SISI LAIN
PoV Janez
"Alah kamu anak kecil tau apa soal kasih sayang"
Ucap Papa dengan menunjuk kearah wajahku, mama hanya terlihat cuek akan perbuatan papa padaku, hancur rasanya rasa patuh, bangga, hormat apa lagi kasih sayang pada sosok orang tuaku ini setelah lama sekali aku tahan semua uneg - uneg ku selama kurang lebih 3thn belakangan ini
Aku memberanikan diri untuk menegur mereka supaya bisa sering berada di rumah karena aku membutuhkan kasih sayang mereka namun apa yg aku terima setelah uneg - uneg ku selama 3thn ini aku ungkapkan aku malah mendapatkan pertanyaan yg sangant sulit itu.
Aku tak bisa menjawab pernyataan papa tadi karena memang aku tak berani membalas ataupun menjawab pernyataan yg sangat perih hati ini, aku hanya bisa berlari ke kamarku dan menangis. Ternyata semua yg kualami 3thn belakangan ini awal mula kasih sayang kedua orang tuaku hilang padaku dan hanya di gantikan oleh harta, karena kalau urusan dengan uang aku tak pernah kekurangan bahkan kalau aku menginginkan sesuatu pada dengan mudahnya aku dapatkan walaupun harga nya selangit sekalipun asal jangan minta di temenin di rumah yg tak mungkin bisa orang tuaku berikan karena mereka berdua workholic.
Bangun tidur aku seperti biasa pergi kesekolah dengan diantarkan supir. Kulihat sahabatku sudah berada di kantin sekolah namun tak ada makanan dan minuman di depan mereka juga terlihat wajah kedua temenku itu begitu sedih. Apa mungkin mereka senasib denganku, perasaan mereka belum pernah cerita soal masalah pribadi soal keluarganya padaku.
"Hai Drie, hai Wie"
Sapaku pada 2 sahabatku ini yg masih terlihat sedih dan senyum yg di paksakan
"Kalian kenapa kok kliatan sedih gitu"
Kembali tanyaku pada sahabat setiaku selama kelas 1 sampai sekarang kelas 3
"Aku lg galau nih say,,tanteku nyuruh aku pindah sekolah ke Bandung soalnya tanteku harus dipindahkan kerjanya kesana, aku gak mau pisah ma kalian, kalian sahabatku yg selalu ada saat aku sedih dan senang, tapi tante cuma kasih dua pilihan,,, aku ikit ke Bandung dan sekolah jalan terus tapi pindah sekolah disana,, atau gak ikut ke Bandung tapi tante gak mau biayain aku lagi dan cuma di kasih kosan selama setahun disini,,, aku bingung harus gimana lagi"
Jelas Dewi dengan panjang lebar soal masalah yg dia alami hingga membuatnya bingung
"Ohh gitu, ya sudah kalau gitu aku mau bantu kamu soal itu,, maslah uang kamu jangan khawatir aku bisa kasih kamu buat jajan dan biaya sekolah"
Solusiku pada sahabatku ini karena aku gak mau kehilangan sahabat baikku ini
"Waduh say,, aku harus gimana cara aku berterima kasih ma kamu,,, ini bener - bener bantuan yg sangat berharga buat aku say"
Ucap Dewie dengan mata yg kini sedih karna terharu dengan tawaran yg aku berikan padanya
"Udah jangan nangis gitu dong,, kita ini sahabat jadi apapun akan aku coba lakuin buat sahabatku"
Terang ku pada Dewie
"Kamu sendiri kenapa Drie"
Tanyaku pada Indrie sahabatku
"Udah kalau soal Indrie biar aku say yg jelasin tapi nanti yah kalau pulang sekolah"
Jelas Dewie padaku dan Indrie hanya diam membisu "Loh kenapa harus nunggu pulang sekolah segala,, sekarang aja,, emang ada apa sih"
Tanyaku kembali, karna aku bener - bener penasaran akan apa yg terjadi pada sahabatku yg paling imut ini
"Nanti saja yah say,, pasti bakal aku ceritain rinci soal sahabat kita ini"
Jawab Dewie mengan mengelus punggung Indrie, aku hanya mengangguk saja tanda setuju walaupun jujur aku sangat penasaran dengan sahabatku ini
Kami akhirnya meninggalkan kantin dan berjalan ke kelas, nampak di depan kami teman sekelas yg sangat populer di sekolah namun sangat dingin terhadap cowok
"Asik bgt yah kalau jadi si Santi,, tinggi, putih, cantik juga populer"
Ucapku pada kedua sahabatku
"Iya dia kayak gak pernah punya masalah dan terlihat selalu happy,, bahkan kalau pulang sekolah di jarang naik mobil tapi malah jalan kaki namun tetap saja happy,, ngiri aku sama si Santi say"
Ungkap Dewie soal kengirian nya pada sosok Santi yg terlihat selama setahun ini dia bagai Santi yg berbeda dari tahun - tahun sebelumnya, Santi dulu yg murung bahkan keliatan cupu namun sekarang berbeda bgt malah lebih tepatnya berbalik 180 derajat menjadi cuek, asik, selalu happy malah sekarang title baru dia dapatkan karena hidup seolah tak punya beban dia jadi populer di sekolah ini. Penasaran deh sama si Santi ini.
"Wie kita tanya yuk sama si Santi kok dia bisa happy tiap hari dan selalu keliatan asik dan cuek banget soalah - olah tak punya beban hidup,, siapa tau kita bisa jadi seperti dia yg selalu happy tiap hari"
Ajakku pada sahabatku Dewie
"Ayo say,, mungkin dia bisa ajarin kita biar seperti dia"
Jawab Dewie yg sependapat dengan saran dan ajakanku.
Kuhampiri Santi yg sedang asik melantunkan sebuah lagu yg terdengar seperti syair yg menentang soal kebijakan pemerintah yg dianggap hanya berpihak pada kaum konglomerat bukan pada kaum miskin yg tertindas, sungguh keren. Selera wanita cantik nan tinggi ini
"Hai San apa kabar"
Sapaku pada Santi saat kami bertiga sudah sejajar dengan nya
"Hai Nez,, baik dan happy"
Jawab Santi santai dan tersenyum, bener - bener bagai tak punya beban hidup ni wanita satu ini
"San boleh gak aku tanya sesuatu sama kamu"
Ungkapku yg langsuung to the point
"Silahkan Nez,, hak asasi manusia mana bisa gue larang, asal jangan tanya soal cowok yah"
Jawab Santi yg masih asiknya menjawab
"Gak kok bukan soal cowok,, gini San aku cuma mau tau,, kamu setiap hari aku perhatiin selalu happy, cuek gitu San,, apa kamu bisa kasih tau aku gimana supaya bisa happy dan cuek gitu San"
Tanyaku yg terus terang padanya, jujur aku pengen bgt ngerasain seperti dia
"Ohh itu,, gampang kok,, lhu bebasin pikiran lhu dari segala macam urusan yg gak penting apa lagi soal cowok ihh gak bgt deh"
Jawab Santi yg terlihat seperti jijik bgt kalau urusan cowok
"Ohh gitu,, tapi kalau urusan dengan keluarga gimana San,, apa harus di cuekin juga"
Kembali kutanyakan pada Santi soal urusan sama keluarga seperti apa yg sedang aku alami ini, terlihat Santi agak sedikit terkejut akan pertanyaan dariku soal keluarga namun hanya sesaat saja
"Gue bukan ahlinya kalau soal itu,, dulu juga sebelum gue bisa kayak gini gue lagi punya masalah sama keluarga gue namun setelah gue ikut dengan komunitas anak punk yg terlihat urakan dan rusuh namun ternyata di balik itu semua malah gue bisa ngerasain apa itu hidup dan juga arti dari persahabatan"
Terang Santi yg meberitahukan rahasianya kenapa dia bisa begitu terlihat selalu happy dan cuek, namun kaget juga aku dengernya kalau ternyata temen sekelasku ini ternyata anak punk yg selalu terlihat di jalanan kota ini.
"Lhu gak takut ikut - ikutan komunitas itu San,, mereka itu kan ganas - ganas San, serem - serem pula kayak preman"
Ungkapku soal komunitas anak punk yg memiliki tampang sangar bahkan menakutkan buatku
"Kalau lhu ngeliat mereka dari kasat mata lhu doang tanpa kenali mereka, pasti bakal anggap mereka itu seperti apa yg lhu bayangin tadi,, tapi kalau lhu sudah masuk dan mengenali komunitas mereka lhu bakal anggap mereka keluarga lhu sendiri"
Ungkap Santi dengan bangganya komunitas itu sebagai keluarganya, namun aku masih ragu akan ucapan Santi itu walau terlihat dari raut wajah nya Santi itu penuh dengan kejujuran dan kepuasan akan komunitas itu, penasaran juga dengan apa yg tadi Santi utakan soal semua itu.
Kamipun telah sampai di kelas dan seperti biasa belajar dengan hikmat namun berbeda denganku yg masih kepikiran soal ucapan Santi tadi, dia pernah punya masalah soal keluarga sampai akhirnya dia memutuskan untuk bergabung dengan komunitas anak punk yg terlihat sangar - sangar dan serem - serem itu, padahal kalau di pikir - pikir Santi kan jijik kalau bicara soal cowok tapi dia malah gabung ke komunitas yg kebanyak cowok itu malah cowoknya parah - parah seperti preman,, apa Santi tidak jijik atau takut gitu yah,,, ahh aneh bgt,,, nanti akan aku cari tau soal komunitas itu,,, semoga yg dibilang Santi itu bisa menjadi solusi soal masalah aku di keluargaku sekarang.
Tak satu pun mata pelajar yg aku pahami hari ini, karena aku tak focus dengan apa yg di terangkan guruku,, yg ada dipikiranku saat ini soal komunitas itu.
Akhirnya sekolahpun selesai, aku, Dewie juga Indrie berjalan keluar dan saat di parkiran nampak sopirku sedang menungguku, saat ku hendak naik mobil
"Ehh say katanya mau denger soal masalahnya Indrie"
Ucap Dewie mengingatkan soal ucapannya tadi pagi di kantin,,, buset aku ampe lupa soal sahabatku Indrie gara - gara kepikiran soal penjelasan Santi tentang komunitasnya
"Ohh iya,, yuk kalian ikut sini"
Ajak ku pada kedua sahabatku, mereka pun menurut dan ikut denganku. Di tengah perjalanan Dewie meminta kita semua untuk ngobrol di cape pertigaan jalan yg selalu ramai kalau siang - siang gini
"Kita ke cafe itu saja say"
Ungkap Dewie dengan menunjuk kearah cafe yg tepat di pertigaan jalan,, untung saja lumayan sepi di siang ini,, aku segera meminta sopirku untuk berenti di depan cafe yg tadi Dewie tunjuk.
Saat kami turun dan hendak berjalan ke pintu masuk cafe, aku melihat ada seorang pengamen dengan berdandan penuh atribut punk dan terlihat lubang di kupingnya memakai anting yg cukup besar dan terlihat tatto yg terpampang pada kedua tangannya hingga penuh ampe lehernya membuat penampilannya terlihat sangat menyeramkan.
"Wie apa mungkin orang - orang seperti itu bisa dianggap keluarga sama si Santi yg selalu kita salutin itu"
Ungkapku pada sahabatku soal penampilan pengamen itu
"Kalau kita gak tanya langsung sama mereka mana mungkin kita bisa tau soal itu"
Jawab Dewie yg sedikit memberi saran kalau aku harus bisa mengenal mereka, kami akhirnya masuk ke cafe dan memesan makanan serta minuman.
Sambil bersantap Dewie menjelaskan kalau temen kita si imut itu masih trauma atas percobaan pemerkosaan yg terjadi padanya, tapi yg bikin aku syok itu bukan soal percobaan pemerkosaannya tapi kepada pelaku si pemerkosa itu tak lain bapak tirinya sendiri,,, pantas aja tak seperti biasanya si Indrie begitu bisu sedari pagi ampe sekarang ternyata maslahnya lebih menyakitkan dari yg aku alami sekarang ini
"Terus sekarang kamu mau tinggal dimana Drie setelah kejadian sperti ini"
Tanyaku pada si imut Indrie
"Sekarng aku mau numpang dulu ke rumahnya Dewie Nez,, aku juga gak tau kedepannya harus tinggal dimana lg,, aku takut kalau pulang kerumah Nez"
Jawab Indrie dengan wajah yg masih ketakutan dan segera Dewie merangkulnya
"Ya sudah gini aja malam ini kamu tidur di rumahnya Dewie dulu tapi besok - besok kalau kamu belum ada tempat untuk tempati kamu boleh tinggal di rumah aku karena aku akan selalu siap ada kalau kamu butuh aku Drie"
Ungkapku memberi saran pada Indrie
"Kamu baik bgt Nez,, tadi pagi kamu bilang mau biayain sekolahnya Dewie bahkan sampai uang jajannya kamu tanggung, sekarang kamu mau nampung aku juga di rumah kamu, apa itu semua gak berlebihan Nez"
Ucap Indrie yg merasa aku takut berlebihan soal menolang Dewie juga dirinya
"Hai kawan,,kalian adalah sahabatku, bahkan sudah aku anggap sebagai sodaraku sendiri,, apa denganmenolang sodaraku dianggap berlebihan"
Pernyataanku pada Indrie jagu Dewie yg membuat mereka berdua meneteskan air matanya tanpa mereka sendiri sadari
"STOP,,, aku gak mau melihat sodaraku menangis"
Ucapku dengan tegas pada sahabatku itu, seketika mereka berusaha sekuat tenaga untuk bisa menahan air mata mereka namun sia - sia karena mereka mungkin sangat terharu akan pernyataanku yg menganggap mereka sodaraku sendiri, mereka berdua kompak memelukku dan aku pun menyambutnya dengan ikut - ikutan menangis
Setelah selesai makan yg diiringi tangisan haru kami bertiga, kami putuskan tuk pulang namun kembali aku melihat sosok cowok yg tak jauh beda dengan seperti kami mau masuk kami ini tadi namun suasana nya yg berbeda, kini cowok yg dandan urakan tersebut sedang membantu seorang nenek menyebrang jalan dan saat sudah sampai di sebrang jalan si nenek bermaksud memberinya upah sebagai tanda terima kasihnya pada si cowok urakan tersebut namun sungguh tak di sangka si cowok urakan tersebut menolak dengan halus bahkan kata - katanya yg samar terdengar olehku membuat aku tersentuh
"Gak usah Nek,, sudah jadi kewajiban saya untuk membantu Nenek sebagai makhluk sosial"
Ucap sang cowok urakan
"Ini sekedar buat ngopi atau beli rokok Nak"
Paksa si Nenek pada si cowok urakan
"Kalau untuk ngopi dan rokok saya gak perlu ambil duit Nenek,, saya masih kuat untuk mencari duit buat itu semua walau harus berpanas - panasan tapi saya senang dengan itu semua karena mendapatkan uang dengan keringat sendiri bukan hasil dari korupsi yg mengambil hak untuk kaum miskin,, sekali lagi maaf ya Nek saya belum bisa ambil duit pemberian dari Nenek, bukan maksud menghina tapi saya masih sehat Nek untuk sekedar cari duit untuk ngopi dan roko,, maaf ya Nek"
Ucap sopan si cowok urakan tersebut dan segera meninggalkan sang Nenek. Sang Nenek tersenyum dengan sikap sang cowok urakan tersebut dan hanya mengacungkan jempolnya ke arah sang cowok urakan saat sang cowok itu sempat menengok ke arah sang Nenek.
"Drie Wie kalian liat dan denger kan tadi"
Ucapku pada sahabatku yg sama - sama mendengar ucapan si cowok urakan dan si Nenek
"Pasti denger lah say jarak kita kan gak jauh dan cukup untuk mendengar percakapan mereka"
Jawab Dewie yg memang mendengar semuanya dengan jelas
"Iya,, ternyata bener yah apa yg di katakan si Santi tadi pagi"
Timpal Indrie yg sekarang justru mengingatkan akan ucapan si Santi
"Coba kita ikuti dia yuk,, tapi jangan sampai ketahuan"
Ajakku pada mereka
"Ayo aja sih kalau kamu lakuin itu mah say"
Sanggup Dewie atas ajakanku
Kamipun naik kemobilku dan kusuruh sopir untuk mengikuti si cowok urakan yg tadi namun jaga jarak supaya tau di ketahui oleh si cowok urakan sampai aku melihat dari jarak sekitar 10meter si cowok urakan tadi membeli sebungkus nasi namun tak terlihat lauk pauknya, mungkin dia beli nasi putih aja karena sudah punya lauk pauknya pikirku, namun ternyata pikiranku salah, si cowok urakan tersenut meminta dengan sopan ke pedagang gorengan di pinggir jalan itu bubuk gorengannya saja bukan gorengan utuhnya, melainkan hanya terigu yg terlepas dari inti gorengan tersebut, masih penasaran kami terus mengikutinya sampai pada di depan kios yg sudah tutup dan nampak ada 3 orang seperti dia sedang asik bermain gitar sambil teman - temannya ikut bernyanyi. Pas si cowok urakan tadi datang dan membuka bungkusan nasi tersebut tak lupa di taburkan bubuk dari ia meminta pada penjual gorengan tadi di atas nasi bungkus itu, mereka semua makan bersama dengan hikmat tanpa perlu takut kehabisan karena terlihat dari cara mereka makan itu tidak saling rebutan nasi, aku sampai kasian liat seperti itu namun mereka malah sama - sama senang dan bahagia, sama seperti yg aku lihat pada diri si Santi yg seolah tak punya bebas hidup.
Akhirnya aku memberanikan diri untuk menghampiri mereka hanya untuk sekedar bertanya - tanya, kuajak teman - temanku untuk menghampiri mereka
"Permisi bang"
Ucapku saat berada dekat dengan mereka
"Ya Non ada apa"
jawab salah satu dari mereka
"Begini bang,, apa abang kenal sama temen kami yg namanya Santi,, orangnya putih tinggi agak sipit dia anak komunitas seperti abang"
Ungkapku menanyakan soal si Santi pada mereka
"Pasti kenal Non sama si jutek, galak itu"
Jawabnya yg menceritakan soal Santi yg jutek dan galak
"Loh kok jutek dan galak Bang"
Tanyaku yg heran atas julukan si Santi
"Iya Non,, kalau sedikit aja bikin dia kesel uhh,, bahaya deh, bisa - bisa kami di jewer sama dia Non"
Ungkapnya menceritakan soal kegalakan Santi
"Kenapa gak Abang bales aja bang,, dia kan cewek Bang"
Heranku pada mereka yg keliatan sangar namun takut sama cewek
"Justru karna kami cowok Non makanya kami gak berani ngebales dia,, walaupun kami seperti preman dengan penampilan yg terbilang kumuh namun kami menghargai cewek itu sama seperti pada ibu kami Non"
Jelasnya soal tak beraninya dia sama si Santi karena dia cewek, jadi pemikiran ku selama ini salah kalau anak - anak yg penampilan urakan ini justru bisa ngehargain cewek. Terlihat wajah Indrie seperti kagum akan penjelasan si cowok urakan tadi
"Bang boleh saya tanya - tanya soal komunitas abang ini"
Ungkapku terus terang pada mereka
"Wah kalau soal itu saya belum pantas untuk menjawabnya Non"
Jawab si cowok
"Loh napa belum pantas bang"
Kembali kutanya atas pernyataannya itu
"Iya Non,, coba aja Non cari yg nama nya bang Jambull"
Ucapnya yg menyuruhku untuk cari yg nama nya Jambull, aku pikir si Jambull ini pasti ketua dari komunitas ini
"Kenapa harus nyari bang Jambull"
Kembali kutanyakan alasannya
"Soalnya dia kami anggap lebih dari kami semua yg ada disini, karena bang Jambull juga yg menjadikan kami seperti sodara serta bang Jambull itu selalu ajarkan kami soal kepedulian terhadap sesama manusia hingga kami bisa di hargai kemanapun kami pergi"
Jelas si cowok tentang sosok yg bernama Jambull itu.
Akhirnya setelah bertanya banyak sama si cowok urakan tersebut akhirnya aku kini punya target inigin ketemu sama yg nama nya jambull, penasaran juga sih sama sosoknya jambull itu.
Kamipun pamit dan pulang, di perjalanan aku bilang sama kedua sahabatku untuk mencari tau terus soal komunitas itu apa lagi sekarang sudah ada sedikit masukan soal sosok bang Jambull besok, kedua sahabatku juga mendukung serta ikut penasaran akan sosok bang Jambull.
Keesokan harinya kami selepas pulang sekolah kembali mencari tau soal komunitas punk itu dan lagi - lagi setelah aku tanyakan pada kurang lebih 7 orang anak di komunitas itu, mereka hanya memberi satu nama yg tak lain bang Jambull. Kami sampai pada lima hari pencarian sosok Jambull namun kami tak dapat menemukannya bahkan kalau kami terus terang pada mereka menanyakan keberadaan bang Jambull itu, mereka seolah - olah tidak kenal pada sosok Jambull, padahal cerita mereka mengarah pada satu sosok yg tak lain bang Jambull.
Di hari ke enam kami putuskan untuk mintaa tolong ke si Santi untuk bertemu dengan bang Jambul, mungkin saja si Santi tau keberadaan bang Jambul. Sungguh sial nasib kami yg tak menemukan sosok bang Jambull bahkan dengan di bantu si Santi pun bang Jambull susah tuk di temukan, aku pikir sosok sosok Jambull disini adalah sosok yg mereka jadikan panutan serta idolakan namun sosok yg sebernya itu tak pernah ada, jadi bang Jambull disini adalah tokoh khayalan semata imajinasi mereka dalam komunitas bahwa mereka membutuhkan sosok seperti Jambull ini.
Setelah merasa lelah yg belum terbayarkan akhirnya kami sepakat kalau dalam waktu 7 hari tak menemukan sosok Jambull itu kita anggap semua itu hanya khayalan fiktf semata yg tak pernah ada.
Hari terakhir yaitu hari ketujuh kami bakal mencari tahu soal sosok fiktif itu nanti selepas pulang sekolah seperti biasa.
"Nes Wie liat si Santi wajahnya,, kenapa dia senyam senyum sendiri gitu"
Ungkap Indrie soal sikap anehnya Santi
"Iya bener, kayak abis menang lotre dia say"
Timpal Dewie yg menganggap Santi sedang beruntung
"Wajahnya terlihat sangat bahagia sekali dia yah"
Ungkapku yg tak kalah heran akan sikap santi, memang dia setiap hari selalu cuek dan happy namun tidak seperti ini biasanya juga,, ini menjurus kepada sesuatu yg baru dia raih dan baru tercapai sekarang, apapun itu pasti sangat berarti dan sangat membuatnya bahagia sekali...........................................................