh lagi cari muka kepada Raden Pradipa, yang juga menjabat sebagai Gabener kotapraja di Kertadwipa.

Jangan-jangan minta jatah juga nih kayak bapaknya. Terbersit pikiran seperti itu di benak Wulandari.

Seorang pemuda yang dari tadi berdiri di samping Raden Pradipa, menghampiri group Wulandari yang sedang istirahat. Pemuda berambut gondrong dengan ikat kepala batik itu berjalan menghampiri Wulandari.

“Halo Saya Ranu, pengawal Raden Pradipa.” Kata pemuda itu menjulurkan tangannya.

Wulandari menerima salam pemuda itu.

“Kamu siapa namanya?” kata Ranu.

“Wu..Wulandari.” jawab Wulandari gugup.

“Nggak usah gugup gitu dong. Tarian kamu bagus sekali.” Puji Ranu.

“Eh iya, terima kasih.” Kata Wulandari.

Wulandari melirik ke arah Cayasari dan Mayasari yang sedang cekikikan di belakangnya, sedang meledek Wulandari.

“Kamu ada waktu senggang kapan?” Ucap Ranu.

“Eh, wah nggak tahu.” Jawab Wulandari.

“Kita nonton ketoprak, yuk!” Ajak Ranu. “Di alun-alun ada ketoprak enak di samping tukang gado-gado di belakang tukang bubur ayam.”

“lho , nonton ketoprak atau makan ketoprak?” Tanya Wulandari bingung.

“Eh iya maksud saya nonton ketoprak.” Kata Ranu. “Ada ketoprak bagus, judulnya The Avenger Lakon Mahabharata, sekarang ada versi IMAX plus 4DX nya, lho.”

“Wah , lain kali saja. Saya nggak suka ketoprak superhero.” Kata Wulandari mencoba menolak ajakan Ranu.

“Oh, kalau ketoprak ala drakor suka donk?” kata Ranu.

“Saya wibu, nggak suka drakor.” Jawab Wulandari ketus.

“Ada lagi tuh ketoprak lokal yang lagi nge-hits judulnya, Dilan : 1990 SM.” Kata Ranu. “Mau ya? Kapan kamu ada waktu?”

“Waduh nggak sempat saya, Mas.” Jawab Wulandari mulai risih karena Ranu mulai memaksa.

“Minta nomor WA kamu deh, nanti kita janjian.” Kata Ranu.

Wulandari mulai salah tingkah. Tapi terus terang sikap Ranu memang membuatnya risih. Apalagi teman-temannya di belakang sudah pada bisik-bisik dan cekikikan.

“Ranu!” Suara Raden Pradipa lantang bergema di ruangan tersebut.

Ranu segera menoleh. Dilihatnya tuan-nya sedang bersiap-siap meninggalkan ruangan Sasana.

“Modus terus! Belegug Sia!” Bentak Raden Pradipa.

“Maaf ya. Lain kali kita lanjutin ngobrolnya.” Kata Ranu. “Jangan lupa minta nanti nomor WA-nya ya.”

Ranu segera bergegas meninggalkan Wulandari sambil berlari kecil menghampiri tuannya.

Dengan segera teman-teman sesama penari mulai meledek Wulandari sambil pada tertawa cekikikan.

TUJUH


Wulandari duduk merenung sendirian sebuah balai di halaman padepokan Sukosari. Teman-temannya sudah tidur, karena ia tidak bisa tidur maka Wulandari menyelinap ke balai di halaman untuk sekedar “cari angin” kalau kata orang jaman now. Ia mengingat kejadian dua malam lalu, sungguh liar kejadian waktu itu. Bukan mengenai Sang Prabu, tapi ia mengingat Madapati. Jantungnya terasa berdetak kencang kalau mengingat pemuda itu. Apalagi tadi pagi sewaktu ia dan rombongan penari yang hendak latihan di Aula Agung berpapasan dengan Madapati yang sedang mengawal rombongan putri Jayastri, jantungnya berdebar kencang ketika Madapati melemparkan senyum ke arahnya.

Wulandari menatap hamparan langit di malam hari itu. Tampak bintang-bintang bercahaya dan bulan sabit seperti tersenyum kepadanya. Entah apa yang ingin disampaikan langit kepada gadis yang sedang jatuh cinta ini.

“Kamu sedang apa?”

Sebuah suara mengagetkan Wulandari, hampir saja ia berteriak. Seorang lelaki gagah berambut pendek dan berbaju hitam berdiri disamping balai. Wulandari sangat gugup mendapati lelaki itu adalah pria yang sedang di bayangkannya. Madapati.

Madapati tersenyum manis dibalik kegagahannya ia memiliki senyum yang menarik, benar-benar pria yang sempurna. Membuat jantung Wulandari deg-deg-an-seerrr.

“Kamu belum tidur?”

Wulandari menggeleng. Terasa lehernya tercekat tidak bisa berkata-kata.

“Boleh aku temani?” kata Madapati.

Tanpa menunggu persetujuan dari Wulandari, sang pemuda langsung duduk di samping Wulandari.

Keduanya terdiam sejenak. Kepala kedua nya mendongak menatap bintang-bintang di langit.

“Kamu…” Wulandari dan Madapati berkata bersamaan.
Keduanya terdiam dan kemudian tertawa kecil, menertawakan kegugupan mereka. Rupanya pemuda itu juga merasa gugup menemui Wulandari yang sedang sendirian.

Seperti biasa Madapati memang melakukan patroli sebelum pergi tidur. Secara tidak sengaja ia melihat sosok wanita yang sedang duduk di balai. Mengetahui kalau itu adalah Wulandari, maka Madapati tidak segera menghampiri nya. Ia mengecek kebenaran sosok gadis yang menarik hatinya sejak malam mereka pertama kali berhubungan badan kemarin. Napak tanah nggak nih kakinya, kata Madapati dalam hati ketika ia mengamati sosok Wulandari dari kejauhan. Setelah memastikan adalah manusia yang duduk di balai itu, maka Madapati memberanikan diri untuk menghampiri.

“Kamu dahulu.” Kata Madapati dengan gaya sok bijak.

Wulandari berdehem, padahal tidak batuk.

“Kamu.. sedang apa?” Tanya Wulandari gugup.

“Saya sedang patroli. Memastikan lingkungan aman dan para penjaga siap.” Kata Madapati. “kamu sedang apa? Kenapa tidak tidur?”

“Akhir-akhir ini ,Aku sedang tidak bisa tidur.” Wulandari mencari alasan.

“Kenapa?”

“Aku merasa agak membosankan dengan latihan setiap hari.” Kata Wulandari, yang memang dilanda kebosanan karena latihan.

“Tidak apa-apa. Setelah perayaan kamu bisa kembali kog ke desa kamu. Mungkin kamu rindu dengan suami atau orang tua kamu.”

“Saya tidak punya suami.” Ungkap Wulandari.

“Eh, jadi tidak bersuami. Usia kamu berapa?” Tanya Madapati.

Mendengar kalau Wulandari belum bersuami Madapati bersemangat. Wah bisa tancap gas nih karena nggak ada saingan, begitu kata Madapati dalam hati.

“Dua puluh tahun, saya janda dan suami saya sudah meninggal.” Ungkap Wulandari.

Mendengar kata ”janda”, Madapati malah langsung tambah semangat. Janda cakep dan seksi gini, wah boleh juga nih.

“Nggak punya anak?” tanya Madapati.

Janda kembang dan nggak punya anak, manteb bener nih. Pantesan meki-nya rapet banget kemarin pas di jilatin, membatin si Madapati. Sontak belalai Madapati di dalam celananya langsung berontak nyut-nyutan, ketika membayangkan sewaktu ia menjilati tubuh telanjang Wulandari sewaktu pesta seks bersama Sang Prabu. Sabar madapati kecil santai dulu, sabar, kata Madapati dalam hati menenangkan kontol-nya yang sudah senat-senut.

“Kamu berasal darimana?” Tanya Madapati.

“Aku berasal dari wilayah selatan. Kamu tahu desa Penari?”

“Oh desa penari, yang sering dikunjungi anak-anak KKN itu ya? Pernah dengar sih.” Kata Madapati.

“Sejak dulu, di desa ku banyak penari yang terkenal dan sering sekali di kirim ke ibukota. Maka itu disebut desa Penari.”

Madapati hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Wulandari.

“Kamu sendiri bagaimana?” Tanya Wulandari mencoba mengenali lebih jauh pemuda tampan di sampingnya itu.

“Aku yatim piatu. Aku diangkat murid oleh Si Melotot dari Goa Setan.” Kata Madapati. “Belum pernah menikah.”

“Wah guru kamu pendekar terkenal itu ya.” Wulandari takjub.

Wulandari hanya menatap wajah pemuda tampan itu, menunggu cerita selanjutnya dari sang pemuda.

“Dulu aku pendekar pengelana. Setelah menyelamatkan Sang Prabu ketika terjadi penyerbuan oleh tentara kerajaan Pajangpati. kemudian aku diangkat jadi pengawal pribadinya.” Madapati menjelaskan.

“Bukankah banyak perempuan di istana ini cantik-cantik.” Tanya Wulandari.

“Ada beberapa dayang yang sempat berhubungan. Tapi tidak cocok.” Kata Madapati sambil dan menatap mata indah Wulandari yang sedari tadi memandangnya.
Wulandari langsung gugup melihat keindahan mata Madapati dan lalu membuang muka kembali menatap langit di atasnya.

“Sebaiknya kamu istirahat. katanya besok kita akan menyambut tamu dari kerjaaan Inggris.” Ucap Madapati.

“Sebentar lagi.” Kata Wulandari.

Keduanya terdiam. Madapati mencabut keris yang tersemat di pinggangnya dan meletakkan keris itu di sampingnya. Madapati mendekatkan dirinya sehingga tubuh mereka berdua bersentuhan. Tangan Madapati merangkul pinggang Wulandari. Ia mendekatkan wajahnya menyerbu leher jenjang gadis itu. Wulandari mendorong pelan tubuh Madapati sebelum lelaki itu mendaratkan bibirnya.

“Kamu mau apa?” Tanya Wulandari.

Madapati tidak menjawab namun menatap mata gadis itu sehingga keduanya berpandangan.

“Nanti ada yang lihat.” Kata Wulandari.

“Tidak ada penjaga di sekitar sini.”

Begitu menyelesaikan perkataannya bibir Madapati langsung mendarat di bibir Wulandari yang sedari tadi mengundang untuk dilumat.
Wulandari tidak sepenuhnya menolak ia menerima saja ketika Madapati mendaratkan bibirnya. Ia kemudian membalas lumatan bibir lelaki itu.

Tangan Madapati memegang perut dan belakang kepala Wulandari, membaringkan gadis itu di balai. Terpaan angin malam yang semakin dingin tampaknya tidak mempengaruhi kedua anak manusia yang saling jatuh cinta itu. Kedua anak manusia yang sedang dilanda nafsu birahi.

Kain penutup selangkangan Wulandari sudah terbuka dan jari-jemari Madapati sudah bermain di belahan memek nya yang di hiasi bebuluan jembut lebat itu. Membuat gadis itu menggelinjang kegelian karena bagian klitoris nya dimainkan. Sebaliknya tangan gadis itu sudah meremas-remas batang kontol Madapati yang tegak mengeras yang masih tersembunyi di balik celana Hitamnya. Bibir keduanya masih terus saling menempel, lidah mereka saling belit membelit. Madapati memelorotkan celana yang di pakai nya, sehingga tangan Wulandari kemudian meremas kontol keras yang sekarang bebas tanpa penghalang. Madapati bergolek menindih tubuh setengah telanjang Wulandari. Tangan wulandari menyingkir dari batang keras Madapati, dan memeluk tubuh pria gagah itu. Madapati meletakkan alat kelaminnya di bibir kelamin Wulandari, dan kemudian lelaki itu menekan alat kelaminnya memasuki lobang kelamin Wulandari.

Akhirnya Madapati dapat merasakan legitnya liang vagina Wulandari, karena dua malam lalu ketika lagi asyik, malah di ganggu Sang Prabu. Pantesan hingga semalam suntuk Sang Prabu tidak melepaskan Wulandari karena rasa enak dan legitnya memek gadis itu.

Wulandari terpejam, ia sudah memasrahkan semuanya kepada lelaki tampan itu. Memasrahkan kenikmatan yang sedang diberikan Madapati, ketika lelaki itu memulai goyangan pinggangnya, mengeluar masukkan batang keras dan panas di kedalaman kelamin gadis itu. Wulandari pun melawan dengan goyangan pinggulnya, sehingga membuat Madapati makin bersemangat.

Dari kejauhan malam tampak sepasang mata yang menyaksikan Wulandari dan Madapati yang sedang berhubungan badan di balai kecil itu dengan perasaan cemburu.

DELAPAN


Siang itu kerajaan Kertadwipa kedatangan tamu dari kerajaan Ingris yaitu Sir Joni Sin, tangan kanan dari King Arthur, sang penguasa kerajaan Inggris. Beliau juga termasuk dari ksatria di meja bundar yang terkenal dengan pedang tumpulnya dan sudah berpengalaman dalam hal tusuk-menusuk dan tembak-menembak di lobang gadis-gadis Amazon.

Dan seperti biasa untuk menyambut tamu negara selalu di hadirkan tari-tarian penyambutan. Para penari dengan gerakan yang kompak dan lemah gemulai seakan menyihir siapapun yang hadir di halaman Pendopo Agung. Gerakan mereka makin kompak dan sempurna membawakan tari-tarian khas kerajaan yang hanya boleh di mainkan oleh para penari yang diseleksi oleh Istana.

Dari tempatnya menari, sesekali Wulandari dapat melihat Madapati yang berdiri di samping Sang Prabu. Wajah pemuda itu terlihat kaku seperti biasanya namun tatapan matanya tidak lepas dari Wulandari. Beda dengan Suryomaguno yang melihat para penari sambil menjilati bibirnya, mungkin ia sedang bangkit nafsunya melihat para penari yang cantik-cantik dan langsing-langsing itu.

Namun ada yang menjengkelkan bagi Wulandari, diantara para hadirin yang berdiri tampak Ranu yang berada di samping Raden Pradipa. Ranu tampak sesekali melambaikan tangan, atau mengirimkan “kiss bye” ke arah para penari khususnya Wulandari.

Diantara para penari hari itu memang Wulandari yang paling mencolok. Karena hari itu dia di taruh posisi terdepan.


------

Wulandari hanya berdiam di pojokan, sementara para penari lainnya tampak sibuk bercakap-cakap dengan para tamu. Memang setelah menari, mereka di haruskan untuk bersedia membaur dan menemani tamu-tamu. Memang Wulandari sengaja menyembunyikan diri di antara kerumunan, ia tidak mau kalau tiba-tiba Ranu menghampirinya seperti tempo hari.

Putri Jayastri tiba-tiba berjalan menghampiri Wulandari yang sedang berdiam di pojokan. Putri pertama dari Sang Prabu itu berdiri dengan tatapan tajam di hadapan Wulandari. Tatapan yang setajam pisau seakan ingin menusuk tubuh Wulandari saat itu juga.

Berhadapan dengan Tuan Putri, tentu saja membuat Wulandari segan.

“Salam Tuan Putri.” Ucap Wulandari menjura seraya mendekapkan kedua tangannya di dada, serta menundukkan kepala, sesuai adat istiadat jaman old.

“Kamu tahu kenapa saya disini?” Tanya Jayastri.

“Maaf Tuan Putri. Hamba tidak tahu.” Jawab Wulandari.

Jayastri mendekatkan wajahnya ke telinga Wulandari.

“Kamu jangan main mata lagi dengan Madapati!” Bisik Jayastri dengan nada kasar. “Madapati adalah milik saya. Paham!”

Tercekatlah Wulandari mendengar pernyataan Jayastri. Bagaimana mungkin ia melawan, saingannya adalah putri kerajaan yang kelak akan menjadi calon ratu Kertadwipa. Apalagi ternyata semalam Madapati telah berbohong, karena lelaki itu bilang kepadanya kalau ia nggak punya pacar. Hancur hati Wulandari karena pria idamannya itu ternyata seorang pembohong.

Eh, bukan main mata lagi BGST! gue udah di ewe sama itu laki! Wulandari sebenarnya ingin membentak putri Jayastri, namun Wulandari menahan emosinya, bisa berabe kalau berdebat dengan Tuan Putri.

Jayastri pergi berjalan meninggalkan Wulandari yang masih berdiri dengan wajah shock dengan hati hancur berkeping-keping.

“Jangan digubris, kakak saya mah begitu orangnya.” Kata suara gadis di sebelah Wulandari.

Wulandari menoleh, ternyata disampingnya telah berdiri Putri Candramaya, yaitu putri ketiga dari Sang Prabu. Entah sejak kapan Putri Candramaya berdiri di sampingnya, tidak terlihat kehadirannya. Seperti jelangkung saja yang datang tidak diundang tapi pulang nya harus di usir.

“Salam Tuan Putri.” Kata Wulandari sambil menjura memberi salam.

“Sudah-sudah. Pokoknya, Kamu jangan kuatir.” Kata Candramaya menguatkan hati Wulandari. “Kakak saya itu di tolak terus sama Madapati. Makanya begitu sensi kalau Madapati main mata dengan perempuan lain. Delapan purnama lalu ada dayang yang di penggal gara-gara dekat sama Madapati.”

Wulandari hanya mendengarkan sambil mengangguk dan sedikit ngeri dengan cerita dayang yang di penggal. Bagaimana mungkin ia dengan kepo akan bertanya ini dan itu kepada Tuan Putri, nggak sopan kalau kata orang tua. Tapi mendengar cerita putri Candramaya membuat nyali nya ciut.

Tapi aneh saja, Jayastri yang cantik bagai bidadari itu ditolak Madapati. nggak mungkin itu, sampai kiamat tujuh kali pun itu pasti kabar hoax. Wulandari tidak percaya dengan kata-kata Candramaya.

“Besok aku mau main ke padepokan. Kamu nanti ajari saya gerakan tarian, ya.” Kata Candramaya.

“Iya Tuan Putri.” Angguk Wulandari.

Kemudian Candramaya dengan senyum cerianya meninggalkan Wulandari.

Sepeninggal Candramaya, Wulandari kembali memperhatikan keadaan sekitarnya. Tatapan kedua matanya tertuju ke Putri Kamiswari yang sedari tadi hanya duduk di pojokan bersama dayangnya. Merasa di perhatikan, Putri Kamiswari menengokkan kepalanya ke arah Wulandari berdiri. Wulandari segera menunduk segan.

“Eh ternyata kamu disini.” Kata Ranu yang tiba-tiba muncul.

OMG! Wulandari menggerutu dalam hati melihat kehadiran Ranu. Akhirnya ketahuan juga sama si Ranu yang genit ini.

Belum sempat Ranu melancarkan rayuannya, suara gong berbunyi tanda Sang Prabu akan berpidato. Sehingga membuat semua orang mengalihkan perhatiannya ke panggung tempat Sang Prabu berdiri. Kesempatan ini dipergunakan oleh Wulandari untuk menjauhi dan bersembunyi dari Ranu.
Sementara Sang Prabu memulai pidatonya.

---------------
Sekali lagi penulis meminta pembaca untuk memaklumi karena harus menyunting pidato Sang Prabu. Karena ini kan cerita panas, dan bukan naskah pidato. Maka dari itu sekali lagi penulis mohon maaf sebesar-besarnya kalau ada sebagian pembaca yang ternyata kepo dengan isi pidato komplit dari Sang Prabu.

Kita akan langsung saja ke pokok permasalahannya biar nggak berlarut-larut.

“Nah pokoknya jangan seperti anak angkat saya itu si Pangeran Sarung.” Kata Sang Prabu di tengah-tengah pidato nya.

Sontak para hadirin tertawa terbahak-bahak.

“Nama sudah bagus-bagus yaitu Raden Pradipa. Eh jadi punya gelar Pangeran Sarung, cuma gara-gara pakai sarung kemana-mana. Pradipa, kamu sudah sunat kan?” Kata Sang Prabu.

Mendengar nada melecehkan dari perkataan Sang Prabu ,membuat Raden Pradipa dongkol.

“Makanya kalau ke pijet kontol ke Mak Erotis jangan malah tukang pijet nya yang dipakai. Biarin aja di pijet biar besar, biar bisa jadi kebanggaan rakyat Kertadwipa seperti punya saya.”

Hadirin malah terpingkal-pingkal mendengar pidato Sang Prabu yang hampir mirip dengan panggung Stand Up Comedy. Raden Pradipa tambah dongkol dengan ayah angkatnya itu.

“Saya sebagai Raja tidak akan mewarisi tahta kepada dia. Kalau sekarang julukannya Pangeran Sarung, nah bagaimana nanti kalau jadi Raja? Julukannya jadi Raja Sarung donk. Apa Kertadwipa mau punya raja yang pakai sarung kemana-mana?”

Diantara hadirin mulai tertawa berguling-guling. Bahkan sampai ada yang batuk-batuk karena keselek biji nangka ketika mendengar Sang Prabu berpidato.

“Udah kamu tetap menjabat jadi Gabener kotapraja aja. Urusin itu pedagang kaki lima di Tanah Abang, jangan malah urusin instalasi seni kontemporer. Kemarin instalasi seni bambu dan sekarang instalasi seni batu, kamu itu mau bikin candi atau mau memperindah kotapraja sih?” kata Sang Prabu dengan nada mengkritik.

Wajah Raden Pradipa terlihat memerah geram menahan amarah karena merasa di sepelekan oleh Ayah Angkat-nya.

Sedangkan Wulandari malah tampak kucing-kucingan dengan Ranu di antara para tamu. Ranu tetap dengan gigih masih sangat ingin mengajak Wulandari menonton ketoprak 4DX.
 
Terakhir diubah:
next post lanjutannya gan..

SEMBILAN



Menjelang perayaan latihan group tari menjadi lebih intensif. Banyak gerakan baru yang harus di pelajari, dan tentu saja membuat Wulandari harus menghafal gerakan-gerakan yang berkembang menjadi lebih kompleks.

Untung nya putri ketiga Sang Prabu yaitu Princess Candramaya sering datang ke pedepokan. Rupanya Candramaya memiliki ketertarikan dengan seni tari, selain itu tampaknya Candramaya seperti mendapat teman baru yaitu Wulandari. Mereka berdua sering terlihat bercanda-canda, sehingga membuat teman-teman Wulandari sedikit iri dengan kedekatan mereka berdua.

Wulandari sudah menjaga jarak dengan Madapati setelah mendapat ancaman dari Tuan Putri Jayastri. Ya memang rencananya setelah pengabdiannya kepada kerajaan selesai, tentu saja Wulandari ingin pulang kembali ke desanya dengan selamat atau ikut kerja jadi therapist di spa. Apalagi kalau dirinya berpapasan dengan rombongan Tuan Putri Jayastri yang sering jalan-jalan di sekitar keraton, pandangan dan tatapan kejam Jayastri seakan salalu mengawasi gerak-gerik Wulandari, dan yang pasti Tuan Putri itu memiliki banyak mata-mata di sekitar keraton.

Madapati sendiri beberapa kali kepergok berkeliaran di sekitar padepokan pada malam hari oleh teman-teman Wulandari ataupun oleh Ning Luwuh. Sedangkan Ranu tidak kelihatan lagi batang hidungnya di sekitar padepokan sejak dicuekin sama Wulandari.



Pasti pembaca ingin mengetahui, apakah Wulandari dan para penari lainnya masih melakukan pesta sex dengan Sang Prabu?

Jawabannya adalah


MASIH.

Beberapa kali Wulandari harus melayani nafsu bejat Sang Prabu, namun tidak harus selalu gebeh party seperti kemarin, tiga kali Sang Prabu meniduri Wulandari secara privat. Selain itu kadang para penari harus menyajikan tari telanjang kepada Sang Prabu secara privat.

Lho kog nggak di ceritain detailnya sih waktu Sang Prabu meniduri Wulandari?

Pembaca yang budiman,
berhubung peraturan LKCP 2019 ini mensyaratkan 40% muatan sex scene. Yang berarti ‘misalnya’ dari 13.000 kata hanya diperbolehkan menggunakan sekitar kurang lebih 5000 kata untuk mendeskripsikan sebuah sex scene , maka dengan berat hati penulis menyensor bagian-bagian tersebut.

Lagian jari gue pegel KELESS! Karena sesungguhnya menceritakan sex scene itu lebih susah daripada praktek langsung atau menggambarkan dengan visual, sehingga itulah mengapa penulis sangat mengagumi Sang pujangga Eny Arrow, karena beliau bisa mengetik secara detail sebuah sex scene dengan menggunakan mesin ketik ( belum ada mikocok word waktu itu). Ditambah juga penulis cerita ini juga sibuk urusin kerjaan buat kasih makan kucing-kucing di rumah yang lebih doyan dikasih makan mekdi dan nasi padang biar perutnya pada six pek.

Mari kita lanjut ke cerita setelah intermezzo sedikit dari penulis.

SEPULUH



Tibalah hari festival musim panen. Festival musim panen kali ini sangat besar, sebesar kontol Sang Prabu, karena panen tahun ini sangat melimpah.

Rakyat Kertadwipa berbondong-bondong memadati jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk, yaitu dua jalan utama yang menuju ke alun-alun keraton tempat festival di selenggarakan. Selain itu jalan-jalan utama yang menuju keraton juga di tutup seperti jalan Senopati, jalan Sultan Agung, dan Jalan Gunawarman. Di alun-alun keraton dibangun sebuah panggung megah. Ada banyak hiburan disajikan kepada masyarakat kerajaan Kertadwipa, ada bazaar murah, pasar malam, serta festival seni.

Para artis bintang tamu pun turut meramaikan festival tersebut diantaranya seperti : KRDP 48 (kertadwipa 48), ditambah penampilan dari Ken Arok Band dari Inggris, serta bintang negeri Joseon yaitu Blekping.

Masih Kurang?

Kita kasih penampilan dari Didi Ngentot yang dijuluki sebagai “The Godfather of Broken Hymen”.

Masih kurang juga?

Kita tambahin deh dengan penampilan special dari Vina Gengbeng, yaitu penyanyi asal Garut yang lagi nge-hits karena goyang gengbeng-nya.

Acara dari subuh sampai subuh lagi itu akan dipandu oleh MC yang lagi nggak kalah nge-hits dan viral yaitu HimeKimi, dan Atta Samberpetir.

Acara besar ini pun di sponsori oleh :

27712794925bf46f68534850040c670747e13714.jpg

Selain itu di wilayah keraton juga disajikan kesenian tradisional dan perjamuan makan untuk para tamu dari luar negeri. Selain dari China, Joseon dan Inggris, tampak juga tamu dari Nippon yang di wakili oleh perdana menterinya yang legendaris, yang dikenal oleh netizen negara +62 dengan nama Grandmaster Opa Sugiono Tokuda. Yang paling menarik perhatian adalah ratu dari kerajaan Turki yaitu Queen Mia Khilaflah yang terkenal akan kecantikannya, yang juga turut hadir di pesta internal keraton.

Rupanya panitia yang kali ini dilaksanakan oleh EO bernama Tunggul Ametung Production juga telah menyiapkan sebuah bangunan menyerupai balkon di tembok selatan keraton yang berbatasan langsung dengan alun-alun. sehingga keluarga Raja, para pejabat istana dan tamu undangan dapat menyaksikan panggung gembira di alun-alun dari balkon tersebut.

Acara di panggung utama sangat meriah. Apalagi penampilan dari Vina Gengbeng yang memukau para hadirin. Bahkan utusan dari kerajaan Inggris yaitu Sir Joni Sin, langsung menawarkan kontrak ekslusif untuk kerjasama dengan managemen Vina Gengbeng setelah menyaksikan penampilan maut dari biduan tersebut. Rupanya Sir Joni Sin ingin bikin album lagu duet dengan Vina Gengbeng. Walaupun kemudian penawaran tersebut langsung ditolak mentah-mentah oleh pihak managemen, karena rupanya Vina Gengbeng secara diam-diam sudah menandatangani kontrak dengan pihak Nippon yang ditanda tangani oleh opa Sugiono. Bahkan video klip Vina Gangbang duet dengan opa Sugiono sedang dalam penggarapan oleh sebuah Production House JAV yang terkenal dan di sutradarai oleh Livi Jreng.

Oke, kita kembali ke Wulandari dan teman-temannya. Kita akan membahas ke bagian yang mulai serius. Supaya kelak penulis nggak dituduh salah focus atau menyebar cerita hoax oleh pembaca sekalian dalam menggarap cerita ini.

Setelah menyaksikan acara panggung gembira. Rombongan Raja dan tamu kembali ke Aula Agung untuk menikmati sajian santap sore.

Sepanjang jalan menuju Aula Agung tampak barisan penari di kiri dan kanan dengan di iringi oleh suara gamelan. Para penari itu di haruskan menari selama 24 jam, selama acara berlangsung. Dari tarian pembukaan, tarian hiburan, tarian pengisi kekosongan jiwa yang hampa, sampai kepada tarian penutupan nanti.

Mending gue di gengbeng 24 jam deh, Kata Wulandari dalam hati, sambil terus menarikan tarian untuk menghibur para pejabat dan tamu melintasi jalan menuju Aula Agung.

Sepertinya mereka tidak begitu tertarik dengan tarian tradisional yang di pentaskan di samping mereka karena sibuk dengan gadget-nya masing-masing ataupun mengobrol dengan orang di sebelahnya. Mungkin kalau para penari ini bugil semua pasti para tamu pada bakalan ngaceng sepanjang jalan menuju ke aula.

Sang Prabu lebih dahulu memasuki Aula Agung. Namun baru sampai dua langkah, terkejutlah ia.

SEBELAS



Raden Pradipa tampak duduk di Singasana raja. Di sebelahnya tampak berdiri Ranu dengan pedang terhunus. Yang membuat Sang Prabu terkejut bukan hanya itu, melainkan Raden Pradipa memakai mahkota Raja di kepalanya.

“Wahai anak-ku, mengapa engkau dengan lancang duduk di singasana dan memakai mahkota raja?” Kata Sang Prabu heran bercampur emosi.

“Wahai ayah angkat-ku, mulai hari ini aku-lah Raja Kertadwipa.” Kata Raden Pradipa dengan nada berwibawa.

“Wahai anak-ku, jangan bercanda donk, keless! banyak tamu disini.” Kata Sang Prabu.

“Wahai ayah angkat-ku, aku tidak bercanda. Sebab mulai hari ini engkau dipecat sebagai Raja Kertadwipa!” Hardik Raden Pradipa lantang.

Madapati dan Suryomaguno serta para pasukan pengawal raja segera menghunus keris dan pedang, ketika melihat tingkah laku Raden Pradipa yang telah lancang.

Ranu meniup peluit. Seketika itu juga pasukan berpakaian putih-putih keluar dari persembunyian mereka dari balik tirai-tirai yang menyelimuti sekeliling ruangan Aula Agung. Mereka adalah pasukan Raden Pradipa.

Pasukan berpakaian putih itu membawa berbagai macam senjata dari tombak, pedang, dan perisai. Mereka sudah siap untuk berperang.

Melihat itu pasukan yang mengawal Sang Prabu segera mengatur formasi untuk melindungi keluarga kerajaan ,serta pejabat dan tamu negara.

“Wahai ayah angkat-ku, sebaiknya menyerah saja supaya tidak terjadi baku hantam .” Kata Raden Pradipa

“Wahai anak angkat-ku, Engkau sudah kubesarkan sebagai anak sendiri, bahkan aku beri kamu jabatan dan wilayah. Inikah balas jasamu?” kata Sang Prabu.

Hati Sang Prabu terasa hancur melihat anak angkat nya telah berlaku lancang.

“Wahai ayah angkat-ku, ini semua tidak perlu terjadi seandainya engkau tidak mempermalukan aku di depan pejabat dan tamu negara waktu itu.” Kata Raden Pradipa. “Tapi sudah terlambat. Sekarang! akulah raja disini.”

“Bisakah kita bicarakan baik-baik, wahai anak angkat-ku.” Kata Raden Pradipa mencoba bernegosiasi.

“Berikan Candramaya sebagai permaisuri-ku! Dan kalian semua pergi dari sini!” Kata Raden Pradipa.

Tentu saja Sang Prabu naik darah, mana mau ia memberikan anak ketiganya untuk di nikahi oleh Raden Pradipa yang kurang ajar itu. Ia ingin maju untuk menampar Raden Pradipa namun langkahnya segera di cegah oleh Madapati.

“Kamu telah mempermalukan kerajaan ini.” Kata Sang Prabu dengan nada tinggi. “Turunlah! dan kita bicarakan baik-baik! kalau kamu memang mau tahta itu ,kamu bisa menggantikan aku nanti setelah aku mati.”

“ Selain pasukan-ku, di luar tembok pasukan Cakrayudha dan Cakrabuana telah bersiap mendukung aku sebagai raja.” Kata Raden Pradipa. “Ranu, suruh antarkan para tamu negara untuk segera keluar dari keraton!”

Ranu segera meniup peluit dua kali. Anak buahnya segera menyuruh para tamu asing dan aseng untuk pergi meninggalkan keraton.

Tentu saja Raden Pradipa tidak mau ambil resiko kalau para tamu dari negeri asing itu terluka karena nanti bisa diserang balik oleh negara-negara tetangga.

“Apa maksudmu Pradipa?” kata Sang Prabu

“Kata Ayah tadi bahwa aku bisa menggantikan ayah setelah mangkat. Betul?” Tanya Raden Pradipa.

Sang Prabu mengangguk meng-iya-kan. Ia berharap sikap Raden Pradipa melunak.

Sang Raden tertawa keras.

Sang Prabu yang diliputi kebingungan itu merasakan rasa sakit di perut. Ia melihat bagian perutnya sudah tertembus keris. Darahnya mengucur deras. Rupa Suryomaguno menusukkan keris kepada Sang Prabu dari belakang.

“Inilah akibatnya kalau aku selalu di suruh pakai wanita bekas anda.” Bisik Suryomaguno di telinga Sang Prabu.

Suryomaguno mencabut kerisnya, sehingga darah muncrat, seiring robohnya tubuh Sang Prabu dengan tubuh bersimbah darah.

“Suami-ku!” Jerit Ratu Mahaeswari histeris melihat Sang Prabu Tewas.

“Penghianat!” Teriak Madapati sambil menyerang Suryomaguno.

“Bunuh mereka semua! Dan perkosa semua wanitanya!” Teriak Raden Pradipa.

Ranu dan Para prajurit langsung menyerang rombongan raja. Para pengawal langsung menangkis serangan para prajurit Raden Pradipa. Sedangkan Madapati bertarung dengan Suryomaguno. Sebagian prajurit pengawal menyuruh para Sekar kedaton dan para dayang segera pergi untuk menyelamatkan diri dari kepungan para prajurit Raden Pradipa.

Raden Pradipa melempar sebuah tombak dan menancap di dada Ratu Mahaeswari yang sedang meratapi mayat Sang Prabu. Tadinya ia mau membunuh Madapati dengan melempar tombak itu, tapi malah salah sasaran. Sang Ratu pun roboh bersimbah darah di atas tubuh suaminya.

DUA BELAS



Keadaan di luar Aula Agung lebih heboh lagi. Seperti pedagang kaki lima yang di bubarkan oleh satpol pp, para penari dan dayang-dayang, serta tamu-tamu berlarian kesana-kemari karena di kejar-kejar oleh para prajurit Raden Pradipa.

Entah bagaimana keadaan di alun-alun tempat rakyat berkumpul menikmati hiburan. Pokoknya chaos lah keadaan di dalam keraton. Ada yang dibunuh, ada yang baku hantam, ada perempuan di perkosa, ada yang sekedar di telanjangin, dan macem-macem deh jenis kebrutalan prajurit Raden Pradipa.

Prajurit yang dibawah kepemimpinan Madapati dan masih setia kepada raja terlihat melakukan perlawanan. Namun jumlah prajurit berseragam hitam tersebut lebih sedikit sehingga dengan mati-matian mereka memberikan perlawanan sambil menjaga para penghuni istana.

Wulandari berlari ke bagian belakang keraton, menyusuri lorong-lorong keraton bersama beberapa orang teman-temannya dan beberapa prajurit berseragam hitam. Namun langkah mereka terhenti karena melihat prajurit berpakaian putih-putih menghadang mereka di depan. Prajurit berseragam hitam kemudian bertarung dengan para prajurit berseragam putih.

Wulandari kebingungan, teman-temannya melarikan diri ke arah lain. Wulandari tidak lari mengikuti arah teman-temannya karena ia tahu kalau prajurit Raden Pradipa pasti juga menghadang di tempat lain. Wulandari berlari memasuki sebuah pintu kecil yang terbuka di dekat situ, berharap tidak ada prajurit Raden Pradipa di dalam ruangan tersebut.

Ia bersembunyi di balik pintu. Terdengar suara langkah kaki orang berlarian di luar lorong.

“Kejar mereka!” terdengar teriakan suara laki-laki dekat sekali dengan tempat Wulandari bersembunyi.

Kemudian suara langkah-langkah kaki terdengar menjauh.

Wulandari melihat sekeliling ruangan tempat bersembunyi. Rupanya ruangan tersebut digunakan sebagai gudang tempat menyimpan pekakas dan berbagai peralatan berkebun. Mata Wulandari tertuju kepada sebuah lemari di pojok ruangan.

Pintu lemari tersebut terbuka sehingga terlihat dalamnya yang kosong. Kira-kira muat untuk satu orang dewasa. Di sekeliling lemari tampak bersandar peralatan berkebun. Disamping kanan lemari ada juga lemari sejenis yang tampak sudah rusak dimakan rayap.

Wulandari mengintip, memastikan tidak ada orang di sekitar lorong. Ia hanya menyaksikan tiga mayat tentara berpakaian hitam dan putih yang tergeletak di depan pintu ruangan. Wulandari segera menutup pintu ruangan, kemudian buru-buru menyembunyikan dirinya di dalam lemari itu.

Dengan hati-hati Wulandari menutup pintu lemari rapat-rapat dari dalam, dan berharap semoga tidak ada prajurit Raden Pradipa yang menemukannya.

TIGA BELAS



Entah gimana dengan nasib teman-temannya, Wulandari hanya bisa berdoa dalam hati di lemari tempat persembunyiannya. Di pintu lemari kecil itu terdapat celah akibat keroposnya kayu, sehingga Wulandari bisa melihat keadaan diluar, sesekali ia mengintip keadaan di ruangan yang gelap gulita. Matanya mulai terbiasa dengan keadaan gelap.

Terdengar suara teriakan nyaring seorang wanita di luar ruangan. Suara teriakan meraung-raung. Disusul pintu terbuka dengan paksa. Suara berdebam di lantai yang di iringi suara wanita yang berteriak-teriak histeris. Terdengar suara tertawa lelaki di dalam ruangan tempat Wulandari bersembunyi.

Wulandari menahan nafasnya, ketika menyadari kalau ruangan tempatnya bersembunyi sudah dimasuki oleh orang. Jantung Wulandari berdegup kencang. Ia semakin meringkuk takut di dalam lemari kecil itu.

terdengar bunyi tamparan, kemudian terdengar suara kain di robek-robek. Suara Wanita itu terdengar memekakkan telinga Wulandari. serta suara laki-laki tertawa-tawa membuat nyali Wulandari makin ciut.

-------

Suara teriakan wanita itu membuat Wulandari penasaran. Ia mengintip dari lubang kecil di lemari tempat ia bersembunyi terkejutlah ia dengan apa yang di lihatnya.

Terlihat Jayastri sedang di perkosa oleh para prajurit pemberontak. Di tubuh Jayastri sudah tidak menempel sehelai benangpun. Jayastri dalam keadaan tengkurap di lantai, dari belakang seorang prajurit tampak sedang menyenggamai nya sembari mencekik leher Jayastri dari belakang. Prajurit-prajurit lain memegangi putri Jayastri. Ada sekitar delapan orang prajurit dalam ruangan tersebut, nampaknya mereka menunggu untuk gantian menyenggamai putri Jayastri. Jayastri berteriak-teriak, sehingga salah seorang prajurit menendang wajah-nya dua kali. Teriakan Sang Putri yang judes itu pun berhenti.

Wulandari memegangi mulutnya menutup mulutnya rapat-rapat menyaksikan kekejaman itu. Ia tidak mau kalau suara nafasnya terdengar oleh salah satu prajurit di dalam ruangan itu.

Terdengar lagi suara teriakan wanita. Tiga orang prajurit memasuki ruangan tempat teman-temannya memperkosa Jayastri. Salah seorang dari Ketiga prajurit itu menyeret putri Kamiswari dengan menjambak rambut panjangnya. Kamiswari hanya berteriak-teriak meraung karena kesakitan.

Prajurit tersebut melemparkan tubuh putri Kamiswari di samping Jayastri yang sedang di pakai. Bagaikan serigala-serigala kelaparan, para prajurit langsung berebutan merobek-robek kain yang melilit tubuh putri Kamiswari hingga putri yang pendiam itu kini telanjang bulat. Tubuhnya tergeletak bugil di lantai sambil ia menangis meraung-raung.

Para prajurit itu tidak peduli. Seorang yang tampaknya tinggi pangkatnya sudah membuka celananya dan langsung menindih Kamiswari, sedangkan anak buahnya memegangi tangan dan kaki Kamiswari, ada pula yang meremas-remas tetek kamiswari yang sudah bebas tanpa pembungkus. Kamiswari berteriak keras ketika lelaki yang menindihnya itu sudah memasukkan kontolnya, merobek selaput dara nya dan mengambil kegadisannya. Kini sang putri sudah tidak perawan,sudah tidak berharga untuk menjadi penerus kerajaan.

Sedangkan Jayastri tampaknya sudah pingsan dan prajurit yang menyenggamainya hendak berganti orang.

“Jangan keluarin di dalem, Njir!” kata prajurit yang hendak memasukkan kontol nya ke tubuh Jayastri, kepada temannya yang tadi menggagahi Jayastri.

“Yaelah! Bersih lah peju gue, Bambang!” kata prajurit itu.

Rupanya prajurit itu namanya Bambang.

“Awas aja kalo nanti gue kena AIDS!” Ancam si Bambang.

“Jaman ini belum ada AIDS, BGST! Jangan bikin HOAX, BABI!”

“Gue yang pakai nih kalau lo nggak mau!” Kata prajurit yang sedang meremas-remas buah dada Jayastri.

Akhirnya prajurit yang diketahui bernama Bambang itu melesakkan kontolnya yang sudah terlanjur ngaceng ke dalam memek Jayastri yang kini sudah dalam posisi terlentang. Prajurit yang satu lagi segera meneruskan meremasi toket Jayastri yang besar dan sekal itu. Teman-temannya yang lain sebagian masih berdiri menonton sambil coli untuk menunggu giliran.

“Cepatan, BGST!” kata seorang yang lagi berdiri sambil coli dan tampaknya tidak sabar.

“Jangan nge-gas, ANJG! Baru juga masuk, NYET!” kata si Bambang, sambil maju mundur pantatnya untuk mengocok kontolnya di memek Jayastri.

Sedangkan Kamiswari berteriak-teriak ketika di entot oleh seorang prajurit dalam posisi doggy style. Kemudian salah seorang prajurit itu menyumpal mulut Sang Putri dengan memasukkan kontolnya yang besar untuk membungkam mulut nya supaya nggak berisik. Sedangkan temannya masih asyik bergoyang-goyang pantatnya maju mundur menikmati tubuh bugil Kamiswari. Dan ada seorang lagi yang sedari tadi meremasi buah dada Kamiswari sambil coli.

“Mana nih putri yang satu lagi?” Tanya seorang prajurit yang sedang meremasi toket Kamiswari.

“Itu sih jatah Raden.” Kata prajurit yang sedari tadi hanya berdiri.

Beberapa orang prajurit masuk ke ruangan. “Wah, rupanya pada asyik disini.” Kata salah seorang diantara mereka.

“Antri, BGST!” kata prajurit yang berdiri.

Wulandari hanya bisa melihat perbuatan bejat para prajurit tersebut dari lubang kecil di lemari tempatnya bersembunyi. Ia terus berdoa, berharap semoga para prajurit itu tidak menyadari kehadirannya.

EMPAT BELAS



Entah sudah berapa lama Wulandari ada di dalam lemari sempit itu. Ia sudah tidak mendengar suara-suara para prajurit. Namun samar-samar masih terdengar suara-suara berbisik dan suara-suara gesekan alat kelamin.

Mungkin masih ada prajurit yang berada di dalam ruangan tersebut. Wulandari mengira-ngira namun tidak berani mengintip karena takut ketahuan.

Terdengar erangan lelaki yang di iringi suara jatuh berdebam.

“Sialan!”

Terdengar suara lain. Namun disusul suara pukulan dan suara tulang patah, kemudian ada suara tubuh jatuh dengan kencang di lantai.

“Cari kain!” sebuah suara terdengar.

Wulandari mengenali suara tersebut yaitu suara Madapati.

Wulandari segera mengintip dari lubang di tempat persembunyiannya untuk memastikan bahwa yang di dengarnya itu suara Madapati. Dan ternyata benar.

Madapati sedang memeriksa keadaan putri Kamiswari. Wulandari segera membuka lemari tempatnya bersembunyi.

Madapati terkejut ketika melihat pintu lemari itu terbuka, hampir saja ia menghujamkan keris yang di pegangnya namun tidak jadi ketika menyadari kalau ternyata Wulandari yang berada di dalam lemari itu.

Kamiswari sedang menangis sesengukan. Sekujur tubuh telanjangnya penuh dengan bercak ceceran peju para prajurit yang sudah menggagahinya. Sedangkan darah segar bercampur peju terlihat mengalir dari kemaluannya.

Nasib kakaknya Jayastri lebih sadis lagi. Tubuh Jayastri terlentang bugil, dari kemaluannya terlihat peju bercampur darah yang berceceran sampai kelantai, serta sebuah tombak terlihat menancap di perutnya. Nampak nya para prajurit tadi membunuh Putri yang sombong itu setelah memperkosanya.

Dua orang prajurit yang setengah telanjang terlihat tergeletak pingsan di ruangan itu. Sepertinya kedua prajurit tersebut yang tadi di hajar Madapati ketika sedang menikmati tubuh bugil putri Kamiswari sedangkan prajurit-prajurit lainnya sudah pergi entah kemana.

Seorang prajurit muda yang tampaknya adalah anak buah Madapati membawa kain dan menutupi tubuh bugil Kamiswari.

“Wulan, kamu tidak apa-apa?” kata Madapati sambil memeluk Wulandari.

Wulandari tidak bisa berbicara hanya menggeleng sambil berurai air mata.

“Ayo cepat kita pergi dari sini!.” Bisik Madapati sambil menarik lengan Wulandari.

Madapati memberi isyarat kepada kedua anak buah nya. Kemudian mereka pun membopong tubuh putri Kamiswari yang sudah di tutupi kain itu.

Mereka dengan sangat hati-hati menyelinap keluar dari ruangan itu.

-------

Hari telah gelap. Di kegelapan Wulandari melihat sekilas sisa-sisa kekacauan tadi sore. Tampak mayat bergelimpangan di sana-sini. Asap putih samar-samar masih terlihat mengepul di sekitar keraton. Perlahan-lahan mereka menyelinap karena masih ada beberapa prajurit Raden Pradipa yang berpatroli di sekitar Keraton.

Wulandari, Madapati, Kedua prajurit dan Putri Kamiswari menyelinap di antara pepohonan. Masih dalam komplek keraton mereka menyusuri jalan setapak sampai di jalan buntu yang di tutupi semak belukar. Kemudian menerobos semak-semak sehingga mereka sampai di pintu goa kecil. Wulandari ingat ruangan setengah goa tempat mereka dulu berpesta sex. Namun seingatnya waktu itu jalan nya melewati jalan belakang dari bangunan tempat tamu kerajaan menginap dan menyusuri jalan setapak yang berbeda.

Tampak prajurit bersembunyi di balik batu besar, sebagian di balik pepohonan. Madapati bersiul menyuarakan suara burung malam, sehingga para prajurit yang bersiaga itu mengenalinya.

Rupanya itu tempat rahasia di dalam keraton. Mereka memasuki pintu, menyusuri lorong sampai tiba di gua yang terdapat kolam air panas.

Batu besar di pinggir kolam yang selalu menjadi tempat bersandar Sang Prabu terlihat sudah bergeser letaknya. Di balik batu besar di pinggir kolam itu terlihat sebuah lobang terowongan kecil yang muat untuk satu orang dewasa.

“Kamu masuk duluan!” kata Madapati kepada Wulandari, sambil menunjuk lobang terowongan.

------

Wulandari harus merangkak untuk menyusuri terowongan yang sempit dan lembab. Dibelakangnya mengikuti anak buah Madapati sambil menyeret tubuh putri Kamiswari yang dalam keadaan pingsan. Sepanjang terowongan itu gelap gulita, sehingga Wulandari harus meraba-raba dalam kegelapan, untungnya terowongan itu tidak bercabang.

Kira-kira sepeminuman teh kemudian, akhirnya Wulandari melihat ujung terowongan. Di ujung terowongan tampak cahaya dari api obor. Wulandari mempercepat merangkaknya. tidak peduli kerikil-kerikil tajam yang menusuk-nusuk kulit tangannya, Ia hanya ingin segera keluar dari terowongan ini.

Tangan seorang prajurit pengawal Raja membantu Wulandari keluar dari terowongan sempit itu. Akhirnya, Wulandari dapat menghirup udara segar. Ujung terowongan itu berbatasan dengan hutan, sepertinya hutan di wilayah perbukitan di sebelah barat keraton yang konon menurut cerita Ning Luwuh adalah hutan angker. Mungkin cerita tersebut sengaja dibuat supaya tidak ada orang yang memasuki hutan perbukitan tersebut walaupun hanya untuk sekedar bikin acara uji nyali.

Sekitar Wulandari tampak banyak prajurit Raja, namun hanya dua orang yang membawa obor, mungkin untuk menyembunyikan kehadiran mereka. Wulandari hanya berdiam dengan senyap saja di tempat itu sambil menyaksikan satu persatu orang keluar dari lubang terowongan.

LIMA BELAS



Wulandari, Madapati serta rombongan prajurit itu meninggalkan goa terowongan setelah menutup nya dengan batu besar. Mereka menyusuri hutan yang gelap gulita. Hanya satu obor yang di bawa oleh prajurit yang berjalan sekitar jarak dua tombak di paling depan mereka. Namun sinar bulan purnama malam itu sedikit membantu penerangan jalan mereka.

Mereka tiba di sebuah benteng kecil di tengah hutan. Benteng itu terlihat samar-samar di kerimbunan hutan karena memang tempat rahasia. Hanya ada dua penjaga yang tampak di depan benteng itupun juga bersembunyi di antara bayangan tembok benteng yang terbuat dari susunan batu hitam.

“Kita sementara akan aman disini. Tidak banyak yang tahu mengenai tempat ini.” Ucap Madapati kepada Wulandari ketika mereka memasuki gerbang benteng.

Di balik tembok benteng hanya terdapat sebuah tanah lapang agak luas, dengan sebuah bangunan besar di tengah lapangan. Di samping bangunan terlihat kandang-kandang kuda, serta beberapa kereta berada di lapangan.

Mereka memasuki rumah besar. Tampak Aula besar begitu memasuki pintu depan rumah itu. Wulandari kaget karena di aula rumah tersebut sudah ada beberapa orang yang di kenal-nya, diantaranya adalah : Ning Luwuh, Nirwana, Mayasari dan tentu saja putri Candramaya. Mereka langsung menghampiri dan menyambut Wulandari. Isak tangis haru para gadis itu segera terdengar.

Selain itu tampak beberapa pejabat istana yang berhasil selamat dari kekacauan di keraton. Mereka berbicara dengan Madapati. Sedangkan beberapa dayang yang selamat tampak menggotong tubuh Kamiswari yang pingsan, dibawa ke bagian belakang bangunan.

“Kamu tidak apa-apa?” Putri Candramaya bertanya kepada Wulandari. Setelah para penari itu selesai adegan peluk-pelukan haru nya seperti dalam acara kontes nyanyi di tivi-tivi.

“Tidak Tuan Putri.” Kata Wulandari.

“Sudah jangan panggil saya Tuan putri, saat ini saya sudah bukan putri raja. Sang Prabu sudah wafat” Ucap Candramaya. “Panggil Mbakyu saja.”

Mendengar kalau ternyata Sang Prabu wafat membuat Wulandari agak bersedih, karena ia nggak bisa lagi menikmati goyangan kontol keras dan panjang serta semprotan peju yang banyak dari Sang Prabu.

Wulandari mengangguk sedih. “Kamu bagaimana?” tanyanya kepada Candramaya.

“Tadi saya di selamatkan oleh Madapati waktu diperkosa oleh si Pradipa. Sialan itu orang!”

Wulandari memang melihat ada sedikit lebam di bagian pipi putri Candramaya, mungkin akibat kekerasan yang baru di alaminya.

“Untung aja, belum masuk tuh kontol si Pradipa.” Candramaya berbicara lagi. “Padahal gue udah bugil pasrah pas ditindih Pradipa. Baru ditempel, eh kontol-nya malah croot. Hihihi..lemah amat.” Candramaya malah tertawa geli menceritakan hal tersebut.

“Tuan putri sebaiknya bersiap. Karena kita sebentar lagi akan berangkat ke Kalingga sebelum fajar menyingsing.” Kata Madapati menghampiri Candramaya dan Wulandari.

“Bagaimana dengan mereka?” kata Candramaya.

Yang di maksud Candramaya adalah para penari dan para dayang yang tidak tahu apa-apa tetapi turut menjadi korban.

“Mereka akan dipulangkan ke desa masing-masing.” Kata Madapati. “Aku akan menyuruh beberapa orang prajurit untuk mendampingi mereka.”

“Bolehkah saya menumpang.” Kata Wulandari. “Desa saya searah jalan dengan Holing.”

Wulandari menatap Madapati supaya ia bisa ikut rombongan Candramaya. Madapati hanya mengangguk, kemudian ia meninggalkan Wulandari dan Candramaya.

“Desa kamu dimana?” Tanya Candramaya.

“Desa Penari.” Jawab Wulandari.

“Wooh…,tempat anak-anak KKN itu ya. Yang banyak genderuwo.” Candramaya malah kepo. Sifat riangnya seakan tidak terpengaruh dengan tragedi yang baru saja menimpanya, bahkan seperti tidak peduli dengan nasib Ayah dan Ibu, serta kakak-kakaknya.

“Ceritain donk, cerita mistis lainnya dari desa kamu!”

Candramaya malah kepo karena terpengaruh dengan cerita yang lagi nge-hits di kalangan netizen Kertadwipa.

ENAM BELAS



“Nanti kalau masalah sudah selesai, aku akan datang ke desa kamu.” Kata Madapati.

Madapati dan Wulandari berpelukan. Sebuah pelukan perpisahan dengan latar belakang senja di perbukitan yang literally so romantic like in film hollywood

Hari mulai senja ketika rombongan itu tiba di jalan bercabang di perbatasan antara wilayah Kalingga dan Kertadwipa. Karena kini arah mereka berlawanan maka Wulandari memutuskan untuk meneruskan perjalanan pulang dengan berjalan kaki, lagipula karena susah sinyal di pedalaman maka tidak bisa pakai aplikasi Go-Kuda.

Wulandari berlinang air mata hanya bisa tersenyum kecil, karena kisah cinta nya dengan Madapati mungkin saja tidak bisa lanjut. Seperti jalan bercabang di hadapan mereka, keduanya pun harus merelakan untuk saling mengambil jalan hidup nya masing-masing.

Wulandari hanya berdiri sambil memandang rombongan kereta kerajaan itu berjalan meninggalkan diri nya menuju ke arah matahari terbenam. Dari jendela kereta, Candramaya terus-terusan melambaikan tangannya ke arah Wulandari. Tampaknya Sang Putri juga merasa sedih karena ia harus berpisah dengan sahabat yang baru dikenalnya.

Sebenarnya selama perjalanan, Candramaya berulang kali membujuk Wulandari untuk ikut ke Holing, ibukota kerajaan Kalingga. Namun Wulandari menolak ajakan Candramaya dengan alasan ia rindu dengan orang tua dan adik-adiknya. Sebenarnya Wulandari masih shock dengan kejadian di keraton, karena ia menyaksikan sendiri pemerkosaan dan pembantaian putri keraton di depan matanya. Wulandari perlu waktu untuk menenangkan diri. Ditambah ia nggak jadi kerja di Spa karena Kumala menghilang dan entah bagaimana nasib temannya itu.

Wulandari melangkahkan kaki nya ketika rombongan itu sudah menghilang dari pandangan mata. Ia menyusuri jalan besar yang menuju ke arah desanya. Suasana sejuk angin dari persawahan di kiri-kanan nya mulai membuat Wulandari merasa tenang. Ia mempercepat langkahnya supaya bisa sampai di desanya sebelum gelap.

---------------------

Wulandari duduk di tepi telaga. Sudah hampir dua purnama sejak kejadian di Keraton Kertadwipa. Wulandari memang sering duduk merenung di tepi telaga yang terletak di perbukitan yang tidak jauh dari desanya. Warga desa tidak mau bergaul dengan Wulandari, karena dianggap pembawa sial.

Wulandari menatap langit senja. Suasana sunyi dan hanya di temani angin semilir dari pegunungan Sindoro. Wulandari merasakan kerinduan yang tiap malam ia simpan, rindu kepada Madapati. Bukan karena kontol nya yang keras atau kegantengan Madapati, namun sebenarnya karena penulis cerita ini sulit menjelaskan mengenai kerinduan Wulandari kepada Madapati.

“Halo.”

Sebuah suara yang tidak asing bagi Wulandari. Tidak Mungkin! Kata wulandari dalam hati. Ia segera menengok ke arah asal suara itu.

Namun tiba-tiba sebuah totokan mendarat di tubuhnya, sehingga tubuh gadis itu menjadi kaku dan jatuh terlentang di pinggir telaga.

TUJUH BELAS



Kita teruskan lagi yang terjadi di prolog cerita ini.


Ranu mendesak kontolnya dalam-dalam sampai ujung kepala kontolnya mentok di rahim Wulandari. Kontol itu terasa bergetar-getar sambil memuncratkan cairan panas di kedalaman liang kemaluan Wulandari. Ranu pun mendaratkan ciumannya bertubi-tubi di leher, bibir dan pipi Wulandari.

“Akhirnya aku bisa ngerasain memek kamu juga.” Bisik Ranu sambil terkekeh-kekeh gembira.

Wulandari hanya bisa menangis tanpa suara hanya air matanya yang berlinang. Seluruh badannya kaku karena totokan. Ia hanya bisa pasrah ketika Ranu menindih dan menyenggamai tubuh telanjangnya yang tergolek di pinggir telaga.

Rupanya Ranu selama ini mencari informasi mengenai keberadaan Wulandari. Entah karena sange atau penasaran saja, karena selama di Keraton dulu selalu ditolak Wulandari kalau Ranu mengajaknya nonton Ketoprak. Ranu beserta ketiga anak buahnya akhirnya menemukan lokasi desa tempat Wulandari tinggal. Namun ketika mereka hendak cuci muka dulu di telaga sebelum memasuki desa, mereka malah menemukan Wulandari yang lagi bengong di pinggir telaga. Tampaknya tidak perlu repot mengobrak-abrik desa Penari hanya untuk mencari alamat gadis itu.

“Gantian donk.” Kata kawan Ranu yang bertubuh gendut.

Si Gendut itu yang sedari tadi meremasi toket bakpau milik Wulandari, selama Ranu menggagahi gadis itu.

“Njir, ganggu aja sih.” Kata Ranu.

“Yee! katanya mau bagi-bagi kalo berhasil culik ini cewek.” Protes si Gendut.

Ranu mengeluarkan batang kontolnya yang sudah lemas dari kemaluan Wulandari dan kemudian ia berdiri.

“Tuh makan tuh si cewek sombong!” kata Ranu kepada si gendut.

Si gendut tampak gembira dan langsung memelorotkan celana yang di pakainya. Terlihatlah kontol si gendut yang pendek namun sudah ngaceng itu. Si gendut langsung memposisikan dirinya di selangkangan Wulandari. Sedangkan temannya yang lain tetap memegangi pergelangan kaki kanan Wulandari, untuk membantu membuka paha gadis itu.

Seorang pemuda kurus yang sedari tadi coli di samping kiri Wulandari mendekatkan kontol nya ke wajah Wulandari. creet…creet…, cairan putih keluar dari lobang kencing pemuda itu, menyemprot di sekujur wajah Wulandari.

Wulandari hanya bisa mencium bau khas peju laki-laki yang menempel di hidung dan mata-nya. Sedangkan dirasakan kontol si Gendut sudah masuk di memeknya setelah lelaki itu bersusah payah mencari posisi yang pas.

“Sekarang saya ini adalah panglima tentara Kertadwipa. Masih untung saya nggak bawa pasukan buat bakar desa kamu!” kata Ranu sambil membetulkan celananya. “Mulai sekarang tidak boleh satupun wanita di atas bumi menolak saya lagi. Makan nih!”

Ranu mulai menendangi perut dan wajah Wulandari. Sedangkan si gendut tetap asyik bergoyang-goyang pingggang nya sambil meremasi toket bakpau gadis itu yang ikut tergoncang-goncang menggemaskan akibat tendangan-tendangan Ranu.

Wulandari tidak bisa berteriak, namun dirasakannya rasa sakit luar biasa akibat tendangan-tendangan Ranu. Ia hanya bisa memendam dendam tapi tidak bisa berbuat apapun.

Tiba-tiba sebuah cahaya seperti kilat menghantam tubuh Ranu yang sedang menendangi Wulandari.

Ranu mencelat terpental sejauh dua tombak. Kedua temannya yang lain pun demikian ketika terkena cahaya kilat tersebut. Yang satu terpental membentur batu besar di pinggir telaga, dan yang satu lagi mental sampai kecebur telaga. Si Gendut yang lagi asyik goyang kebingungan dengan situasi tersebut.

Seorang pria berpakaian hitam dengan penutup wajah muncul di hadapan si Gendut yang lagi menggagahi Wulandari. Dalam sekejap sebuah tendangan mendarat di wajah si Gendut, sehingga lelaki itu ambruk dengan wajah hancur namun titit nya yang nge-crit mengeluarkan peju.

Wulandari yang sudah setengah sadar itu mencoba mengenali sosok lelaki berpakaian hitam itu. Namun karena hari sudah malam tidak terlihat jelas. Apalagi lelaki itu segera berkelit dengan cepat menangkis serangan balik dari Ranu yang rupanya tidak apa-apa terkena serangan mendadak.

Kira-kira sepuluh jurus sudah pertarungan antara Ranu dan lelaki bertopeng hitam itu. Sedangkan kawan-kawan Ranu sudah tergolek di sekitar telaga.

“tujuh tapak dewa Iblis.” Ranu mengeluarkan jurus andalannya. Kilatan-kilatan sinar tampak keluar dari telapak tangan Ranu. Pria berbaju hitam itu meloncat satu setengah tombak menghindari jurus tenaga dalam Ranu. Batu-batu beterbangan akibat dahsyatnya angin pukulan Ranu.

Pria itu melancarkan tendangan ke arah Ranu “Langkah naga langit.” Ranu menghindari tendangan lelaki berbaju hitam itu dengan melompat satu tombak kebelakang. Sehingga tendangan lelaki itu menghujam tanah kosong.

Sebuah lubang besar terbentuk di tempat Ranu berdiri tadi. Debu dan batu berterbangan di sekitar mereka.

Ranu yang panas hati kembali melancarkan “tinju angin seratus barisan”, Kearah lelaki berbaju hitam. Tinju tenaga dalam itu menghantam pohon-pohon di sekitar telaga sehingga batang pohon-pohon itu pecah berkeping-keping. Ranu kebingungan karena jurusnya tidak ada yang mengenai lelaki itu.

“Pergilah sebelum aku bunuh.” Kata lelaki berbaju hitam itu.

“Kamu yang akan mati duluan!” Ucap Ranu.

Tangan Ranu mengepal, mulutnya komat-kamit merapal mantera. Kedua tangan serta kedua pergelangan kaki Ranu memancarkan cahaya biru di kegelapan malam.

“Mari kita lihat apakah kamu sanggup menahan jurus pamungkasku ini.” kata Ranu.

Ranu kembali melancarkan serangan dahsyat “Api seratus langit”. Lelaki berbaju hitam itu tampak susah payah menangkis serangan-serangan Ranu. Sebuah pukulan mendarat di dada lelaki itu sehingga ia mental tiga tombak.


27713878c2b60bbf8135e65d077798dd84665c25.png


Lelaki berbaju hitam itu memegangi dadanya yang sakit akibat pukulan tenaga dalam itu. Matanya memandang Ranu yang tampak masih menyisakan tenaga untuk jurus yang sama.

“Masih kuat toh.” kata Ranu sambil tersenyum meledek.

Lelaki itu berdiri dengan susah payah.

“Madapati, seharusnya kamu jangan muncul dan cari muka di hadapan perempuan itu.”

“Bagaimana kamu mengenali aku?” Ucap Madapati sambil membuka cadarnya.

Mulut dan hidung Madapati mulai mengeluarkan darah. Ia melesit membuang keluar darah kotor bercampur liur dari mulutnya.

“Siapa lagi yang bisa pakai jurus langkah naga langit dengan sempurna.” Kata Ranu.

“Sialan.” Kata Madapati seraya mencabut keris di pinggangnya.

“Yah, beraninya pakai senjata.” Kata Ranu meremehkan.

“Kenapa kamu ganggu Wulandari?” Bentak Madapati.

“kamu sendiri ngapain kemari? Lebih baik jaga tuan putri Candramaya saja, sebab besok sore pasukanku sudah tiba di Holing.” Kata Ranu. “Lusa nanti Kalingga akan jatuh ke tangan Kertadwipa.”

“Pantesan kamu mampir kesini.” Kata Madapati sambil mencoba memulihkan tenaga.

Ranu mendekati mayat temannya yang tergeletak tidak jauh darinya. Ia mengambil celurit yang tersemat di pinggang temannya.

“Kamu belum jawab pertanyaanku.” Kata Ranu sambil mengacungkan celurit ke arah Madapati.

“Aku hanya ingin menemui dia.” Kata Madapati.

Sebenarnya Madapati sudah mendengar informasi kalau Kertadwipa hendak menyerbu kerajaan Kalingga. Raden Pradipa merasa di lecehkan oleh Candramaya waktu itu karena ejakulasi dini. Kertadwipa sudah meminta Kalingga menyerahkan Putri Candramaya dan Kamiswari yang meminta suaka di Holing, namun permintaan tersebut ditolak oleh pihak Kalingga karena tidak ada perjanjian ekstradisi.

Hari itu, Madapati hendak menyembunyikan Candramaya dan Kamiswari ke desa Penari untuk menghindari kejaran pasukan Raden Pradipa. Ia bersama rombongan para Sekar Kedaton sebenarnya sudah tiba di desa Penari sejak tadi sore. Namun karena Wulandari tidak di rumah, maka Madapati kemudian menyusul ke telaga berkat informasi dari orang tua Wulandari. Tidak disangkanya kalau ternyata Ranu sudah duluan tiba di telaga, dan bahkan sudah memperkosa Wulandari.

“Sudah lama nggak ngewe memek legit ya.” Kata Ranu sambil tertawa-tawa.

“Anjing!” Bentak Madapati sambil maju menyerang Ranu.

Ranu tampaknya hati-hati sekali dengan serangan-serangan tajam dari jurus keris dari Madapati. “awan berarak mengikuti langit” jurus keris Madapati membuat Ranu kewalahan, namun Ranu menemukan celah dari serangan Madapati, “membelah bulan”. Ujung celurit Ranu menyambar lengan, paha, serta dada Madapati. Untung saja Madapati sempat berkelit dengan cara mengubah kuda-kuda serangannya kalau tidak sudah pasti celurit Ranu mencabut jantung dan memburai usus-nya. Madapati segera mundur dua tombak mencoba mengatur nafasnya. Luka sobek di tubuhnya akibat sabetan celurit terasa sangat perih ketika bercampur dengan keringat.

“Kemampuan segitu saja belagu.” Kata Ranu. “Sudahlah, kamu pergi saja Madapati. Biar aku bawa perempuan ini sebagai syarat damai.”

Madapati melihat ke arah Wulandari terbaring dalam keadaan telanjang. Tubuh gadis itu masih terbujur kaku pada posisi-nya karena totokan belum dilepas.

“Bagaimana?” Tanya Ranu dengan lantang. “Aku pengen ngewe lagi nih di memek sempit dan legit dia.”

Madapati tidak menggubris, ia sengaja memancing kesabaran Ranu, karena bagaimanapun Ranu juga termasuk pendekar tingkat tinggi yang tidak bisa di remehkan kemampuannya.

Ranu hanya mondar-mandir di hadapan Madapati. Sedangkan Madapati bersiaga dengan kuda-kuda penuh. Kedua bola mata Madapati mengawasi gerak-gerik Ranu.

“Madapati…Madapati, aku ingat dulu waktu ngintip kamu lagi ngewe sama dia di balai depan padepokan. Padahal tadinya aku pengen modusin dia, eh kamu malah muncul.” Kata Ranu. “Kenapa kamu kembali untuk dia, padahal kamu bisa dapet yang lebih baik dari dia.”

“Kamu sudah tahu rasanya. Ngapain tanya-tanya segala?” Ucap Madapati dingin.

“Jadi demi memek doang!” Ranu tertawa terbahak-bahak.

Rupanya baik Ranu maupun Madapati sama-sama saling memancing emosi lawannya. Ranu pun tidak bisa meremehkan Madapati, karena kemampuan mereka sebenarnya setara.

Ranu berdiri memperhatikan Madapati. Ia melihat darah yang mengucur deras di dada, paha dan lengan Madapati akibat sabetan celuritnya. Dibandingkan dirinya, maka kelihatan kalau kondisi Madapati sudah lemah. Kalau dibiarkan maka Madapati akan mati kehabisan darah, tapi berapa lama? Ranu mondar-mandir sambil garuk-garuk selangkangan,ia melihat tubuh Wulandari yang tergolek bugil tidak berdaya.

Bisa sampai pagi nih. Kapan gue terusin ngewe-nya? Kalau lagi expo sih enak bisa tambah slot kalau kurang puas, tapi ini kan bukan expo. Lagian itu cewek bisa masuk angin kalau dibiarkan terlentang bugil begitu, repot nih kalau harus kasih tolak angin, mana Kertamart jauh dari sini.

Madapati hanya diam mematung dengan posisi kuda-kuda, ia tidak mau gegabah meskipun tahu kalau lawannya sedang focus kea rah lain.

Ranu mulai memikirkan jurus berikutnya. Kemudian Ranu memasang kuda-kuda, melihat perdarahan lawannya sudah semakin parah. Ranu yakin kalau Madapati akan kesulitan dengan serangannya, Kemudian ia menyerbu maju dengan jurus “api seratus langit”. ia mengeluarkan kembali jurus andalannya dan kali ini sembari memberi tenaga dalam kepada senjatanya.

Madapati menangkis serangan Ranu. Keris di tangannya bergetar ketika menangkis serangan karena celurit di tangan Ranu sudah di alirkan tenaga dalam. Madapati mundur setengah tombak karena lengannya semakin terasa sakit sehingga tidak bisa terus-menerus menangkis serangan brutal Ranu. Apalagi kini kakinya sudah sangat ngilu dan tidak bebas bergerak.

Melihat lawannya tampak lemah maka Ranu meneruskan serangannya dengan jurus “membelah bulan”. Ia tahu Madapati akan sulit menghindar dan menangkis dalam kondisinya yang sudah luka parah. Apalagi jurus ini yang tadi digunakan untuk melukai Madapati.

“Madapati! Madapati!” Suara teriakan putri Candramaya terdengar. Sang Putri tiba-tiba muncul dari balik pepohonan.

Astaga! Ranu kaget ketika melihat putri Candramaya muncul dari balik pepohonan. Perintah Raden Pradipa yang utama adalah menculik putri Candramaya. Melihat Sang Putri muncul membuat konsentrasi Ranu tiba-tiba buyar.

Melihat lawannya lengah kesempatan itu tidak disia-siakan. “burung phoenix terbang ke awan.” Sebuah serangan dengan tenaga dalam yang di alirkan ke keris Madapati dengan cepat menghujam ulu hati Ranu.

Kedua mata Ranu melotot kepada Madapati setelah pemuda itu menghujamkan keris ke tubuh nya.

“Curang kamu!” Kata Ranu. Celurit di tangannya jatuh ke tanah.

Madapati menarik keluar keris nya, bersamaan dengan itu tubuh Ranu ambruk ke tanah. Ranu telah mati dengan luka menganga di bagian ulu hatinya.

Madapati jatuh berlutut. Luka-luka-nya membuat badannya semakin lemas, apalagi sehabis mengeluarkan jurus tenaga dalam yang memerlukan energi besar. Ia melihat ke arah putri Candramaya yang sedang menolong Wulandari.

“Wulandari…Wulandari.” kata Sang Putri sambil memeluk sahabatnya itu.

Wulandari tersenyum lemah ketika melihat kehadiran Candramaya.

“Syukurlah kamu masih hidup.” Kata Candramaya sambil memeluk Wulandari.

Kemudian pandangan mereka berdua beralih ke arah Madapati yang kini tubuhnya sudah tergeletak di pinggir telaga.




TAMAT
 
Terakhir diubah:
BGST (BaGuS Tenan) nih cerita, selamat suhu, tapi pas yang adegan perkosaan putri, lagi ngaceng, jadi ketawa... dan dengan model yg hidden ini agak mengganggu.. tapi ini cerita BGST lah :jempol: :mantap:
 
Wuaduch....

Semuanya kebagian wulandari y......

Hanya si Suryomenggolo saja yg g dapet.....


Selamat selamat selamat.....

Nasib hosing pimen????
 
Pertamaaaax
Selamat suhu akhirnya rilis

:baca:

premium, desa yg lagi viral

Selamat ya suhu sudah rilis


Izin baca dulu:beer:

Pantex dulu, yang penting Wulandari jangan sampai lolos:adek:


Selamat membaca untuk suhu Mario, suhu Ego, suhu -00000- ,dan suhu Pollux :beer:

terima kasih untuk cendol dari suhu @Sierpa73 :beer:

BGST (BaGuS Tenan) nih cerita, selamat suhu, tapi pas yang adegan perkosaan putri, lagi ngaceng, jadi ketawa... dan dengan model yg hidden ini agak mengganggu.. tapi ini cerita BGST lah :jempol: :mantap:

sebenarnya tujuannya di quote gini biar enak di bacanya. terima kasih sudah membaca. :beer:

Wuaduch....

Semuanya kebagian wulandari y......

Hanya si Suryomenggolo saja yg g dapet.....


Selamat selamat selamat.....

Nasib hosing pimen????

ya emang sih Suryomenggolo nggak dapet, biar ada konflik batin nya.

Hosing yang mana hu?
 
Gw baca dulu yee pang,comment belakangan
Ada mesum2 ga pang?? 🤣🤣🤣🤣
Besok kopdar jgn lupa 🤣🤣🤣🤣
 
Prabu Warangga memang tidak memiliki anak lelaki namun ia memiliki anak angkat yaitu Raden Pradipa dengan gelar Pangeran Sarung karena suka pakai sarung kemana-mana.

@PangeranSarung jadi artis...



Nama guwaaa manaaaaaa......
:galak:
 
BGST selama baca cerpan di forum baru ini paling ngocol dan ngakak pool. Konak juga iya.;)

TS bapang kayaknya dah wahid nih tehnik menulisnya, kayak ngga ada beban gitu ya suhu, bersenang-senang betul. Semoga dapet yang terbaik ya:beer:
 
Bimabet
Ninggalin jejak dlu...
Ada adegan gebehnya g??

Ya baca aja deh bro, nanti malah spoiler

BGST selama baca cerpan di forum baru ini paling ngocol dan ngakak pool. Konak juga iya.;)

TS bapang kayaknya dah wahid nih tehnik menulisnya, kayak ngga ada beban gitu ya suhu, bersenang-senang betul. Semoga dapet yang terbaik ya:beer:

ini percobaan Hu. biar kalo baca konak plus ketawa, jadi kalo ada peju yang nyangkut di saluran bisa langsung kedorong keluar.......:ngacir::ngacir:

Maaf om suhu saya belum baca tapi saya izin ketawa yah gara2 judulnya lucu, bikin saya keinget yg piral kemarin =))
.
.
Nanti kalo udah baca saya komen lagi om suhu :ampun:

Selamat membaca.

boleh juga nih jadi id satu lagi.
wkwkwkw

Ampuunnn Raden :ampun:
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd