Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kayaknya belom baca adegan haruko tanding badminton di turnamen sekolah atau apapun, jd penasaran, kl dulu temen SMA ane ampe rela bolos sekolah buat ikut turnamen,

lanjutkan master
 
kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 56
(my mom's first love)

------------------------------

3002_010.jpg

“Semuanya dimulai sejak istriku ingin bekerja lagi” Abe Sensei menerawang ke arah sungai. Sore itu, dia dan Kana kembali bertemu tanpa janjian, di hutan kota yang mengelilingi kuil Meiji Jingu, yang tepat terletak di belakang Stasiun Harajuku.

“Setelah pulih dari melahirkan Aoi, dia kembali ke kantor lamanya yang memang menginginkannya”
“Punya anak balita dan kedua orang tua bekerja, pasti sulit” senyum Kana kecut, sambil berdiri di sebelah Abe Sensei. Jarak mereka cukup jauh, sekitar satu meter kurang. Mereka pasti menjaga jarak untuk kesopanan.

“Memang. Awalnya ibuku yang mengurus Aoi, dan ketika Aoi sudah besar, bisa bicara dan berjalan, kami memasukkannya ke sebuah daycare. Setiap pulang kantor, istriku menjemputnya. Tapi karena dia memang salah satu karyawan yang berprestasi di sana, perlahan-lahan itu menjadi tugasku, tapi aku tak masalah, karena aku memang senang berbagi tugas dengan istriku dan jam kerjaku juga lebih lowong”

“Hmm…” Kana mengingat-ngingat memori perceraian orang tuanya. Walau ceritanya tak mirip, tapi dia bisa berempati.

“Memang salah dari awal. Istriku terlalu ambisius dan dia selalu merasa bahwa aku kurang bekerja keras. Setiap apa yang kuhasilkan selalu kurang. Sifatnya yang seperti itu bisa teredam ketika dia hamil Aoi…. Tapi setelahnya, apalagi setelah dia naik jabatan, semuanya semakin menjadi-jadi” Abe Sensei bercerita panjang lebar seperti ini pada Kana. Kana memang sudah merelakan dirinya menjadi telinga untuk Abe Sensei, terlebih lagi Abe Sensei pernah menjadi telinga untuknya ketika dia SMA dulu. “Memasukkan anak ke daycare yang bagus memang mahal…… Dan mungkin karena aku senang membuat rencana, aku sudah membuat tabungan untuk kuliah Aoi…. Sayangnya… Dia tidak satu yen pun membantuku…”

Kana terdiam. Sepertinya masalahnya Abe-Sensei pelik.

“Tidak ada satu yen pun dia membantu untuk urusan keluarga, padahal jujur saja, gajinya lebih besar daripada gajiku, dan dia pun sering tidak puas dengan penghasilanku….” Dalam keluarga Jepang, budaya keuangan keluarga memang agak konservatif. Seluruh penghasilan suami diberikan kepada istri. Istrilah yang kemudian menjatah pengeluaran suami per bulannya dalam bentuk ‘uang jajan’. “Seingatku, dia tak pernah sekalipun berkontribusi kepada keuangan keluarga. Seluruh penghasilannya ia simpan sendiri…. Dan di sisi lain dia terus merongrong kepadaku karena menurutnya gajiku kurang…… Dan… Ketika aku complain, dia marah-marah….”

Kana hanya bisa tersenyum kecut. Dia malah memikirkan Aoi.

“Sejak saat itu, pertengkaran terus terjadi, mungkin kamu sudah membayangkan Aoi menjadi korban kan? Dia terjebak dalam satu situasi yang tak nyaman, dimana dia sepulang dari daycare seharusnya bermain, dia malah menonton orang tuanya bertengkar. Tak jarang pertengkaran kami dihentikan oleh tangisan Aoi, yang tampaknya berusaha untuk membuat kami diam dengan tangisannya yang sengaja di keras-keraskan…”

“Kasihan sekali Aoi.. Waktu orang tuaku bertengkar dulu, aku hanya bisa diam menangis di kamar, karena tentu saja aku sudah SMP” balas Kana.

“Ya….” Abe-Sensei hanya bisa diam dan menerawang ke arah entahlah.
“Pasti sulit sekali untuk diceritakan, Sensei…. Maafkan aku tidak bisa banyak berkomentar”

“Tidak, tidak apa-apa… Didengarkan saja sudah cukup. Aku bosan bicara seperti ini dengan rekan-rekan dosen. Mereka selalu memberi nasihat ke sana ke mari. Aku sudah bosan. Mungkin aku sekarang hanya ingin mengeluh dan didengarkan saja” tatapnya ke Kana dengan muka lelah.

“Hehe… Mungkin karena aku masih muda, jadi tidak punya banyak pengalaman yang bisa dibagi…” Kana merendah. tentu saja dia merendah. Ini Abe-Sensei yang diam-diam ia sukai.

“Tapi, tentu aku lebih lega setelah mengeluh seperti ini… Sedikit…” Abe Sensei tersenyum lagi. “Sedikit tapi membantu sekali”

“Senang bisa membantu”
“Senang bisa mengeluh”
“Mengeluh katanya baik untuk kesehatan mental” tawa Kana pelan.

“Kalau begitu aku akan rajin mengeluh, kepada Mitsugi-San”
“Hahaha, asal jangan soal pelajaran saja, Sensei”
“Haha”

“Sekali lagi, senang bisa membantu”
“Aku yang harusnya senang, terima kasih banyak” Abe-Sensei membungkuk ke arah Kana.
“Sama-sama Sensei” Kana balas membungkuk.

Hari itu, mungkin menyenangkan untuk mereka berdua. Antara orang yang mengeluh dan yang bertindak sebagai pendengar.

------------------------------

dscf2210.jpg

“Ini?” Marie menatap sebuah gedung apartemen tua dan agak lusuh. Ini adalah apartemen Yusuke Kamiya.
“Iya”

“Gedung yang lucu” Marie tersenyum dan menatap ke arah lelaki kalem, yang kalau sudah di panggung berubah jadi perempuan yang garang ini.

“Mari” Yusuke naik lewat tangga, dan mereka hanya naik ke lantai dua. Yusuke kemudian membuka kunci kamar yang paling pojok, dan dia masuk ke dalam sambil membuka sepatunya.

“O-Jama Shimasu…..” dan Marie kaget. Rapi sekali kamarnya. Nyaris tanpa debu. Apartemen ini hanya satu ruangan, dengan kamar mandi yang super kecil dan dapur yang super sempit. Di pojok, ada tumpukan futon yang rapih. Ada beberapa lemari besar di salah satu sudut apartemen. Marie menatapnya dengan takjub.

“Kostum” Yusuke aka Maria menunjuk ke arah rentetan lemari tersebut. Marie hanya mengangguk-angguk tanda kagum. Tidak ada televisi. Hanya ada radio tua dan sebuah gitar akustik yang teronggok dengan manisnya. “Silakan duduk, mau minum apa? Aku belikan di minimarket dekat sini, soalnya aku tidak punya lemari es, jadi aku jarang menyimpan minuman”

“Ano… Apapun boleh, tapi nanti saja, kita turun bersama, aku mau duduk dulu”
“Baiklah”

Marie segera duduk di tengah ruangan yang kecil itu. Dia melihat ke kanan dan ke kiri, atas dan bawah secara otomatis. Tidak ada yang aneh. Tapi kenapa tempo hari Yusuke sepertinya agak malas menerima tamu? Apa karena sempit? Apa karena tidak ada televisi dan kulkas? Entahlah. Marie duduk manis di dalam ruangan yang bau rokok itu. Rasanya nyaman juga di sini, mengambil apa-apa gampang mungkin, karena jaraknya berdekatan.

“Jadi… Inilah apartemenku” lanjut Yusuke yang sedang duduk santai di pojok, sambil membakar rokoknya.
“Menarik. Tampak wajar”
“Tampak wajar?”
“Untuk ukuran rocker, ini terlalu sederhana” tawa Marie. “Bahkan tidak ada poster band atau semacamnya hahahahahaha”

“Aku tidak senang kamar yang berantakan”
“Berarti kamu tidak senang dong ada di kamarku?” canda Marie.
“Senang kok. Tapi tidak senang berantakannya”
“Kalau begitu kita kalau mau ngobrol di sini saja, ya?”
“Bukan begitu caranya, bersihkan kamarmu dong”

“Malas” Marie menjulurkan lidahnya ke arah Yusuke. Si lelaki hanya tersenyum saja. Dia menatap wajah ceria Marie yang melihat-lihat ke sana ke mari, bahkan iseng membunyikan gitar milik Yusuke. Diam-diam, Yusuke menarik asap rokok banyak-banyak ke dalam paru-parunya. Dia mengembuskannya pelan-pelan, seperti sedang mengembuskan kepusingan dan kesulitan dari dalam kepalanya.

Dia lantas menerawang ke dalam kepulan asap. Dia memikirkan Marie. Dia memikirkan dirinya. Dia memikirkan apartemen ini, dan memikirkan segalanya. Yusuke mendadak tersenyum kecut.

“Tunggu, Yusuke-kun…” Marie tampak menekuk jidatnya.
“Kenapa?”
“Bukannya kamu waktu itu bilang apartemen kamu kotor sekali? Kenapa kamu tadi bilang kalau kamu tidak suka apartemen yang berantakan?” Marie mendadak ingat pada inkonsistensi cerita Yusuke.

“Ah?” Sial. Yusuke hanya bisa tersenyum kaku saja. Dia pernah mengatakan hal itu, dia ingat sekarang.
“Ah sudahlah” tawa Marie. “Mungkin kamu baru saja membereskannya”
“Haha, iya, memang seperti itu” jawab Yusuke dengan kaku.

Marie tersenyum manis, sambil menatap Yusuke dengan penuh tanda tanya. Benarkah itu, Yusuke Kamiya? Kenapa kamu seperti menghindar seperti ini? Tidak ada yang ditutup-tutupi dariku bukan? Tidak ada aib apa-apa di sini bukan?

Ah sudahlah. Mungkin dia memang jujur. Mungkin. Sejauh ini, semuanya terasa begitu tepat, mungkin Marie harus menelan semua informasi dulu secara gamblang.

Entahlah. Mudah-mudahan tidak ada yang aneh dan mencurigakan.

------------------------------
------------------------------

haruko10.jpg


“Ahahahahahahahaha…..” Jonathan ketawa sejadi-jadinya pas dia liat halaman chatku dengan Tania. Tante Anggia juga tertawa. Lucu rasanya ngeliat mereka ketawa bareng. Shirley cuman geleng-geleng kepala aja. Papa juga ketawa. Okasan Ketawa. Om Rendy? Lagi di luar ngobrol sama Om Stefan. Entah ngobrolin apa.

“Hahahaha” Tante Anggia mukanya merah, geli banget kayaknya dia. “Bentar” Dia lantas mengeluarkan notebooknya dari tasnya dan mulai mencorat-coret sesuatu.

“Lucu banget sih” Papa menghirup aroma kopi bikinan Okasan, sambil menatap bolak-balik ke aku dan Jonathan. “Makanya kamu punya pacar dong, biar gak digosipin lagi”

“Malesss” aku memutar mataku ke atas. Duh, udah dong, kenapa orang-orang di ruangan ini malah ketawa ngeliat gosip yang beredar kalau aku dan Jonathan pacaran. Belum lagi pas rapat seksi dekor kemaren. Orang-orang ngeliatin aku dengan awkward dan Reyhan gak ikutan rapat. Sakit hati kayaknya dia.

“Nih” Mendadak Tante Anggia nunjukin satu gambar karikatur yang dia buat ke aku. Gambarnya cowok dan cewek. Iya, itu aku. Aku sama Jonathan. Tulisannya “Jonatahan Love Haruko. Since 203X”

“Ma.. Apaan sih” Jonathan menggaruk kepalanya sambil geleng-geleng.
“Ini doa Mama, mudah-mudahan kalian pacaran beneran, biar Jonathan jadi anak baik kayak Haruko”
“Kalau Haruko yang rusak gimana Ma?” tanya Shirley sok lucu.
“Hus!”

Muka Shirley langsung kaku, mendengar hus dari ibunya.

“Impossible lah Ma…. Masa aku pacaran sama dia” Jonathan geleng-geleng kepala sambil meluk dirinya sendiri.
“Yang bantuin kamu, bikinin teh, dan segala macemnya pas kamu nyelinap keluar terus pulang mabok siapa? Pacar kamu? Apa Haruko?” balas Tante Anggia dengan nada sinis.

“Anu…”
“Parah kan anak gue… Makanya gue suka kalo dia jadi deket sama Haruko, sama keluarga elo berdua…..” dia nunjuk ke Papa dan Okasan. “Kalian berdua orang bener, anak kalian orang bener… Anak gue, ini berdua, ga tau belajar dari siapa, padahal emak sama bapaknya gak neko-neko”

Jonathan sama Shirley diem. Mereka saling liat-liatan. Mulai nih, Tante Anggia ngomel-ngomel, hahaha.

“Biasa aja kali anak lo…. Sekarang nakal gapapa, besok-besok pas udah gede kan jadi tau mana yang salah dan mana yang bener, jadi sekarang banyak pengalaman….” Papa ngasih komentar, yang pasti itu gak bakal diterima sama Tante Anggia.

“Hus ah…. Kalo boleh gue tukeran anak malah, sebulannn aja sama elo… Biar Shirley sama Jonathan jadi semanis Haruko.
“Shirley-Chan kan memang manis, Anggia” senyum Okasan, sambil menatap lucu ke arah Shirley. Shirley ngebales senyumnya Okasan dengan ngasih senyuman yang mirip sama kucing.

“Jangan sok lucu” sentak Tante Anggia ke Shirley. Anak itu mendadak cemberut. Aku kok malah geli ngeliatnya. Dua anak bandel ini gak berkutik sama sekali di depan ibu mereka.

"Anyway trip keluarga gue ke jepang udah di depan mata lho", Papa ngebelokin arah pembicaraan, mungkin supaya Jonathan sama Shirley gak terus-terusan disinisin sama Tante Anggia. “Mau nitip apa?”

“Gue? Kagak lah…. Sejujurnya kagak kepikiran sih, tapi kalo mau nitip… Hmmm……..”
“Kita berangkat juga yuk Ma?” mata Shirley mendadak berbinar-binar, sok manja sama ibunya sendiri.

“Kita?”
“Iya… Barengin aja, kan lucu sama keluarganya Haruko…. Haruko juga ada temen di sana, jadi…”

“Enggak”
“Kenapa?”

“Because I said so…” jawab Tante Anggia tegas.
“Ma..”
“Shirley…”
“Iya…”

Papa cuma geleng-geleng kepala. Kayaknya, ga ada satupun yang bisa dilakuin untuk ngehadang Tante Anggia buat galak sama anak-anaknya. Dan aku jadi kebayang kenapa anak-anaknya jadi bandel, haha. Pasti karena pengen rebel sama ketegasannya Tante Anggia. Mungkin… Harus dilonggarin dikit ya? Gak tau ah. Punya anak aja belom, udah mikir kayak gitu. Haha. Yang penting, ntar pas besok sekolah, aku harus lurusin semuanya sama Reyhan, biar dia gak gloomy lagi.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

“Reyhannya ada?” tanyaku ke cowok-cowok yang lagi nongkrong di depan kelasnya Reyhan pas jam istirahat ini.

“Eh?” Mereka ngeliat aku dengan pandangan awkward. Mungkin dalam isi kepala mereka, wah ini dia orang yang bikin Reyhan jadi stress. Aku senyum aja ke mereka. Abis gimana? Kan kenyataannya aku gak punya pacar dan emang beneran gak mau pacaran dulu. Dan aku pengen supaya gak ada salah paham lagi. Wajar kan? Apalagi setelah ngobrol sama Shirley yang agak gak guna, dan Jonathan yang berguna banget itu, aku jadi agak pede buat bicara sama Reyhan lagi.

Mereka masih liat-liatan, entah mau jawab apa ke aku gitu kayaknya.

“Anu… Reyhan ada di dalem?” aku ngulang pertanyaanku biar buruan beres deh urusan ini.
“Nnn… Ada….”

“Boleh minta tolong panggilin?” aku senyum ke mereka. Tentu bakal gak sopan banget kalo aku nyelonong ke dalem dan manggil Reyhan. Manggilnya harus yang sopan dan kalau aku muncul mendadak di depannya, pasti dia ngehindar.

“Boleh… Bentar…”

Seseorang dari mereka masuk dan gak lama kemudian, dia keluar, ngebawa Reyhan ke depan mukaku. Dia kaget, ngeliat aku. Kayaknya temennya gak ngasih tau, siapa yang manggil dia. Syukur deh. Aku senyum dan ngucapin terima kasih ke orang itu. Dan aku natap Reyhan ke matanya langsung.

“Anu… Bisa… Ngobrol bentar?” tanyaku ke dia.
“Ngobrolin apa?”
“Hmmm…. Ada hal yang harus gue sampein ke elo, dan itu harus dari gue sendiri, gak bisa dari orang lain”

Mungkin Reyhan udah denger dari beberapa orang kalo aku dan Jonathan bukan lovers, tapi emang baiknya dia denger langsung dari aku, biar lega.

“Mmm.. Boleh, di mana?”
“Di… Situ?” aku nunjuk ke arah taman yang dia pake untuk nembak aku. Dia narik napas lemes, terus dia ngangguk. Pelan-pelan, kita berdua jalan ke sana. Untung tempatnya jauh dari depan kelasnya dia. Soalnya, semua mata cowok-cowok yang nongkrong itu, mandang kita berdua dengan tatapan super aneh. Entahlah.

Setelah sampe ke taman itu, aku lantas duduk dan Reyhan berdiri gak jauh dari aku.

“Apa?” tanyanya dengan suara kesal.
“Ini.. Apa… Mungkin lo denger gosip soal gue…”
“Hmm…”

“Pasti lo kesel ya?” aku nyengir. Sengaja nyengir biar gak awkward-awkward amat. Tapi mungkin malah jadi awkward. Tapi ah, entahlah.

“Yah….” Reyhan gak ngejawab, dia cuma garuk-garuk kepala. Kayaknya dia kesel.
“Harap tau aja, itu namanya Jonathan, dia temen gue… Lebih tepatnya, dia anaknya temen bokap nyokap gue…”

“Oh… Terus?” Reyhan kayaknya penasaran, tapi nada bicaranya masih kesel.
“Kita pernah digosipin pacaran dulu, waktu itu gue balik ngerjain tugas di rumah temen, terus digangguin sama anak-anak gak jelas, dia nolongin gue, terus gue dianter balik, terus ada yang ngegosipin… Kayaknya sekarang digosipin juga ya?” lanjutku.

“Oh…”
“Itu soal… Jawaban gue, jadi masih valid… Gue gak mau pacaran sama siapa-siapa dulu…. Serius…. Dan Jonathan, gue udah kenal dia dari masih bayi kali dan gue deket sama adeknya yang cewek, kita sering ke mana-mana bareng berdua dan gue juga baru-baru ini nginep di rumah dia… Jadi dia sama sekali bukan siapa-siapa gue….”
https://ssl.***********/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gif

“Oh gitu….”
“Iya jadi…”
“Udah ngomongnya?” tanya Reyhan dengan muka bete. Loh kok orang ini masih bete?
“Nnn… Udah?”
“Gue ke kelas lagi ya…” Dan tanpa permisi tiba-tiba dia balik badan. Aku melongo, sambil ngeliatin dia. Kok?

Kenapa gini? Aku kan udah jelasin sejujurnya semuanya ke dia? Kok dia masih bete?

Ada yang salah? Apa dong? Kok jadi gini?

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 56

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Kyoko Kaede (48) Sang Ibu, Istri dari Arya
- Arya / Achmad Ariadi Gunawan (48) Sang Ayah, Suami dari Kyoko

- Anggia / Josephine Anggia Tan (46) Adik kelas Arya sewaktu kuliah dulu, dan Istrinya Rendy
- Jonathan Andika Akbar (16) anak sulung Rendy dan Anggia
- Shirley Yuliana Akbar (15) anak bungsu Rendy dan Anggia

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Marie Taniguchi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou
- Kana Mitsugi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou

- Yusuke Kamiya / Maria (21) Vokalis band Rock, Maria's Mantra
- Kazuo Abe (36) dosen di Senmon Gakkou

Glossary :


Sensei : Sebutan untuk orang yang ahli dalam satu bidang tertentu (Chef, Guru, Mangaka)
O-Jama Shimasu : Salam yang diucapkan ketika bertamu
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Welcome to teenagers life. Okay jadi basically tim penulis di cerita ini udah menempatkan diri sbg teenager Jepang 2000-an, adult Jepang, teenager Indo 2000-an, young adult Indo, Adult Indo, mature Indo in the future. Spot on. Salute.
 
perasaan kok ga enak ya sama kamiya.. kasihan marie
reyhan.. tu anak ngapa yak?
anggia paling cantik ga sih om di bastardverse?
btw thanks updatenya, om
semoga urusan RL jg dilancarkan
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd