Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Paijo dan Cak Toyib

Status
Please reply by conversation.
Mohon maaf lama update, semoga tidak mengecewakan...




Dua cangkir kopi hangat telah tersaji, dua batang rokok telah mengepul. Cak Toyib mulai bercerita perihal kepergiannya selama beberapa saat belakangan. Seperti biasa, sambil sesekali menghembuskan asap rokok kreteknya.

"Aku mari teko Jakarta, Jo. Biasa, ngewangi omku" Cak Toyib membuka percakapan.

"Ngewangi opo cak?" tanyaku heran, bantuan seperti apa yang membutuhkan waktu berhari-hari.

"Ngewangi sembarang kalir, Jo. Omku iki ben ulan mesti ngirimi duit sing jumlahe luwih akeh timbang bayaran umr, mangkane lek wonge pas kesusahan pasti aku langsung marani" jawabnya agak panjang. Saya hanya manggut-manggut tanpa menanyakan lebih lanjut, kalau memang Cak Toyib tidak menjawab secara detail, berarti memang tidak ingin diceritakan bantuannya seperti apa.

"Sakjane aku ngojek iki mek golek kesibukan, Jo. Duit teko omku iku wes turah-turah sampek wes dadi omah sak perabotane" lanjutnya lagi.

"Lapo kok milih ngojek cak? Kok gak mbuka usaha ta opo ngunu?" tanyaku lagi.

"Lho aku yo mbuka usaha, Jo. Tapi sing njogo bojoku, aku gak bakat ngurusi ngunu iku, mangkane aku milih ngojek ngene iki. Mbasiyo hasile gak sepiro, sing penting awak dewe iso berguna nang wong liyo" jawabnya agak panjang lagi, baru kali ini saya tahu alasan Cak Toyib melakukan pekerjaannya.

"Kabeh kerjoan kan yo berguna nang wong liyo toh cak?" pertanyaanku masih belum habis.

"Iyo bener, tapi ngojek iki iso langsung ketok hasile. Contohe ono wong ape budal kerjo tapi gaono kendaraan, akhire wonge tak terno nang panggon kerjone, lah kan langsung ketok hasil bantuane toh" saya kembali manggut-manggut mendengar penjelasannya. Benar juga apa yang dia katakan, selama ini saya ngojek tidak pernah berpikir seperti itu, bagi saya yang penting dapat uang dan orangnya sampai tujuan, tidak peduli dengan yang lainnya.

"Urip iki mung sepisan, Jo. Selain kudu dinikmati, awak dewe yo kudu berguna nang wong liyo. Soale ngko awak dewe yo pasti mbutuhno wong liyo" saran dari Cak Toyib menutup topik kali ini. Berganti dengan topik lainnya yang lebih ngalor ngidul ngetan ngulon, sampai tak terasa matahari sudah hampir tenggelam, beberapa cangkir kopi sudah tandas, dan sebungkus rokok telah habis. Saatnya untuk beristirahat di rumah masing-masing.
###

Sejak mendapatkan saran dari Cak Toyib, saya merasa lebih bersemangat dalam melakukan pekerjaan. Jika biasanya saya hanya diam saja sampai penumpang tiba di tempat tujuan, sekarang saya mulai mencoba membuka percakapan dengan orang yang saya antar, walaupun hanya sekedar basa-basi standar untuk lebih menghangatkan suasana.

Memang tidak semua orang suka berbasa-basi, jika penumpang saya tidak merespon apa yang saya obrolkan, maka saya akan menghentikan basa-basi saya, saya hanya terus berbincang jika mendapatkan respon yang baik dari penumpang. Meski kebanyakan memilih diam saja, tapi tidak sedikit penumpang saya yang justru lebih suka ketika diajak berbincang. Alhasil saya jadi lebih mengenal orang yang saya antar, apalagi beberapa orang sampai mengisahkan keluhan hidupnya juga.

Curhatan yang saya terima sejauh ini sangat beragam, beda orang tentu saja beda masalahnya. Ada remaja yang galau akibat diselingkuhi pacarnya, ada bapak-bapak yang sedih karena anaknya mengkorupsi uang spp pemberiannya, ada juga ibu-ibu yang mengeluh perihal uang belanja yang kurang dari suaminya.

Dari berbagai curhatan yang pernah saya dengar, beberapa kali saya mencoba memberikan saran atau bantuan jika saya mampu, meski lebih banyak yang hanya saya dengarkan saja dengan penuh empati. Namun dengan melakukan itu, saya merasa menjadi lebih berguna bagi orang lain, tidak hanya sekedar bekerja saja. Sisi positif lainnya adalah sejak saat itu rating saya sebagai driver jadi makin baik, nasihat Cak Toyib memang mujarab.

Malam itu, saya bersiap pulang ke rumah karena sudah mencapai target harian. Namun di tengah perjalanan tiba-tiba ada panggilan untuk narik, karena saya tidak mau mengecewakan orang lain maka saya pun mengambilnya. Tanpa membuang waktu saya segera tancap gas ke titik penjemputan.

Niat baik memang akan mendapatkan ganjaran yang baik pula. Orang yang meminta diantarkan ternyata seorang wanita cantik berusia 30an. Dari aplikasi saya mengetahui jika namanya adalah Rita, wanita itu berdiri tepat di depan rumah yang cukup besar di salah satu kawasan elit. Begitu melihat seragam hijau yang saya pakai, dia segera mendekat dan memastikan nama saya.

"Tujuannya sesuai aplikasi ya, mbak?" saya juga memastikan pesanannya, wanita itu hanya mengangguk, kemudian naik di belakang saya setelah saya memberinya helm standar.

Sepanjang perjalanan wanita itu hanya diam saja, berdasar pengalaman yang saya dapat, wanita seperti ini tidak suka diajak berbincang, maka saya juga hanya diam saja sampai tiba di titik tujuan.

Lokasi tujuannya sebenarnya agak aneh, bukan rumah atau gedung melainkan sebuah jembatan dimana di bawahnya mengalir air yang cukup deras.

Begitu sampai di titik tujuan, saya pun berhenti, wanita itu turun dari motor dan memberikan uang bayaran beserta helm saya. Wanita itu berjalan menjauh, sementara saya hendak putar balik. Namun perasaan saya agak curiga terhadapnya, saya memutuskan untuk mengamatinya sesaat.

Wanita itu berhenti dan berpegangan di pinggiran jembatan, wajahnya menatap kosong ke aliran air yang ada di bawahnya. Kecurigaan saya semakin menguat, tanpa ragu saya turun dari motor dan berlari ke arahnya, tepat ketika wanita itu hendak melompat ke bawah, saya menarik tangannya dan membuatnya terjungkal ke belakang. Saya tidak peduli jika dia marah-marah atau bagaimana, yang penting saya tidak mau diam saja melihat orang hendak bunuh diri.

Di luar dugaan, wanita itu tidak marah-marah tetapi malah menangis sesenggukan. Saya menepuk-nepuk bahunya untuk memberikan semangat. Makin lama tangisnya makin kencang, namun saya biarkan saja dia menangis untuk melepaskan kesedihan hatinya.

"Ayo, mbak. Saya antarkan pulang" ujar saya setelah tangis wanita itu mereda. Dia menurut dan berjalan di belakang saya menuju ke sepeda motor yang terabaikan di pinggir jembatan.

Berbeda dengan perjalanan berangkat tadi, kali ini wanita itu tidak berdiam diri, dia menceritakan keluh kesahnya kepada saya. Mulai dari awal karirnya sebagai model, menikah dengan pengusaha sukses, sampai kini dia sering bertengkar dengan suaminya gara-gara setelah lima tahun pernikahan belum juga dikaruniai anak.

"Beberapa hari yang lalu, saya dan suami periksa di dokter langganan suami, dan ternyata saya dianggap mandul, mas. Sementara suami saya dibilang normal. Sejak saat itu dia selalu menyalahkan saya, dia juga beberapa kali selingkuh dengan wanita lain. Saya tidak bisa marah karena takut diceraikan, mas. Saya ini sudah tua, tidak bisa bersaing dengan model-model yang masih muda, kalau bercerai saya takut tidak mendapatkan kehidupan berkecukupan seperti sekarang. Makanya saya tetap menguatkan diri, hingga akhirnya hari ini tadi rasanya saya sudah tidak tahan lagi" wanita itu bercerita panjang lebar dan kembali menangis sesenggukan.

"Sabar, mbak. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Tapi bukan dengan bunuh diri kayak tadi caranya" balasku mencoba menenangkan.

"Terus caranya gimana mas?" tanya wanita itu di sela tangisnya.

"Wah, kalau caranya ya banyak, mbak. Asalkan ada kemauan pasti ada jalan. Untuk lebih detailnya ya mbak sendiri yang harus berusaha agar menjadi lebih mandiri" balasku sekenanya, entah dari mana saya dapat kata-kata seperti itu, lagi kerasukan Cak Toyib kayaknya.

"Bener juga sih, mas. Kayaknya saya harus nyari kerjaan lagi ini" wanita itu mulai menghentikan tangisnya. Di sisa perjalanan dia lebih banyak merenung, tampaknya memikirkan apa yang harus dilakukan ke depannya.

Tak terasa kita sudah kembali sampai di rumah wanita itu. Saya menghentikan motor dan wanita itu turun dari boncengan. Wanita itu mengembalikan helm saya dan memberikan beberapa lembar uang limapuluhribuan.

"Nggak usah, mbak. Ini tadi sudah bukan jam kerja saya, jadinya gratis" saya menolak uang pemberiannya dengan alasan yang agak dibuat-buat, bagaimana mungkin saya menarik uang dari orang yang sedang kesusahan sepertinya.

"Gpp, mas. Anggap saja ucapan terima kasih dari saya karena sudah ditolongin" balasnya tidak mau kalah dan kembali menyodorkan uangnya kepada saya.

"Jangan, mbak. Saya ikhlas kok, kalau dikasih uang begini malah saya jadi nggak enak" saya kembali menolak uluran tangannya.

"Kalau gitu mampir dulu bentar deh, mas. Saya bikinkan kopi, saya punya kopi yang enak banget loh" balasnya mengalah, uang kembali dia masukkan ke dalam sakunya.

"Tapi sudah malam, mbak. Saya sungkan sama suaminya. Mungkin lain kali aja" balasku agak setengah hati, bagaimanapun juga tawaran kopi enak sangat sulit untuk ditolak.

"Suami saya lagi luar kota kok, mas. Monggo mampir sebentar gpp" lanjutnya lagi, sorot ketulusan dari wajahnya membuat saya tidak enak dan akhirnya mengalah.

"Iya deh, mbak. Tapi jangan lama-lama ya bikinnya" balasku kemudian. Kita berdua pun masuk ke rumah itu. Saya duduk di sofa ruang tamu, sementara wanita itu segera masuk ke dalam.

Tak lama kemudian, wanita itu keluar membawa dua cangkir kopi. Satu diberikan saya, satu diminumnya sendiri. Saya segera menyeruput kopi hitam itu, hanya dari aromanya saja saya sudah tahu kalau ini kopi premium yang mahal. Benar saja, setelah satu tegukan, saya merasakan kenikmatan yang belum pernah saya rasakan, ini kopi paling enak yang pernah saya rasakan.

"Enak kan, mas" ujar wanita itu setelah menyeruput kopinya sendiri.

"Enak banget, mbak. Ini kopi paling enak yang pernah saya minum" balasku terus terang. Wanita itu tersenyum puas.

Setelah berbasa-basi sebentar dan saling mengenalkan nama beserta umur, saya pun berpamitan pulang karena kopi saya sudah habis. Wanita itu kembali berterima kasih dan menyatakan akan menghubungi saya lagi jika membutuhkan jasa ojek.
###

Beberapa hari berselang, sebuah nomor tak dikenal menghubungiku. Kebetulan saya baru saja selesai mengantar penumpang. Tanpa ragu saya segera mengangkat panggilan tersebut dan mendapati suara yang cukup familiar.

"Halo, Paijo. Ini saya Rita, bisa jemput sekarang kah?" rupanya itu wanita yang tempo hari hampir saja bunuh diri, saya jadi teringat kopi buatannya yang sungguh nikmat.

"Oh bisa, mbak. Posisi dimana?" balas saya cepat.

"Di daerah XXX nih, saya nunggu di depan gedung perkantoran yang baru" jawabnya menyebutkan lokasi yang cukup terkenal sehingga mudah dicari.

"Oke, mbak. Saya meluncur sekarang" balasku sembari menutup telpon. Untungnya lokasi itu tidak begitu jauh dari posisi saya sekarang. Segera saja saya mengebut ke sana, dan beberapa menit kemudian saya bisa melihat wanita itu di pinggir jalan di depan bangunan yang dimaksud.

"Cepet juga ya kamu" komentarnya begitu melihatku, lalu dia segera menerima helm dariku dan naik ke sepeda motorku. Motorku kembali melaju melawan kemacetan yang mulai melanda di jam-jam pulang kantor.

"Sudah mulai kerja, mbak?" tanyaku membuka obrolan.

"Iya syukurlah ada kantor agensi punya temenku yang lagi butuh model berpengalaman. Sudah beberapa hari ini aku dianter suami ke sana" jelasnya dengan santai, ada sedikit perubahan pada gaya bicaranya, tidak lagi memakai kata saya yang lebih formal.

"Wah sudah mulai baikan dengan suami berarti?" tanyaku lagi.

"Belum sih, tapi karena kebetulan kantornya searah jadinya aku bisa nebeng. Ini tadi katanya dia ada lembur makanya ga bisa bareng pulangnya" jawabnya menjelaskan. "Tapi paling dia nggak lembur sih, alasan aja kalau mau ketemuan sama selingkuhannya kali" tambahnya lagi, tapi nadanya tidak marah atau sedih, lebih ke arah menyindir.

"Masa sih mbak? Sapa tau memang lagi lembur" balasku mencoba menetralisir.

"Biasanya sih gitu, biarin aja deh yang penting aku udah bisa mulai nyari duit sendiri sekarang" sahutnya cuek, rupanya wanita ini mulai menemukan kepercayaan dirinya kembali setelah berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai bidangnya.

Maka sepanjang perjalanan pulang saya tidak lagi membahas suaminya melainkan menanyakan tentang pekerjaan barunya. Dengan riang dia menceritakan kegiatannya beberapa hari belakangan, hingga tak terasa kita sudah sampai di rumahnya.

"Mampir dulu, Jo. Aku bikinin kopi lagi" ujarnya setelah turun dari motor dan memberikan uang bayaran ojek.

"Boleh deh, mbak. Kebetulan udah sampai target minimal, ngopi dulu bisa nih sebelum pulang ke rumah" saya langsung menyetujui tawarannya karena sudah tidak sabar merasakan kopi buatannya yang memang nikmat, daripada ke warung mesti beli dulu, mending yang gratis plus lebih mantap ini.

"Ayo masuk kalo gitu" wanita itu membukakan pagar dan mempersilakan saya duduk di ruang tamu. "Aku ganti baju dulu ya, sekalian langsung bikin kopi" tambahnya setelah saya duduk di sofa ruang tamu.

Motor saya sudah terparkir rapi di halaman rumahnya. Sementara saya celingukan melihat sekeliling rumah, lumayan bagus juga dekorasi rumahnya, perabotannya juga terlihat mahal-mahal. Rumah itu memang terletak di salah satu kawasan elit, wajar jika pemiliknya juga kaya-kaya.

Sayangnya perumahan elit seperti ini selalu sepi suasananya, tidak seperti area perkampungan yang selalu ramai perbincangan antar tetangga. Apalagi kalau mulai menginjak malam begini, suasana hening bisa bikin parno kalo lagi sendirian.

"Maaf agak lama" Rita keluar membawa nampan berisikan dua cangkir kopi yang masih mengepulkan uapnya, memancarkan aroma yang sedap. Tapi yang membuat saya terkejut adalah baju ganti yang dipakainya, tidak seperti saat saya terakhir ke sini, kali ini wanita itu hanya memakai tanktop ketat dan celana pendek sepaha, tentu saja saya melotot sesaat melihatnya.

"Mbak kalau di rumah biasa pakai baju begini?" tanyaku polos. Bukannya menjawab wanita itu malah tertawa, mungkin belum pernah ditanya seperti itu.

"Iya emang biasanya gini, semua orang kalau di rumah ya pakai baju santai toh, masa pakai yang formal" benar juga balasannya, semua orang ya bebas saja mau pakai apa di rumahnya sendiri. Tapi gara-gara pakaiannya yang minim itu akhirnya adik kecil saya mulai memberontak dari sarangnya.

"Bener juga ya. Saya minum ya mbak, kopinya" balasku agak canggung, sembari mengambil cangkir saya berusaha keras menahan agar adik kecil saya tidak terlihat menyembul.

"Iya silakan, jangan sungkan-sungkan" balasnya ramah.

Posisi duduk wanita itu yang tepat di depanku membuatku mau tidak mau pasti melihat sosoknya. Tanktop ketat berwarna hitam yang dipakainya membuat lekuk tubuh bagian atasnya terlihat jelas olehku. Saya baru menyadari jika wanita ini memiliki aset yang begitu besar, mungkin sama dengan milik Susi atau bahkan lebih besar lagi.

"Pelan-pelan minumnya, ntar keselek loh" sahutnya sambil tersenyum, dari senyumnya itu entah kenapa saya merasa bahwa wanita ini sudah tahu kalau saya beberapa kali melirik ke arah dadanya.

"Iya mbak, jadi terburu-buru soalnya kopinya enak banget" ujarku mencoba mengarahkan topik tentang kopi.

"Iya dong, jauh-jauh ini aku belinya dari luar negeri. Pasti enak lah rasanya" sahutnya lagi. Kemudian dia mulai menceritakan tentang kopinya itu, mulai dari harganya, tempat pesannya, serta bagaimana sulitnya dia menemukan kopi itu. Sepertinya wanita ini dan suaminya sama-sama pecinta kopi, terlihat dari caranya bercerita yang penuh dengan semangat.

Sebagai sesama penikmat kopi, saya mendengarkan ceritanya dengan khidmat, lumayan itung-itung dapat ilmu baru, siapa tau nanti kalau saya sudah banyak duit bisa pesen sendiri yang seperti ini. Saya mendengar cerita wanita itu sambil menyeruput kopi di cangkir saya, sambil sesekali melirik ke tubuh montok wanita itu. Mustahil untuk berpaling dari paha mulus yang terpampang indah di depan saya.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini wanita itu ternyata sudah membuat setermos kopi. Begitu kopi saya habis, wanita itu langsung masuk ke dalam untuk mengambil termosnya dan mengisi cangkir saya lagi. Tak terasa saya sudah masuk ke cangkir yang ketiga, andai saja bisa sambil merokok tentu lebih nikmat lagi ini rasanya. Tapi tentu saja saya tidak mau merokok di rumah orang yang baru kenal, bisa saja wanita itu tidak suka dengan asap rokok.

Begitu habis cangkir ketiga, entah mengapa kepala saya terasa agak berat, badan saya terasa agak panas seperti demam, padahal selama ini saya kuat-kuat saja menghabiskan beberapa cangkir kopi. Atau mungkin kopi mahal ini lebih tinggi kadarnya dari kopi saya biasanya.

"Kenapa, Jo?" tanya wanita itu melihat perubahan sikap saya.

"Gatau nih, mbak. Tiba-tiba kok rasanya kayak demam" jawabku sembari memijit kepala.

"Aku ambilin air putih ya" sahutnya, tanpa menunggu jawabanku dia bergegas masuk ke dalam.

Saya segera menghabiskan segelas air putih yang dibawanya, benar saja setelah itu rasanya kepala saya jadi lebih ringan, badan saya juga tidak terasa panas lagi. Namun ketika melihat wanita itu entah kenapa nafsu saya terasa begitu tinggi, padahal sebelumnya saya bisa menahannya, namun kali ini adik kecil saya membuat celana saya menggembung.

"Aku tadi lupa cerita, Jo. Kopi ini kalau diminum kebanyakan efeknya memang bisa bikin bergairah seperti minum obat perangsang. Maaf ya, Jo. Aku kira daya tahan kopimu lebih tinggi dari aku, ternyata tidak hehe" ujarnya tersenyum melihat gembungan di celanaku.

"Saya yang minta maaf, mbak. Gara-gara keenakan minum kopinya jadi kebablasan" balasku agak malu, secara reflek saya menutupi bagian celana saya yang menggembung.

"Santai aja, Jo. Emang efek kopinya gitu kok, justru aku yang minta maaf soalnya lupa nggak ngasih tau" wanita itu kembali tersenyum ramah. Membuat saya jadi semakin tidak enak.

"Saya pamit pulang dulu ya kalo gitu, mbak" saya berdiri dari tempat duduk dan membuat gembungan di celanaku semakin terlihat.

"Lho, masa pulang kayak gitu, susah ntar naik motornya, sini aku bantuin dulu" wanita itu tertawa kecil melihatku kesulitan menutupi gembungan di celanaku, dia melambaikan tangannya menyuruhku mendekatinya. Walau agak ragu, namun saya menurut dan mendekatinya.

Saya berdiri tepat di depan wanita itu, sementara dia masih duduk di sofanya. Dari posisi ini saya bisa melihat jelas belahan dadanya yang begitu menggoda, alhasil adik saya malah semakin menegang.

"Aku buka ya, Jo" wanita itu melorotkan celana saya ke bawah, menyisakan celana boxer saja. Saya memang agak jarang memakai celana dalam akhir-akhir ini, lebih enak pakai celana boxer saja.

"Iya, mbak" balasku agak deg-degan. Wanita itu mulai melorotkan celana boxer saya juga, membuat batang saya mengacung bebas ke arahnya.

"Wah, lumayan juga punyamu" komentarnya begitu melihat batangku yang mulai ditumbuhi rambut di sekelilingnya. Saya kira dia akan membelai dan mengocok batang saya, tetapi wanita itu malah langsung menjilati batang saya dengan lidahnya.

"Enghh" desah saya ketika wanita itu mulai mengocok batang saya dengan mulutnya. Feeling saya mengatakan bahwa wanita ini juga sedang terpancing birahinya, sama seperti saya. Makanya dia bisa dengan santai memainkan batang saya dengan mulut dan lidahnya, tangannya juga tidak mau ketinggalan tentunya.

Sekitar lima menit kemudian batang saya sudah basah kuyup akibat liurnya. Dia menghentikan aksinya karena batang saya masih belum menunjukkan tanda-tanda akan mencapai klimaksnya.

Kemudian tiba-tiba dia berdiri membungkuk dan membuka tanktopnya. Dadanya yang besar seolah tidak muat ditahan oleh bra berwarna senada dengan tanktopnya. Dengan lihai dia menyelipkan batang saya di belahan dadanya, kemudian mulai mengocoknya kembali.

"Agak susah ternyata" gumannya setelah beberapa kali kocokan, aksinya memang agak terhalang oleh bra yang masih dipakainya. Dengan cuek dia membuka juga bra yang dipakainya, alhasil gunung kembarnya melonjak keluar dan memanjakan mata saya. Feeling saya mengatakan bahwa ukuran wanita ini sedikit lebih besar daripada susi, begitu juga puting dan areolanya yang besar dan berwarna coklat kehitaman.

Begitu bra dibuka, dengan mudah dia mengocok batang saya di sela-sela gunungnya, rasanya nikmat juga ternyata, memberikan sensasi yang berbeda kepada batang saya. Namun saya masih bisa menahan kenikmatan itu dan tidak sampai terpancing mencapai klimaks.

"Kuat juga kamu ya" komentarnya sambil kembali tersenyum, saya hanya meringis karena tidak tahu hendak berbuat apa. "Oke, tunggu sebentar ya, pasti aku bikin kamu keluar" tambahnya lagi.

Lagi-lagi di luar dugaan saya, wanita itu dengan santai membuka celana pendek beserta celana dalamnya, memamerkan gundukan kewanitaannya yang tembem dan tidak ada rambutnya sedikitpun, saya jadi ingat pemain-pemain bokep wanita yang ada di barat sana, kebanyakan dari mereka selalu memiliki area kewanitaan yang bersih dan mulus seperti milik wanita itu.

Wanita itu meludahi tangan kanannya dan menggosok area pribadinya sendiri. Dengan liar jari-jari tangannya bergerak naik turun menggosok bibir kemaluannya, bahkan tangan kirinya mulai meremasi kedua payudara sendiri secara bergantian. Birahi saya semakin naik melihat aksi masturbasi yang dilakukan olehnya, baru kali ini saya melihat hal seperti ini secara langsung, saya seolah sedang melihat film bokep secara live.

"Kamu duduk sini" perintahnya begitu bibir bawahnya mulai basah kuyup. Kita berdua pun bertukar posisi, kali ini gantian saya yang duduk di sofanya, sementara dia berdiri di depan saya.

Setelah saya duduk dengan nyaman, wanita itu naik ke sofa juga dan berjongkok di pangkuan saya. Dengan perlahan dia mengarahkan batang saya memasuki liangnya yang telah basah. Begitu masuk, dia segera menggoyangkan pinggulnya naik turun dan mengocok batang saya dengan himpitan liangnya.

Sudah lama saya tidak merasakan kehangatan ini, setelah terakhir kalinya dengan Sarah. Kali ini saya kembali merasakan kenikmatan yang hakiki, sejauh ini liang milik Rita yang terasa paling sempit dan begitu mencengkram.

Saya hanya merem melek keenakan sembari bersandar di sofa, sementara Rita aktif bergoyang di atas saya. Payudara besarnya berguncang kesana kemari mengikuti irama goyangannya, sesekali dia kembali meremasi payudaranya sendiri. Wanita itu terlihat begitu menikmati aksinya, sampai keringat mulai mengucur di beberapa bagian tubuhnya.

Berbeda dengan wanita yang lain, menurutku Rita ini tergolong wanita yang aktif dan yang mengambil inisiatif duluan. Terbukti sedari tadi saya hanya mengikuti saja apa kemauannya. Apalagi dengan posisi woman on top ini tentu saja semakin memberikan keleluasaan kepadanya untuk melakukan apapun yang dia inginkan.

Setelah beberapa menit bermain, saya baru menyadari jika posisi duduk saya ini tepat menghadap ke pintu depan yang masih terbuka. Saya bisa melihat jalanan di depan rumah yang sangat sepi, meski sedikit terhalang tanaman-tanaman yang tumbuh di halaman depan rumah. Jika ada orang yang lewat, saya yakin dia bisa melihat langsung apa yang kita lakukan. Ini yang membuat saya sedikit khawatir sekaligus semakin terangsang.

Namun Rita tampaknya tidak mempedulikan pintu rumahnya yang masih terbuka. Dia tetap asyik menggoyangkan pinggulnya demi mengocok batang saya. Lama kelamaan nafasnya mulai terengah-engah, seiring dengan desahan nikmat yang berulangkali meluncur dari bibirnya.

Saya menyadari bahwa dia mulai kelelahan, maka saya berinisiatif menghentikan aksinya dan bertukar posisi.

Saya mengambil posisi favorit saya, doggystyle. Rita membungkuk dengan bagian depan tubuhnya bersandar di sofa, sementara saya tepat di belakangnya menghujamkan batang saya di liangnya yang semakin becek. Saya memulainya dengan perlahan, sebelum makin mempercepat sodokan saya di liangnya. Bunyi tumbukan antara kulit saya dengan pantatnya memenuhi ruangan itu, dipadu dengan lenguhan manja darinya setiap batang saya terasa mentok di liangnya.

"Ayo cepetin, Jo. Aku udah mau keluar ini" pintanya ketika saya kembali menurunkan ritme sodokan. Maka saya mulai mempercepat gerakan saya lagi, batang saya dengan cepat keluar masuk ke dalam liang Rita bersamaan dengan racauan Rita yang makin tidak karuan. Saya berpegangan di pantatnya yang montok untuk menambah kecepatan sodokan batang saya.

"Enghh, enak banget, Jo. Enghh, terus Jo" racaunya berulang-ulang, membuatku semakin bersemangat memompa liangnya yang terasa semakin menjepit batang saya. Hingga tak lama kemudian pinggulnya mulai meliuk pertanda klimaksnya telah sampai.

"Ahh, aku keluar Jo" desahnya pelan, bersamaan dengan cairannya yang merembes membasahi batang saya. Saya sendiri sudah hendak keluar sebenarnya, oleh karena itu saya tetap memacu sodokan saya di liangnya, memburu klimaks saya yang akan segera sampai.

"Jo, tahan dulu Jo. Lagi sensitif ini. Jooo" teriaknya ketika saya terus menghujamkan batang saya. Setelah klimaks memang biasanya terasa sangat sensitif, saya pun begitu, makanya biasanya setelah klimaks harus berhenti sebentar sebelum memulai kembali.

Namun saya malah terus menggenjotnya ketika baru saja mencapai klimaks. Maka bersamaan dengan teriakannya itu dia kembali mengeluarkan cairannya, kali ini menyembur lebih keras dari sebelumnya, dengan terpaksa saya mencabut batang saya dan membiarkan cairannya merembes keluar.

"Hebat banget kamu Jo. Baru ini saya merasakan klimaks seperti ini, bukan hanya klimaks tapi sampai dobel klimaks" ujarnya dengan nada agak lemah. Saya tidak merasa tersanjung dengan pujiannya, soalnya sedari tadi saya lebih banyak pasif, hanya di akhir-akhir saja baru mulai beraksi.

"Lanjut lagi ya, mbak. Udah mau nyampe ini" sahutku sembari mengocok batangku sendiri, memberikan tambahan energi agar tidak melemah.

"Kamu belum keluar ya? Yauda lanjutin sendiri ya, aku udah capek ini" balasnya sambil berbalik posisi. Kali ini dia duduk mengangkang di atas sofa, menyiapkan untuk posisi standar.

Tanpa banyak bicara lagi saya kembali menghujamkan batang saya di liangnya yang telah berlumur cairannya sendiri. Dengan berhadapan langsung saya bisa melihat ekspresi wajahnya yang kelelahan namun terpuaskan. Secara reflek saya mencium bibir merah wanita itu, dia pun membalas ciuman saya dan kita berdua mulai saling berpagutan dan menimbulkan bunyi kecipak basah akibat dua lidah saling bertaut.

Tangan saya tidak mau kalah, kali ini saya yang meremasi kedua payudaranya, sedangkan kedua tangannya terkapar lemah di bagian atas sofa, sekaligus memamerkan area ketiaknya yang putih dan mulus. Kedua payudaranya terasa kenyal dan padat, agak berbeda dengan payudara Sarah yang terasa lebih kendor.

Puas berciuman, lidah saya turun ke area ketiaknya, bau harum tubuhnya bercampur dengan keringatnya, lalu bercampur lagi dengan liur akibat jilatan saya. Membuatnya kembali mendesah kegelian, sementara saya terus turun dan mulai menjilati kedua puting hitamnya bergantian. Putingnya yang besar itu masih menegang, saya hisap dengan kuat dan membuatnya kembali menjerit keenakan.

Tak terasa batang saya sudah hampir mencapai klimaksnya, saya mempercepat sodokan saya sembari kembali mencium bibirnya. Batang saya mulai berkedut-kedut hingga akhirnya menyemburkan cairan kenikmatan yang kental, rupanya wanita itu juga kembali meraih klimaksnya hampir bersamaan dengan saya. Alhasil kedua cairan kental itu bercampur di dalam liangnya itu.

"Makasih ya, Jo" bisiknya di telinga saya, mengakhiri pergumulan malam itu.

Bersambung...
 
Terakhir diubah:
Syukur deh TSnya masih inget sama ceritanya.
Andaikata mbak Rita kemudian hamil....?
 
Terima kasih atas dukungan suhu-suhu. Semoga bisa update tiap minggu..

Katanya sih Rita ga bisa hamil, tapi gatau lagi kalo kena Paijo :D
Moga berjalan lancar sesuai rencana tanpa halangan apapun buat update mingguannya suhu:ampun:
Rita mandul ? Lancrotkan, kan si paijo org yg beruntung, sapa tau Rita kena efek keberuntungan si paijo dan bisa hamil :) Sukses dan semangat slalu suhu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd