Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (ORIGINAL CONTENT) Berburu Binor Montok di Desa Lembang

"Saya sih antara yakin gak yakin, tapi kalo dipikir-pikir masuk akal juga" kata seorang warga yang tampak serius menanggapi pembicaraan Aep.

"Iya makanya pak, inget gak tahun kemarin waktu perusahaan ngasih nota perjanjian? Semuanya tanda tangan! Cuma Kang Dadang yang nolak!" timpal Aep berusaha terdengar meyakinkan.

"Wah iya juga ya, kalo seandainya mereka ada kongkalikong pasti ikut tanda tangan juga dia" kini wajah orang itu tampak ngangguk-ngangguk.

"Saya kasih tau pak, cuma di tangan Kang Dadang kampung kita bakal selamet!" balas Aep.

Bagai kawanan hyena mengintai rusa sekarat, Aep dan para pemuda menyatroni kerumunan-kerumunan warga satu per satu seusai acara di lapang sawah berakhir, menyebarkan "kebisingan" yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh tim sukses Dadang, berharap cerita-cerita itu menyebar dari mulut ke mulut, rumah ke rumah.

Sesuai dengan komando Wa Haji, mereka harus bergerak berpencar sendiri-sendiri agar tidak menimbulkan kecurigaan. Aep sendiri sudah mendatangi 6 titik kerumunan warga, mulai dari tenda warung dadakan, tempat parkir, teras salah satu rumah warga di dekat lapangan, di bawah pohon asem tempat sekumpulan orang berteduh, warung kopi terdekat, hingga di saung pinggir jalan tempatnya berdiri saat ini.

Setelah bapak-bapak yang diajaknya bicara tadi pergi, dari lajur berlawanan terlihat sosok yang tidak asing melaju ke arahnya sambil mengendarai motor matic.

"Pak!" Sahut Aep dari pinggir jalan. Ternyata Herman dan istrinya.

"Oy, pulang heula (pulang duluan), mau langsung ke Tasik" balas Herman sambil tetap melaju pelan.

"Oleh-oleh pak" sahut Aep kencang.

Di belakangnya, sesosok bertubuh montok dibalut kebaya merah tampak duduk menyamping sambil menyilangkan kaki. Paha mulusnya sedikit nampak dari belahan kain batik yang dipakainya.

Ia melirik ke arah Aep sambil memeletkan lidah. Aep membalas dengan menguncupkan bibir ke arah wanita berbokong semok itu, sambil celingukan kanan-kiri khawatir ada yang melihat. Irma terkikik geli melihat ekspresi Aep dari kejauhan.

"Wah bakal ikut nih kayaknya" pikir Aep dalam benaknya.

Tasikmalaya merupakan kota kelahiran Herman sekaligus tempat orang tuanya tinggal. Mendengar kabar itu, Aep berasumsi bahwa Irma akan ikut pergi dengan Herman seperti biasanya.

Ia sedikit kecewa, sepertinya ia tak akan bisa menyelingkuhi binor montok itu untuk sementara waktu.

Sesaat kemudian, Aep mengeluarkan HP-nya dan mengirim pesan WA kepada Irma.

"Ikut ke Tasik?" Pesan Aep terkirim.

Tak berselang lama, muncul balasan.

"Ya ikut dong"

"Yaaah 😞"

"Mending gausah ikut, di sini aja 😋"

Lama tak ada balasan, kemudian Irma membalas singkat.

"😋"












_
_
_
_
_
















Langit sudah mulai gelap saat Aep berjalan pulang menyusuri jalan kecil sehabis mandi di WC mushola. Di tangan kanannya ia tampak menenteng ember kecil berisi baju basah dan alat-alat mandi. Malam ini Aep berencana standby lebih awal di lapang voli seberang rumah Wa Haji, tempat pesta dangdutan akan diselenggarakan.

Namun, sebelumnya ia akan mampir dulu ke warung Teh Desi untuk mengambil jatah rokok sekaligus makan.

Sesampainya di kios, Aep langsung masuk ke kamar, mengeluarkan sehelai kaos putih polos, celana kolor, kemeja flanel bermotif, dan celana jeans biru dari lemari plastiknya. Tak lupa ia oleskan minyak ajaibnya di leher, pergelangan tangan, ketiak, dan sedikit di selangkangannya. Aep tampak resik bersisir di depan kaca spion yang menempel di dinding kamarnya.

Sambil menenteng tas kecil, dirinya kini sudah berpakaian rapi berdiri di teras kios. Tak lupa ia pasang kembali gembok pintu itu sebelum berangkat ke warung Teh Desi naik motor.

Setibanya di sana, tampak dua orang yang dikenalinya sedang duduk hadap-hadapan sambil menyomot gorengan dari atas nampan di meja. Di sisi kiri ada Agus, laki-laki seusia Aep yang bekerja sebagai staff di sebuah koperasi simpan pinjam, sedangkan di depannya ada bapak-bapak paruh baya bernama Malik yang dikenal sebagai kepala RT di wilayah tersebut.

"Nyaan rek dangdutan teh euy!" (Gak maen-maen nih orang mau dangdutan!) Dengan nada setengah meledek, Agus tersenyum lebar sambil berdecak geleng-geleng kepala melihat Aep berdandan tak seperti biasanya.

"Si manehanana kuat ka tampan kieu" (ganteng bener ni orang) sambung Pak RT dengan nada yang tak kalah mengganggu di kuping Aep.

"Iri bos!?" Balas Aep singkat sambil melangkah masuk berkacak pinggang.

"Mang rokok sabungkus mang, biasa jeung nasi hehehe" sambung Aep.

"Moal kuaaaat (mana tahan) lah, arjuna rek dangdutan" Agus menimpali sambil tertawa.

Aep cuma balas cengar-cengir.

Tak lama kemudian, seorang bapak-bapak menyodorkan rokok dan piring nasi berisi aneka lauk dan sesendok sambal. Aep lantas duduk di meja panjang di sebelah Pak RT.

"Hayu marangga tuang" (mari makan) kata Aep sambil sendoknya mulai mengaduk-aduk nasi.

"Sok sok, tipayun" (iya duluan gih) balas Pak RT.

Aep menyuapkan nasi sambil matanya tertuju ke arah pria sepuh yang akrab disapa Mang Asep, yang kini sedang sibuk mengelap gelas-gelas belimbing di belakangnya.

Di benaknya diam-diam Aep masih penasaran dengan warung ini. Meskipun sudah tahunan langganan makan di warung, belum pernah sekalipun dirinya menjumpai sosok Teh Desi yang dimaksud.

Dari obrolan-obrolan dengan beberapa orang, termasuk Mang Asep sendiri, Aep mengetahui bahwa Teh Desi adalah putri sulung dari Mang Asep yang kini tinggal bersama suaminya di luar kota. Hanya saja, perempuan itu sudah lama sekali tidak pulang ke desa, entah apa alasannya.

Meski penasaran, Aep tidak terlalu menghiraukan hal itu, lagi pula itu semua sama sekali bukan urusannya.

Selang beberapa menit kemudian, piring Aep nampak sudah kosong. Ia langsung mengambil satu gelas belimbing yang tertelungkup di tengah meja sambil mengucurkan air teh dari sebuah teko di sampingnya.

"A Agus nanti malem mau datang gak?" Celetuk Aep sambil menyalakan rokoknya.

"Ya datang lah, tapi saya mah agak maleman, nunggu anak tidur dulu" balasnya.

"Ooh, si tetehnya ikut juga" balas Aep.

"Pasti atuh, namanya dangdutan pasti hariwang (risih) dia mah, takut saya macem-macem hahaha" balas lagi Agus sambil nyengir.

"Pak RT mah pasti hadir ya pak?" Tanya Aep.

"Gak mungkin gak hadir saya mah, soalnya mau mantau pemuda-pemuda, terutama kamu nih, bising marabok (rawan mabuk-mabukkan)" tegas pak RT sambil melotot.

"Naon, tara abi mah" (Apaan, gak pernah saya mah) Aep berusaha terlihat kalem.

"Tara kaliwat" (gak pernah kelewat) sambung Agus sambil kedip-kedip ke arah Aep.

"Ah tara pokokna mah" (ah pokoknya gak pernah titik) jawab Aep mesem-mesem.

Percakapan mereka berlangsung cair, hingga tak terasa rokok Aep sudah seujung jari.

"Yu ah, saya duluan sadayana (semuanya)" Aep bangkit sambil berjalan ke arah pintu warung.

"Yuuuu" balas Agus dan pak RT berbarengan.

"Nuhun (makasih) Mang Asep" sambung Aep.

"Sok, kade di jalan" (hati-hati di jalan) jawab Mang Asep.

Setelah pondasinya cukup kuat, Aep langsung meluncur ke rumah Wa Haji. Lokasinya berada cukup dekat dari warung Teh Desi, hanya terpaut 2 menit naik motor.

Samar-samar dari jauh Aep bisa mendengar suara drum, gitar, tabuhan gendang, dan suara keyboard saling tindih satu sama lain. Terdengar pula suara menggema seseorang sedang mengecek mikrofon.

"Cek.. cek… cek… satu.. dua.. satu… cek…"

Dari halaman rumah Wa Haji tempat Aep memarkirkan motor, terlihat beberapa warga yang dikenalinya sedang berkumpul di meja teras. Diantaranya ada sejumlah panitia acara, Wa Haji, Hj Lia, juragan Mukidi, Pak Lurah dan dua anak buahnya, serta dua orang perempuan berpenampilan necis.

Sedangkan di seberangnya, Aep melihat beberapa pemuda sedang duduk berkumpul di dekat panggung, ia lantas berjalan ke arah sana sambil kembali menyalakan rokok di mulutnya.

"Tuh Mang Aep" seorang pemuda bernama Adit tampak menunjuk ke arah Aep.

"Mang, dibawa ga?" Tanya Adit begitu Aep sudah berada di depannya.

"Aman tuh disumputkeun na gandongan galon motor" (diumpetin di tempat ngangkut galon di motor) jawab Aep sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

Aep tampak senyum-senyum menatap ke atas panggung yang berdiri cantik di atas tanah lapang seluas 162 meter persegi. Terlihat pula instrumen-instrumen musik yang tadi didengarnya di jalan berjejer rapi. Panggung dihias penuh ornamen aneka warna, lengkap dengan berbagai set lighting yang bergelantungan di tiang-tiang panggung.

"Malam ini akan berlangsung gemerlap" pikir Aep dalam benaknya.

Satu jam berlalu semenjak Aep duduk mengobrol dengan para pemuda di dekat panggung. Kini lapang voli itu sudah padat dikerumuni warga yang mayoritas laki-laki. Pedagang-pedagang asongan pun sudah berjejer memenuhi bahu jalan.

Tak lama kemudian, dua perempuan muda bertubuh semampai yang tadi duduk bersama Wa Haji terlihat berjalan ke arah panggung, diikuti beberapa orang yang nampaknya kru kelompok orkes tersebut. Masing-masing mengenakan gaun terusan mentereng sebatas paha berwarna merah dan hijau.

"Itu yg nyanyi?" Tanya Adit.

"Iya kayaknya" jawab salah satu temannya.

"Mulus bro" timpal Adit sambil geleng-geleng kepala.

"Sok atuh gas hahaha" celetuk Aep.

Pengiring musik mulai memainkan intro pembukaan bertempo sedang, diikuti lampu-lampu panggung yang mulai bergerak menyoroti kerumunan penonton. Sorak sorai pun terdengar bersahutan dari segala penjuru, suasana malam itu luar biasa meriah.

"Tungguan didieu, saya rek ngangkutan heula cai" (tungguin di sini, saya mau ngambil minumannya dulu) terang Aep kepada beberapa pemuda di belakangnya.

"Lalaonan mang, bisi aya nu nempo" (pelan-pelan mang, nanti ada yang liat) balas salah seorang pemuda.

Tanpa membalas, Aep langsung menyelinap di antara kerumunan warga, berjalan menuju tempat motornya terparkir, dan berjalan kembali sambil memeluk keresek hitam berisi botol-botol minuman.

"Selamat malam semuanya para wargi"

Suara dari atas panggung menggelegar menyapa penonton, yang seketika langsung dibalas sorak meriah.

"Selamat malam juga buat Kang Dadang, Haji Edi, Bu Haji geulis (cantik), Kang Mukidi, bapak RT, panitia-panita, pemuda-pemudi karang taruna nu garanteng gareulis (ganteng-ganteng & cantik-cantik),"

"Sudah siap goyang?" Sambung biduan merah.

"Siaaaap! Hajar neng!" Sorak penonton.

"Atau mau digoyangin?" Balas biduan hijau.

Sorak penonton terdengar makin kencang diikuti siulan-siulan genit. Beberapa detik kemudian, iringan musik memecah sorak sorai tersebut. Pesta dimulai.

















_
_
_
_
_















((BINOR LIA))

"Coba ibu telpon si Aep, siapa tau dia mau" terang Wa Haji.

"Ah mana mau dia, paling lagi asik joget" jawab Hj Lia.

"Coba aja dulu, siapa tau mau, bilangin dikasih duit gitu" tegas Wa Haji.

Hj Lia kemudian mengeluarkan HP dari tas kecilnya, mengetik nama "Aep Galon" di daftar kontaknya, kemudian menekan tombol hijau.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara parau menyapa dari ujung sana.

"Samlekum Bu Haji?"

"Aep kamu lagi di mana?"

"Ini saya di lapang sama anak-anak, aya naon Bu Haji?"

"Ini, saya mau minta tolong, kamu teh bisa mijit kan?"

"Iya bisa Bu Haji"

"Tadi saya kepleset pas mau jalan ke panggung, engkel sebelah kanan langsung bengkak gak bisa jalan, mau manggil Bi Iis gak bisa dianya udah malem, kira-kira kamu bisa gak benerin keseleo?"

Mendengar hal itu, alis mata Aep naik sebelah.

"Oh iya iya bisa Bu Haji, ibu di mana ini?" Suara Aep terdengar antusias.

"Aduh syukur kalo gitu, ini ibu di ruang tamu, kamu ke sini aja"

"Siap Bu Haji, Aep ke sana sekarang"

Begitu panggilan terputus, Aep buru-buru bergegas ke rumah Wa Haji, meninggalkan kawan-kawan pemudanya yang tampak sedang asik menikmati pertunjukan.

"Kamana mang!?" Tanya Adit melihat Aep tampak berusaha keluar dari kerumunan.

"Disuruh Bu Haji dulu sebentar" balas Aep.

Di sofa ruang tamu, Hj Lia tampak sedang duduk meringis menahan nyeri sambil mengangkat sebelah kakinya ke atas meja. Pergelangan kakinya yang dihiasi gelang emas itu tampak sedikit membiru. Sedangkan Wa Haji yang duduk di sampingnya terlihat sedang mengipas-ngipas selembaran kertas karton ke arah pergelangan kaki itu.

"Tah Aep, liat nih, biasa ibu-ibu riweuh (rempong) gak bisa diem" terang Wa Haji.

Aep langsung mendekat untuk melihat memar itu lebih jelas.

"Wah, untung gak parah bu, kalo langsung diurut bisa langsung sembuh" tukas Aep sambil ngangguk-ngangguk.

"Ya udah atuh sok, minyaknya kamu ambil di dapur ya, pake pisin aja" balas Hj Lia.

"Diurutnya di dalem we atuh ya, biar enak ibu nyendernya" Wa Haji menimpali.

"Susah atuh bangunnya juga, udah tau lagi nyut-nyutan gini" Hj Lia tampak mesem-mesem.

"Iya sok dibantuin ku bapak sama si Aep, udah hayu, Aep yu bantuin"

Tanpa menunggu jawaban, Wa Haji langsung bangkit merangkul istrinya dari samping, sementara Aep cuma menahan sebelah tangan Hj Lia sambil berusaha berdiri.

Di ruang tengah yang luas itu, Wa Haji meletakkan istrinya berbaring di atas sofa panjang, sambil menyangga punggungnya dengan sebuah bantal kecil. Sementara Aep langsung berjalan ke dapur mengambil minyak goreng untuk mengurut Hj Lia.

"Bapak nunggu di depan aja ya bu, gak enak itu tamu ditinggalin"

"Sekalian ambilin minum pak"

"Iya sebentar"

Beberapa saat kemudian, Aep sudah kembali membawa pisin beling berisi minyak goreng.

"Nih, yang ini buat Aep" Wa Haji membawa dua botol air mineral kemasan dari ruang tamu, satu ia berikan ke istrinya, dan satu botol lagi ia simpan di atas meja. Tanpa berkata-kata lagi, Wa Haji langsung balik badan ke teras rumah.

"Aep pelan-pelan aja ya, sakit banget gak kuat" kata Hj Lia.

"Iya tenang aja Bu Haji" jawab Aep.

Sambil memposisikan duduknya berhadap-hadapan dengan Hj Lia, sorot mata Aep berulang kali melirik ke arah sana, tempat dimana dua bongkahan susu besar Hj Lia membusung padat. Posisi tubuhnya yang menyender ke belakang membuat pemandangan itu luar biasa menantang.

Meskipun sedang kesakitan, aura sensual wanita paruh baya ini sama sekali tidak pudar. Ia tampak mengenakan jilbab pashmina bernuansa lilac, atasan hitam ngetat berlengan panjang yang menonjolkan toket brutalnya, dan bawahan rok plisket abu-abu sebatas mata kaki. Selain itu, di kedua pergelangan tangannya tampak beberapa gelang emas bertaburkan berlian.

Aep belum pernah berada sedekat dan seintens ini dengan Hj Lia sebelumnya. Meskipun dirinya sudah sempat melihat tubuh montok itu setengah telanjang ketika sedang dirujak oleh kontol pak lurah. Namun, kali ini berbeda, keberadaan Aep diketahui oleh Hj Lia secara sadar.

Sedangkan di sisi sana, Hj Lia sudah ketar-ketir duluan. Bukan semata-mata karena menahan rasa sakit, melainkan pemandangan yang tak sengaja ia saksikan tadi pagi, dan orang itu sekarang berada tepat di hadapannya, sedang membaluri kulit mulusnya dengan minyak.

Hj Lia dibuat tak karuan dengan pikirannya sendiri. Setiap kali tangan Aep mengusap-usap kakinya, dari ujung jemari hingga ke area betis, bayang-bayang kontol perkasa itu kembali seliweran di benaknya. Selain itu, penciumannya tiba-tiba menangkap sesuatu, sesuatu yang biasa ia cium ketika sedang bersenggama dengan pak lurah, entah itu di mobil, di kantor kelurahan saat semua orang sudah pulang, di rumah saat suaminya sedang pergi, atau di kamar hotel.

Sedangkan Aep, yang sedang mengusap-usap sebongkah betis putih mulus nan padat, merasakan batang jantannya tiba-tiba mengencang dari dalam sana. Jantungnya berdebar-debar, wajahnya yang sudah merah akibat minuman alkohol terlihat semakin kusut dibuatnya.

"Aawww" pekik Hj Lia sambil terpejam.

"Kamu kenapa Aep, mukanya kok merah gitu" sambung Hj Lia ketika matanya menangkap sesuatu yang tak wajar di wajah Aep.

"Enggak kenapa-napa Bu Haji, gerah aja ini mah abis joget hehe"

"Joget apa jogeeet.. kamu mabok yah? Kecium tau"

"Dikit"

"Ih dasar, bilangin ke Wa Haji siah"

"Jangan atuh Bu Haji, sekali doang ini mah hehehe"

Sesaat kemudian, Aep meminta Hj Lia menaikkan kakinya.

"Kakinya naikin sini bu"

Aep mengangkat sebelah kaki Hj Lia ke pahanya, sambil pelan-pelan meluruskan urat-urat yang terkilir di bagian pergelangannya.

"Aduh aduh, sakit banget di situ"

Tanpa menghiraukannya, jemari Aep terus menekan-nekan urat di sekitar area tersebut.

"Aduuuh nyeri Aep" pekik Hj Lia makin kencang, wajahnya tampak merem melek menahan sakit.

"Dikit lagi bu, tahan"

"Aaawwww"

"Naaaah, udah lurus yg ini, sekarang rada maju dikit bu"

Ketika Hj Lia memajukan posisinya, kakinya yg bersimpuh di paha Aep tak sengaja menyentuh selangkangannya. Sontak Aep tergelitik ketika kaki mulus itu menekan batangnya yang sedari tadi sudah tegang.

Sedangkan Hj Lia yang sama-sama bisa merasakan batang keras itu cuma diam saja, pura-pura tidak menyadarinya.

Melihat reaksi Hj Lia yg cuek saja, Aep kemudian mulai mengalihkan pijatannya lebih ke atas lagi, dari betis hingga menyentuh paha bagian dalam, paha montok yang terasa padat itu sontak membuat jantung Aep berdebar-debar.

"Yang keseleonya udah bu, tinggal ngelurusin atasnya" terang Aep.

Hj Lia tidak menjawab. Istri Wa Haji itu cuma diam setengah memejamkan mata menikmati sensasi pijatan Aep, lebih tepatnya menikmati sensasi menggelitik di sekujur tubuhnya.

Begitu pula dengan Aep, yang makin lama tangannya makin menyentuh lebih dalam, bahkan pijatannya dirasakan Hj Lia kian halus, tidak seperti sedang memijat, lebih mirip mengelus-elus.

Aep memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Seiring dengan gerakan tangannya memijat paha Hj Lia, kakinya yg mentok di selangkangannya mulai ia gesek perlahan-lahan. Namun, Hj Lia tidak juga menunjukkan reaksi penolakan. Padahal Aep yakin betul Bu Haji semok ini bisa merasakan keras batangnya bergesekan dengan telapak kakinya.

Merasa belum puas, Aep kemudian berinisiatif untuk memancing gairah Hj Lia dengan cara lain.

"Bu pundaknya mau sekalian di pijit gak? Biar lebih seger"

"Gak apa-apa nih? Ya udah sok atuh"

Aep senang mendengarnya, ia lantas meminta istri Wa Haji itu untuk membalikan badan membelakangi dirinya.

"Duduknya pindah ke sini bu, ngadep ke tembok"

Ketika Hj Lia berusaha memutar badan, pantat montoknya otomatis terangkat sehingga tampak menungging tepat di depan wajah Aep, dan diam-diam ia hirup aroma dari pantat semok yang menungging sekilas itu, membuat kontol Aep seketika berkedut-kedut.

Sambil berselonjor kaki menghadap tembok, tubuh Hj Lia kini sudah duduk tegap membelakangi Aep, sehingga terlihat lekukan pinggulnya yang indah.

Aep kemudian memposisikan dirinya duduk berlutut, sambil mulai memijat-mijat bahu sekal itu dari luar. Pijatannya bergerak penuh penghayatan, dari pangkal leher, area bahu, hingga turun ke area lengan secara berulang-ulang, bahkan, sesekali ujung-ujung jemari Aep bersentuhan dengan buah dada montok Hj Lia saat pijatannya turun ke area lengan.

Samar-samar Aep mulai merasakan ritme nafas Hj Lia mulai bergerak tak beraturan. "Wah kena nih" celetuk Aep dalam benaknya. Ia berpikir minyak ajaibnya mulai mempengaruhi Hj Lia.

"Nyender aja bu" pinta Aep kepada istri Wa Haji itu.

Tanpa menjawab, Hj lia langsung menyenderkan kepala berhijabnya ke dada Aep, sontak saja pandangan Aep langsung tertuju pada susu montoknya yang membusung indah. Di posisinya yang berdempetan seperti itu, nafas Aep pun ikutan ngos-ngosan.

Kini jemari Aep bergerak makin berani. Dari bahu, pelan-pelan ia arahkan pijatannya ke area pangkal dada. Perempuan itu tampak diam saja. Namun, tak berapa lama Aep menangkap Hj Lia menggigit bibir tebalnya.

"Ssshhh"

Terdengar desahan pelan keluar dari bibir seksi itu. Kemudian Aep menanggapinya dengan memajukan selangkangannya hingga menempel rapat dengan pinggul Hj Lia.

Lama mereka bertahan dalam posisi itu, tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut keduanya. Hingga akhirnya Aep tak kuasa lagi membendung birahinya yang sudah sampai di ubun-ubun. Kondisi ini semakin diperparah dengan pengaruh alkohol yang membuat tekanan darahnya naik.

Selang beberapa detik kemudian, jemari Aep berpindah ke depan, tepat di atas dua tonjolan susu semok Hj Lia. Pijatannya seketika berubah menjadi gerakan meremas-remas.

"Aduuhh Aep!?" Hj Lia tampak kaget dengan perlakuan Aep.

Namun, Aep tidak menghiraukannya, ia malah merespon dengan menyambar bibir tebal dan kenyal itu dari belakang.

"HHhhmmmppphhh"

Kedua tangan Hj Lia yang sedang dicipok paksa Aep tampak mencengkram erat tangan Aep yang meremas-remas gemas susu montoknya, antara ingin berusaha melepas remasan itu, atau cuma reaksi kaget dengan sergapan birahi di tubuhnya.

Lidah Aep pun tak kalah beringas menyapu permukaan bibir tebal istri Wa Haji, berusaha membuat bibir itu terbuka.

Tak butuh waktu lama hingga Hj Lia balik membalas cumbuan Aep. Ia membuka bibirnya sambil menjulurkan lidah, yang seketika langsung dihisap gemas oleh Aep.

Tangan Aep kini bergerak ke bawah, menyingkap baju Hj Lia ke agar lebih leluasa meremas-remas susu montoknya.

Begitu baju itu tersingkap hingga ke pangkal dada, dua bongkah daging besar yang dilapisi BH tipis berwarna merah marun seketika mencuat.

Tubuh Hj Lia terlihat begitu putih mulus bercahaya, sangat kontras dengan sepasang tangan berkulit gelap yang sedang meremas-remas susunya.

"Mmmccchh Aep udah ah! Nanti ada Wa Haji ke sini!"

Rasa was-was membuat Hj Lia seketika melepas cumbuannya dengan Aep. Namun, Aep buru-buru menyosor lagi mulut seksi itu, kemudian mendekap erat tubuh semoknya sambil perlahan-lahan menarik Hj Lia berdiri.

Sambil terus melahap ganas mulut Hj Lia tanpa melepas pelukannya, Aep menggiring tubuh itu melangkah mundur ke arah pintu di pojok ruangan, pintu yang mengarah ke kamar tidur Hj Lia dan suaminya.

Keduanya tampak kalang kabut diliputi nafsu birahi. Mereka melangkah tertatih-tatih sambil saling dekap, saling cumbu, dengan posisi baju ngetat Hj Lia yang sudah tersingkap sampai ke atas dada, sementara tangan Aep bergerak meremas-remas dan menekan-nekan sepasang pantat semok Hj Lia.

"Aep mau kemana ini.."

"Ke kamar bu, kita ngentot"

"Ya ampun, masa nenek-nenek gini mau kamu entot sih"

"Nenek-nenek apanya, masih seger montok padet gini dibilang nenek-nenek"

Aep menjilat gemas bibir Hj Lia yang tampak sedikit monyong-monyong.

"Aduuuhhh kamu berani-beraninya gitu sama Bu Haji"

"Bu Haji nikmat"

Aep kembali mencumbu gemas bibir Hj Lia, sambil memutar gagang pintu di hadapannya. Begitu keduanya sudah masuk ke dalam kamar, Aep kembali menutup pintu dan memutar kunci yang menempel di situ searah jarum jam.

Aep kemudian menghempaskan tubuh montok Bu Haji terlentang di atas kasur.

"Kakinya udah gak kerasa sakit kan?"

Hj Lia balas geleng-geleng kepala.

Sambil berdiri, Aep kemudian membuka ikat pinggang celananya, menarik resleting, menurunkan celana, dan merogoh batang tegangnya keluar dari balik CD.

Perempuan montok di atas kasur itu seketika bangkit terduduk. Matanya kembali melotot menemukan kontol besar berurat yang tadi pagi sempat diintipnya.

"Gusti nu agung.." (ya tuhan/astaga) Hj Lia mendekap mulutnya seperti orang kaget.

"Dari deket malah lebih gede" ucapnya tanpa sadar.

"Dari deket!?" Aep merasa heran.

"Tadi pagi kamu lagi onani di WC kebon Bu Haji gak sengaja ngeliat" terang Hj Lia.

"Gak sengaja apa gak sengajaaa??" Balas Aep menggoda.

"Beneran ih gak sengaja!"

Aep kemudian melangkah lebih dekat lagi, hingga kontolnya mengacung gagah tepat di depan hidung perempuan bersuami itu. Ia meraih sebelah tangannya, dan meletakkannya di atas batang kontol.

"Sekarang mah bisa pegang langsung" ucap Aep sambil membimbing jemari bercincin emas itu menggenggam dan mengocok-ngocok kontolnya.

Tangan Hj Lia yang putih mulus itu tampak tidak bisa menggenggam penuh batang kontol Aep. Ia pun terpana dengan ukurannya yang luar biasa. Ukuran kontol yang sudah lama ia idam-idamkan.

Tak lama kemudian, Aep membuka kemejanya hingga bertelanjang dada, mendorong tubuh Bu Haji sampai terbaring di atas kasur dan menindihnya dari atas.

Baju istri Wa Haji itu ia tarik melewati kepala hingga terlepas.

Sambil menekan-nekan kontolnya di atas selangkangan Hj Lia, Aep kemudian menanggalkan BH yang membungkus buah dadanya. Kini, buah dada itu bersentuhan langsung dengan tubuh Aep.

"Aahhh bu haji, susunya montok banget bu"

Aep tak henti-hentinya meremas kedua bongkahan daging nikmat itu. Bahkan kali ini puting kecoklatannya ia cubit-cubit gemas. Hj Lia tampak merem melek merasakan birahinya makin menggebu-gebu.

"Ini susu montok punya siapa bu?"

"Punya Wa Haji ahhhhhsss"

"Mending buat saya aja bu, biar saya kontolin susu bu haji setiap hari"

"Terserah Aep aja ibu mah"

Aep tak menyangka, dibalik sosoknya yang begitu dihormati di desa ini, Hj Lia ternyata menyimpan sisi binal yang liar. Tak sekalipun perempuan bersuami ini menunjukkan penolakan berarti, Hj Lia justru pasrah begitu saja menikmati.

"Kalo itu mau dikemanain bu?" Tanya Aep sambil menunjuk ke arah dinding kamar, tempat bingkai foto Hj Lia dan suaminya terpajang.

"Biarin aja itu mah, kontolnya juga udah gak bisa bangun, gak bisa muasin lagi"

Aep sedikit kaget mendengar hal itu. Dugaannya terbukti sudah. Betina yang satu ini memang benar-benar kuda binal. Ia haus akan sentuhan pejantan.

"Nakal banget sih bu haji, jadi gak tahan pengen ngontolin"

"Kontolin aja sepuasnya"

Merasa gemas, mulut betina binal berhijab itu kemudian diludahi Aep.

"Ccuuiiihhh, jilat bu haji"

"Sssllleerrrrppppsss aaaahhhhh"

"Baguuus, sekali lagi sayang, CCUUIIIHHH"

Kali ini Aep meludah lebih banyak, hingga liurnya membasahi pipi dan dagu Hj Lia.

"Ssllllluuuurrrpppp aaaahhhsssss" Hj Lia menjulurkan lidah sambil menyapu area bibirnya. Pemandangan itu sungguh liar di mata Aep.

Setelah beberapa lama mereka saling bergumul sambil bertelanjang dada, Aep kemudian bangkit mengarahkan kontolnya ke mulut binal Hj Lia.

"Hhuupppppmmm"

Seketika kontol Aep merangsek masuk. Hj Lia melotot kaget begitu batangnya memenuhi rongga mulutnya.

"Aaaahhhhhhh bu haji, mulutnya nikmat"

Tak mau menunggu lama, Aep kemudian memegangi kepala Hj Lia yang masih berhijab itu sambil didorong maju-mundur mengocok-ngocok kontolnya sampai mentok.

"KLOOOK KLOOKKKK KLOOKKKK

KLLOKKK KLOOKKKK KLOOOK"

Terdengar nyaring suara kepala kontol Aep menyodok-nyodok mulut bu haji sampai menyentuh tenggorokannya. Sesaat kemudian ia cabut kontol itu sekaligus, tampak kontol kekarnya basah kuyup dibanjiri liur binal Hj Lia sampai menetes-netes.

"HHAAAHHHHHHSSSS

HHAAAAAHHHHSSS HAAAHHH"

Istri Wa Haji tampak ngos-ngosan mengambil nafas begitu batang Aep keluar dari mulutnya. Namun, tak lama kemudian batang itu kembali merangsek masuk.

Sambil mulutnya tetap mengulum batang Aep, Hj Lia kemudian mencoba mengubah posisi. Dirinya mendorong pinggang Aep agak mundur, lalu bangkit duduk bersimpuh lutut. Kini posisi Aep berdiri di atas ranjang sambil disepong Hj Lia.

Kepala berhijab itu tampak telaten menyedot-nyedot batang perkasa milik Aep, ritmenya begitu beraturan dan tampak menghayati, dan sesekali Aep mengelus-elus kepala Hj Lia.

"Gimana rasanya kontol Aep bu haji?"

Sesaat kemudian Hj Lia mencabut kontol Aep dari mulutnya sambil berucap.

"Sedap pisan Aep hmmmppphhh sslluuurrrpppp" jawab bu haji sambil lanjut mengenyot kontol Aep.

"Sekarang kontol Aep pengen dilayanin sama susu montok bu haji" pinta Aep sambil sebelah tangannya meremas-remas dada Hj Lia.

"Plloooooppp"

Terdengar suara nyaring kontol Aep keluar dari mulut Hj Lia sambil dihisap kuat-kuat. Perempuan itu lantas mencondongkan tubuhnya ke atas, meraih kontol Aep ke sela-sela buah dada montoknya.

"Ccuuiiihhh ccuuhhh ccuuhh" Aep dan Hj Lia berbarengan meludah ke belahan itu, diikuti batang Aep yang mulai dijepit oleh sepasang bongkahan daging susu Hj Lia.

Kontol Aep dan susu Hj Lia tampak serasi. Ukuran keduanya seimbang sama besar, Sehingga tampak indah berseluncuran di sana.

"CCLIIIKKKK CLOOOOKKK CLLOOOOOKKK PLOOOPPPP"

"AAAHHHHSSS AAHHHS AAAHHHH"

Suara kontol menggenjot belahan payudara terdengar harmonis seiring dengan desahan-desahan yang saling tumpang tindih antara Aep dan Hj Lia.

Cukup lama Aep memompa kontolnya di belahan susu Hj Lia. Sesekali ia pun memasukkan jari-jarinya ke dalam mulut Hj Lia, sambil mencolek-colek lidahnya di dalam.

"Nungging bu haji" perintah Aep.

Hj Lia lantas membalikkan badannya di atas kasur, menunggingkan daging bokong lezatnya ke arah selangkangan Aep. Tanpa berlama-lama, Aep pun menarik resleting rok bu haji dan melemparnya ke lantai, sehingga nampak sepasang bongkahan semok yang hanya dibungkus dalaman model G string.

"CEPLAAAAKKK CEPLAAAAKKK CEPLAAAAKKK"

Tangan Aep menampar-nampar gemas bongkahan bokong itu, kemudian meraba-raba seluruh kulit padatnya sambil geleng-geleng terpana.

Sesaat kemudian, Aep turun menjilati pantat bu haji montok yang sedang menungging, sampai pantatnya terlihat basah mengkilap.

Aep kemudian menyingkap tali G string bu haji ke samping, menyibak memek tebal nan legit yang dicukur habis. Memek Hj Lia tampak sudah basah berlendir, Aep pun menjilat-jilat bibir memek itu dengan lahap.

"Aaahhhssss aduuhhhhh nikmat banget"

Hj Lia mulai meracau merasakan sensasi jilatan Aep di memek montoknya.

"Liccckkkk licckkk liiicccckkkk sslluuurrrppppss aaahhhh"

Berulang-ulang Aep menjilat, menyedot, hingga membelah daging memek itu dengan lidahnya, hingga beberapa menit kemudian, pantat nungging bu haji tampak bergetar-getar.

"AAAAAHHHHHHHRRRR

AAAAHHHSSSS AAAHHHHH AEEEEEP

AAAAAHHHHSSSSS AAHHHHHH"

Tubuh istri Wa Haji bergelinjang, lidah Aep yang menyapu memeknya telah berhasil memberikan orgasme pertamanya.

"AAAAHHHHH SEDAP PISAN MEMEKNYA BU HAJI, WANGI, GURIH, NIKMAT,"

Suara erangan mendesah dan kalimat-kalimat binal yang keluar dari mulut keduanya terdengar lantang mengisi seluruh sudut ruangan kamar itu. Mereka nampaknya tidak khawatir jika suara itu terdengar sampai keluar.

"Bu haji mau dicelup kontol gak memeknya?"

"Mauuuuu, mau banget aahhhhh"

"Minta dulu dong sama saya"

"Aep, celupin kontolnya ke memek bu haji!"

"Gak kedengeran bu haji.."

"AEP, MEMEK BU HAJI PINGIN DICELUP PAKE KONTOL AEP"

CEPLAAAAKKK, seketika tangan Aep menampar keras bokong bu haji.

Aep kemudian menanggalkan celananya, hingga kini dirinya sudah benar-benar telanjang, mengacungkan kontol kekarnya tepat di depan memek bu haji dari belakang.

"Prroooottttt"

Terdengar bunyi memek bu haji mengempot begitu kontol Aep merangsek masuk.

"AAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHSSSSSS"

Hj Lia merasakan memeknya merekah dibelah batang jantan perkasa. Tak kuasa ia menahan desahan.

"Mentokin bu haji?"

"Mentokiiiin!"

Pelan-pelan Aep mendorong kontolnya masuk lebih jauh sambil memeluk tubuh bu haji dari belakang.

"Aaarrrggggghhhhh aaaahhhhsssss"

Mulut Hj Lia menganga begitu kontol Aep mentok sampai rahimnya. Aep merasakan memek itu begitu hangat, kenyal, dan licin. Memek Hj Lia tak kalah nikmat dengan milik Irma. Hanya saja, memek bu haji tidak begitu menggigit seperti daging memek Irma.

Beberapa saat kemudian, Aep mulai memompa kontolnya di dalam sana sambil tetap bersimpuh di atas tubuh montok bu haji yang menungging.

"Gimana bu haji, enak gak dientot kontol Aep?"

"Enak banget Aep, memek bu haji keenakan!"

"Kasih tau dong Wa Hajinya, bilangin kontol Aep jauh lebih enak dari punya dia"

Kepala berhijab Hj Lia kemudian mendongkak ke arah foto Wa Haji yang menempel di dinding. Dengan binalnya, Hj Lia memeletkan lidah ke arah foto suaminya sambil berucap lantang:

"BAPAAAAK, KONTOL AEP LAGI NGENTOTIN MEMEK IBU, KONTOLNYA AEP RASANYA JAUH LEBIH NIKMAT DARI PADA KONTOL BAPAK YANG GAK BISA NGACENG LAGI"

Mendengar kalimat itu, sekujur tubuh Aep dibuat merinding, ia memompa memek perempuan binal berhijab itu makin kencang, makin kasar.

"Uuuuuuhhhhhhssss nakal ya bu haji.. lagi dientot orang lain malah ngehina suaminya sendiri, sini buka mulut binalnya"

"Aaaaa"

"CUUIIIIIHHHH, ludahin tuh suami gak berguna"

"HHOOAAKKKK CUUUUHHHHH"

Ludah Aep yang ia semprotkan ke mulut bu haji kembali diludahkannya ke foto suaminya di dinding.

"PLOOKKK PLOOOKKK PLOOKK

PPLOOKKK PLLLOOOKKK PLOOOKKK

PPLLLOOOOOKKK PLOOOKKK"

Nyaring terdengar bunyi pantat bu haji berbenturan dengan paha Aep yang menggenjotnya dari belakang.

15 menit Aep menggenjot non stop Hj Lia dari posisi itu, hingga akhirnya memek itu terasa mulai berkedut-kedut. Aep menambah lagi kecepatan genjotannya di memek Hj Lia sambil meremas susu montoknya dari belakang.

"AAAHHHSSS AAAHHHH AAAHHHH

AAAHHHHH AEEEEEP"

Semakin cepat kocokan kontolnya, semakin bergetar-getar pula tubuh bu haji dibuatnya.

"AAAAAHHHHHHHHH AAAAAAAAAHHHSSSSSSSS"

Bu haji melenguh panjang seiring dengan tubuhnya yang menggelinjang tak karuan. Bu haji mencapai orgasme keduanya.

Setelah memberikan ruang bernafas sesaat untuk Hj Lia, Aep kemudian membalikkan badan Hj Lia, meregangkan paha semoknya lebar-lebar, lalu memasukkan lagi kontolnya ke memek bu haji yang sudah banjir penuh lendir. Aep lanjut menikmati memek Hj Lia dalam posisi missionary.

"Kuat banget kamu Aep, udah hampir setengah jam ngentotin ibu iissshhhhhh" Hj Lia tampak kagum dengan stamina jantan Aep.

"Kuat dooong, emangnya saya suami ibu, boro-boro setengah jam, ngaceng aja gak bisa hahaha" balas Aep nakal.

"Daripada gak ada yang muasin, mending mulai sekarang bu haji ngentotnya sama Aep aja" sambungnya lagi.

"Aahhh maunya kamu itu mah" balas Hj Lia sambil mengecup gemas bibir Aep.

"Bu haji juga keenakan gini kan mmmccchhh" Aep balas mengecup bibir tebal Hj Lia.

Sesaat kemudian, Aep kembali menaikkan ritme genjotannya.

"AAAHHHHH AAAHHHHHH AHHHHSSSS AAARRGGGHHHH AAAAHHHH AAEEEEPPP AAAAAHHH JANGAN LAMA-LAMA"

"Ya makanya turutin dulu maunya Aep"

Aep mencengkram kedua tangan bu haji ke tepian ranjang, kemudian ia jilat-jilat sekujur wajah cantik bu haji.

"Iyaaaaaaa"

"Iya apa!? Jawab yang bener dong bu haji binal!"

"Iyaaaa aaasshhhh mulai sekarang bu haji ngentotnya sama Aep aja"

"Cuma sama Aep lho bu haji, gak boleh sama yang lain!?"

"Iyaaaa cuman sama Aep, gak sama yang lain, bu haji ngentotnya cuma sama Aep aja aaaahhhssss"

Kalimat yang meluncur dari mulutnya sendiri malah membuat birahi Hj Lia kembali naik.

"Layanin nafsu kontol Aep setiap hari ya bu haji!?"

"Iya Aep hmmmmppsss bu haji bakal ngelayanin nafsu kontol Aep setiap hari"

"Kapanpun Aep minta memek, bu haji kudu siap ngangkang!"

"Kapanpun Aep minta memek, saya bakal langsung ngangkang"

"Aaahhhh mulai sekarang panggil Aep Akang, ya, neng Lia"

"AAAHHHSSS IYAA AKANG, AKANGNYA NENG LIA"

"AAAAHHHHSSS KONTOL KANG AEP PINGIN NGECROT DI MEMEKNYA NENG LIAAAAA"

"AAHHHHH BARENG AKANG, NENG LIA JUGA MAU NYAMPE"

"AAAAHHHH AAAHHHSSSS AAAHHHHSSS"

"CROOOTTT CROOOTT

CROOOOOTTTTT CRROOOOTTT

CCRROOOOTT CROOOTTTT

CROOOTTT CROOOTT

CROOOOOTTTTT"

"KANG AEEEEPPP AAAAAAHHHSSSSS"

Kontol Aep berkedut-kedut mengeluarkan air mani kental yang menyembur deras di dalam sana, berbarengan dengan puncak orgasme ketiga yang didapatkan Hj Lia.

Tubuh Aep seketika terkapar menindih tubuh telanjang Hj Lia, keringat mereka saling bersatu, saling membasahi.

_
_
_
_

Sementara itu, di meja teras sana, Wa Haji tampak asik menikmati pertunjukan dari kejauhan bersama beberapa orang tamunya dari desa sebelah.

"Wa Haji, ngomong-ngomong itu penyanyi dari mana?" Tanya seorang rekan kepada Wa Haji.

"Ooh, itu, mereka itu satu grup semua, sama band-nya juga" jawab Wa Haji.

"Kenapa pak? Mau dikenalin? Hehehe" sambung Wa Haji.

"Hehehe boleh atuh Wa Haji" balasnya lagi.

Meskipun sudah hampir tengah malam, suasana di sana masih berlangsung meriah, bahkan antrian kendaraan yang terparkir di bahu jalan semakin mengular.

"Kayaknya bakal lanjut sampe pagi ini" celetuk salah seorang tamu Wa Haji.

_
_
_
_
_

"Duluan aja gih Aep, eh, akang, nanti saya nyusul belakangan" terang Hj Lia malu-malu sambil mengenakan lagi pakaiannya.

"Iya neng sayang, mmmccchh" jawab Aep sambil mengecup mesum bibir Hj Lia.

Mata Aep kemudian melirik ke arah ranjang, di sana terlihat air mani tumpah berceceran membasahi tengah-tengah kasur.

Hj Lia yang seketika menyadari sorot mata Aep langsung menimpali.

"Biar aja, abis ini neng Lia ganti sama seprai baru"

"Kalo si bapak nanyain, bilang aja saya mau tiduran dulu sebentar gitu" sambungnya.

"Ya udah akang mau dangdutan lagi ya neng montok, sun dulu sini"

Hj Lia langsung memenuhi permintaan pejantannya, ia kecup gemas bibir Aep.

"HHMMMCCCCHHHHH"

"PLLAAAKKK"

Terdengar suara tamparan kencang tangan Aep di bokong Hj Lia.

"Aawww"

Keduanya beradu mata sambil senyum-senyum nakal.




BERSAMBUNG…..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd