Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

Yok halaman baru..

Hari ini haruko haruko bakal ngapain ya?
 
kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 54
(my mom's first love)

------------------------------

img_0010.jpg

“Terima kasih, Mitsugi-San….”

“Eh?” Kana kaget saat Abe Sensei mendadak menegurnya di lorong yang menuju ke kelas praktik. Kana sudah berseragam lengkap dan dia akan praktik masak tingkat lanjut sebentar lagi. Mereka berpapasan di lorong itu.

“Aoi sangat suka boneka itu, terima kasih, sekali lagi” Abe Sensei membungkukkan badannya ke arah Kana dan dia pun berlalu. Kana masih bingung. Sudah seminggu berlalu sejak dia bertemu dengan Abe Sensei di halaman Kuil Meiji Jingu.

Kana tersenyum, melihat sosok Abe Sensei pergi. Dia terus-terusan memikirkan tentang kondisi keluarga Abe Sensei. Kalau dilihat situasinya, sepertinya Aoi diurus oleh ibunya selama proses perceraian ini. Dia sebenarnya penasaran, apa yang terjadi dan bagaimana terjadinya banyak hal sehingga Abe Sensei dan Istrinya memutuskan untuk bercerai. Teringat Aoi, dia merasa tidak tega. Betapa anak selucu dan sepolos itu harus menghadapi kenyataan bahwa orang tuanya akan berpisah.

Kana mengingat dirinya sendiri, saat-saat di mana dia harus menghadapi hal yang sama. Tapi karena waktu itu Kana sudah SMP, jadi dia mengingatnya dengan jelas, dan dia pun harus berhadapan dengan rasa sakit hati, sedih, dan takut secara bersamaan.

Andai waktu bisa berputar lagi, Kana pasti akan melakukan segala macam cara untuk mencegah perceraian orang tuanya. Tapi apa yang bisa diperbuat oleh seorang anak kecil kepada dua orang dewasa yang dikuasai kebencian?

“Mitsugi”
“Eh, Tanabe”
“Kenapa kamu seperti melamun begitu?” tanya Hiroshi yang tampaknya baru saja keluar dari ruang ganti siswa lelaki.

“Tidak, tidak apa-apa” dia tersenyum kepada Hiroshi dan Hiroshi Tanabe hanya mengangguk saja. Dia melewati Kana yang masih terpaku.

Dia terpaku karena dia ingin sekali mendengar semua masalah Abe Sensei, ikut berempati, dan ikut memikirkan soal Aoi.

------------------------------

ph_0510.jpg

Kana sebenarnya bingung. Dalam hati, dia ingin sekali mengobrol dengan Abe Sensei, mendengarkan keluh kesahnya. Sekali saja, pikirnya, dia ingin jadi telinga untuk Abe Sensei. Dia paham, sekarang-sekarang ini pasti adalah saat-saat terberat bagi Abe Sensei.

Tapi, mengajaknya bicara di tempat umum tampaknya akan sulit untuk Kana. Bagaimanapun, mereka pasti akan dicurigai. Pertama, Abe Sensei akan bercerai. Jadi, dalam situasi seperti ini, jika ada yang melihat mereka berdua bicara dengan akrab di tempat umum, tentu akan sangat-sangat mencurigakan. Dan yang kedua, ada peraturan yang melarang dosen dan siswa untuk memiliki hubungan romantis. Dua hal itu saja sudah membatasi gerak Kana, yang hanya ingin menjadi teman bicara Abe Sensei yang sedang bermasalah.

Dan dia, sore ini berada di halte bus. Tempatnya pernah menunggu Abe Sensei beberapa kali, hanya untuk memberinya hasil praktik memasaknya. Di dalam tempat makan yang ada di tangannya, ada hasil karya Kana sore tadi. Memang, hasil masakan para siswa Senmon Gakkou pada saat kelas praktik boleh dibawa pulang, dan ada beberapa yang habis dimakan di tempat.

Dengan menguatkan dirinya sebisanya, dia menunggu Abe Sensei pulang dari pekerjaannya. Dalam hati, rasanya seperti ibu rumah tangga yang menunggu suaminya pulang kantor. Kana dengan penuh harap menatap ke arah gedung Senmon Gakkou. Teman-temannya sudah tahu niatnya sore menjelang malam itu. Mereka semua paham dan mengerti perasaan Kana seperti apa sekarang.

Tanpa sedikitpun merasa lelah, Kana terus menunggu dan menunggu. Sesekali dia membalas mail yang masuk. Dan sesekali pula dia menatap dengan harapannya ke gedung tempat ia bersekolah.

Dia akan bersabar menunggu Abe Sensei. Dia hanya ingin memberikan makanan itu, sambil berharap suasana hati Abe Sensei akan membaik, dan sebenarnya, dia ingin melihat Aoi tersenyum kembali.

Kana melihat ke arah jam tanganya dengan napas yang berat. Dia tidak bosan menunggu, tapi dia lelah. Tentu sangat melelahkan duduk statis begitu saja di halte bus dalam suasana sore musim panas yang mendekati musim gugur.

Ah, akhirnya penantian itu selesai. Kana tersenyum dalam hati dan berusaha untuk mengontrol ekspresi mukanya di depan dosennya itu. Abe Sensei, pria yang menginspirasi Kana untuk bersekolah di sana dan mengambil pilihan untuk berkarier di bidang kuliner.

“Konbanwa, Sensei” Kana berdiri, tersenyum dan membungkuk ke arah dosennya.
“Konbanwa, Mitsugi-San”

“Ano, ini.. Ada hasil praktik memasakku, seperti biasa aku berikan pada Sensei, mudah-mudahan berkenan” senyum Kana, setengah khawatir.

“Ah, terima kasih… Sudah lama juga ya kamu tidak memberiku makanan hasil praktik lagi, haha….” balas Abe Sensei dengan senyumnya yang tipis. Abe Sensei kemudian melihat ke arah jam tangannya dan dia mencocokkan waktu dengan bus yang akan datang. “Lima menit lagi”.

Abe Sensei kemudian duduk di sebelah Kana dan menatap ke arah gedung Senmon Gakkou tempatnya bekerja. Jarak mereka duduk ada sekitar satu meter jauhnya. Entah sengaja atau tidak, mereka seperti sedang menjaga jarak.

“Itu tidak hangat, Sensei…. Nanti jangan lupa dipanaskan kalau mau dimakan” tegur Kana pelan.
“Iya, terima kasih… Sudah lama aku tidak makan makanan yang benar” senyumnya terlihat miris.
“Ano, Sensei kan dosen…”
“Kan aku bukan Dosen yang mengajarkan memasak. Masa kamu lupa”
“Ah iya” senyum Kana.

Abe Sensei adalah dosen manajemen dan industri tata boga.

“Aku tidak begitu mahir memasak, malah cenderung malas…. Akhir-akhir ini aku sudah bosan memakan makanan mini market”
“Kalau begitu, mudah-mudahan berkenan dengan masakanku, Sensei” balas Kana.

“Pasti enak kan? Aku masih ingat betapa semangatnya kamu ingin masuk sini, ketika kuberitahu nanti setiap hari kamu bisa memasak dan mengeksplorasi resep masakan”

“Itu semua berkat Sensei. Kalau Sensei tidak menjelaskan banyak hal soal industri ini, sekolah ini, tentu aku tidak akan tertarik masuk ke Senmon Gakkou ini” hati Kana merasa berbunga-bunga, karena sang dosen masih ingat alasan pertama mereka bertemu.

“Ah, itu… Busku sudah datang… Terima kasih ya…. Jangan bosan-bosan memberiku sisa makanan praktik kamu” senyum Abe Sensei. Dia berdiri, menyongsong bus tersebut. Abe Sensei terlihat sedang merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dia lalu menarik secarik kertas yang terlihat sudah lecek dan kumal.

“Apa ini, Sensei?” tanya Kana bingung, saat Abe Sensei memberikan kertas tersebut kepadanya.
“Balasan dari Aoi”
“Eh?”

“Jya, Mata Ne… Aku pulang dulu… Konbanwa, Otsukare…” Abe Sensei membungkuk pelan ke arah Kana. Kana membalasnya dengan perasaan kaget. Dia menatap dosen tersebut masuk ke dalam bus dan perlahan, dia menghilang bersama alat transportasi umum tersebut.

Kana melihat ke arah kertas yang sekarang sudah ada di tangannya itu, dan dia tersenyum dalam perasaan terharu.

Sebuah gambar coret-coretan anak umur tiga tahun, dengan krayon, dan tulisan aksara jepang yang lucu sekali. Ada gambar seorang anak dengan boneka beruang yang digambar dengan penyok-penyok itu, dan gambar seorang perempuan berambut panjang. Bunyi tulisannya benar-benar membuat kana terharu sekaligus geli.

“TOMOTACHI”. Tulisan itu diberi panah, ke arah gambar anak perempuan dan boneka beruang itu yang lucunya tingginya sama. Aksara Jepang itu tidak benar. Seharusnya ditulis "tomodachi" tapi Aoi pasti salah menuli hurufnya, sehingga yang tertulis disana adalah Tomotachi. Dia menganggap boneka beruang itu adalah temannya, dan itu membuat Kana senang.

Perasaan hangat memenuhi hati Kana. Dia memperhatikan coret-coretan yang warnanya tidak benar dan semuanya mencong-mencong itu. Dia melipat kertas itu, memasukkannya kedalam tasnya, sambil tersenyum lega. Setidaknya, walaupun dia menghadapi perceraian orang tuanya, Aoi-Chan masih bisa bermain seperti anak-anak pada umumnya. Dan sekarang dia punya teman main baru.

Kuma-Chan, yang diberikan oleh Kana sewaktu anak itu menangis di gedung Senmon Gakkou karena tersasar. Kana tidak menyangka, boneka beruang kecil yang dia beli asal-asalan sewaktu mencari susu untuk Aoi Abe sekarang menjadi teman main untuk anak itu.

Setidaknya, walaupun dia tidak bisa maksimal menjadi telinga untuk mendengar masalah Abe-Sensei, dia sudah bisa menghibur Aoi melalui boneka beruang itu.

Dan itu, membuat Kana bahagia sore hari ini.

Kuma-Chan dan Aoi-Chan, menjadi teman baik.

------------------------------
------------------------------


haruko10.jpg


“Maaf, gue baru bisa jawab sekarang” aku memulai pembicaraan di sore yang sepi itu di sekolah.
“Gakpapa kok” jawabnya pelan, dengan aura optimisme yang kencang.

Aku dan Reyhan ada di ruang rapat OSIS. Semua anggota seksi dekorasi untuk pensi sudah pada pulang, termasuk ketuanya, Kak Rendra. Aku dan Reyhan sengaja keluar paling terakhir. Itu karena aku mau ngejawab dia. Hari ini aku harus jawab, biar gak kelamaan.

Entah kenapa aku ngerasa dia optimis banget. Dia duduk gak jauh dari aku, dan mukanya dari tadi kayak nahan senyum. Kayaknya dia yakin banget kalau Haruko bakal bilang iya. Padahal bukan. Aku bakal nolak dia, seperti keinginanku sendiri, yang diperkuat ketika ngobrol tengah malem sama Jonathan yang mabok. Yang di mana dia berusaha untuk nutupin maboknya dari ibunya, tapi tetep aja ketahuan.

Sejago-jagonya Jonathan nyembunyiin kenakalannya, emaknya tetep lebih superior. Pasti itu. Kalau dari cerita Okasan dan Papa, Tante Anggia waktu muda dulu termasuk anak yang main ke mana-mana dan cenderung bandel. Jadi, gak mungkin lah cicak macem Jonathan bisa ngadalin komodo macem Tante Anggia. Sudah pasti kalahnya.

Dan aku, harus kembali sejenak dari lamunanku soal Tante Anggia. Aku harus jawab sekarang. Aku harus kasih tahu ke Reyhan, bahwa aku sama sekali gak ada niat untuk pacaran dengannya. Jangankan niat buat pacaran sama dia. Sama siapapun enggak ada. Masih banyak hal yang lain, yang mesti aku perhatiin di umur segini.

Sekarang, dalam satu tarikan napas, aku bakal ngeluarin kalimat yang mungkin bakal menyakitkan untuk Reyhan.

Aku tatap dia di matanya, dan akhirnya, kata-kata itu pun keluar juga.

“Reyhan, untuk sekarang, gue gak bisa pacaran dulu….”
“Ah…” mendadak, senyum itu ilang dari raut wajahnya.

“Alasannya…” iya, aku harus langsung kasih tau alasannya biar dia gak nebak-nebak kelamaan dan gak jadi sakit hati berkepanjangan. “Gue emang gak pengen pacaran dulu. Dan lagipula, gue nganggep elo sebagai temen aja…. Gak ada keinginan sedikitpun ke arah sana”

“Oh..” dia narik napas panjang, dan berusaha nutupin raut muka kecewanya dariku.
“Jadi, maaf ya”

“Iya, gakpapa” Dia keliatan kecewa. Itu jelas. “Tapi makasih udah jawab dengan jelas…. Seenggaknya, sekarang gue lega karena udah ngomong ke elo dan udah dapet jawabannya”

Terus aku senyum. Aku liat mukanya dengan muka senyum dan ceria, supaya dia juga gak terlalu sedih. Dan aku juga gak mau dia nganggep aku jadi sebel atau benci sama dia setelah aku nolak dia. Gak sama sekali. Nolak bukan berarti benci, bukan berarti pengen dia lenyap atau semacamnya.

“Iya, sama-sama. Makasih juga udah suka sama gue…. Gak ada yang salah kok dari elonya, gue yang emang enggak berpikir sama sekali ke arah sana” ya, mungkin kalimat ini agak perlu, dan emang susah banget ngomongnya. Selain karena aku takut buat bikin dia bete, mungkin karena ini baru pertama kalinya aku nolak orang, sampai-sampai kalimat-kalimat ini aku persiapin dari malem sebelumnya.

“Ngerti kok” Reyhan bangkit dari tempat duduknya dan dia natap ke sekeliling ruangan. “Oke, sampai ketemu besok ya”

“Hehe, iya… By the way besok gue gak bakal ikutan rapat atau kerja dekor, besok jadwal latihan badminton”
“Oh iya, lo kan merangkap atlet juga”
“Hehe”

Oke kalo gitu. Sekarang aku bisa pulang, istirahat, ngerjain PR, makan malam, dan lain sebagainya. Aku udah kangen lagi sama masakannya Okasan yang luar biasa itu. Katanya sih malem ini gak ada orang rekaman di rumah, jadi pasti ntar malem lengkap. Papa, Okasan dan Eyang. Mudah-mudahan hari ini Okasan masak sesuatu yang enak banget.

“Ngomong-ngomong Haruko” Reyhan mendadak ngecegat aku dengan omongannya, di saat aku udah berdiri, dan mau keluar dari pintu ruang rapat.

“Ya?”
“Lo emang gak mau pacaran dulu sama sekali, atau lo emang lagi nunggu orang yang tepat buat nembak elo aja”

Duh, apaan lagi sih ini. Tapi gapapa, wajar dia nanya gitu. Mungkin dia butuh penenang setelah aku mengkonfirmasi terang-terangan kalau aku gak mau jadi pacarnya dia.

“Enggak mau sama sekali dulu. Dan gak kepikiran juga”
“Tapi kalo orangnya emang lo suka, lo bakal nerima kan?”
“Emmm… Enggak deh kayaknya”

Suka. Kriteria suka kayak gimana sih? Kalo deket-deket sama dia seneng gitu? Terus ngebayangin nikah, punya anak, dan berhari tua sama dia? Atau cuman ganteng doang dan seneng liat mukanya aja? Jonathan ganteng, aku suka liat wajahnya, tapi sama sekali gak mau tuh, ngebayangin berkeluarga, pacaran, atau bahkan ngebayangin ngobrol bareng aja gak pernah.
https://ssl.***********/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gif

“Oke..”

Aku senyum lagi ke arah Reyhan, dan bergegas keluar, setelah ngucapin salam perpisahan. Selesai juga hari ini.

Sambil manggil ojek online, aku jadi mikir. Kriteria suka itu apa sih? Apa maksudnya suka itu…. Ada cowok yang kepikiran terus di kepalaku, terus seneng ngobrol sama dia, terus deg-degan terus kayak baru pertama kali ketemu setiap ketemu dia? Sampe susah ngomong? Sampe unconsciously masuk ke kepanitiaan pensi cuman gara-gara dia salah satu panitia yang penting.

Eh. Apa ini? Kenapa di kepalaku isinya Kak Rendra semua? Tapi kan kalo ngobrol gak nyaman, gak nyaman bukan dalam artian gak suka ya. Tapi deg-degan terus. Rasanya kayak takut salah dan pengen terlihat baik terus di depan dia.

Tunggu.

Suka?

Suka sama Kak Rendra?

Mendadak mukaku panas. Rasanya kok malu sendiri. Apa-apaan ini. Kamu baru nolak cowok, kok sekarang malah mikirin cowok sih?

Haruko. Kenapa ini? Kenapa malah kepikiran Kak Rendra terus.

Apa aku suka sama dia sebenernya? Iya ya? Beneran ya? Gimana dong?

Gimana??

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 54

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT

- Reyhan (16) teman sekolah yang nembak Haruko....

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg



- Kana Mitsugi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou

- Hiroshi Tanabe (19), pacarnya Kyoko, teman di Senmon Gakkou

- Kazuo Abe (36) dosen di Senmon Gakkou

Glossary :


Sensei : Sebutan untuk orang yang ahli dalam satu bidang tertentu (Chef, Guru, Mangaka)
Okasan : Ibu
Konbanwa : Selamat Malam
Kuma : Beruang
Jya, Mata Ne : Sampai berjumpa lagi
Tomodachi : Teman
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Kuma-Chan, yang diberikan oleh Kana sewaktu anak itu menangis di gedung Senmon Gakkou karena tersasar. Kana tidak menyangka, boneka beruang kecil yang dia beli asal-asalan sewaktu mencari susu untuk Aoi Abe sekarang menjadi teman main untuk anak itu.

Good move Kana :thumbup
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd