Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

Speed demon udah tua kelakuan masih sama aja kayak dulu.... liat cewek bening dikit masih mlongo.....
 
tapi ya seperti biasa, malem banget.... mungkin malah tengah malem karena pengen nonton jagoan marvel baku hantam dulu :D
Ya amvun om kalau tengah mlm sih baru bsk pagi dbacanya. Bakalan gak kbagian pertamax, pertalite, solar, minah (minyak tanah), mijel (minyak jelantah) deh ane. :D
 
kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 15
(my mom's first love)

------------------------------

untitl10.jpg

“Kamu tidak salah lihat kan tadi? Itu betul Abe-sensei kan?” tanya Marie ke Kyoko, lewat mail.

Kyoko menatap ke mail tersebut, sambil berpikir harus menulis apa. Dia sudah ada di balik selimut dan kamarnya sudah gelap. Sepertinya malam ini ia akan sulit tidur, membayangkan ada hubungan apakah antara Kana dan Abe-sensei. Hubungan percintaan antara dosen dengan murid pasti akan mengerikan.

Beda umur mereka sangat jauh. Kazuo Abe-Sensei umurnya sekitar pertengahan 30-an. Sedangkan Kana Mitsugi, 20 tahun saja belum. Kyoko panas dingin membayangkannya. Apalagi kalau misalkan Abe-Sensei sudah berkeluarga. Pasti situasinya lebih pelik lagi. Dia membayangkan, Kana rela berdiri di dekat halte bus berjam-jam, menunggu Abe-Sensei pulang, hanya untuk memberikan sesuatu. Kalau sesuatu itu tidak spesial, pasti dia akan berikan di gedung kampus. Tapi kenyataannya tidak. Dia berusaha menyembunyikannya dari orang-orang.

Dia tahu kalau Abe-Sensei akan pulang malam dan tidak ada satu mahasiswapun yang masih ada di gedung kampus. Kebetulan, Kyoko dan Hiroshi harus menaiki bus yang lewat halte itu kalau ingin mencapai stasiun Omotesando.

“Iya. Tak salah lagi… Aku jadi takut, apa kita harus ajak bicara Mitsugi? Tapi jangan ajak bicara di restoran atau café, bagaimana?" Kyoko akhirnya mengirimkan balasan, setelah berpikir cukup lama.

Tidak lama kemudian, Marie langsung membalasnya. Tampaknya mereka berdua cukup anxious.

"Kalau di apartemenku bagaimana? Aku undang ya besok sore? Ceritanya aku akan membagi kalian paket yang dikirim oleh ibuku dari Chiba….” Begitu jawaban Marie.

Kyoko lantas mengetik jawabannya, sambil membayangkan hal yang tidak-tidak.

“Baiklah, Marie…. Jangan ajak Hiroshi ya besok? Besok pasti tidak nyaman untuk Mitsugi, jadi jangan ada laki-laki di apartemen kamu….. Nanti aku beritahu Hiroshi… Dia pasti mengerti”

Kyoko masih meringkuk di bawah selimut, sambil berusaha tidur. Setelah dia berpacaran dengan Hiroshi, dia selalu tidur dengan perasaan bahagia dan ringan. Tapi sekarang, setelah mengetahui salah satu temannya rela berdiri di halte bus sesorean untuk menunggu seorang dosen pulang, itu mengerikan untuknya.

Dan dia tahu, pasti di dalam kepala Kana, isinya hanya Abe-Sensei saja. Buktinya, biasanya kalau Marie memanggilanya dengan nama depan “Kana”, dia selalu marah dan risih. Tapi kemarin, dia tidak menghiraukannya. Dia lebih fokus untuk menunggu Abe-Sensei.

Matanya ia pejamkan, sambil berusaha memikirkan yang indah-indah, seperti memorinya berpacaran dengan Hiroshi di pantai, latihan-latihan masak mereka, festival musim panas, dan konser tempat di mana mereka berdua mulai berpacaran.

Tapi entahlah. Yang ada di bayangannya hanyalah hal-hal aneh soal Kana dan Abe-Sensei.

Besok, mereka akan coba mencari tahu dan mengklarifikasi hal ini ke Kana.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

ad943b10.jpg

“Aku baru kali ini ke apartemen kamu” Kana duduk di karpet, di hadapan televisi, di dalam apartemen mini itu. Untuk ukuran apartemen cewek, apartemennya Marie tidaklah rapi. Tapi wajar, namanya juga anak rantau.

“Ini juga kali pertamaku” senyum Kyoko yang duduk di depan Kana, sambil tersenyum, berusaha menyembunyikan perasaan khawatir.
“Kupikir kamu sudah pernah ke sini, Kaede”
“Belum”

“Maaf menunggu lama” Marie keluar dari dapur dan dia membawa nampan yang berisi beberapa buah pir dan tiga buah gelas yang sudah terisi bir.

“Wah!” Kyoko tersenyum melihatnya.
“Kudengar pir dari Chiba memang enak” komentar Kana.

“Ibuku mengirimkannya dari beberapa hari yang lalu. Karena tidak habis-habis, kubagi saja dengan kalian” senyum Marie.

“Oh, jadi kita dibagi sisa kamu?”
“Bicara apa kamu, Kana”
“Mitsugi”

“Kana” ledek Marie. “Kita sudah kenal satu semester tapi kamu masih minta disebut nama keluarga kamu… Kita teman bukan sih”

“Tidak tahu… Aku ambil ya” Kana mengambil satu buah pir, dan dia mengupasnya di atas meja kecil.
“Kupikir kita bertiga berteman” senyum Kyoko.
“Aku bilang sih begitu” sambung Marie.

“Iya, bisa dibilang seperti itu…. Tapi mungkin aku saja yang agak-agak individualis…” jawab Kana sambil mengupas buah itu dengan saksama.

“Musim gugur, bir, dan buah… ah, musim ini harus jadi musim cinta buatku” Marie duduk di karpet juga dan dia meluruskan kakinya.
“Musim cinta, tapi yang sudah punya pacar baru Kaede” Kana memotong buah tersebut dan dia membagikannya ke teman-temannya.

“Kalau Marie-chan sih, tiap musim dia bilang itu musim cinta” canda Kyoko.
“Hahahaha” tawa Kana, meledek Marie sambil meminum bir yang disediakan. “Sebenarnya kita masih di bawah umur ya?”

“Pas kita lulus, itu umur legalnya kan?” tanya Kyoko.
“Lagipula, tidak pernah ada yang bertanya ke mahasiswa, umurmu berapa…. Kan kita tidak memakai seragam SMA…..”

“Betul juga”

“Eh ngomong-ngomong……” Marie menatap Kana dengan muka khawatir. “Kemarin itu, kamu menunggu siapa sih?” tanya Marie.
“Ah, mau tahu saja urusan orang lain….”
“Tidak.. Kupikir akan lucu kalau yang ditunggu oleh Kana itu adalah cowok, pasti manis sekali kalau Kana punya pacar… Hahaha” tawa Marie terdengar palsu.

Itu karena Marie dan Kyoko khawatir. Hubungan percintaan antara dosen dengan muridnya pasti akan mengarah kepada hal-hal yang gawat. Setahu mereka, antara staf pengajar dan muridnya tidak boleh ada hubungan romantis. Terutama dalam satu lingkungan yang sama. Kalau ketahuan, salah satunya bisa dikeluarkan ataupun di skorsing.

“Tidak semanis Tanabe dan Kaede pasti…” jawab Kana sambil menggigit potongan buah pir. Dia menatap ke ujung entah mana, tampak ingin menghindari percakapan.
“Maksudnya?” selidik Marie.
“Ya aku tidak semanis Kaede dan aku sering dibilang terlalu serius… Jadi kalau pacaran denganku, pasti tidak akan semesra Kaede dan Tanabe…”

“Hmm…”
“Ah, kami tidak seperti yang Mitsugi bilang kok, kami biasa-biasa saja” balas Kyoko, merendah.
“Kalian itu selalu jalan bergandengan, lalu belajar masak bareng… Biasa-biasa saja dari mana?” Kana membalas dengan nada sinis khasnya.

Kyoko dan Marie terdiam.

“Ano…. Kan biasa orang pacaran seperti itu” balas Kyoko.
“Iya sih, biasa… Mungkin aku saja yang agak sensitif”

Kana menarik napas panjang dan dia melanjutkan makannya. Secara tidak langsung, reaksinya yang seperti itu mendadak membuat apartemen Marie menjadi sunyi. Kyoko dan Marie lihat-lihatan. Mereka bingung harus berkata apa dan memulai pembicaraan dari mana.

Mendadak, handphone Kyoko berbunyi.

“Ah itu pasti Hiroshi” Kyoko mencoba keluar dari kondisi awkward itu dan dia merogoh handphonenya, membuka mail.

Bukan. Itu mail dari Marie. Bunyinya seperti ini “Kira-kira tepat tidak sih kalau kita bicarakan soal itu? Sepertinya akan jadi aneh nantinya….” Kyoko menekuk jidatnya. Pertama, dia tidak tahu harus bicara apa. Yang kedua, dia bingung, kapan Marie sempat mengetik mail ke dirinya?

Kyoko menarik napas, dan dia menatap mata Marie. Sebaiknya memang dibicarakan. Dia sampai tidak bisa tidur, memikirkan soal Kana. Daripada Kana kenapa-napa, lebih baik dibicarakan sekarang. Kana mau jawab atau tidak mau jawab, itu hak dirinya.

“Sebenarnya Mitsugi…..”
“Ya?” Kana bereaksi terhadap kalimat Kyoko.

“Aku dan Hiroshi kemarin melihat kamu di halte bus itu lagi malam-malam…. Kami bingung, karena kamu lama sekali berdiri di sana”

“Oh” jawab Kana dengan datar. Dia seperti berusaha menyembunyikan sesuatu.
“Dan kami melihat… Kamu…”
“Memberikan sesuatu?”
“Iya….”

Kana terdiam. Dia menatap entah ke mana dan dia meremas ujung roknya. Ya, cepat atau lambat, semua orang akan tahu, terutama mereka yang dekat dengan Kana.

“Itu bukan urusan kalian” jawab Kana sekenanya.
“Kana….”
“Sudah kubilang panggil aku Mitsugi!” mendadak Kana meledak ke arah Marie. Marie terdiam. Kana menatap kedua temannya dengan tatapan tak nyaman. “Aku kemarin kan bilang, jangan campuri urusanku?” Kana meledak, karena dia merasa teman-temannya mencampuri urusannya.

“….” Kyoko dan Marie terdiam, mereka tak mampu bicara apa-apa detik itu. Kemarahan Kana terpancar dalam auranya. Dia terlihat tidak nyaman.

“Aku mau pulang” Kana memasukkan handphonenya ke tasnya, dan dia mencoba berdiri.
“Mitsugi… tunggu…” Kyoko mencoba menahannya.
“Jangan pegang aku”

“Hei! Jangan egois begitu!” Marie ikut-ikutan berdiri dan membentak Kana.
“Sudah kubilang jangan campuri urusanku!! Apalagi kamu!”
“Terus apa? Membiarkan kamu terkena masalah, kalau kamu ternyata ada hubungan dengan dosen?? Itu kan dilarang? Kalian bisa dikeluarkan atau kena skorsing!!! Kalau kamu dihukum, itu juga masalah buat kami!”

“Kan sudah dibilang, jangan campuri urusanku!”
“Ano….”
“Egois!! Ini kenapa kamu gak bisa berteman dengan yang lain… Harus orang seperti aku atau Kyoko yang mau mendekati kamu!!” bentak Marie.

“Bicara apa kamu!! Aku pulang”
“Sana, pulang saja…. Atau lari sana ke kampus lagi, cari Abe-Sensei… Kamu dengan dia saja, kalau memang gak nyaman dengan kami!”

“Apa kamu bilang?”
“Sana lari saja ke Abe Sensei” balas Marie dengan ketus.
“Kamu…. suara Kana bergetar. Dia duduk kembali, dan meringkuk. Dia memeluk pahanya dan dia mulai menangis.

“Eh? Mitsugi-san?” Kyoko mendekati Kana dan dia memeluk Kana. Kana lantas menangis di pelukan Kyoko. Kyoko mengusap-ngusap punggung Kana dan dia menatap ke arah Marie dengan muka galak. “Kenapa begitu Marie… Ucapan kamu tidak enak didengar….” tegas Kyoko.

“Tapi benar kan? Kita sudah capek-capek mencoba berteman dengan Kana, lalu sekarang…. Aku khawatir tahu sama kamu!! Berhubungan dengan dosen seperti itu? Bagaimana kalau ketahuan kampus?”

“Aku tidak ada apa-apa sama dia!!!” bentak Kana.
“Kalau tidak ada apa-apa, kenapa sampai menangis begitu??”
“Diam! Jangan teriak seperti itu kepadaku!!”

“Terserah kamu deh” Marie beranjak, lalu masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Kyoko dan Kana di depan televisi, berdua. Kyoko masih mengusap-ngusap punggung Kana. Kana menangis sesenggukan di pelukannya.

“Tenang, Mitsugi… Tidak apa-apa menangis dulu….. Nanti kita bicara pelan-pelan ya? Kalau kamu tidak mau bicara juga tidak apa-apa….. Yang penting tenangkan diri dulu… Maafkan Marie, dia terlalu meledak-ledak……..” bisik Kyoko.

“Dia yang bentak aku, kenapa kamu yang minta maaf?” bisik Kana balik.
“Sudah, tidak apa-apa… Tenangkan dirimu…”

“…….”

------------------------------

Mereka bertiga duduk di atas karpet.

Hari sudah malam. Dan tangis Kana sudah reda. Marie sudah keluar dari kamarnya. Mereka semua diam, tanpa suara. Gelas bir yang tadi diisi oleh Marie sudah tidak dingin lagi. Buah pir itu belum tersentuh. Mereka bertiga tanpa suara. Hanya ada suara jalanan di luar sana dan suara sayup-sayup televisi entah dari apartemen sebelah atau dari lantai mana.

“Aku….” Marie membuka mulutnya. Kana menunduk dengan matanya yang merah dan sembap. “Aku minta maaf…. Aku selama ini selalu serampangan sama kamu…. Tapi kali ini, aku dan Kyoko benar-benar khawatir… Kamu berdiri lama sekali di sana, untuk memberikan sesuatu pada Abe-Sensei…. Dan ketika dia pergi, kata Kyoko, kamu melihat dia sampai menghilang, lekat sekali….. Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian, tapi… Itu mengkhawatirkan, kalau ada apa-apa, karier kamu dan dia akan menguap begitu saja…..”

“Itu biskuit” jawab Kana.
“Apa?”
“Aku memberikannya biskuit yang kubuat saat kelas praktik pastry”
“Oh…”

“Dan iya… Aku menyukainya… Bukan, aku bukan hanya menyukainya… Aku mencintainya” lanjut Kana.

“….” Kyoko dan Marie saling menatap.

“Lalu… Hubungan Mitsugi dan Abe-Sen….”
“Kami tidak ada apa-apa… Setidaknya untuk sekarang”
“Cinta kamu bilang? Tapi kita hanya bertemu dia di satu kelas….. Apa yang terjadi selama ini?” bingung Marie.

“Dia yang membuat aku masuk Senmon Gakkou itu…….”
“Hah?”

Kana menerawang dan dia sepertinya sudah siap untuk bercerita.

“Kamu tahu kan, aku dari Mizuho Gakuin….”
“Iya”
“80 persen siswa Mizuho Gakuin, sengaja masuk sekolah itu, untuk bisa melanjutkan ke universitasnya….. Sisanya pergi ke Todai, Meiji, ataupun universitas-universitas top lainnya…. Orang tuaku memasukkan aku ke sekolah swasta itu dengan harapan, kalau aku tidak masuk universitas-universitas top itu…. Minimal aku masuk Universitas Mizuho… Masa depanku aman….”

Kana mengusap matanya yang masih basah.

“Orang tuaku tidak harmonis. Mereka bercerai, aku ikut ayahku…. Dan aku tidak tahu harus melakukan apa, aku sedih, selalu sendiri karena di rumah tidak pernah ada orang…. Teman-teman ku sedari SMP malas bergaul denganku karena banyak gosip tentang keluargaku….” air matanya turun kembali, membasahi pipinya. Kyoko memeluknya lagi dan dia bersandar di pelukan Kyoko. Marie dan Kyoko mendengarkan cerita Kana dengan saksama.

“Karena aku selalu sendiri, aku terpaksa harus bisa masak sendiri, dan aku menemukan kenikmatan saat memasak…. Tapi aku belum tahu itu mau diapakan, aku tidak pernah berpikir untuk jadi chef sama sekali……” lanjut Kana. “Waktu SMA, aku berusaha menutupi kondisi keluargaku dari teman-temanku dan berusaha untuk ceria…. Tapi itu semua melelahkan… Aku hanya bisa terhibur saat aku memasak sendiri di rumah….”

“Maafkan kami…. Kami tidak tahu soal itu semua…” bisik Kyoko.
“Tidak, bukan salah kalian….”
“Maafkan aku, Mitsugi…” Marie memeluk kakinya dan dia berhati-hati dengan tidak menyebut nama depan Kana.

“Setidaknya, sewaktu SMA, yang aku tahu hanyalah belajar, dan minimal masuk Universitas Mizuho…. Tapi itu semua berubah tahun lalu…. Aku dan teman-temanku main ke Harajuku, lalu kami jalan-jalan sampai ke Omotesando…. Secara tidak sengaja aku penasaran dengan gedung Senmon Gakkou kita…. Dan aku saking penasarannya, berbohong kepada teman-temanku, berkata kalau aku mau pulang duluan…. Tapi aku malah berjalan-jalan sendiri ke gedung kampus kita…. Dengan memakai seragam SMA….” Kana kembali bercerita dengan panjangnya.

“Karena bingung, aku berputar-putar tak jelas sampai mau malam…. Dan pada saat itulah, aku berpapasan dengan Abe-Sensei…. Dia menyapaku, menanyakan apakah aku sedang mencari kakakku, atau apakah aku anak dosen…. Aku bilang bukan, dan dia bertanya aku mau apa… Dengan manisnya…. Lantas aku mengaku, kalau aku tertarik ke gedung ini, aku melihat café milik Senmon Gakkou kita dan benar-benar nyaman melihat para mahasiswanya praktik di dalam sana……”

Ya, dapur café milik Senmon Gakkou mereka memang bisa diintip oleh khalayak ramai, sebagai bagian dari promosi kegiatan belajar mengajar di sana.

“Lalu dia bertanya apakah aku ingin kuliah di sana setelah lulus SMA… Aku bilang tidak tahu… Abe-Sensei waktu itu tersenyum, menyuruh aku besok datang lagi….. Sepulang sekolah… Dan aku melakukannya, dan dia, menunjukkan kepadaku semua fasilitas Senmon Gakkou kita, menunjukkan dapur-dapur praktik, memberitahukan aku mata-mata kuliah yang ada…. dan dia bahkan mentraktirku di café-nya…. Setiap aku ke sana, dia selalu menyambutku dengan tangan terbuka…. Sejak saat itu, aku ingin sekali kuliah di sini dan menjadi chef terbaik lulusan sini…. Agar aku bisa membuat Abe-Sensei bangga…….” tangis Kana.

“Aku tak peduli umur kami jauh… Aku tak peduli semua itu… Yang aku rasakan, aku selalu nyaman kalau melihat dia, bicara dengan dia, dan semuanya…. Dia yang membuat hari-hariku jauh lebih berwarna dan menyenangkan” lanjut Kana, tenggelam dalam tangisannya.

“Aku jadi ingin menangis juga” Kyoko berbisik kepada Kana. “Abe-Sensei penting sekali untuk Mitsugi…. Aku bisa mengerti perasaan kamu….. Dan aku senang, kamu sudah cerita”

“Tapi…. Apakah kamu tahu, dia sudah menikah atau belum? Kalau belum, apakah kamu setelah lulus mau mengakui cinta kamu kepadanya?” tanya Marie.
“Aku tidak tahu… Sensei tidak pernah cerita soal kehidupan pribadinya…….” jawab Kana.

“Kalau sudah menikah bagaimana?” bingung Kyoko.
“Tidak tahu…. Aku tidak tahu….”

“Aku pikir kamu harus menyatakan cintamu ke Abe-Sensei” senyum Marie.
“Marie! Kan tidak boleh seperti itu! Antara mahasiwa dan dosen tidak boleh berhubungan seperti itu, dan itu yang kita khawatirkan kan?”

“Aku bilang menyatakan, bukan berhubungan… Kana harus mengeluarkan perasaannya agar ia lega… Kalau bersambut… Tinggal menunggu sampai lulus bukan? Satu setengah tahun lagi? Itu tidak lama…. Setelah lulus, kalian bukan dosen dan murid lagi, lalu kalian bisa berkencan bersama” Marie tertawa bahagia dan tawanya membuat Kana tersenyum kecil.

“Bicara apa kamu, Taniguchi” balas Kana.
“Menurutku itu tidak apa-apa, daripada kamu pendam lalu kamu uring-uringan seperti ini, malah akan jadi masalah kan?” bisik Kyoko.

“Kalian bicara apa…..”
“Atau, kamu mau menunggu sampai lulus?”
“Entah..” Kana menggelengkan kepalanya.

“Tidak apa-apa… Yang penting ada beban yang keluar dari hati Mitsugi…. Pasti rasanya lebih lega sekarang….”

“Maafkan aku, Kaede dan Taniguchi….. Aku benar-benar egois, benar seperti apa yang kamu bilang….” isak Kana.

“Tapi kami jadi tahu masalah kamu…. Kita kan teman” jawab Marie. Marie beringsut di kasur dan memeluk Kana. Masing-masing tangan Kana dipeluk oleh Kyoko dan Marie. Kana masih menangis, tapi dia tersenyum.

“Aku senang kamu cerita banyak, Mitsugi” lanjut Kyoko.
“Aku juga”

“Kana”

“Eh?” Marie dan Kyoko kaget mendengarnya.

“Panggil aku Kana… Kalian sudah tahu tentang diriku sejauh ini……”
“Hehe… Baik, Kana-chan”

Kyoko lalu mengusap-ngusap kepala Kana, dan mungkin, Kana merasakan belaian keibuan yang selama ini sudah tidak dia rasakan. Dia merasa nyaman, dan mungkin, suatu hari, Kyoko Kaede akan jadi ibu yang baik untuk anak-anaknya.

==================
==================


haruko10.jpg

“Aduh” sial, aku jatuh. Gini nih kalo lagi ngantuk-ngantuk keluar kamar, pengen minum, terus sempoyongan. Tengah malam

“Kenapa, Haruko?”
“Aku jatoh…. Licin lantainya….”

Lho, kok Okasan belum tidur? Apa nungguin Papa pulang manggung? Atau lagi nonton drama-drama Jepang kesukaannya di TV Streaming?

“Kenapa itu lututnya Haruko?”
“Gakpapa kok, biasa” aku berdiri dan langsung berjalan lagi ke arah kamar.
“Apa sakit?”
“Biasa aja ma…”

“Sini sebentar” Okasan bangkit dari sofa, dan aku jalan sempoyongan ke arah dia. Mendadak aku dipeluk Okasan. “Kalau kamu cedera nanti bagaimana? Tidak bisa main lagi nanti… Hati-hati ya?”
“Mnnn..” Aku mengangguk di dalam pelukan Okasan. “Mama belom tidur?”

“Papa belum pulang... Mama sedang menunggu, Papa sudah di jalan sih, tapi dari Bandung, mungkin agak macet karena pembangunan kereta bawah tanah”
“Ngebangun terus ya? Gak beres-beres” keluhku.
“Mau temanin Mama?”
“Mau”

Okasan duduk lagi di sofa, nerusin drama Jepang. Enak banget jadi Okasan, nonton drama Jepang gak usah pake subtilte. Aku tiduran di sofa, dengan kepalaku ada di pahanya. Aku nyobain nutup mata, sambil manja-manjaan sama Okasan.

“Nnn…” Okasan mendadak ngelus-ngelus rambutku. Nyaman banget ya Tuhan rasanya. Aku bisa ketiduran banget ini.

Gila. Gila… Aku beruntung banget punya ibu kayak Kyoko Kaede. Dia sayang banget sama aku, sama Papa dan sama semuanya. Semua orang yang pernah kenal sama Okasan, pasti orang yang beruntung. Aku jadi kasian sama mantan-mantan pacarnya, gak bisa nikah sama orang selembut dan semanis ini.

Karena dia nikah sama Papa, aku jadi beruntung banget, punya ibu luar biasa kayak gini.

Aku bener-bener beruntung.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Bimabet
CAST PART 15

Haruko's Timeline:


- Haruko Aya Rahmania (15) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Kyoko Kaede (47) Sang Ibu, Istri dari Arya

Kyoko's Timeline:

- Kyoko Kaede (18)
- Marie Taniguchi (18)
- Kana Mitsugi (18)
- Kazuo Abe (35)

Glossary :

Sensei :
Sebutan untuk orang yang ahli dalam satu bidang tertentu (Chef, Guru, Mangaka)
Gakuin
: Perguruan (Mizuho Gakuin : Perguruan Mizuho)
Todai : Universitas Tokyo (TOkyo DAIgaku)
Okasan : Ibu
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd