Chapter 30. Bulan Madu Di Surabaya
Cuplikan chapter sebelumnya.....
Nafas kami berdua pun terengah-engah, namun kepuasan yang tampak di wajah mas Adit, semakin membuat aku merasa kepuasan yang lebih, bisa membahagiakan suamiku ini. Aku begitu mencintainya.
Kami saling bertatapan dengan lembut dan penuh kemesraan. Aku menenggelamkan kepalaku ke dada bidangnya.
Benar saat ini, aku adalah seorang istri dari Aditya Febriansyah. Kebahagiaan yang akhirnya bisa aku dapatkan setelah mengalami banyak perjuangan yang menyakitkan hati. Namun, saat aku bisa mencapai cita-citaku untuk menikahinya, serta bisa membuat suamiku itu bahagia, rasanya segala kesulitan dan rasa sakit yang aku rasakan, langsung hilang terhapus oleh kasih sayang dan rasa cinta yang diberikan mas Adit kepadaku.
.
.
.
Pov Cinta
Di rumah kontrakan kami, aku sedang duduk bersantai di depan televisi menyaksikan sebuah tayangan FTV di salah satu stasiun televisi nasional.
Sebuah FTV yang diangkat dari kisah nyata, berjudul;
Suamiku Mencintai Mantan Pacarnya. Sempat aku terbawa dengan alur ceritanya yang begitu menyakitkan hati pemeran utamanya. Pemeran utamanya adalah seorang istri berhijab bernama Siti, cinta dan pernikahan mereka diuji dengan sebuah perselingkuhan suaminya. Rahmat adalah nama suaminya Siti.
Awalnya pernikahan mereka berjalan baik bahkan terlihat sangat bahagia apalagi setelah kelahiran anak pertama mereka. Tetapi perlahan-lahan di kehidupan pernikahan mereka mulai muncul konflik baru saat tiba-tiba muncul sosok
antagonis dalam cerita tersebut.
Sosok pemeran
antagonis itu adalah Nina, perempuan yang dulu pernah menjadi pacar Rahmat. Nina kini bekerja di perusahaan Rahmat. Setelah Siti menikah semua urusan perusahaan milik orangtua Siti, kini sepenuhnya di kelola oleh Rahmat suaminya. Dari seringnya mereka bertemu, menimbulkan kembali benih-benih cinta Rahmat dan Nina dahulu, karena ternyata hubungan mereka tidak direstui oleh ibunya Rahmat yang lebih memilih menjodohkan Rahmat dengan Siti yang memiliki kekayaan yang melimpah dibandingkan Nina yang hanya berasal dari keluarga sederhana.
"Duh kesal banget sih lihat lelaki seperti Rahmat, begitu gampangnya ia berpaling pada Nina," gerutuku kesal membatin. "Kurang apa sih, Siti? Dia kaya, cantik, baik, tulus, dan sosok ibu yang baik untuk anak mereka. Sementara Rahmat, suaminya berselingkuh diluar sana. Dasar lelaki tak tahu diuntung."
Aku jadi semakin terbawa suasana dan alur cerita dalam FTV tersebut hingga aku ikutan menangis, saat Siti menangis sedih, ketika mengetahui ulah suaminya yang berbuat selingkuh diluar sana. Segala daya dan upaya dilakukan Siti untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka. Siti yang taat beribadah selalu tak henti-hentinya berdoa kepada Yang Maha Kuasa untuk menyadarkan suaminya, selain itu ia terus memperbaiki diri, tetap tulus melayani kebutuhan Rahmat walaupun dalam hatinya tersayat-sayat. Bahkan ibu kandungnya Rahmat pun ikut marah dan kecewa dengan sikap anaknya Rahmat yang kembali menjalin hubungan dengan Nina.
"Kenapa aku jadi kepikiran mas Adit, ya?" ucapku membatin sambil menyaksikan tayangan FTV di televisi tersebut. "Semoga saja cerita sinetron ini, tidak terjadi pada kehidupan rumah tangga kami yang baru seumur jagung."
Lambat laun perjuangan Siti akhirnya berhasil menyadarkan Rahmat. Rahmat mengakui kesalahannya dan berjanji akan setia dan tidak akan lagi menjalin hubungan dengan Nina. Tetapi ternyata cerita ini belumlah berakhir, Nina malah menjadi sosok wanita
progresif dan jahat. Ia tidak mau kalah begitu saja, bahkan ia bertekad untuk merebut Rahmat dari Siti dengan cara apapun.
Sampai di cerita tersebut Siti masuk rumah sakit karena perbuatan Nina yang menyuruh orang menabraknya. Dan lagi-lagi hubungan Rahmat dan Siti malah semakin intim, Rahmat bahkan semakin sayang kepada Siti karena ia ingin membuktikan bahwa ia akan merawat Siti dengan penuh cinta sampai Siti sembuh, dan itu semua di dengar langsung oleh Nina yang semakin membuatnya sewot dan marah.
Nina lalu merencanakan rencana jahat dengan berniat menculik Siti, dan itu kesampaian ketika Rahmat ingin mengantarkan ibunya pulang karena sudah terlalu capek menemani dan mengurus Siti yang tergolek di ranjang rumah sakit.
Dengan menyamar sebagai seorang suster Nina akhirnya bisa membawa Siti keluar dari rumah sakit tersebut, lalu ia menelpon Rahmat dan mengancam Rahmat. "Jika kamu sayang sama Siti istrimu, ceraikanlah ia dan menikahlah kamu dengan ku,"begitulah ancaman Nina pada Rahmat kala itu.
Ternyata memang perjuangan Rahmat dan Siti tidaklah sia-sia, Rahmat datang menemui Nina dan mendapatkan Siti yang terikat di kursi rodanya dalam keadaan tubuh lemas. Terjadi keributan antara Rahmat dan Nina yang mengakibatkan Nina nekad menyalakan api dan ingin membakar Siti. Api pun mulai menyala dan membakar apa saja yang berada di sekitar ruangan tersebut. Rahmat menjadi panik melihat keadaan saat ini, Nina malah mau kabur dari tempat itu sambil ingin menarik Rahmat keluar dari sana. Tetapi Rahmat keukeuh untuk menyelamatkan nyawa Siti istrinya. Tarik menarik terjadi antara keduanya, membuat Rahmat terpancing emosinya dan ia mendorong tubuh Nina dengan keras.
"Bruukkk.... Ahhhhh"
Kepala Nina menghantam tembok sangat keras disertai suara jeritan kaget. Tubuhnya seketika lunglai dan pingsan tergeletak di tempat tersebut.
Rahmat segera menolong Siti, dan ia berhasil menyelamatkan istrinya dari amukan si jago merah, setelah keadaan mereka selamat, justru Siti meminta Rahmat menolong Nina yang terjebak di dalam.
Rahmatpun kembali masuk ke dalam rumah, menerobos si jago merah dan ia berjuang menyelamatkan Nina yang pingsan demi permintaan sang istri. Api semakin berkobar menghabiskan semua yang ada di ruangan tersebut, tetapi dengan cepat Rahmat menggendong tubuh Nina yang pingsan dan secepatnya ia lantas keluar dari sana.
Api membakar semua isi ruangan tersebut, ketika Rahmat keluar sambil menggendong tubuh Nina yang terkulai lemas tak berdaya, lalu mereka bertiga segera pergi ke rumah sakit.
Dan
enam bulan kemudian...
Nina datang menemui Rahmat dan Siti ditemani seorang pria yang mengaku calon suaminya, diakhir cerita Nina meminta maaf terutama kepada Siti karena telah jahat ingin mencelakakan dan bahkan ingin merebut Rahmat suaminya, tetapi dengan bijak Siti memaafkan dan meminta Nina untuk memulai lembaran baru dengan calon suaminya dan melupakan semua yang telah terjadi.
"Lega akhirnya cerita FTV ini, berakhir dengan
happy ending. Duh betapa mulianya kamu Siti," oceh ku mengomentari tayangan FTV tersebut dengan rasa haru dan bahagia.
Setelah mematikan televisi, aku lantas teringat kembali kejadian beberapa hari yang lalu, ketika itu di pagi hari sebelum suamiku berangkat menuju Bandara Internasional Soetta, Cengkareng Tangerang.
Aku datang sambil membawa nampan berisi secangkir kopi hitam dan cemilan untuk menemaninya bersantai sejenak sambil menungguku selesai membuatkan sarapan pagi untuk kami.
"Duh senangnya, siapa, Mas? Pacar mas Adit ya, kok senyum-senyum begitu!" kataku menggodanya.
Seketika dia kaget dan malu melihatku tersenyum menggoda dan sedikit ada rasa cemburu dari kalimatku saat aku memergokinya memegang ponsel sambil tersenyum-senyum.
"Iii...Ini dek, mas baru kirim pesan WA sama Imelda sekretaris mas, memberitahunya bahwa mas mau berangkat ke Surabaya. Kalau adek nggak percaya adek bisa lihat, nih," kata suamiku menjelaskan sambil menyerahkan hpnya padaku.
"Nggak usah, Mas!" cegahku. "Adek percaya sama kamu, maaf ya tadi adek sedikit cemburu melihat mas senyum-senyum begitu!"
Aku kemudian meletakkan cangkir kopi dan cemilan itu diatas meja.
"Terima kasih sayang, sudah percaya mas, sini bentar temanin, Mas," kata suamiku sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya.
"Kapan adek masaknya kalo diajakin ngobrol? Nanti ya sayang, adek tunaikan tugas adek dulu baru adek temanin mas sampe puas," kataku dengan suara lembut dan tanpa intonasi marah sama sekali.
Mas Adit bangkit dan menarikku pelan sehingga tubuhku merapat dan....
Cuuuppp...
Dia mencium bibirku, ciuman singkat tetapi penuh makna.
"Ciuman tadi, biar kamu masaknya semangat ya," katanya lembut menggodaku.
Aku tersenyum lebar, begitu senang. Perlakuannya barusan membuatku bahagia dan hanya kalimat singkat yang kuucapkan dengan tulus, " terima kasih mas Adit sayang."
Lalu aku melangkah kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaanku, membuatkan sarapan pagi untuk kami.
Entah berapa menit aku menghabiskan waktu untuk membuat sarapan pagi, berupa nasi goreng, ayam goreng dan telur dadar serta sosis goreng. Dan kini telah siap diatas sebuah piring dan mangkuk.
Lalu aku membawanya menuju ke meja makan dan selanjutnya menata serta menempatkannya dengan baik.
"Dah beres, aku temui mas Adit biar bisa sarapan pagi bersama," ucapku membatin.
Aku lantas menemui mas Adit, yang sedang menikmati kopi hitam dan cemilan sambil duduk santai menonton acara di salah satu stasiun televisi.
"Mas," seruku manja sambil menarik tangannya. "Yuk, sarapan dulu! Nanti keburu dingin loh."
"Ayo," jawab suamiku dengan senang.
Lantas ia berdiri dan mengikuti ku dari belakang.
Setelah sampai di meja makan dan mengambil tempat duduk, aku segera mengambilkan nasi goreng, ayam goreng, telur dan sosis ke dalam piring dan menyerahkannya pada mas Adit.
"Segini cukup mas," tanyaku seraya menyerahkan piring yang telah berisi nasi goreng beserta isinya.
"Cukup, Dek. Wah pasti enak nih masakan kamu sayang," serunya memuji masakanku.
Aku senang dengan pujian mas Adit, senyumku membalas ucapan yang berupa pujiannya.
Kami segera menyantap sarapan pagi tersebut dengan penuh kegembiraan, kadang sesekali mas Adit mengomentari masakanku, duh betapa bahagia rasanya hatiku bisa melayani dan menyenangkan suamiku.
Sarapan pagi itu selesai, perutku terasa kenyang dan segurat senyum bahagia terpancar dari wajahku membuat mas Aditpun ikut tersenyum lebar.
"Oiya Dek. Ini mas tinggalin uang 10 juta dan kartu ATM untuk kamu," ucap mas Adit sambil menyerahkan amplop coklat beserta kartu ATM. "Pin ATM nya 1234 pergunakanlah selama mas berada di sana. Kamu jaga diri baik-baik selama mas di Surabaya."
Aku mengangguk, lalu dengan suara lirih aku berkata, "Makasih ya mas, adek akan menjaga diri adek sebaik-baiknya, mas Adit jangan terlalu khawatirin adek. Semoga urusan dan masalah kita segera selesai dengan baik. Jaga kesehatan mas disana."
"Tentu sayang. Mas beruntung sekali mendapatkan istri sebaik dan setulus kamu, tunggu mas ya. Mas sayang kamu Dek."
"Adek juga sayang kamu mas Adit," sahutku menjawab perkataannya.
Kami berdua berpelukan, menguatkan diri masing-masing. Memperkuat perasaan kami berdua saat itu.
Hingga akhirnya perpisahan itu mesti terjadi, mas Adit berpamitan berangkat ke Bandara Internasional SOETTA, Cengkareng Tangerang.
Ting... Tong...
Lamunanku buyar tatkala mendengar suara bel dari arah pintu depan rumah.
Aku segera berdiri dan melihat sejenak siapa gerangan yang bertamu pagi ini. Oh ternyata mas Prima, mbak Dewi dan Akbar putra mereka yang sedang berkunjung kemari.
Segera ku buka pintu dan mendapati mereka bertiga tersenyum senang begitu pintu terkuak lebar dan melihatku.
"Tante Cinta," seru Akbar keponakanku lari memburuku.
Aku memeluk dan menggendong Akbar, lalu mempersilahkan mas Prima dan mbak Dewi masuk ke dalam.
"Duh Akbar, turun sayang. Kasihan tante Cinta," seru mbak Dewi menegur Akbar anaknya yang bergelayut manja dalam pelukanku.
"Nggak apa-apa mbak. Lagian Cinta juga kangen sama Akbar. Kamu makin besar saja Akbar, makin ganteng kayak papa kamu," sahutku menjawab dengan santun omongan mbak Dewi.
"Gimana kabar kamu, Dek?" Tanya mas Prima padaku.
"Alhamdulillah sehat, Mas. Untung dedek bayi dalam kandunganku nggak rewel mas," sahutku menjawab pertanyaan mas Prima.
"Oiya, bagaimana kalau kita ngobrolnya di taman belakang saja? Akbar pasti suka disana!" Ucapku mengajak mereka bertiga untuk ke taman belakang rumah.
Sesampainya disana, mbak Dewi dan Akbar terpana dan terlihat begitu senang melihat suasana di taman belakang rumah kami.
"Bagus tante, Akbal suka tempatnya," celetuk keponakanku dengan senyum yang lebar.
"Kalo kamu suka, temanin tante ya selama om Adit belum pulang," sahutku pada Akbar keponakanku.
"Mau-mau tante."Jawab Akbar antusias. Akbal mau tinggal di sini, tante Cinta! Pa, Ma. Akbal boleh tinggal di sini!" ucap keponakanku merengek manja kepada kedua orangtuanya dengan logat cadel khas anak seusianya.
"Boleh, tapi mesti bareng mama dan papa juga ya."Sahut mbak Dewi menjawab permintaan Akbar putranya. "Eh iya Cin. Kami bertiga, bolehkan tinggal di sini nemenin kamu sampai Adit pulang?" Ucap mbak Dewi mengutarakan niat dan maksudnya padaku.
"Serius mbak," ucapku sumringah menjawab keinginan mereka. "Cinta malah senang kalian mau tinggal bareng disini! Cinta jadi tidak merasa kesepian."
"Oiya, Ma. Papa mau ambil dulu tas kita di mobil, Ma." Sambung mas Prima. "Kalian lanjutin deh, puas-puasin kangen-kangennya."
Mas Prima berlalu meninggalkan kami, sementara Akbar minta diturunkan dari gendonganku, karena ia ingin melihat lebih dekat tanaman-tanaman hias yang ada di taman ini.
"Kalian berdua pintar memilih rumah kontrakan ini, Cin." Kata mbak Dewi mengomentari tempat tinggal kami.
"Iya mbak. Lingkungan sekitar dan penduduknya juga ramah-ramah mbak, suasana disini lebih mirip perkampungan penduduk bukan seperti di kompleks perumahan," sahutku senang menanggapi perkataan mbak Dewi.
"Mbak merasa betah dan nyaman tinggal di sini, Cin!" Timpalnya menyahuti perkataanku.
"Duduk dulu sini, Mbak!" Ucapku mempersilahkan mbak Dewi duduk di kursi sambil memandangi tanaman-tanaman dan rumput di taman. "Aku bikinin minum dulu buat kalian."
Lalu aku segera menuju dapur, meninggalkan mereka. Akbar keponakanku terlihat sangat senang, ia bahkan berlari-larian mengejar kupu-kupu. Kupu-kupu yang selalu datang untuk menghisap sari bunga ditaman ini.
Dua gelas teh manis hangat kini telah siap diatas nampan beserta kue kering yang terbuat dari kelapa. Peganan ringan untuk menemani ngobrol di pagi ini.
Setelah menyajikan teh manis hangat tersebut diatas meja beserta sepiring kue, kemudian aku ikut duduk menemani mbak Dewi yang terlihat tersenyum bahagia melihat Akbar putranya meloncat-loncat mengejar kupu-kupu yang begitu indah warnanya.
Lalu mbak Dewi menoleh ke arahku, sambil ia tetap tersenyum setelah tadi melihat tingkah lucu putranya.
"Coba kamu perhatikan Akbar, Cin!" Ucap mbak Dewi mengomentari tingkah laku putranya. "Begitulah suka cita seorang anak yang polos. Kebahagiaannya terlihat tanpa ada kepura-puraan di hatinya, bermain, menyenangkan dirinya dengan kemauannya sendiri."
Degh...
"Kok aku merasa mbak Dewi seperti sedang menyindirku, ah mungkin saja benar apa yang dikatakan mbak Dewi, ia sedang memperhatikan putranya yang begitu riangnya saat ini. Aku pun ikut melihatnya, dia terlihat begitu senang dan bahagia. Mungkinkah suasana baru ini yang selama ini ia impikan?". Gumamku membatin dalam hati.
"Iya Mbak. Akbar terlihat bahagia sekali, kebahagiaan yang tidak dibuat-buat tetapi ada dengan sendirinya, tertawa yang lepas, tanpa ada beban." Sahutku menjawab perkataannya tentang Akbar yang terlihat bahagia saat ini.
"Itulah anak-anak, Dek. Dunia mereka itu bermain, khayalan mereka itu tentang keindahan, kebahagiaan, tertawa lepas semua itu ada pada diri anak-anak," ucap mbak Dewi menambahi perkataanku.
"Dan dunia mereka akan seketika berubah setelah mereka perlahan-lahan tumbuh, dari anak-anak menjadi remaja lalu menjadi dewasa. Keceriaan mereka perlahan-lahan digantikan oleh masalah-masalah baru yang akan mereka hadapi." Sambungku meneruskan perkataan mbak Dewi.
Mbak Dewi lalu menatapku tajam, tatapan matanya terasa seperti ingin mengulitiku.
"Tepat sekali, Dek. Itulah yang namanya proses dalam kehidupan. Dari awalnya kita tidak tahu, belajar untuk mencari tahu, lalu akan terus belajar untuk lebih memahami makna kehidupan. Proses itulah yang dinamakan kedewasaan, dan itulah saat ini sedang kita lalui," Jawab mbak Dewi sambil ia menyunggingkan senyumnya padaku.
"Kita diberikan ujian oleh Allah Swt, karena menurut pandangan-Nya kita pasti mampu menghadapinya dan ujian itu sendiri bertujuan supaya kita lulus menjadi pribadi yang lebih baik lagi, menjadi muslimah yang beriman dan taqwa kepada-Nya. Maka dari itu, Dek. Janganlah kita takut menghadapi semua cobaan di dalam kehidupan kita, hadapi semua masalah itu dengan tenang dan hati yang ikhlas, karena apa yang kita lakukan di dunia ini tak lepas dari kuasa Allah Swt? Apabila hati kita merasa gelisah, resah dan diliputi kebimbangan, janganlah dipendam dalam hati, berserah dirilah kepada-Nya. Allah akan memberikan petunjuk serta jalan keluarnya untuk yang selalu meminta pertolongan-Nya," ucap mbak Dewi menasehatiku tanpa mesti menanyakan pernasalahan yang kuhadapi.
"Iya Mbak. Akan Cinta ingat semua nasehat mbak Dewi, terima kasih untuk selalu mengingatkanku." Aku lalu mencium buku tangannya mataku mulai berkaca-kaca.
"Jika ada masalah yang berat perbanyaklah sholat malam, Dek. Insya Allah, bebanmu akan diangkat oleh-Nya, ingat setiap ada kesulitan akan ada kemudahan setelahnya. Mbak hanya berpesan jika ada permasalahan diantara kalian berdua, solusi terbaik adalah komunikasi. Bicarakan masalahnya dengan hati dan kepala dingin, cari solusi terbaik bukan mencari kebenaran atau saling menyalahkan. Kebenaran itu hanya milik Allah kita tempatnya salah dan dosa. Sini dek peluk mbak! Lepaskan semua kegelisahanmu serahkan semuanya pada Allah Swt," ucap mbak Dewi lembut dan penuh bijaksana dalam memberikan nasehatnya.
Aku lalu memeluk mbak Dewi dan seketika aku menumpahkan semua kegelisahan yang ada dalan diriku, airmata turun seiring bertambah eratnya pelukanku padanya.
"Ya Allah, aku serahkan semuanya kepada-Mu," ucapku dalam hati melepaskan semua keresahanku beberapa hari ini.
.
.
.
Sementara itu di tempat lain.....
Di sebuah rumah mewah nan megah bak istana, Sekar terlihat mondar-mandir, sedangkan suaminya menampakkan wajah yang datar diliputi emosi yang sedang bergejolak. Pasangan suami istri itu, baru saja mendapatkan kabar atau informasi yang tidak menyenangkan. Informasi dari orang kepercayaan Sekar yang bernama Kuciah, yang diam-diam menyelidiki Adit selama berada di Surabaya.
Dan yang membuat mereka berdua shock dan marah adalah bukti foto pernikahan Aditya Febriansyah menantu mereka, atau suami siri dari putri kandung mereka Cinta Rahayu Pramudya yang terjadi kemaren di sebuah hotel di kota Surabaya.
Sambil mondar-mandir dengan wajah penuh ketegangan, Sekar menghubungi Prima, putra sulung mereka melalui ponselnya untuk membicarakan permasalahan ini.
"Assalamualaikum,
wr.wb. Ya, hallo Ma." sahut Prima dari ujung telepon sana.
"Waalaikum salam
wr.wb. Prima kamu bisa ke sini sekarang, ada masalah penting Nak. Mama dan Papa tunggu kalian di rumah, ya," ucap Sekar menjawab perkataan Prima anaknya.
"Iya, Ma. Prima akan ke sana sekarang! Prima mau pamit bentar sama Dewi, Ma," sahut Prima cepat menjawab omongan Sekar mamanya.
"Itu aja Nak. Mama dan Papa tunggu kalian ya. Assalamualaikum
wr.wb," ucap Sekar setelah mengatakan apa yang ingin disampaikannya.
"Waalaikum salam
wr.wb," sahut Prima dari ujung telepon sana.
Sementara itu, Pramudya juga telah selesai menghubungi putri mereka, Jelita. Meminta putrinya itu untuk datang ke rumah.
Satu jam kemudian...
Di dalam ruang kerja Pramudya, kini mereka berempat telah berkumpul. Mereka duduk membentuk sebuah lingkaran. Dari arah kiri sampai ke kanan duduk Sekar, Pramudya, Prima dan Jelita.
Tampak wajah Prima dan jelita diliputi kecemasan. Sementara Sekar masih bisa tersenyum tipis walaupun terlihat rona kepanikan dan ketegangan, begitupun dengan Pramudya yang tidak bisa menyembunyikan ketegangan di wajahnya.
"Baiklah semua sudah kumpul," ucap Pramudya tegas dan bijaksana memulai pembicaraan mereka. "Prima dan Jelita, papa dan mama sengaja meminta kalian datang ke sini! Ada masalah penting yang perlu kita musyawarahkan karena ini menyangkut tentang rumah tangga dan nasib pernikahan Cinta dan Adit."
Prima dan Jelita saling menoleh sejenak, lalu kembali mereka menyimak perkataan papanya.
"Kalian sudah mendengar Adit beberapa hari ini pulang ke Surabaya, meninggalkan Cinta seorang diri di rumah kontrakannya."
Prima dan Jelita menganggukkan kepala mereka.
"Mama, tolong berikan hp mama pada Prima dan Jelita! Biar mereka berdua yang melihat secara langsung," ucap Pramudya pada Sekar istrinya untuk memperlihatkan ponselnya.
Sekar kemudian menyerahkan ponselnya pada Prima anaknya. Seraya berkata pada Prima, "kamu buka
folder fotonya, Nak."
Prima lalu menerima ponsel tersebut, dia membuka
folder foto sesuai perkataan mamanya barusan. Setelah
folder foto itu terbuka.
Matanya terbelalak kaget dengan mulut menganga setelah melihat foto tersebut. Jelita pun yang memperhatikan ekspresi wajah Prima lalu mendekat ke arah Prima. Reaksi Jelita pun yang tidak jauh berbeda dengan Prima kakaknya saat melihat foto tersebut.
Mereka kaget dan seakan tidak percaya setelah melihat foto-foto akad nikah Adit dengan seorang gadis cantik.
"Ini tidak bisa dibiarkan Pa," ucap Prima naik pitam dengan meninggikan suaranya. "Prima nggak terima Cinta diperlakukan seperti ini oleh Adit Pa, Ma."
"Benar, Mas," sahut Jelita menambahi. "Jelita mengutuk tindakan Adit ini. Ia telah melecehkan Cinta dan pernikahan mereka. Ini tidak boleh dibiarkan Pa, Ma."
"Mama sangat tidak setuju, Nak."potong Sekar dengan wajah penuh kemarahan. "Adit menikah lagi sama saja telah menghina dan mencoreng harga diri kita, Pa."
"Papa juga menyesalkan semua ini, papa juga kecewa sama Adit," ucap Pramudya tertunduk lesu. Papa harap kita tetap tenang kita cari solusinya dengan kepala dingin dan yang terpentin untuk saat ini, jangan sampai masalah ini di dengar atau diketahui oleh Cinta. Papa takut jika Cinta sampai tahu masalah ini, akan berdampak dengan kehamilannya. Tolong kalian semua jaga rahasia ini, tutup rapat-rapat sampai kita bisa mencari jalan keluarnya."
Pramudya dengan tegas mengingatkan kepada Jelita dan Prima, anaknya serta Sekar istrinya untuk sementara merahasiakan masalah pernikahan Adit ini sampai mereka menemukan solusinya.
Prima, Sekar dan Jelita diam dan mereka bertiga serempak menganggukkan kepala.
"Ma, Cinta itu anak kita, saat inilah dia butuh kita. Papa mohon maafkanlah kesalahan dia ,Ma." Pramudya menoleh pada Sekar sambil menggenggam tangan tangannya.
Sekar bergeming, ia diam tak menjawab lalu bangkit dari kursinya meninggalkan mereka.
Prima, Jelita dan Pramudya yang melihat Sekar berlalu meninggalkan mereka hanya bisa terbengong.
"Cinta, kasihan banget nasibmu, Dek." Jerit Jelita, suaranya membahana di ruangan itu. Pa, Mas. Kasihan Cinta."
Lalu ia menangis menumpahkan semua kesedihannya. "Hikzzz...hikzzz... hikzzz."
Air mata Jelita pun tumpah seketika di ruangan tersebut. Betapa ia sedih dan ikut merasakan penderitaan Cinta, cobaan-cobaan datang bertubi-tubi menghampirinya.
"Pa, kita sebaiknya minta Adit segera ke Jakarta," ucap Prima mengutarakan pendapatnya pada papanya. Kita minta penjelasan langsung darinya dan bagaimana selanjutnya pernikahannya dengan Cinta? Prima tidak akan menawar-nawar lagi, pilih Cinta atau perempuan itu."
"Iya, Nak. Itu pasti akan papa tanyakan langsung pada Adit," Pramudya mengiyakan pendapat Prima. Tetapi Pramudya pun mengutarakan pendapatnya. "Kita jangan dulu menghakimi Adit. Papa akan tanyakan padanya alasan ia menikahi gadis itu, dan kenapa ia sampai mengkhianati pernikahan mereka? Padahal papa melihat sendiri Adit dan Cinta itu sudah saling menyayangi satu dengan lain. Apakah Adit dipaksa oleh papa mamanya di sana, atau ada hal lain yang ia sembunyikan?"
Sementara Jelita masih terisak-isak, air matanya kini sedikit mulai mereda, hatinya terenyuh dengan penderitaan Cinta dan permasalahan rumah tangga mereka yang baru seumur jagung.
.
.
.
Pov Sekar
Sementara itu, di sebuah kamar tidur tidak jauh dari tempat Jelita, Prima dan Pramudya bermusyawarah.
Aku membanting pintu kamar dengan cukup kencang, lalu membanting tubuhku di atas kasur yang empuk itu. Mataku mulai berkaca-kaca, dan sesaat kemudian aku pun sudah berlinangan air mata. Menangis sesegukkan sambil memegangi foto Cinta anakku.
"Kenapa nasibmu seperti ini Cinta? Kenapa nasibmu tidak seperti kakak-kakakmu, Nak? Kenapa? Kenapa?" ratapku dalam hati. "Kenapa mesti kamu yang mengalami semua ini? Ya, Allah apakah ini teguran buatku karena telah mendidiknya dengan keras?"
Foto itupun kupeluk erat-erat, rasa rinduku padanya dikalahkan oleh ego dan sakit hati. Tetapi sebagai seorang ibu, yang telah melahirkan, merawat dan membesarkannya, kasih sayangku takkan putus walau saat ini hubungan kami renggang. Aku selalu mendoakannya di setiap habis sholat supaya ia mendapatkan kebahagiaannya.
Untuk mengakui bahwa aku sudah memaafkan Cinta ternyata tidaklah mudah. Mulutku seakan terkunci rapat untuk mengatakannya, rasa sakit dipermalukan oleh anaknya sendiri sulit untuk aku hapus dari pikiranku.
"Papa, maaafin mama, Pa. Mama sangat malu untuk mengakui didepan kalian bahwa mama sudah memaafkan Cinta. Mama akan menjaganya dengan cara mama sendiri tanpa perlu kalian tahu." Ucapku berkata dalam hati.
30 menit kemudian.....
Tok... Tok... Tok...
Suara ketukan di pintu dan suara merdu Jelita seakan menyadarkanku bahwa aku sedang menangisi Cinta sambil memeluk erat fotonya.
"Ma, Jelita boleh masuk?" Katanya sopan kepadaku.
Aku tidak menjawab permintaan Jelita, tetapi hanya sebuah anggukan kepala yang menandakan bahwa aku membolehkannya masuk ke dalam kamar.
"Jelita bawain air putih buat mama," ucap putri keduaku dengan sopan. Di minum dulu Ma airnya, supaya mama bisa tenang!"
Aku lalu menyeka air mataku dan melihat kearah Jelita. Matanya terlihat sembab karena habis menangis.
Jelita mencoba tersenyum sambil menyerahkan segelas air putih kepadaku, dan kuterima gelas tersebut kemudian menghabiskan semua isi di dalamnya.
"Ma, kita semua sayang mama, juga sayang pada Cinta," ucap Jelita lalu ia mencium buku tanganku. "Jelita mohon, berilah maaf buatnya, karena restu mama dan keikhlasan mama memaafkannya, itulah yang akan memudahkan langkah Cinta dalam menjalani kehidupan ini."
Aku terenyuh dengan perkataan Jelita, lalu kupeluk dia dengan erat, seraya berkata, "Ma....Ma.... Mama sudah memaafkannya, Nak. Setiap selesai sholat mama selalu mendoakan kebahagiaan kalian bertiga, tetapi untuk mengatakan di depan kalian, mulut mama seperti terkunci dan hati mama sakit bila ingat rasa malu mama ketika itu."
Jelita memelukku erat sekali, ia membisikiku dengan suara yang lembut, "Jelita bangga punya mama yang begitu perhatian sama kami semua. Mengenai kejadian yang sudah terjadi, lupakanlah, Ma. Tidak baik menyimpan rasa sakit itu berlarut-larut, nanti mama yang sakit. Ayo kita buka lembaran baru, Ma! Toh, sekarang Cinta sudah menikah dengan Adit, Setidaknya nama baik keluarga kita tetap terjaga."
"Iya, Nak. Mama akan berusaha mengikhlaskan Cinta," ucapku meyakinkan diri supaya aku bisa ikhlas menerima semua ini. "Mungkin karena rasa sayang mama yang terlalu berlebihan sehingga menyakiti perasaan mama sendiri, karena Cinta tidak mau menuruti keinginan mama,
ekspektasi mama kepadanya terlalu tinggi."
"Iya, Ma. Jelita faham, mama melakukan semua ini tujuannya demi kebaikan dan kebahagiaan Cinta, tetapi Ma, kita mesti menerima takdir dari Allah, ternyata apa yang kita harapkan belum tentu sama dengan kenyataan dan itulah yang dinamakan ketentuan atau takdir Allah," ucap Jelita dengan penuh kelembutan ia mengajak bicara denganku.
"Makasih ya, Nak. Kamu telah membuka hati dan pikiran mama," ucapku lalu kucium keningnya sebagai bentuk kasih sayangku pada putriku ini.
"Mama sebaiknya istirahat dulu, biar Jelita nanti yang minta siapin makan siang,
i love you, Mom," ucapnya sambil mencium pipi kiri dan kananku.
.
.
.
Di tempat lain di waktu yang bersamaan....
Pov Adit
Di kamar hotel bintang lima....
Kami berdua pagi ini, berencana ingin jalan-jalan menelusuri keindahan kota Surabaya. Aku sudah berpakaian untuk jalan-jalan, saat ini aku mengenakan baju kaos berwarna biru muda dengan bawahan celana pendek model
Army.
Sambil menunggu Tasya, istriku yang sedang mandi aku duduk bersantai di sofa sambil menyaksikan tayangan hiburan tv kabel yang merupakan salah satu fasilitas kamar hotel tersebut.
Drrrttt.... Drrrttt....
Tiba-tiba ponselku bergetar.
Aku segera mengangkat ponselku, dan yang menghubungiku ternyata papa.
"Ya Pa. Asaalamualaikum
wr.wb," sahutku segera menjawab panggilan telepon darinya.
"Waalaikum salam
wr.wb, bagaimana Dit, kalian nyenyak tidurnya?" ucap papa dari ujung telepon sana menggodaku.
"Hehehe," aku tertawa kecil menjawab pertanyaan papa.
"Ada apa Pa? Pagi-pagi sudah hubungin Adit," tanyaku pada papa yang terlihat senang pagi ini.
"Kalian mau kemana hari ini? Papa sudah siapin orang kepercayaan papa untuk mengantar kalian berdua jalan-jalan. Kamu ingat dengan RebelionZ, ya ia yang papa utus untuk mengantarkan kalian seharian ini," kata papa dari ujung telepon sana.
"Duh papa, nggak usah pake diantar-antar segala, jadi nggak enak ngerepotin mas Rebelion Z," kataku menjawab omongan papa.
"Nggak repot kok, memang sudah tugas dia. Jangan salah Dit, dia itu guide nomor satu di hotel kita, mungkin sebentar lagi dia akan sampai ke sana", kata papa memberitahu melalui sambungan telepon selulernya.
"Yaudah kalau begitu, Pa. Kami mau siap-siap dulu, sebelum mas Rebelion Z datang, assalamualaikum
wr.wb" sahutku menjawab omongan papa.
"Waalaikum salam
wr.wb," sahut beliau dari ujung telepon sana.
Tak lama kemudian Tasya keluar dari kamar mandi dengan hanya berlilitkan handuk putih, aku terpesona melihat penampilannya yang begitu seksi dan membuat bangkit kejantananku.
"Mas Adit, kok matanya melotot gitu, semalam kan sudah puas lihatin tubuhku," godanya lalu tanpa malu ia membuka handuknya dan mengambil pakaian dalamnya.
Tetapi aku malah mendekatinya lalu memeluk tubuhnya dari belakang. Tubuhnya sangat sintal dengan bentuk tubuh bagai gitar spanyol, dengan buah dada berukuran 34B. Sangat menggoda kelaki-lakianku.
"Jangan sekarang ya Mas. Katanya tadi mau jalan-jalan hari ini. Nanti malam aja adek layanin mas Adit sampai puas," katanya mengingatkan akan rencana kami hari ini.
"Mas, pengen peluk istri mas yang seksi dan menggairahkan ini," bisikku sambil meremas pelan buah dadanya yang menantang tersebut.
"Ahh.. Mas Adit," rengeknya manja tetapi tidak berusaha untuk menepiskan tangan nakalku.
Aku lantas membalikkan tubuhnya, kini kami berdua saling berhadapan. Tasya segera melingkarkan tangannya di leherku. Lalu bibir kami berdua perlahan sudah saling mendekat dan...
Cuuupp....
Bibir kami bertautan, awalnya hanya ciuman singkat tetapi lambat laun semakin panas dan menggelora.
"Slurph... Slurph... Slurph... Slurph..."
Lidah kami saling memilin dan berbelit, gairahku naik begitu juga dengan Tasya, tetapi tiba-tiba...
Ting.. Tong..
Kami berdua seperti tersadarkan, buru-buru Tasya mengambil pakaian dalamnya beserta pakaian santai untuk jalan-jalan, dia lantas masuk ke dalam kamar mandi.
Aku lalu membuka pintu dan mendapati seorang pemuda tampan berusia 20 tahun, ia lalu menyapaku serta memperkenalkan diri padaku.
"Mas Adit, ya. Perkenalkan nama saya Rebelion Z. Saya di perintah pak Gunawan untuk mengantarkan mas Adit dan mbak Tasya untuk jalan-jalan menikmati kota Surabaya." Ucapnya ramah sambil ia memperkenalkan diri padaku.
"Iya, Mas. Mas bisa tunggu kami di lobby, 10 menit lagi kami akan menemui mas di lobby" ucapku ramah memintanya menunggunya di lobby hotel.
"Ok kalau begitu, saya tunggu ya mas di lobby," jawabnya dengan santun lalu ia mulai meninggalkanku pergi ke lobby hotel.
10 menit kemudian....
Kami telah rapi berpakaian, Tasya terlihat semakin cantik dengan menggunakan pakaian santai tetapi terlihat modis dan semakin menambah kecantikannya. Ia memadu-padankan baju kaos berwarna biru senada dengan pakaianku dengan
cardigan yang berwarna coklat dengan bawahan celana coklat 3/4. Kami berjalan bergandengan, menuju lift untuk turun ke lantai dasar, yang juga lobby utama hotel ini.
Setelah sampai di lobby hotel kami segera mengikuti Rebelion Z yang telah memarkirkan mobilnya tidak jauh dari pintu lobby hotel.
Mobilpun meluncur membelah kota Surabaya, kami berdua duduk dibelakang sambil melihat kiri kanan keramaian kota Surabaya yang terlihat pagi ini cukup ramai oleh hilir mudiknya kendaraan bermotor, baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat.
"Mas Adit dan mbak tasya, lokasi pertama kita adalah wisata Hutan
Mangrove, kira-kira 10 KM dari sini." Ujar Rebelion Z menyebutkan tempat pertama yang akan kami datangi.
Sekitar 1 jam kemudian kami telah sampai di lokasi Wisata Hutan
Mangrove Surabaya, Indonesia. Yang berlokasi di Jl. Raya Wonorejo No. 1, Rungkut, Surabaya.
Di depan lokasi akan ada tukang parkir yang tentunya memberikan karcis parkiran,
@Rp 2000 motor aman untuk di parkir. Dan mobil seharga Rp. 4000 selanjutnya Rebelion Z membawa mobil terus masuk menuju lokasi pintu masuk ke lokasi ekowisata hutan
mangrove.
"Yuk Mas, Mbak. Kita turun sudah sampai nih!" Kata Rebelion Z memberitahu. "Untuk masuk ke kawasan Ekowisata
Mangrove Wonorejo ini kita akan dikenai tiket masuk sebesar Rp
25.000 untuk dewasa dan Rp
15.000 untuk anak-anak. Harga tiket ini sudah termasuk ongkos kapal dan perahu yang mengantar anda menuju ke hutan. Sejumlah kapal dan perahu telah disiapkan, mulai dari Kapal Jaya Samudra yang berkapasitas 50-60 orang, Perahu berkapasitas 35 dan 40 orang dewasa, dan
speedboat yang berkapasitas 6 orang. Jika ingin menggunakan
speedboat maka anda dikenai tiket masuk sebesar Rp
300.000 untuk satu kali perjalanan."
Kemudian Rebelion Z kembali menjelaskan lokasi wisata yang kami kunjungi ini.
ilustrasi hutan
mangrove
"Mas Adit, mbak Tasya. Hutan
Mangrove merupakan hutan bakau. Pohon-pohon bakau ini tumbuh dan ditanam di sekitar pantai yang berfungsi untuk menahan erosi agar tidak terjadi abrasi. Dengan adanya tanaman bakau ini, bisa menghambat derasnya air laut yang menuju daratan, sehingga dapat mencegah bencana alam. Selain itu, adanya wisata Hutan
Mangrove Wonorejo membuktikan bahwa Surabaya masih peduli dengan kelestarian lingkungan. Dengan keberadaan Hutan
Mangrove Wonorejo ini, Pemerintah Kota Surabaya berharap dapat mengurangi abrasi yang terjadi Pantai Timur Surabaya."
"Tempat kita sekarang ini, merupakan titik awal. Di pintu masuk ini, dilengkapi dengan pendopo yang bisa digunakan untuk berisitirahat. Dari sini, kawasan hutan masih belum terlihat sehingga harus berjalan ke dermaga, tempat kapal-kapal yang membawa anda ke kawasan hutan berada." Ujarnya kembali menjelaskan.
"Wah ternyata luas juga ya, Mas. Hutan wisata
Mangrove ini," celetuk Tasya, istriku ketika ia melihat sekelilingnya.
"Nah itu mbak Tasya, jika memang ingin menikmati dan menyusuri semua tempat wisata
Mangrove sebaiknya jangan terlalu sore. karena tempat wisata ini cukup luas dan juga waktu bukanya tidak terlalu lama yakni dari pukul 08.00 sampai
16-00. Ada banyak titik dan
spot bagus dan keren banget yang harus dijumpai para wisatawan agar benar benar puas, dan itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit." Jawab Rebelion Z kembali menjelaskan tempat wisata ini.
"Apa wisata hutan
mangrove hanya cuma melihat hutan bakau ini saja, Mas?" Tanyaku jadi penasaran untuk tahu
spot-spot yang lain yang ada di tempat ini.
"Ada mas Adit. Selain kita berwisata melihat pemandangan hutan bakau, di sini juga ada
jogging track yang bisa Anda gunakan untuk mengabadikan momen bersama sahabat maupun keluarga. Atau jika mas Adit dan mbak Tasya ingin berwisata lebih jauh, disini juga ada kapal besar yang siap mengantar Anda jalan-jalan sampai ke Jembatan Suramadu. Cukup menarik bukan untuk berwisata ke tempat ini?" Sahutnya menjawab semua pertanyaanku tentang tempat ini.
Lalu ia melanjutkan penjelasannya, "Selain yang sudah tadi saya jelaskan, di tempat wisata ini kita tidak hanya menikmati keindahan mangrove yang ditata sedemikian rupa. Para wisatawan dapat menikmati hal lain yang tidak kalah menarik dari itu semua yaitu menanam
mangrove dan sajian kuliner di sini. kegiatan menanam
mangrove atau pohon bakau di areal yang masih kosong. Hal ini karena bakau juga dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi yang saat ini bermanfaat untuk pembuatan sirup daun bakau atau hal lainnya."
Akhirnya kami selesai menjelajahi hutan
mangrove atau hutan bakau ini, ternyata hampir selama 2 jam kami menelusuri hutan bakau ini, hingga tak terasa perut terasa lapar.
"Kruukk... Kruukk... Kruukk"
Suara cacing dalam perutku mulai demo, meminta makanan, Tasya yang sedari tadi selalu menempel ke bahuku menjadi tertawa terkekeh-kekeh mendengar suara perutku yang kelaparan.
"Mas Rebelion Z, di tempat ini ada restoran atau rumah makan kasihan tuh suamiku sepertinya kelaparan," ucap Tasya pada mas Rebelion Z.
"Oh tenang aja mbak Tasya, di sini ada kok restoran, tetapi restoran
seafood yang unik dengan menu yang sangat segar karena langsung ditangkap di area hutan tersebut. Menu istimewa tersebut adalah kepiting yang langsung ditangkap dari kubangan lumpur di areal hutan. Di sini bahkan anda bisa menangkap sendiri kepiting yang hendak anda makan."
Kami segera melangkah ke tempat restoran
seafood karena memang kami sudah sangat lapar. Aku memesan udang
lobster, Tasya ingin mencoba kepiting dan mas Rebelion Z memesan ikan tuna.
Lanjutannya dibawah.....