Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 2
(my mom's first love)

------------------------------

haruko11.jpg

“Kamu percaya gak?” tanya Om Stefan malam itu. Aku lagi makan malam sama Okasan. Dan Om Stefan duduk sama kami berdua di meja makan. Papa ada di studio musiknya sama temen-temennya yang lain.

“Percaya apa Om?”
“Percaya sama papa mama kamu?”
“Percaya dong”

“Padahal mereka salah” tawanya dengan tatapan yang aneh.

“Stefan… Bicara apa dengan Haruko seperti itu, ada-ada saja” senyum Okasan. Sekarang Okasan jadi lebih sering di rumah setelah Mitaka sudah mulai bisa meng-hire pegawai. Dia dan Om Zul jadi bisa gak sering-sering di sana lagi. Dulu waktu aku masih kecil, rasanya Mama kerja keras sekali di Mitaka. Walau begitu, dia benar-benar memperhatikan segala kebutuhanku dan tak pernah sedikitpun membuatku merasa ditinggalkan.

Eh, kok Mama lagi manggilnya, aku lebih suka manggilnya Okasan kan?

“Ini soal perjalanan Haruko jadi orang dewasa loh” tawa Stefan. “Gue cuma ceritain kalo lo berdua gak nyentuh alkohol, dan menurut gue itu mubazir banget… Haruko harus nikmatin masa mudanya hahaha”

“Okasan…. Om Stefan tuh suka banget minum-minum gitu, kan gak baik ya?”
“Memang tidak baik…” jawab Okasan sambil tersenyum.

“Salah, enak banget tau”
“Stefan..”
“Bentar lagi anak lo itu gede, musti tau mana yang enak mana yang engga”

“Karena itu Stefan, dia harus tahu juga mana yang baik dan mana yang buruk” balas Okasan sambil tetap bermuka ramah ke arah Om Stefan.

Om Stefan ini emang ancur banget orangnya. Kayaknya perbendaharaan kata-kata kasarku sebagian besar aku tau dari dia. Orangnya emang begitu kata Papa dan Okasan. Jangan ditiru, katanya.

“Munafik ah elo dulu minum miras” ledek Om Stefan ke Okasan.
“Kan sudah tidak lagi semenjak menikah, Stefan… Karena tidak baik” senyum Okasan.

“Iya, terus kalo Papa kan ga pernah nyentuh sama sekali kan?” aku berusaha menimpali, sebagai anak remaja yang bakal jadi anak gede, aku seenggaknya harus punya pendapat sendiri.

“Bokap lo mah cemen” tawa Om Stefan.
“Cemen-cemen begitu bokap gue” balasku sambil menjulurkan lidah.

“Haruko… jangan pakai ‘gue’ kalau bicara dengan yang lebih tua….” Okasan mengingatkanku. Padahal Om Stefan yang ngeledek Papa, tapi aku yang ditegur. Huh.

Lagian, Papa dan Okasan udah dengan tepat ngajarin aku kalau alkohol itu buruk. Dan emang buruk kan? Makanya orang tuaku bener-bener ngejaga diri dari alkohol dan barang-barang berbahaya kayak gitu. Apalagi Okasan orang Jepang yang budaya minum alkoholnya kenceng. Dia pasti udah ngerasain sendiri gak enaknya alkohol. Makanya, dia jadi tau kalo itu gak baik.

Gak ada guru yang lebih baik dari pengalaman itu sendiri.

Bener kan?

==================
==================


ad10.jpg

“Nnn….” Kyoko terbangun dari tidur manisnya di atas kasur. Dia celingukan ke kanan dan ke kiri, sambil berusaha merayap entah ke mana. Dengan tololnya dia malah berguling dan jatuh di lantai kamarnya. Mungkin nanti kalau ada uang, ganti aja deh kasur model begini pakai futon. Lebih nyaman juga kalau mau guling-guling di kamar.

Ini hari ketiganya menjalani kehidupan belajar di Senmon Gakkou. So far, walaupun hari pertamanya penuh dengan insiden awkward, tapi dia senang, karena dia sudah mendapatkan kenalan yang baik pada diri Marie dan Hiroshi. Apalagi karaoke hari pertama, dan suara mereka tidak buruk-buruk amat. Yang buruk suaranya Kyoko, haha. Walaupun dia adiknya musisi, dia buta nada.

Sedangkan Kana… Ya dia tidak buruk juga sih, walau dia judes sekali dan tampak ambisius. Ah, mungkin itu memang cuma pembawaannya saja, pikir Kyoko.

Kyoko segera bangkit dan bergegas bersiap-siap untuk menjalankan hari. Walaupun excited, dia tidak bisa menghilangkan perasaan khawatir dan paniknya. Karena hari ini, adalah hari pertama kelas praktek tata boga dasar. Sulit untuk seseorang yang cara memasaknya hancur, untuk mengikuti kelas praktik.

Andai saja Senmon Gakkounya dari awal sudah bicara soal meracik minuman seperti kopi, teh dan lain sebagainya, pasti Kyoko tidak akan merasa panik. Dari kecil dia sudah terbiasa menghirup aroma wangi kopi setiap detiknya. Dan dia sudah mempelajari semua yang ia tahu dari almarhum ayahnya dan ibunya.

Tapi, bukankah dia seharusnya belajar di Senmon Gakkou? Kalau memang sudah mahir masak, tentu tidak harus belajar lagi. Gunanya sistem sekolah adalah untuk belajar. Dan dimulai dari sinilah, Kyoko berpikir kalau dia harus berkembang di dapur.

Oleh karena itu, walau panik, Kyoko dengan penuh semangat mengambil seragam koki sekolahnya dari lemari dan menaruhnya di dalam tas. Seragam koki yang baru saja dibagikan kemarin itu akan menjadi senjatanya pada saat kelas praktik nanti.

Dan Kyoko tidak sabar untuk belajar.

------------------------------

martin10.jpg

“Kenapa belum ganti baju, Kyoko-chan?” tanya Marie yang dari tadi bersamanya itu. Kyoko tampak terlihat tidak nyaman di ruang ganti.

“Iya, sebentar lagi…. Masih melihat mail…” Kyoko membuka-buka handphone flip yang dia beli dari hasil arubaito itu. Dia melihat mail yang tidak ada. Jelas sekali terlihat dia seperti ingin menghindar.

Gerak badannya terlihat tidak nyaman. Dan Kyoko, adalah tipe orang yang selalu bersiap-siap dan sigap. Jadi aneh kalau untuk kelas praktek ini, dia tidak segera berganti seragam dan bergegas ke kelas.

“Kenapa sih kamu” bingung Marie yang sudah siap dalam seragam koki.
“Tidak kenapa-kenapa….. Hehe”

“Cepat ganti baju kalau begitu…. Nanti telat, kamu tidak mau kan dibilang jadi telat masuk kelas gara-gara berteman dengan aku?” canda Marie.

“Ano….”

“Ah, cepatlah, aku tidak sabar masuk kelas” Marie malah duduk di kursi yang ada di ruang ganti itu, sambil menatap ke arah Kyoko. Kyoko akhirnya menghela napas. Dia lalu menanggalkan atasannya, memperlihatkan dirinya di depan Marie. Marie menatap ke arah Kyoko yang sedang berganti baju.

“Sepertinya Kyoko-chan populer di kalangan murid laki-laki ya sewaktu SMA?” senyum Marie, sambil menatap ke buah dada Kyoko yang ditutupi oleh BH nya.
“Ah tidak…” balas Kyoko malu-malu sambil menanggalkan celananya. Kyoko lalu mengambil celana panjang hitam yang merupakan satu kesatuan seragam koki untuk Senmon Gakkou tersebut.

“Pasti populer”
“Tidak, aku biasa-biasa saja sewaktu SMA kok”
“Tapi punya pacar kan?”
“Iya, sempat ada…..”

“Pasti dia beruntung sekali” senyum lucu Marie terus terkembang, sambil menatap buah dada indah tersebut. Kyoko hanya menelan ludahnya saja. Dia tidak mengkhawatirkan soal itu. Tapi ada hal lain yang sangat-sangat mengkhawatirkan untuknya. Dan oleh karena itulah, dia jadi ragu-ragu untuk berganti baju ke seragam koki.

“Haha” tawa Kyoko, masih belum memakai atasannya, dan dia cuma memegangnya saja tanpa memakainya.
“Hei, kenapa? Khawatir karena kamu bilang kamu belum bisa memasak?”
“Bukan….”

“Kalau begitu ayo, kelas dimulai sebentar lagi, kita pasti sudah kehabisan tempat yang enak”
“Ano…..”
“Sudah pakai saja”

Dan Kyoko pun terpaksa memakainya, dan saat itulah, Marie menyadari masalah yang sebenarnya. Seragam koki milik Kyoko terlalu pas di badannya. Lekuk tubuhnya begitu terlihat, dan selain mengganggu gerak Kyoko, tentu saja dengan bentuk dan ukuran buah dada yang seperti itu…..

“Ngepas banget…….” Marie menekuk mukanya, melihat bentuk tubuh Kyoko begitu tercetak di dalam balutan seragam koki tersebut. Kyoko hanya meringis, dan bentuknya benar-benar tidak nyaman dilihat. Tapi tidak nyaman dalam perspektif Kyoko. Dalam perspektif lelaki kebanyakan, ini adalah pemandangan yang luar biasa indah.

Kedua buah dada Kyoko tampak menyembul dengan sombongnya dalam balutan baju yang ketat itu. Kyoko ingat, dia tidak sempat mencobanya sebelum hari ini, dan dia percaya saja sewaktu pendaftaran sekolah, saat ada pengukuran ukuran badan untuk seragam.

Ternyata seragamnya begitu ngepas dan dia tidak bisa bernapas dengan lega. Bernapas saja sulit, apalagi bergerak dengan manuver-manuver yang gesit di dalam dapur? Belum lagi mata-mata lelaki genit yang memperhatikan aset Kyoko yang begitu menariknya.

“Gak boleh pakai coat ya di luar baju itu di dapur?” tanya Marie dengan tololnya.
“Ini musim semi, Taniguchi…. tak ada yang bawa coat…”
“Hmm….”
“Aku tak bisa praktik dengan baju seketat ini…..” rajuk Kyoko dengan aura galau.

“Sebentar, aku coba keluar, cari bantuan!” Marie, dengan gerakan cepat lalu keluar dari ruang ganti, entah mencari apa. Mungkin mencari seragam cadangan di kantor administrasi ataupun mencari pinjaman entah dari mana. Kyoko hanya bisa diam, meringis, sambil menyilangkan tangannya di depan buah dadanya, kalau-kalau ada orang yang mendadak masuk dan melihat dirinya di dalam balutan seragam koki yang benar-benar ngepas badannya.

Dan kelas dimulai lima menit lagi.

Semua orang pasti sudah ada di posisi masing-masing, menunggu instruktur datang, dan mulai mencoba familiar dengan alat-alat dapur. Kyoko harus masuk ke kelas ini. Tidak ada pilihan untuk bolos, apalagi ini kelas praktik, dan ini adalah kelas pertama. Dan Kyoko makin senewen karenanya.

Karena tak jelas menunggu Marie yang entah pergi ke mana, dia lalu melangkah dengan ragu ke arah pintu untuk membukanya, mengintip, berharap Marie segera datang ke arah ruangan ini. Dengan pelan dia membuka pintunya.

“Ee?”

Matanya bertemu dengan mata seseorang yang tidak disangka-sangka.

“Kaede?”
“Ah, Tanabe?”

Hiroshi kebetulan lewat di depan ruang ganti tersebut, dia berjalan sendiri, dengan langkah yang ringan sambil menenteng tasnya..

“Sedang apa?” tanya Hiroshi dengan sopan.
“Ano….”
“Bukannya kamu ada kelas praktik ya?”
“Ah! Iya… Hehe”
“Kenapa ada di sini? Tidak ke kelas?”

“Ano…..”
“Kenapa?” Hiroshi tersenyum sambil memicingkan matanya.

“Gawat Kyoko-chan!! Gak ada seragam cadangan!” seru Marie dari belakang punggung Hiroshi.
“Taniguchi!!” Kyoko tersentak malu dan tanpa sadar menyerukan nama Marie.
“Eh” Marie menutup mulutnya, sadar kalau ada Hiroshi di depannya.

“Kenapa dengan seragam, lupa bawa?” bingung Hiroshi.
“Ano….”
“Hehe, terlalu ketat punya Kyoko-chan… Susah kan nanti semua ngeliatin dia” senyum Marie tanpa dosa.
“Taniguchi!!” gemas Kyoko dengan geramnya.

“Ah… Memang gak nyaman sih kalau terlalu ketat, apalagi buat perempuan kan ya?” Hiroshi menjatuhkan tasnya ke lantai dan dia berjongkok, membuka tasnya. Tak berapa lama kemudian Hiroshi memberikan atasan seragam kokinya ke Kyoko. “Pakai saja dulu” senyumnya.

“Eh, tapi Tanabe tidak praktik hari ini?”
“Kelas untuk besok kan dibagi dua, kelasku besok….” jawab Hiroshi.
“Apakah tak apa-apa?”
“Tentu saja tidak….” lanjutnya.

“Ano… terima kasih” Kyoko terpaksa menerima seragam Hiroshi. Dia juga bingung sebenarnya kenapa Hiroshi membawa seragamnya padahal hari ini dia tidak praktik, tapi dia tidak memberitahu kenapa.

“Baiklah… Hati-hati ya praktiknya, sukses” Setelah seragam itu berpindah tangan ke Kyoko, Hiroshi lalu melambaikan tangannya, membungkukkan kepalanya ke arah Marie dan Kyoko dan berlalu.

“Tanabe!”
“Eh?” Hiroshi kaget dan memutar badannya.

“Bisa minta nomer telepon atau emailmu? Aku akan kembalikan hari ini juga…” teriak Kyoko dari celah pintu yang terbuka sedikit.

“Eh, boleh saja”

Hiroshi kembali lagi ke arah Kyoko dan dia mengeluarkan buku catatannya dari tas. Dia merobek kertasnya dan menuliskan nomer telepon dan alamat emailnya. Dan dengan senyumnya dia menyerahkan kertas tersebut ke arah Kyoko. Dengan sigap Kyoko mengambilnya lalu tersenyum.

“Terima kasih banyak” Kyoko membungkukkan badannya cukup dalam.
“Senang bisa membantu, Jya… Mata ne…” senyum Hiroshi dan dia kemudian berlalu.

------------------------------

5795cb10.jpg

“Terima kasih banyak Tanabe” senyum Kyoko di tempat makan itu. Karena Kyoko merasa berterima kasih kepada Hiroshi Tanabe, dia mentraktir Hiroshi makan malam di sebuah tempat makan sederhana dekat dengan kampus mereka. Hanya ada mereka berdua saja.

“Ah sama-sama, kan lagipula aku baru pakai seragamnya besok. Padahal tidak usah buru-buru dikembalikan, besok pagi juga bisa”
“Ah! iya! harusnya aku cuci terlebih dahulu”
“Tidak apa-apa Kaede-san, yang penting sudah dikembalikan dengan baik” jawab Hiroshi sambil makan dengan lahapnya. Sepertinya dia lapar sekali malam ini.

“Hehe” tawa Kyoko kecil. Lucu. Makan berdua dengan lelaki. Tapi untung Marie tidak ikut, kalau ikut, dia pasti akan mendominasi pembicaraan dan mungkin mereka akan pulang lebih malam dari seharusnya.

“Makanan di Tokyo mahal ya” lanjut Hiroshi mendadak.
“Eh?”
“Minggu ini karena baru pindah dari rumah, aku belum bisa masak sendiri jadi terpaksa makan di luar, ternyata lebih mahal dari harga makanan di Ibaraki”
“Namanya juga Tokyo” sambung Kyoko.

“Tapi minggu depan aku akan masak sendiri, dan setelah terbiasa hidup di sini, mungkin akan cari part time untuk isi waktu luang dan menabung”
“Tanabe anaknya chef ya, jadi pasti bisa masak”
“Ya… Seumur hidup yang kulihat adalah chef memasak dan aku sering membantu di restoran ayahku, jadi mau tak mau secara otomatis aku jadi bisa masak”

“Haha, ibuku juga pandai masak, tapi aku tak bisa masak sama sekali” Kyoko meringis saat mengatakannya.
“Jadi tadi bagaimana di kelas praktik?”

“Cuma pengetahuan dasar soal telur, tepung, dan bahan-bahan dasar di makanan pada umumnya, jadi aku masih bisa mengikuti, ke depannya, aku tidak tahu, karena di semester dua ada kelas-kelas praktik menu jepang, continental, dan asia yang wajib diambil sebelum penjurusan…..” lanjut Kyoko.

“Sulit ya?”
“Tapi pasti mudah untuk Tanabe kan?”

“Yah…. Eh, tapi kalau Kaede-san mau, aku ajari memasak saja”
“Eh?”

“Itu juga kalau Kaede-san tidak keberatan”
“Ah, boleh saja….. Hehe” mendadak muka Kyoko terasa panas dan jantungnya agak berdebar. Kyoko tidak sering berhubungan dengan lelaki dan untuk ukuran perempuan remaja pada masanya dia SMA, dia tidak sering berpacaran.

“Maaf menunggu” Ojisan dari balik counter mendadak memberikan dua buah gelas bir besar ke hadapan Hiroshi dan Kyoko.
“Ah, terima kasih, maaf merepotkan” balas Hiroshi.

“Eh, aku tidak pesan ini”
"Tadi aku pesankan untuk Kaede-san, jangan ditolak ya, hehehe” tawa Hiroshi.
“Ahaha…” balas Kyoko sambil tersipu.

“Eh, jangan-jangan, Kaede-San belum pernah minum alkohol?”
“Sudah pernah sih, diam-diam dulu, penasaran dengan rasanya, karena suka ada di kulkas” senyum Kyoko.

“Punya ayahnya Kyoko?”
“Oh bukan…. Punya kakak…”
“Oh, ayah tak minum alkohol?”
“Ayahku sudah tidak ada, Tanabe” senyum Kyoko, mengakhiri misunderstanding.

“Ah maaf…. Aku asal bicara”
“Tak apa, lagipula sudah lama, ketika aku masih kecil…. Tapi ibu masih ada, sehat.. Kami tinggal bertiga”

“Oh….” Hiroshi menganggukkan kepalanya sambil menikmati makanan. “Jadi yang menjalankan cafenya adalah ibumu, Kaede-San?”
“Iya betul”
“Menarik… Aku ingin datang ke sana suatu hari”

“Datanglah, ibuku pasti senang kalau ada teman sekolah yang main”
“Dan pasti menyenangkan kalau kamu bisa meneruskan usahanya tersebut” sambung Hiroshi.
“Tentunya… Tapi, Tanabe, kamu bilang kan orang tuamu punya restoran?”

“Betul, restoran Prancis….”
“Apa kamu tidak ingin meneruskan usaha orang tuamu?”
“Tadinya begitu” senyum Hiroshi.

“Eh?”

“Dari kecil aku ingin meneruskan usaha ayah, dan bahkan aku sering part-time jadi pelayan di sana sewaktu SMA” dia menarik napas, sambil tersenyum, seakan-akan mengenang masa lalu yang indah di Ibaraki. “Tapi ayah selalu bilang, kamu harus terbang tinggi, jangan mentok di Ibaraki saja….”

“Wah….”

“Dan ayah ingin kalau dia tidak bisa memasak lagi, dia ingin restorannya tutup saja, agar bisa jadi memori yang indah buat para pelanggannya dan rasanya tidak berubah…. Jadi, aku ingin lebih hebat lagi dan melampaui ayah..” senyumnya lagi dengan muka yang cerah.

“Wakarimashita…” senyum Kyoko. Hebat sekali, punya mimpi setinggi itu. Apakah yang dikatakan oleh Kana kemarin benar? Kalau mimpi Kyoko biasa-biasa saja? “Mimpimu hebat sekali… Hehe, sedangkan, aku hanya… Ingin meneruskan usaha orang tua saja”

“Ah tidak. Aku kan sudah bilang kemarin, kalau meneruskan usaha orang tua adalah mimpi yang hebat juga, Kaede-san…. Sebenarnya itu mimpiku, tapi tidak diizinkan ayah.. Ya sudah” Hiroshi membalas senyumannya.

“Hehe”

“Jadi… Untuk mimpi-mimpi kita?” tanya Hiroshi sambil mengangkat gelas birnya.
“Tentu saja”
“Dan untuk pertama kalinya Kaede-San minum bir setelah lulus SMA” lanjut Hiroshi.

“Hehehe….”

“Kanpai!”

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
CAST PART 2

Haruko's Timeline:

- Haruko Aya Rahmania (15) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Kyoko Kaede (47) Sang Ibu, istri dari Arya
- Stefan (47) vokalis Hantaman.

Kyoko's Timeline:

- Kyoko Kaede (18)
- Marie Taniguchi (18)
- Hiroshi Tanabe (18)

Glossary :

Okasan :
Ibu
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
Arubaito : Kerja Part Time
Ojisan : Paman
Wakarimashita : Mengerti/Paham/Oke
Kanpai : Cheers (bersulang)
 
Terakhir diubah:
Stefan emang bangsat ya wkwk,, nggak bapa nggak anak mau diracunin semua...

Penasaran siapa yg dapat first time nya kyoko.

Thanks update nya om :beer:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Kayanya cerita "how i meet your mother" nih... Ada calvin harris "starship strooper" ga ya? Hahaha....
 
wah ada stefan hahaha.. Trims updatenya, suhu..

manis banget btw masa awal2 kuliah Kyoko hehe
 
tambahin gan zaman sma. apakah ada grepe grepe atau malah udah di gagahi hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd