Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Nyi Kinarah

Ga kebayang kalo kiplerong jadi penguasa....ajiir.
 
Buset,,
Grand master ini yang bikin ceritanya,,
Nyumbang jempol nih, keren abis
:jempol: :jempol: :jempol:
 
KSHATHRYA

Perjalanan itu terasa panjang dan melelahkan. Keenam muda mudi itu setelah mendarat jam delapan pagi, meneruskan perjalanan empat jam dengan bus, lalu disambung tujuh jam dengan mobil travel. Hari sudah malam ketika Anindya membuka pintu gerbang besi, menunjukkan jalan batu yang diterangi obor di kiri dan kanannya. "Mari lewat sini," katanya kepada Danan dan Renggani. Danan menggandeng Renggani melangkah, keduanya kini lengket seperti perangko.

Mereka berjalan kaki sekitar lima belas menit, sampai akhirnya nampak sebuah rumah kayu besar, rumah panggung yang tingginya kira-kira 3,5 meter di atas tanah. Bentuk rumahnya persegi panjang, lebarnya 30 meter sedang panjangnya 125 meter. Hanya ada satu tangga besar untuk naik. Sinar bulan yang terang membuat keseluruhan bangunan rumah nampak mengesankan, sedang cahaya dari lampu obor menerangi sudut-sudutnya.

"Orang sini menyebutnya sebagai rumah betang," kata Anindya pada kedua tamunya. "Itu adalah hejot, tangga untuk masuk dan keluar. Yuk, kita masuk," ajaknya pula. Mereka pun melangkah naik. Di depan pintu masuk ada sebuah patung, yang diberi sesajen di bawah kakinya. "Batara Wisnu?" tanya Danan heran. "Ya, tentunya. Tidak tahu sejarah ya? Di abad keempat belas, kerajaan Majapahit sudah masuk ke Kotawaringin. Ajaran Hindu sudah lama ada di sini, tercampur di antara kepercayaan Kaharingan. Tapi ini adalah tempat khusus milik kita... mari," Anindya mempersilakan mereka duduk bersimpuh di ruang tamu yang besar.

Anindya, Jill, Richard, dan Rorty terus masuk melalui pintu tertutup kain kelambu sebelah kanan. Waktu sudah menunjukkan jam delapan malam. Danan beradu pandang dengan Renggani. "Sekarang ngapain?" tanya Renggani. Danan mengangkat bahu. Tapi sesaat kemudian, dari sebelah kiri masuklah lima orang gadis yang amat sangat cantik, dengan ikat kepala dari manik berwarna warni. Mereka hanya memakai baju sederhana dari kain yang dibelitkan menutup dada hingga sedikit di bawah selangkangan, memperlihatkan bahu dan belahan dada mulus, dan paha kaki yang indah. Nampaknya mereka tidak memakai BH, karena terlihat tonjolan puting di kain yang menutup dada.

Renggani saja sampai melongo melihat kelima gadis yang berpakaian sederhana itu. Banyak orang menyebut dirinya cantik, tapi Renggani tidak tahu apakah ia bisa disejajarkan dengan kelima gadis itu, dengan kulit kekuningan yang halus, mata indah, tulang pipi tinggi, rambut digerai hitam berombak. Dada mereka besar, dengan pinggang sempit dan pinggul dan pantat membulat.

Saat keduanya masih terpesona dengan kehadiran kelima dara itu, masuklah seorang tua, bungkuk, memegang tongkat, dengan rambut yang diikat gelung di atasnya. Danan langsung berdiri terus diikuti Renggani. Pemuda itu menanti hingga orang tua itu duduk di antara kelima dara, kemudian ia sungkem mencium tangan orang tua itu. "Mbah Rojokerto, saya Danan dan ini Renggani, kami hadir di sini," katanya pelan dan hormat.

"Heheheh, duduklah Tole, anak baik. Duduklah," kata si Mbah senang. Sepasang muda mudi itu duduk kembali, Danan duduk di depan Renggani.

"Mbah senang kalian mau datang jauh-jauh ke sini, sedangkan kalian tahu apa yang sedang terjadi. Sekarang ini adalah masa yang sukar, kekejian dan percabulan adalah hal biasa, korupsi dibela dan diperjuangkan tanpa rasa malu. Manusia tidak lagi mawas diri dan berpikir tentang perbuatannya, hanya memikirkan hasil.

Saat semuanya ini sudah terlalu, satu tanda diberikan dengan hadirnya Nyi Kinarah."

"Nyi Kinarah?" Tanya Danan. Di belakangnya, Renggani merinding.

"Nyi Kinarah adalah titisan kuasa dari Batari Dresanala, yaitu istri dari Arjuna. Sedang engkau, Dananjaya, pada dirimu ada titisan Arjuna. Bukankah Dananjaya adalah nama lain dari Arjuna?"

"Benar, Mbah."

"Batari Dresanala diculik oleh Dewasrani, putera dari Batari Durga. Ia diculik dan diperkosa tidak terkira, sampai akhirnya Arjuna datang dan menyelamatkan, membunuh Dewasrani.

Batari Durga adalah shakti dari Mahadewa Siwa, tentu saja berduka sekali karena kematian puteranya, walau ia tahu bahwa Arjuna benar, Dewasrani salah. Maka Batari Durga membuat satu pertanda: jika Nyi Kinarah hadir di dunia, maka kekuatannya pun terlepas. Kekuatan mahadewa Siwa dari dukacita Batari Durga.

Kekuatan ajian penghancur dunia dari Sang Siwa kini terbuka, karena kuncinya adalah Nyi Kinarah.

Tanda-tanda alam, dari bulan darah tanda hadirnya Nyi Kinarah, sampai pergeseran bintang-bintang, semua sesuai, dan hanya menunggu untuk menjadi semakin besar. Kekuatan itu bukan saja merusak benda, tapi juga merusak segala moral dan akhlak."

"Jadi.... bagaimana cara mencegahnya, Mbah?"

"Tidak ada hal yang pasti, Tole. Kita hanya bisa berusaha. Seperti dahulu Arjuna menyelamatkan Dresanala, kini engkau pun harus menghadapi Penghancur Dunia.

Nak Dananjaya, bukankah selama ini engkau sudah mempelajari ilmu Asmaragama?"

"Benar Mbah."

"Ilmu yang engkau miliki belum lengkap seluruhnya."

"Ah, belum lengkap, Mbah?"

"Ilmu Asmaragama harus berpasangan dengan kekuatan dari Dewi Kamaratih, Dewi Cinta, pelindung cinta dan kesetiaan.... sebentar," Mbah Rojokerto merapal mantra, lalu meniupkan udara di atas telapak tangannya ke arah Renggani. Sinar hijau dan oranye terus terlihat menyala di sekitar Renggani, nampak seperti jubah yang indah, lalu sinar itu menghilang.

"Nak Renggani, bukankah engkau memiliki kesaktian Dewi Kamaratih?"

Renggani mengingat kembali kejadian malam itu, saat Dedi memberikan dirinya dihisap olehnya sampai mati. Suatu peristiwa yang sangat memilukan, sampai Renggani tidak dapat memaafkan dirinya. Pembunuh. Ia hanya menatap lantai, mengangguk, tidak berkata apa-apa.

"Dewi Kamaratih memiliki kesetiaan besar pada suaminya, Sang Hyang Kamajaya.

Inilah lanjutan dari ilmu asmaragama.

Tapi sebelum itu, kalian berdua harus diikat menjadi suami istri."

Mendengar itu, sontak Danan menoleh ke belakang, memandang Renggani. Gadis itu tersenyum manis, mata mereka bertautan, menyatakan cinta. Sesuatu yang selama ini terpendam dalam hati saat pandangan pertama di tempat fotocopy, kini terungkap bebas.

"Aku cinta padamu, Danan," kata Renggani dengan gerak bibirnya, tanpa bersuara.

"Aku juga cinta padamu, Ani," kata Danan sambil tersenyum.

"Nah, tiga hari lagi kalian bisa melewati upacara pawiwahan. Sebelumnya, Nak Danan mari maju ke mari. Simbah mau menjelaskan lanjutan ilmu asmaragama, yang harus dikuasai sebelum pawiwahan dilakukan."

Mereka bercakap-cakap dengan suara lirih, Danan sangat serius mendengarkan Mbah Rojokerto. Renggani yang duduk di belakang mulai merasa bosan, kakinya kesemutan karena terus menerus duduk bersimpuh. Seandainya saja ia bisa menghilang....

Renggani melihat tangannya menghilang. Memandang ke bawah, yang dilihatnya adalah lantai, tubuhnya tidak lagi terlihat. Memandang ke depan, dilihatnya Danan dan Mbah Rojokerto masih sibuk bercakap-cakap. Kelima dara itu juga sepertinya tidak memperhatikan dirinya, tidak ada yang bertanya-tanya mengapa Renggani menghilang. Gadis itu terus berdiri, berjalan berputar dengan langkah hati-hati tidak mengeluarkan suara. Tidak ada yang melihatnya.

Karena bosan, Renggani terus melangkah melalui pintu yang tadi dilewati Anindya dan rekan-rekannya. Ia melalui satu lorong panjang dengan banyak pintu di sisi kanan, sedang dinding kayu di sebelah kiri. Ia memikirkan dirinya menjadi istri Danan. Seorang istri! Kehadiran Danan memang menggantikan Ridwan, yang mulai dilupakan. Danan yang ganteng, sopan, pendengar yang baik, cerdas, lucu, juga gagah perkasa dan sangat tangkas.

Danan yang lebih seperti superhero itu, karena mau menyelamatkan dunia, akan menjadi suami Renggani tiga hari lagi. Dan upacara... Apa itu? Pawahan? Pawiwahan? Renggani tidak tahu apa-apa. Di kampungnya orang hanya melakukan akad nikah secara Islam, walau kenyataan warga di kampungnya tidak pernah benar-benar mengikuti agama Islam. Agama hanya jadi pelengkap formalitas saja, di antara penduduk yang masih memberi sesajen menurut Kejawen -- yang Renggani juga tidak sepenuhnya pahami. Kejawen itu ada sembahyangnya, tapi juga ada memelihara patung dan jimat, memberi sesajen setiap minggu, dan menghitung hari-hari. Ah entahlah.

Renggani terus saja melangkah tanpa memperhatikan ke mana ia berjalan, hingga di sebelah kanannya ada ruangan yang terang. Di sana ada Jill, Richard dan Rorty, duduk di sebuah dipan kayu beralas kain yang lebar dengan corak etnik. Jill dan Richard rupanya pasangan, mereka duduk berdempetan di satu sisi. Rorty duduk di sisi lain, sibuk memakai iPad nya untuk sesuatu. Ia tidak mempedulikan Jill dan Richard yang mulai sibuk berangkulan, dan mulai berciuman.

Perlahan, Renggani yang masih tidak terlihat terus memasuki ruangan itu, duduk di pojok yang gelap. Ia menikmati percumbuan itu, berkhayal bahwa dirinya sedang dicumbu oleh Danan. Panas. Renggani melepas kancing atasnya, dan tanpa sadar tubuhnya segera menebarkan harum birahi yang membuat sepasang kekasih itu semakin kesetanan. Dan bukan itu saja, Rorty juga mulai terbawa. Ia mendekat, awalnya ragu-ragu. "Err... may I?"

Jill merintih-rintih ketika Richard terus mengulum putingnya, kiri dan kanan bergantian. Rorty jongkok dan menjilat paha yang halus panjang dan terbuka lebar. "OHH FUCK ME! FUCK ME NOW!" jerit Jill, seraya tergesa-gesa melepaskan seluruh kain yang melekat di tubuhnya. Richard dan Rorty segera melakukan hal yang sama, kini mereka bertiga telanjang bulat. Penis Richard dan Rorty nampak menakjubkan, besar dan kekar panjang. Nampaknya lebih dari sejengkal tangan Renggani, yang semakin bernafsu melihatnya, ia juga terus meremas buah dadanya sendiri.

"Oh, I'm gonna take your cherry, baby!" kata Richard sambil menelentangkan Jill di dipan. Ia mengambil posisi di antara paha Jill yang terbentang lebar. Rorty berdiri di kepala dipan, meremasi susu Jill yang bulat besar itu, kontolnya terpantul-pantul di kepala Jill, menunggu giliran. "FUCK ME... FUCK ME HARD!!!" jerit Jill, suaranya menggema di seluruh ruangan. Mungkin seluruh rumah betang itu mendengarnya.

"RANCAP BUYARRR!! BUBAARRR!!" seruan Mbah Rojokerto mengagetkan semua di ruangan itu. Ada pengaruh aneh dari suara orang tua, yang seketika memunahkan pengaruh hawa birahi yang terpancar dari Renggani. Mbah Rojokerto terus masuk memisahkan ketiga orang bule yang telanjang bulat itu. Tak lama kemudian, di belakang Mbah Rojokerto muncullah Anindya dan Danan. Mereka terkejut sekali melihat ketiga teman mereka bertelanjang dan siap threesome.

Jill, Richard, dan Rorty seperti linglung, lalu ketika kesadaran mulai datang mereka menjadi malu sekali. Jill terus berusaha menutupi tubuhnya, demikian juga Richard dan Rorty sama-sama terus memakai celana mereka. "We are... We are very.... Very sorry...." kata Richard terbata-bata. Jill menutup wajahnya dengan telapak tangan, menunduk, terus melangkah keluar.

"We'll talk about this tomorrow," kata Anindya tegas, tapi tidak bertanya atau menghakimi. Lebih terdengar kasihan.

"Danan, mana Nak Renggani?" tanya Mbah Rojokerto. Ia tidak bisa melihat Renggani yang masih duduk di pojok.

"Tidak tahu, Mbah. Tadi kan bersama kita, tapi terus tidak ada," jawab Danan.

"Waduh. Jangan-jangan dia tersesat. Bahaya ini, kalau Renggani jadi Nyi Kinarah...." desah Mbah Rojokerto. Danan tidak mengerti apa maksudnya, tapi Renggani yang diam di pojok itu menyadari dirinya bisa menjadi bahaya. Ia sudah melihat apa yang dilakukannya kepada ketiga orang bule itu.

Namun, Renggani mempunyai kebutuhannya sendiri. Ia tidak bisa melepaskan bayangan adegan ngentot yang hampir terjadi di depan matanya. Ketika orang-orang keluar dari ruangan untuk mencari dirinya, Renggani turut keluar, terus ke hejot, lalu melangkah ke jalan. Ia baru menampakkan diri ketika tidak ada lagi orang yang mencarinya di jalanan, menunggu ada kendaraan lewat. Tapi malam begini, jalanan sangat sepi, sampai akhirnya ada sebuah truk berhenti karena melihat Renggani.

"Dik, mau ke mana malam begini? Kok sendiri? Kota masih jauh di sana," kata keneknya, seorang laki-laki paruh baya.

"Iya, mau ke kota," jawab Renggani singkat.

"Ikut kami saja. Bahaya kalau lewat area di depan sana, katanya lagi ada preman begal merajalela. Kalau ketemu gadis cantik begini, apa jadinya?" kata si pak Sopir menimpali, usianya kurang lebih sama tua dengan keneknya.

Dengan patuh, Renggani naik truk itu. Namun, mungkin karena ada gadis cantik di dalam truknya, pak sopir tidak berkonsentrasi dan kurang cepat memacu kendaraan. Baru jalan kira-kira lima kilometer, truk itu dicegat oleh tiga sepeda motor, ada lima orang yang membawa pedang melengkung. Pak Sopir dan keneknya sangat ketakutan.

"TURUN! SERAHKAN TRUKNYA!" kata begal yang tinggi besar.

Renggani malah terus membuka pintu dan turun. "Nak, jangan!" cegah si kenek panik.

"Saya turun, kalian biarkan truknya pergi," kata Renggani lagi. Ia berdiri di jalan dengan gaya yang seksi sekali, tangannya terus mendorong bagian bawah susunya, sehingga menggelembung naik ke atas. Kelima begal itu seperti lupa pada tujuan semula mereka, terlalu terpaku pada gadis teramat cantik teramat seksi di malam hari begini.

"Sudah sana jalan lagi!" kata begal lainnya. Si pak sopir dan keneknya tidak menunggu dua kali, mereka langsung tancap gas pergi dari sana, sambil merasa prihatin sekali dengan gadis cantik yang menumpang tadi. Kelima orang itu menyuruh Renggani ikut mereka naik sepeda motor, ia dibonceng salah satu bekal yang naik motor sendiri. Mereka melalui jalan lintas hutan yang berkelak kelok, sampai akhinya tiba di rumah kayu yang agak besar, tapi jauh lebih kecil dibanding rumah betang sebelumnya.

"HAYO SINI!" hardik yang paling menepuk diri jadi jagoan. Tangan Renggani terus ditarik masuk ke rumah kayu, yang rupanya sudah dialiri listrik, sehingga bagian dalamnya terpasang lampu neon panjang beberapa buah, terang. Ruangan itu besar, tidak bersekat, udaranya penuh asap rokok. Menyesakkan dada. Si jagoan tadi terus menarik Renggani ke depan seorang lelaki besar bertelanjang dada dengan banyak tato di tubuhnya. Mereka bisik-bisik lantas tertawa.

Renggani terus diangkat, ditelentangkan di dipan tipis.

"Jangan dirobek bajunya...." desah Renggani menahan tangan yang mau mencabik rok pendeknya. Sambil berbaring, dengan centil Renggani melepaskan roknya, lalu celana dalamnya. Baru kemudian ia melepaskan baju kaosnya, menampilkan tubuh molek, putih, kaki jenjang, tetek bulat dengan puting membusung. Hawa birahi terus tersebar di seluruh isi rumah itu, tidak ada yang dapat lepas.

Semua kontol mengeras. Semua mata memandang. Sang pemimpin menyeringai, memelorotkan celana dan memperlihatkan batang kemaluan yang agak membengkok. Ia masih ingat untuk pertama-tama meraba memek rapat Renggani, kemudian menjilatnya. Renggani mendesah, memejamkan mata. Mengangkangkan kaki lebar-lebar. Si pemimpin tidak tahan lagi, ia terus menancapkan kontolnya menusuk memek yang perawan. Darah menetes ke lantai kayu.

Renggani menjerit, sebagian karena sakit kaget, sebagian karena sudah lama menginginkan sesuatu yang hidup memasuki memeknya lagi. Masuk, keluar, masuk, keluar, dalam. Nikmat. Memeknya memeras kuat-kuat, si pemimpin tidak bertahan lama, terus muncratkan maninya di dalam beserta seluruh sukmanya, jiwanya hilang saat itu juga. Harum memek Renggani mengalahkan harum tembakau yang tadinya memenuhi ruangan. Setelah si pemimpin terguling lemah ke samping, si jagoan yang nampaknya jadi tangan kanan, segera menancapkan kontolnya yang ternyata lebih panjang, lebih kekar. Lebih nikmat.

Tapi ia pun tidak bertahan lama dalam cengkraman Renggani. Satu sukma lagi terhisap, dan lagi, dan lagi. Hingga akhirnya, ketka kontol terakhir memasuki dirinya dan muncrat di dalam, Renggani tidak bisa menahan nikmatnya orgasme hebat, memeknya menyembur membasahi lantai. Sementara tubuh lelaki itu terguling tanpa sukma, Renggani kembali bersinar oranye dan kini ada juga warna hijau, terang mengelilingi dirinya. Tetapi tubuh-tubuh lelaki itu kosong, tidak bergerak walau ada fenomena mempesona saat Renggani melayang di udara, menikmati orgasmenya. Menikmati kekuatan besar dari lebih 30 lelaki yang kini terguling di sana.

Gadis yang kini kembali perawan lagi, terus memakai seluruh bajunya. Ia mengambil uang, batu akik, dan sebilah badik berukir yang tua. "Kamu, nyalakan motornya," kata Renggani pula. Tapi orang itu diam saja. "Pergi, nyalain!"

"Itu motor kamu kan?" tanya Renggani.

Lelaki itu menjawab dengan bahasa yang tidak dimengertinya. Orang-orang ini rupanya tidak berbahasa Indonesia! Kesal, Renggani terus merogoh sendiri kunci motor dan mengambil dompet orang itu, melihat STNK nya. Ia terus melangkah keluar dan menaiki motor yang sesuai plat nomornya. Kunci dimasukkan, pas. Renggani menjalankannya sepuluh meter, lalu berhenti, menoleh ke belakang.

Satu rumah penuh dengan penjahat preman begal. Entah berapa banyak orang yang sudah jadi korban kejahatan mereka. Renggani merasa muak. Ia mengulurkan tangan kirinya, merasakan energi amarah mengaliri tangannya. Sejenak kemudian, rumah kayu itu meledak dalam kobaran api putih oranye yang membinasakan semuanya. Renggani terus memacu motornya ke arah jalan raya, lalu berbelok kembali menyusuri jalan ke arah rumah betang.

Sedikit yang ia ketahui, bahwa isi rumah itu bukan seluruhnya preman begal. Sebenarnya, itu adalah rumah perkumpulan para pemuda desa, dan yang menjadi preman begal hanyalah kelima orang sok jagoan itu saja; tak ada yang tahu mereka melakukan kejahatan. Sang pemimpin yang arogan adalah anak kepala suku, anak manja yang sombong, dan sangat, sangat diharapkan oleh kedua orang tuanya.

Bayangkan apa yang terjadi ketika seluruh penduduk desa mendapati rumah itu telah habis terbakar dalam kobaran api, beserta seluruh pemuda desa. Ini pasti perbuatan tentara, kata mereka. Mana bisa orang biasa melakukan hal seperti ini? Jangan, jangan lagi lapor polisi, percuma. Mereka itu yang bunuh anak-anak kita! PEMBALASAN, PEMBALASAN!

Renggani meninggalkan motornya tidak terkunci di bawah pohon rindang, lalu ia berjalan kaki menyusuri jalan berbatu itu. Lima belas menit kemudian, rumah betang nampak di hadapannya. Di hejot, Mbah Rojokerto mengatupkan tangan di atas kepala, menyembah kepada patung Wisnu yang berada di depan pintu masuk, di atasnya.

"Mbah," panggil Renggani dengan halus.

Dengan wajah pucat, Mbah Rojokerto berpaling kepada Renggani.

"Nak, engkau tidak tahu sama sekali apa yang sudah engkau lakukan...." desah Mbah Rojokerto lirih.
 
wahhduhh:takut: maksud baik berdampak jahat.. selanjutnya masyarakat semakin tak percaya pada aparat.. apakah akan ada kekacauan hebat!!?​
 
Bimabet
:aduh: makin menarik ceritanya om.... Semoga bisa sabar menunggu update selanjutnya. Trims untuk updatenya om :beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd